Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah


berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)

Hiperbilirubinemia adalah meningginya kadar bilirubin adalah tingginya kadar


bilirubin terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan jaundice atau ikterus, suatu
pewarnaan kuning pada kulit, sclera dan kuku (Wong, 2008).

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang


menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin, bila kadar bilirubin
tidak dikendalikann (Mansjoer, 2008).

Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk bayi yang
baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi
yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian
kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan
hiperbilirubin.

2. Anatomi Fisiologi

Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh manusia, terletak disebelah atas dalam
rongga abdomen, disebelah kanan diafragma, berwarna merah kecoklatan, luna dan
mengandung banyak vaskularisasi. Hepar terdiri dari lobus kanan yang besar dan lobus
kiri yang kecil.
Fungsi hepar adalah :

a. Metabolise karbohidrat, protein dan lemak.

b. Sintesa kolestrol dan steroid, pembentukan protein plasma (fibrinogen, protrombin


dan globulin).

c. Penyimpanan glikogen, lemak, vitamin (A, B12, D dan K) dan zat besi (ferritin).

d. Detoksikasi menghancurkan hormone-hormon steroid dan berbagai obat-obatan.

e. Pembentukan dan penghancuran sel-sel darah merah, pembentukan terjadi hanya pada
6 bulan masa kehidupan awal fetus.

f. Sekresi bilirubin (pigmen empedu) dari bilirubin unconjugated menjadi conjugated.

Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan
panjang sekitar 7.5cm dan dapat menampung ±50 ml cairan empedu. Cairan empedu
adalah cairan kental berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang dihasilkan terus
menerus dalam jumlah 500-1000 ml/hari, merupakan zat esensial dalam pencernaan dan
penyerapan lemak, suatu media yang dapat mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak
dapat diekskresikan oleh ginjal.

Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :

a. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin


(menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh
hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjadi
bilirubin. Merupakan bilirubin indirek/tidak terkonjugasi.

b. Transportasi

Bilirubin indirek kemudian ditrasportasi dalam aliran darah hepatik. Bilirubin


diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif dan efektif
bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraselular (ligadin sitoplasma
atau protein Y) pada membra dan ditransfer menuju hepatosit.

c. Konjugasi

Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin
Difosfoglukoronal Acid (ADPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin direk
atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.

d. Ekskresi

Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem empedu


melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu diekskresikan melalui
saluran empedu kesistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorbsi oleh
bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin
direk diabsorbsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi
melalui sirkulasi enterohepatik.

3. Etiologi

Menurut Wong (2008), penyebab dari hiperbilirubinemia adalah:


a. Peningkatan bilirubin yang berlebihan
b. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
c. Gangguan konjugasi bilirubin
d. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
e. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
f. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma.

4. Patofisiologi & Patoflow


Menurut Widiarti (2011), peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada
beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma
juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan
saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar
bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir
rendah, hipoksia, dan hipoglikemia.

Hiperbilirubinemia

Kulit, mukosa
Foto terapi
ikterik

pruritus
gg.
gg. hiperterm
hiperterm
keseimbangan
keseimbangan ia
ia
cairan
cairan
gg.integritas
gg.integritas
kulit
kulit

5. Tanda dan Gejala


Menurut Surasmi (2003), gejala hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi :

a. Gejala akut

Gejala yang dianggap sebagai fase pertama karena ikterus pada neonatus adalah
letarga, tidak mau minum dan hipotoni.

b. Gejala kronik

Tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistotonus
(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralis serebral dengan
atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dispasia dentalis).

Sedangkan menurut Handoko (2003), gejalanya adalah warna kuning (ikterik)


pada kulit, membran mukosa dan sclera mata, terlihat saat kadar bilirubin darah
mencapai sekitar 40 mol/l

6. Komplikasi

Meliputi: Anemia, Ikterus, Kernikterus, Hepatosplenomegali, Hidrops fetalis


(gagal jantung, hipoksia, anasarka, dan pericardial, pleura dan efusi peritoneal) Gagal
ginjal (komplikasi fototerapi, hepertermia/ hipotermia, dehidrasi, priapism, sindrom
“bronze baby”).

7. Tes Diagnostik

a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir; hasil positif tes comb indirek menandakan
adanya antibody Rh- positif anti- A atau Anti- B dalam darah ibu. hasil positif tes
comb direk menandakan adanya sensisitasi (Rh- positif anti-A atau Anti-B) SDM
dari neonatus.

b. Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi imkompatibilitas ABO.

c. Bilirubin total: kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0- 1,5 mg/dl,
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak
boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh >20 mg/dl pada
bayi cukup bulan atau 15 mg/dl padda bayi praterm (tergantung pada berat badan)
d. Protein serum total; kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi praterm.

e. Hitung darah lengkap; hemoglobin (Hb) mungkin rendah. < 14g/dl karena hemolisis.
Hemotokrit (Ht) mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia (45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.

f. Glukosa; kadar Dextrosix mungkin >45% glukosa darah lengkap >30 mg/dl, atau tes
glukosa serum >40 mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai meggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

g. Daya ikat karbondioksida; penurunan kadar menunjukkan hemolisis.

h. Meter ikterik transkutan; mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan


bilirubin serum.

i. Jumlah retikulosit; peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM


dalam respon hemolisis yang berkenaan degan penyakit RHsmear darah perifer;
dapat menunjukkan SDM Abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh,
atau sferositis pada imkompabilitas ABO.

j. Tes betke- kleihauer; evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

8. Penatalaksanaan

Menurut Surasmi (2003), penatalaksanaan medis bayi ikterus adalah:

a. Tindakan umum

Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil untuk mencegah
trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian makanan dini dengan jumlah
cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup
baik di tempat bayi dirawat.

b. Tindakan khusus
1. Pemberian Fenobarbital
 Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini
tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan
baik pada ibu dan bayi.
 Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasimisalnya
pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan
dengan transfusi tukar.
 Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan
merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin
serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
 Mengeluarkan bilirubin secara mekanik, yaitu dengan tranfusi tukar.
 Terapi obat-obatan misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan
bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu
juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin
bebas ke organ hari.
2. Foto terapi
Prosedur foto terapi adalah :
 Foto terapi digunakan untuk menurunkan bilirubin serum pada neonatus
dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat. Fototerapi dapat
menyebabkan terjadinya isomerasi bilirubin inderek yang mudah larut di
dalam plasma dan mudah diekresi oleh hati ke dalam saluran empedu
meningkatnya foto bilirubin di dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristalstik usus
meningkatkan dan bilirubin akan cepat meninggalkan usus.
 Penggunaan fototerapi sesuai dengan anjuran dokter biasanya di berikan
kepada neonatus dengan kadar bilirubin inderek lebih 10 mg% sebelum
transfuse tukar atau sesudahnya sumber cahaya fototerapi dapat di peroleh
dari sinar matahari, cahaya lampu neon. Alat terapi ada yang menggunakan
sumber cahaya ganda yang dapat menyinari dua bagian tubuh. Efek terapi
sinar tidak tergantung pada beberapa arah penyinaran, tetapi pada jumlah
energy cahaya yang dapat menyinari kulit neonatus.
 Energy cahaya optimal yang dapat menyebabkan eliminasi bilirubin
maksimum adalah yang mempunyai gelombang sinar 350-470
Nanometer( NM).

Cara kerja alat foto terapi :


 Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk
yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
 Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi.
 Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama
lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
 Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar
pada manusia.
 Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi
dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar
dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui
empedu.
 Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati.
 Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
 Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.

3. Transfusi tukar
Transfusi tukar adalah pergantian darah sirkulasi neonatus dengan darah
donor dengan cara mengeluarkan darah neonatus dan memasukan darah donor
secara berulang dan bergantian melalui suatu prosedur jumlah daerah yang di
keluarkan, pergantian darah bisa mencapai 75 % dari jumlah darah neonatus.
Tujuan tranfusi tukar adalah menentukan kadar bilirubin inderek, mengganti
eritrosit yang dapat di hemolisis, membuang autibodi yang menyebabkan
hemolitis dan mengoreksi anemia.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnesis

1. Identitas

Bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg%.

2. Keluhan Utama

Sklera puncak hidung / sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna
kuning.

3. Riwayat penyakit sekarang

Adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin


serum 10 mg%, atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg%
pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan,
ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian yang disertai dengan keadaan
bertat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, Sclera,puncak hidung,
sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna kuning, letargi,
kemampuan mengisap menurun, kejang, perut membuncit, pembesaran pada hati,
gangguan neurologis; kejang, opistotonus, tidak mau minum, letargi, reflek moro
lemah atau tidak ada sama sekali, feses berwarna seperti dempul.

4. Riwayat penyakit dahulu untuk ibunya

Pembentukan bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak


terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan eksresi bilirubin
terkonjugasi dalam pembentukan empedu akibat faktor intrahepatik dan
ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis.

b. Pemeriksaan fisik (Head To Toe)

1. Keadaan umum: Lesu, letargi, koma.

2. Tanda- tanda vital: pernapasan : 120-160 kali/ menit, nadi: 40 kali per menit,
suhu: 36,5- 370C.

3. Daerah kepala dan leher

Kulit kepala atau tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti: vakum atau
terdapat kaput, sclera ikterik, muka kuning, leher kaku.

4. Pernapasan

Riwayat asfiksia,mucus,bercak merah (edema pleural, hemoragi pulmonal).

5. Abdomen

Pada saat palpasi menunjukan pembesaran limpa dan hepar, turgor buruk, bising
usus hipoaktif.
6. Genetalia

Tidak terdapat kelainan

7. Eliminasi

Buang air besar (BAB): proses eliminasi mungkin lambat, feses lunak cokelat atau
kehijauan selama pengeluaran bilirubin.

Buang air kecil( BAK) : urine berwarna gelap pekat, hitam kecokelatan

8. Ekstremitas

Tonus otot meningkat, dapat menjadi spasme otot dan epistotonus.

9. Sistem integumen

Terlihat jaundice di seluruh permukaan kulit.

c. Pola ADL :

1. Nutrisi: pada umunya bayi malas minum: refleks mengisap dot dan menelan
lemah.

2. Eliminasi: biasanya bayi mengalami Diare, Urine mengalami perubahan warna


gelap dan pekat dan juga tinja berwarna pucat.

3. Istrahat: bayi tampak cengeng dan Mudah terbangun.

4. Aktivitas: bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi.

d. Pemeriksaan penunjang :

1. Pemeriksaan darah lengkap, uji fungsi hati, jenis darah (Rh, Ibu dan janin)

2. Pemeriksaan kadar bilirubin: neonatus ateren >10 mg % premature 12.5 mg%

3. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.

4. Pemeriksaan urine dan feses: urin pekat seperti the


2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan temperature tubuh (hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan


panas.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek terapi sinar, penurunan


metabolic akibat peningkatan bilirubin.

c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan
dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.

d. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan


berhubungan dengan kurangnya paparan informasi

e. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan dengan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.

f. Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan
prosdur invasif, profil darah abnormal.

g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi anak

3. Rencana Keperawatan

a. Gangguan temperature tubuh (hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan


panas.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam perawatan suhu
tubuh dalam batas normal, dengan kriteria hasil:

- Suhu tubuh dalam batas normal (36,5° C - 37,5°C)

- Tidak kejang

Intervensi dan Rasional :


1. Jelaskan pada keluarga efek penggunaan terapi sinar sehingga muncul hipertermi
pada bayi
R/ Memberikan pemahaman yang mengurangkan kecemasan dan meningkatkan
kepercayaan keluarga terhadap asuhan yang di berikan.
2. Atur suhu lingkungan dalam batas normal atau nyaman
R/ Suhu yang kurang dapat membantu klien untuk tidak merasa menggigil
3. Berikan periode istrahat terhadap penggunaan terapi sinar sesuai instruktur.
R/ Mengurangi peningkatan suhu tubuh yang berlebihan dan mencegah
komplikasi yang serius.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penurun suhu tubuh jika masih
mengalami hipertermia setelah tidak menggunakan terapi sinar
R/ Mengetahui keefektifan penanganan
5. Observasi keluhan, suhu, dan nadi
R/ Keluhan panas, suhu tubuh >37,5ºC, nadi meningkat mengindikasikan masih
terjadi peningkatan suhu tubuh

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek terapi sinar, penurunan


metabolic akibat peningkatan bilirubin.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan


integritas kulit kembali baik/normal dengan kriteria hasil :

- Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )

- Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang

- Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama

Intervensi dan Rasional :

1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam

R/ Warna kulit kekuningan sampai jingga yang semakin pekat menandakan

konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tinggi.


2. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek (kolaborasi dengan dokter dan

analis)
R/ Kadar bilirubin indirek merupakan indikator berat ringan joundice yang

diderita.
3. Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan

dengan perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit


R/ Menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu lama sehingga

mencegah terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.


4. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi
R/ Kulit yang bersih dan lembab membantu memberi rasa nyaman dan

menghindari kulit bayi meengelupas atau bersisik.

c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan
dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .....x 24 jam, cairan tubuh
neonatus adekuat dengan kriteria hasil:

- Tugor kulit baik


- Membran mukosa lembab
- Intake dan output cairan seimbang
- Nadi, respirasi dalam batas normal (N: 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit ), suhu (
36,5-37,5 C )

Intervensi dan Rasional :


1. Pantau masukan dan haluan cairan; timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
R/ Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat menyebabkan
dehidrasi.
2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan haluaran urine, fontanel
tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).
R/ Bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi,
meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal pemberian makan yang sering tidak di
pertahankan.)
3. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine.
R/ Defeksi encer, sering dan kehijauan serta urine kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin.Feces yang encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume cairan akibat pengeluaran cairan
berlebih.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air diantara menyusui
atau memberi susu botol.
R/ Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feces yang encer
sehingga mengurangi risiko bayi kekurangan cairan.

5. Pantau turgor kulit.


R/ Turgor kult yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi
R/ Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana/ intervensi keperawatan yang


sudah ditetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah


teratasi, tidak tertasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria hasil.

Anda mungkin juga menyukai