“IMUNISASI“
DI BPM TETI HERAWATI
DISUSUN OLEH :
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
HALAMAN PENGESAHAN
DISUSUN OLEH :
Disetujui :
Pembimbing Lapangan
Pembimbing Institusi
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
SATUAN ACARA PENYULUHAN
I. Tujuan
Tujuan umum :
Menambah pengetahuan secara umum kepada masyarakat (ibu-ibu) yang hadir
di BPM Teti Herawati.
Tujuan Khusus :
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Imunisasi
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
VII. Dokumentasi kegiatan
Terlampir
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama
ibu yang baru saja melahirkan bayinya. Imunisasi merupakan pemberian
vaksin pada balita agar imunitas tubuh balita dapat meningkat dan kebal
terhadap penyakit. Karena pada saat mereka lahir, imunitas dalam tubuh
bayi masih sangat lemah dan sangat mudah terserang berbagai penyakit
yang bahkan tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi. Imunisasi
sangat penting, setiap anak harus mendapatkan paket lengkap imunisasi
yang diwajibkan. Perlindungan awal melalui pemberian imunisasi untuk
anak usia kurang dari satu tahun sangat penting. Semua orang tua atau
pengasuh harus mengikuti saran petugas kesehatan terlatih tentang kapan
harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).
Dalam melakukan vaksinasi pada dasarnya tidak ada istilah
“hangus”, karena itu vaksinasi tidak perlu diulang dari awal apabila
terlambat memberikan dosis berikutnya. Hal ini yang membuat mengapa
catatan lengkap vaksinasi yang telah diberikan menjadi penting dimiliki.
Catatan vaksinasi harus disatukan dalam tabel tertentu untuk kemudian
dinilai vaksinasi yang telah diberikan. Pencatatan yang baik akan membuat
vaksinasi yang terlewat, terlambat atau tidak terlaksana pada waktunya
mudah terlihat sehingga vaksinasi dapat segera dijadwalkan untuk
mengejar keterlambatan. 2 Vaksinasi yang diberikan terlambat masih
dapat berfungsi baik walaupun tidak memberikan perlindungan secara
optimal (Hadinegoro dkk, 2011).
Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata berupa
Universal Child Immunization (UCI) yang berdasar indikator cakupan
DPTHB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari jumlah
sasaran bayi di desa. Upaya untuk menurunkan angka kesakitan,
kecacatan, dan kematian bayi serta anak balita dilaksanakan program
imunisasi baik program rutin maupun program tambahan/suplemen untuk
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti
TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis B, dan Campak (DinKes
Jateng, 2012).
Program imunisasi dilakukan agar bayi mendapatkan kelima
macam imunisasi secara lengkap, agar bayi terlindung dari penyakit yang
bisa membahayakan kesehatan bayi tersebut. Keberhasilan ini dapat dilihat
dari indikator imunisasi dasar lengkap. Cakupan imunisasi di Indonesia
pada tahun 2012 sebesar 86,8%. Berarti telah memenuhi target Renstra
pada tahun 2012 sebesar 85%. Cakupan tiap provinsi diantaranya Sulawesi
Tenggara (86,0%), Kalimantan Tengah (86,2%), Sulawesi Selatan
(88,8%), Aceh (89,2%), Jawa Tengah (90,1%), Bengkulu (90,9%),
Gorontalo (91,1%), Banten (91,3%), Sumatra Selatan (93,3%), Jambi
(93,9%), Kepulauan Bangka Belitung (94,0%), DI Yogyakarta (95,5%),
Lampung (98,7%), Jawa Barat (102,1%), Nusa Tenggara Barat (107,4%).
Dengan demikian 15 provinsi (45,5%) telah memenuhi target Renstra
tahun 2012 yaitu sebesar 85% (Kemenkes RI, 2012).
Penelitian Ismet (2013) mengenai analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan imunisasi dasar lengkap pada balita di Desa
Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango, diperoleh
pengetahuan ibu, sikap ibu, dukungan keluarga dan pelayanan petugas
kesehatan berhubungan secara bermakna terhadap imunisasi dasar lengkap
pada balita. Hal ini karena tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan
ibu masih kurang, jadi ada kemungkinan jika ini juga dipengaruhi oleh
ketidaktepatan dalam melakukan imunisasi campak, sehingga
perlindungan imunisasi campak ini tidak dapat melindungi secara optimal,
dan masih memungkinkan untuk dapat terkena penyakit campak.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penyuluhan ini adalah apakah ibu ibu yang datang
ke BPM Teti Herawati sudah mengetahui tentang imunisasi?
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
C. Tujuan
Tujuan umum :
Menambah pengetahuan secara umum kepada masyarakat (ibu-ibu) yang
hadir di BPM Teti Herawati.
Tujuan Khusus :
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Imunisasi
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
BAB II
PEMBAHASAN
A. Materi Penyuluhan
1. Pengertian
Imunisasi adalah suatu cara pemberian vaksin untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia
terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Vaksin adalah suatu obat
yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu
tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap
penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga
membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan
vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan
adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang
sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
bulan, bayi dapat terhindar dari beberapa penyakit infeksi, misalnya difteria,
campak, dan lain-lain.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
asing. c. alergi kulit terhadap benda asing. d. mengenal antigen secara cepat
dan bereaksi secara cepat untuk menghindarkan akibat buruk.
Patofisiologi
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
3. Imunisasi yang diwajibkan (PPI)
Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG, polio, hepatitis B, DPT, dan campak.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena
penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan.
Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya
dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan
disayat.
Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus.
Dasar :
- vaksin difteri ; toksin kuman yang dilemahkan (toksoid)
- vaksin tetanus ; toksoid
- vaksin pertusis ; kuman B. pertusis yang dimatikan
Daya proteksi vaksin difteri dan tetanus adalah 80-95%, sedangkan pertusis
adalah 50-60%. Imunisasi DPT ataupun DT diberikan Intramuskular atau
subkutan dalam. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3x, dimulai pada usia 3
bulan dengan dosis masing-masing 0,5 ml dengan selang 4 minggu (1 bulan ),
kemudian diperkuat dengan imunisasi keempat yang diberikan 1 tahun setelah
imunisasi ketiga. Ulangan imunisasi berikutnya dilakukan pada usia 5 tahun (usia
masuk sekolah) masih menggunakan DPT. Selanjutnya ulangan imunisasi
dilakukan setiap 5 tahun dengan menggunakan DT saja tanpa pertusis karena
vaksin tersebut tidak dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun karena reaksi
dapat lebih hebat.
DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau
nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi
karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Untuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk
mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau
lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)
kejang
kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah
mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi
DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang,
penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda
sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
Kontraindikasi : riwayat anafilaksis, ensefalopati, hiperpireksia.
Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang
telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang
telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen
(TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV)
efektif melawan 1 jenis polio.
Jadwal imunisasi polio
- Polio-0 diberikan saat bayi lahir, karena Indonesia merupakan daerah endemik
polio. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat
bayi meninggalkan rumah sakit agar tidak mencemari bayi lain karena virus
polio vaksin dapat diekskresikan melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat
menjadi alternatif.
- Polio-1,2,3 dapat diberikan bersama dengan DPT 1,2,3.
- Polio-4 diberikan satu tahun setelah polio 3 atau diberikan bersamaan DPT 4.
- Polio-5 diberikan pada umur 5 tahun atau diberikan bersamaan DPT 5.
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2
tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
berisi air gula. Vaksin Salk mengandung 3 tipe, disuntikkan subkutan, yang
pertama umur 3 bulan, yang kedua 4 minggu kemudian dan yang ketiga 6-7 bulan
sesudah yang kedua. Efek samping tidak ada.
Manfaat vaksin Salk dan Sabin sebenarnya sama, namun untuk negara yang
sedang berkembang vaksin Sabin lebih menguntungkan karena lebih murah (tanpa
suntikan), mudah didistribusikan dan mudah diberikan kepada anak.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
Diare berat
Penyakit akut atau demam
Hipersensitif yang berlebihan terutama pada neomisin, polimiksin,
streptomisin)
Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
Kehamilan
Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(tampek). Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL, pada umur
9 bulan. Pada bayi yang baru lahir mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit
campak dari ibunya yang pernah terinfeksi morbili dan kekebalan pasif tersebut
bertahan selama ± 6 bulan. Apabila telah mendapat vaksinasi MMR pada usia 15-
18 bulan ulangan campak pada umur 5 tahun tidak diperlukan. Tetapi bila anak
baru datang pada usia diatas 12 bulan dan ia belum pernah menderita penyakit
campak maka sebaiknya vaksinasi segera dilakukan.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38° Celsius
gangguan sistem kekebalan
pemakaian obat imunosupresan
alergi terhadap protein telur
kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,
konjungtivitis dan kejang yang ringan, serta ensefalitis dalam waktu 30 hari
setelah imunisasi (kejadian 1 diantara satu juta suntikan).
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
Imunisasi Hepatitis B
Jadwal imunisasi :
Apabila sampai umur 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis
B, maka secepatnya diberikan. Ulangan imunisasi hepatitis B (hep B IV) dapat
dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.
Reaksi imunisasi : segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi,
pada tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri rasa mual dan
nyeri sendi. Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit
berat. Efek samping yang berarti tidak pernah dilaporkan.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
4. Imunisasi yang dianjurkan
Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi / anak namun belum masuk ke
dalam program imunisasi nasional adalah MMR, Hib, Tifoid, Hepatitis A,
Varisela, dan influenza.
MMR
Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan
berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
Terdapat dua jenis vaksin Hib konjugasi yang beredar di Indonesia yaitu PRP-T
dan PRP-OMP (PRP outer membrane protein complex).
Jadwal imunisasi :
Vaksin PRP-T diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan
Vaksin PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan
Vaksin Hib dapat diberikan secara bersamaan dengan DPT dalam bentuk
vaksin kombinasi dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml.
Vaksin Hib baik PRP-T ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan
Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.
Dosis :
Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuskular.
Imunisasi Hib tidak dianjurkan pada wanita hamil, bila terdapat demam dan
hipersensitivitas terhadap komponen vaksin. Efek samping yang serius tidak
pernah dilaporkan, namun dapat terjadi reaksi lokal berupa pembengkakan, nyeri,
dan kemerahan kulit atau reaksi umum berupa ruam kulit, demam dan urtikaria.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk
suntikan.
Kontraindikasi ; alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, juga pada saat
demam, penyakit akut maupun kronik progresif.
Reaksi imunisasi pada pemberian vaksin oral dapat dijumpai demam, mencret,
muntah dan kemerahan kulit, sedangkan vaksin suntikan hanya nyeri ringan,
kemerahan, dan pembengkakan pada tempat suntikan.
Efek samping yang berbahaya jarang sekali terjadi.
Imunisasi Hepatitis A
Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
hepatitis A. di Indonesia telah beredar kombinasi hepatitis B/hepatitis A.
Jadwal imunisasi :
Imunisasi Varisela
Vaksin varisela berisi virus varisela zoster strain OKA hidup yang telah
dilemahkan, kemasan dalam bentuk beku-kering.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
Jadwal imunisasi :
Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, vaksinasi dapat
mencegah apabila diberikan dalam kurun waktu 72 jam setelah kontak.
Dosis :
Vaksin tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi, hitung limfosit 1200/µl
atau adanya bukti defisiensi imun seluler seperti selama pengobatan induksi
penyakit keganasan atau 3 tahun fase radioterapi, pasien dalam pengobatan
kortikosteroid, dan pasien yang alergi terhadap neomisin.
Klasifikasi
Tidak semua kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) disebabkan oleh imunisasi
karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh
karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai :
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
Komnas Pengkajian dan Penanggulangan KIPI mengelompokkan etiologi KIPI
dalam 2 klasifikasi, yaitu :
Kesalahan program
sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan
teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program
penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin, misalnya :
Reaksi vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala
klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan risiko kematian.
Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam
petunjuk pamakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra,
indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin
lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh
pelaksana imunisasi.
Klasifikasi lapangan ini dapat dipakai sebagai pencatatan dan pelaporan KIPI.
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
2. klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah komnas PP
KIPI.
Vaccine Safety Commitee (1994) membuat klasifikasi KIPI yang sedikit
berbeda dengan laporan Commitee Institute of Medicine (1991) dan menjadi
dasar klasifikasi saat ini, yaitu :
Pelaporan
KIPI adalah insiden medik yang terjadi setelah imunisasi dan dianggap
disebabkan oleh imunisasi. Komnas Pengkajian dan penanggulangan KIPI
menetapkan bahwa KIPI adalah semua kejadian penyakit atau kematian dalam
kurun waktu 1 bulan setelah imunisasi. Meskipun masyarakat seringkali
beranggapan bahwa insiden medik setelah imunisasi selalu disebabkan oleh
imunisasi, insiden umumnya terjadi secara kebetulan (koinsiden). Sebagian yang
beranggapan bahwa vaksin sebagai penyebab KIPI juga keliru. Penyebab
sebenarnya adalah kesalahan program yang sebetulnya dapat dicegah. Untuk
menemukan penyebab KIPI kejadian tersebut harus dideteksi dan dilaporkan.
KIPI yang harus dilaporkan adalah semua kejadian yang berhubungan dengan
imunisasi seperti :
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
o Insiden medik berat atau tidak lazim yang diduga oleh petugas kesehatan atau
masyarakat berhubungan dengan imunisasi
Tindak lanjut
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I
DAFTAR PUSTAKA
Laporan Penyuluhan – I M U N I S A S I