Oleh :
(P27820715013)
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Acute lympobastic leukemia adalah bentuk akut dari leukemia yang
diklasifikasikan menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu
berupa lymphoblasts. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal,
jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan
diakhiri dengan kematian.
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada
sumsum tulang dan sistem limpatik.
Leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh
penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang
ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan
dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak,
cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang
selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA
C. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang, panggul, tulang
dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah
dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.
Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam
sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel
normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan
sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar
hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel
stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,
sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel
stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur,
cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit
T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular
sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan
pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan
gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan hemopoesis normal terhambat,
akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis
dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan.
D. PATHWAY
Infiltrasi
Sel kekurangan
Depresi sumsum tulang Infiltrasi SSP
makanan
Factor Perubahan
Eritrosit Infiltrasi ekstra
Leukosit pembekuan metabolisme
menurun medular
darah tubuh
Pembesaran
Resiko Anoreksia, mual, limfe, nodus
anemia Perdarahan
infeksi muntah limfe, liver,
tulang
Tulang
mengecil / lemah
Resiko
Intoleransi Kekuranga
Nyeri
Aktivitas n Volume
Cairan
Ketidakseimban
gan Nutrisi
Resiko
Kurang Dari
infeksi
Kebutuhan
Tubuh
E. MANISESTASI KLINIS
1. Pilek tak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual, muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10. Nyeri kepala
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut
limphosityc leukemia adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam
bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
a. 50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
b. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
d. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit) Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000
mm3 darah. Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar
asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
e. lesi mukosa mulut
H. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari
2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
yang suci hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5 - 106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan
cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalaman-
nya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan
tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai
obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel
blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama
10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500
rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi
ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah
15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan
malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan
kecenderungan terjadi perdarahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang erpapar
oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr,
HTLV1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti
phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
3. Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan
Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam
mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan
laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4. Pola Nurisi
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi
sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis,
ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap
acute monolytic leukemia)
5. Pola Eliminasi
Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen,
dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta
penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta
adanya hematuria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intervensi Rasional
1. Monitor intake dan output . 1. Penurunan sirkulasi sekunder
Catat penurunan urin, dan dapat menyebabkan
besarnya PH berkurangnya sirkulasi ke ginjal
2. Hitung berat badan setiap hari atau berkembang menjadi batu
3. Motivasi klien untuk minum 3 – ginjal sehingga menyebabkan
4 l/hari jika tanpa kontra retensi cairan atau gagal ginjal
indikasi 2. Sebagai ukuran keadekuatan
4. Kaji adanya petechie pada kulit volume cairan. Intake yang lebih
dan membran mukosa, besar dari output dapat
perdarahan gusi diindikasikan menjadi renal
5. Gunakan alat-alat yang tidak obstruksi.
menyebakan resiko perdarahan 3. Meningkatkan aliran urin,
6. Berikan diet makanan lunak mencegah asam urat, dan
7. Kolaborasi : Pemberian cairan membersihkan sisa-sisa obat
sesuai indikasi neoplastik
8. Monitor pemeriksaan diagnostik 4. Supresi bone marrow dan
: Platelet, Hb/Hct, bekuan darah prosuduksi platelet menyebabkan
klien beresiko mengalami
perdarahan
5. Jaringan yang mudah robek dan
mekanisme pembekuan dapat
menyebabkan perdarahan
meskipun karena trauma ringan
6. Mencegah iritasi gusi
7. Mempertahankan cairan dan
elektrolit yang tidak bisa
dilakukan per oral, menurunkan
komplikasi renal
8. Bila platelet <20.000/mm( akibat
pengaruh sekunder obat
neoplastik ) , klien cenderung
mengalami perdarahan.
Penurunan Hb/Hct berindikasi
terhadap perdarahan.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri, gunakan skala 1. Berguna mengkaji kebutuhan
1 – 10 intervensi , bisa berindikasi
2. Monitor vital signs, catat reaksi perkembangan komplikasi
non verbal 2. Berguna dalam validasi verbal
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mengevaluasi keefektifan
dan kurangi stimulus intervensi
4. Berikan posisi yang nyaman 3. Meningkatkan kemampuan
5. Latih ROM exercise istrahat dan memperkuat
6. Evaluasi mekanisme koping kemampuan koping
klien 4. Menurunkan gangguan pada
7. Kolaborasi Analgetik tulang dan sendi
8. Kolaborasi Narkotik 5. Meningkatkan sirkulasi jaringan
9. Kolaborasi Tranguilizer dan mobilitas sendi
6. Penggunaan persepsi pribadi
untuk mengatasi nyeri dapat
membantu klien memiliki koping
yang lebih efektif
7. Diberikan untuk nyeri ringan
Catatan : jangan menggunakan
aspirin karena bisa menyebabkan
perdarahan
8. Diberikan untuk nyeri sedang-
berat
9. Memperkkuat kerja
analgetik/narkotik
Intervensi Rasional
1. Evaluasi keluhan lemah, rewel, 1. Efek leukemia, anemia dan
ketidakberdayaan dalam ADL kemoterapi dapat menjadi satu
2. Ciptakan lingkungan yang sehingga memerlukan bantuan
tenang dan istrahat yang tidak dalam pemenuhan aktifitas ADL
terganggu 2. Mengumpulkan energi untuk
3. Bantu dalam setiap pemenuhan beraktifitas dan untuk regenerasi
rawat diri/ADL sel
4. Jadwalkan pemberian makan 3. Memaksimalkan kemampuan
sebelum kemoterapi. Beri oral untuk rawat diri
hidrasi sebelum makan dan anti 4. Meningkatkan intake sebelum
emetik sesuai indikasi terjadi mual akibat efek samping
5. Kolaborasi : kemoterapi
Pemberian suplemen O2 sesuai 5. Memaksimalkan kemampuan
anjuran
oksigenasi untuk uptake seluler
D. IMPLEMENTASI
Tahap ini merupakan tindakan keperawatan yang nyata kepada pasien dan
merupakan perwujudan dari segala tindakan yang telah direncanakan atau
diintervensikan.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Terdapat tiga
alternative dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai, yaitu :
1. Teratasi atau berhasil
Perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dalam waktu yang
ditetapkan
2. Teratasi sebagian
Pasien menunjukkan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
3. Belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi
7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta : EGC;.2. Tucke