Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini masyrakat Indonesia semakin sadar akan
pentingnya kesehatan. Mereka semakin sadar karena dengan tubuh yang
sehat maka dapat mendukung masyrakat Indonesia ke taraf hidup yang lebih
baik. Kesehatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun
2009 adalah suatu keadaan sehat baik secara fisik , mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Melalui definisi itulah kesehatan itu sendiri merupakan hal
yang sangat penting untuk diperhatikan. Melihat adanya peningkatan
kesadaran akan hidup sehat dari masyarakat ini berdampak pada
meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. (Depkes
RI, 2009).
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) menurut Permenkes RI
No. 74 tahun 2016 merupakan suatu unit pelakasana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupkan layanan kesehatan
tingkat pertama dan terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan harus
melakukan pelayanan kesehatan wajib dan beberapa upaya kesehatan
pilihan yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan, kemampuan
dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat. Selain itu,
puskesmas pula memiliki tugas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dan perilaku hidup seh at maupun menjaga lingkungan sehat dengan
memberikan pelayanan yang bermutu. Puskesmas menjadi fasilitas layanan
kesehatan yang memberikan edukasi upaya kesehatan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. (Permenkes
RI, 2016).
Salah satu pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah pelayanan
Kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu

1
2

dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan


masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan
pasien dan masyarakat akan peningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian,
mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi
kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi
pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian
(pharmaceutical care). Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi, baik berupa obat,
bahan habis pakai, maupun alat kesehatan, yang dapat meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian yang diberikan di Puskesmas
harus memenuhi standar pelayanan kefarmasian sebagaimana ditetapkan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Standar pelayanan kefarmasian di
Puskesmas meliputi pengelolaan obat dan bahan habis pakai dan pelayanan
farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh Apoteker dan tenaga
kefarmasian, dengan Apoteker sebagai penanggung jawab (Menkes RI,
2014).
Peran Apoteker sebagai profesi yang bertanggung jawab memberikan
layanan kesehatan, menjadi suatu pembelajaran bagi calon apoteker dalam
memahami peran, fungsi dan tanggung jawab profesionalitas sebagai
apoteker. Seperti disebutkan dalam PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian disebutkan bahwa penyerahan da n pelayanan obat berdasarkan
resep dokter dan dilakasanakan oleh apoteker. Seorang apoteker harus dapat
bekerja dengan handal dan bersikap profesional sehingga dibutuhkan
kesiapan diri berupa ilmu-ilmu yang sesuai dengan tanggung jawab untuk
dapat menyesuaikan diri dalam dunia kerja.
Puskesmas Pantai Labu merupakan salah satu unit pelayanan
kesehatan di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Di
mana terdiri dari beberapa bagian pelayanan, salah satunya yaitu apotek.
Apotek puskesmas Pantai Labu memiliki program kerja yang dilakukan
seperti melakukan penyuluahan Bahaya Merokok, Penyuluhan PBHS
3

(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), Imunisasi, Home Care dan Klinik
Lansia.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Adapun tujuan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Puskesmas adalah :
1. Memperoleh pemahaman tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab
Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas.
2. Memperoleh wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
3. Memperoleh praktek kerja kefarmasian sehingga lebih siap dalam
memasuki dunia kerja.
4. Memperoleh gambaran nyata mengenai permasalahan yang terjadi
dalam pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Adapun manfaat dengan adanya kegiatan PKPA ini adalah :
1. Meningkatkan pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
Puskesmas.
3. Meningkatkan rasa percaya diri untuk memasuki dunia kerja sebagai
Apoteker yang profesional di Puskesmas.
1.4 Pelaksanaan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Puskesmas
Program Studi Profesi Apoteker Institut Kesehatan Medistra Lubuk
Pakam menjalin kerjasama dengan Puskesmas Pantai Labu dengan
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 01
Februari – 30 Maret 2019 sehingga mahasiswa calon apoteker dapat
menerapkan ilmu, melatih diri, dan memahami pelayanan di Puskesmas
dengan pengawasan dari pihak yang berwenang.
BAB II
TINJAUAN UMUM PUSKESMAS
2.1 Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan menitikberatkan pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai
derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan
perseorangan. Secara umum, puskesmas harus memberikan pelayanan
preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) atau Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
(Menkes RI, 2014).
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian.Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2016).
Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan baik dan
berkesinambungan dalam mencapai tujuannya, maka Puskesmas harus
menyusun rencana kegiatan untuk periode 5 (lima) tahunan yang
selanjutnya akan dirinci lagi ke dalam rencana tahunan Puskesmas sesuai
siklus perencanaan anggaran daerah. Semua rencana kegiatan baik 5 (lima)
tahunan maupun rencana tahunan, selain mengacu pada kebijakan
pembangunan kesehatan kabupaten/kota harus juga disusun berdasarkan
pada hasil analisis situasi saat itu (evidence based) dan prediksi kedepan
yang mungkin terjadi. Proses selanjutnya adalah penggerakan dan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan/program yang
disusun, kemudian melakukan pengawasan dan pengendalian diikuti dengan

4
5

upaya-upaya perbaikan dan peningkatan (Corrective Action) dan diakhiri


dengan pelaksanaan penilaian hasil kegiatan melalui penilaian kinerja
Puskesmas (Permenkes, 2016).
Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di Puskesmas
dilakukan sejalan dengan perkembangan kebijakan yang ada pada berbagai
sektor. Adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi diikuti pula
dengan menguatnya kewenangan daerah dalam membuat berbagai
kebijakan. Selama ini penerapan dan pelaksanaan upaya kesehatan dalam
kebijakan dasar Puskesmas yang sudah ada sangat beragam antara daerah
satu dengan daerah lainnya, namun secara keseluruhan belum menunjukkan
hasil yang optimal (Permenkes, 2016).

2.2 Tugas dan Fungsi Puskesmas


1. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
Berkesinambungan dan bermutu,
2. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif,
3. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga kelompok dan masyarakat,
4. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung,
5. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif
dan kerjasama inter dan antar profesi,
6. Melaksanakan rekam medis,
7. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan,
8. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan,
9. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, dan
10. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan (Permenkes,2016).
6

2.3 Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang - undangan


Peraturan perundang-undangan menurut (Hardjono, 2001)
1. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
tenaga kefarmasian.
4. Peranturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.
5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 44 Tahun 2016 Pedoman
Manajemen Puskesmas.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.

2.4 Aspek Manajemen Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP)
Pengelolaan obat dan BMHP merupakan salah satu kegiatan
pelayanan kefarmasian di puskesmas. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, pasal 3 telah mengatur terkait pengelolaan obat
dan BMHP dapat dilakukan dimulai dari tahap perencanaan kebutuhan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan, dan pemantauan dan evaluasi
pengelolaan.
Tujuan dilakukannya pengelolaan perbekalan farmasi untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan BMHP yang
efisien, efektif, dan rasional, meningkatkan kompetensi atau kemampuan
tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kepala Ruang Farmasi di
Puskesmas bertugas dan bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya
7

pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP yang baik (Menteri Kesehatan RI,
2016).
Sebagaimana yang tertuang dalam lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, berikut adalah uraian mengenai tugas
pengelolaan perbekalan farmasi yang harus dilakukan oleh tenaga farmasi di
puskesmas:
2.4.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas.
Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya,
data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus
melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter
gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Obat per tahun dilakukan secara
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian
Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) (Permenkes, 2014). Selanjutnya Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan
8

Obat Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang


tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta
menghindari stok berlebih.
2.4.2 Permintaan
Sumber penyediaan obat di Puskemas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas
adalah obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan dengan merujuk pada DOEN. Selain itu, sesuai dengan
kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun
1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat
Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No.
HK.02.02/MENKES/068 /I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat
generik saja yang diperkenankan tersedia di Puskesmas, pertimbangan
tersebut didasarkan bahwa:
a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di
seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik dan mempunyai mutu
serta efikasi yang memenuhi standar pengobatan.
b. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan
publik.
c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan
kesehatan publik.
Tujuan permintaan obat dan BMHP adalah memenuhi kebutuhan obat
dan BMHP di puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah
dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebijakan
pemerintah daerah setempat (Menteri Kesehatan RI, 2016).
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
Puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO,
sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala Puskesmas dilakukan secara
9

periodik menggunakan LPLPO sub unit (Direktorat Jenderal Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Tahapan atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk menentukan
permintaan obat dapat dilakukan dengan cara:
a. Menentukan jenis permintaan obat
b. Permintaan Rutin, dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskesmas.
c. Permintaan Khusus, dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila:
1. kebutuhan meningkat
2. terjadi kekosongan
3. Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB / Bencana)
d. Menentukan jumlah permintaan obat. Data yang diperlukan untuk
menentukan jumlah permintaan obat antara lain yaitu data pemakaian
obat periode sebelumnya, jumlah kunjungan resep, jadwal distribusi
obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, dan sisa stok.
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
2.4.3 Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan BMHP adalah suatu kegiatan dalam
menerima Sediaan Farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai
dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan
Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan
yang diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat, dan mutu.
Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab
atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan
Obat dan BMHP berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Tenaga
Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan Farmasi dan
BMHP yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah
Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi dokumen
LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh
10

Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga Kefarmasian


dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan
Farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di
Puskesmas ditambah satu bulan (Menteri Kesehatan RI, 2016).
2.4.4 Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan BMHP merupakan suatu kegiatan
pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman (tidak
hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di
puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan BMHP dengan mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
1. bentuk dan jenis sediaan.
2. kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan
Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban.
3. mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
4. narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
(Menteri Kesehatan RI, 2016).

Tata cara penyusunan obat ketika melakukan penyimpanan di Puskesmas


dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
a. Sistem FEFO dan FIFO. Penyusunan dilakukan dengan sistem First
Expired First Out (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat
yang lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat
yang kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk
masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal
11

tersebut sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya
kekuatannya atau potensinya berkurang.
b. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.
c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.
d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung
dari cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin (suhu 4–8oC).
Kartu kontrol suhu yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore.
e. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya
matahari langsung.
f. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
pengambilannya menggunakan sendok.
g. Obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda
khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluarsa pada dus luar
dengan mengunakan spidol.
h. Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup
rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.
i. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.
j. Kondisi penyimpanan beberapa obat
 Beri tanda/kode pada wadah obat.
 Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.
 Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan
digunakan.
 Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus
tercantum: jumlah isi dus, misalnya: 20 kaleng @ 500 tablet, kode
lokasi, tanggal diterima, tanggal kadaluwarsa, nama produk/obat.
k. Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun
tersebut. Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan
kesehatan.
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010)
12

2.4.5 Pendistribusian
Pendistribusian obat dan BMHP merupakan kegiatan pengeluaran dan
penyerahan obat dan BMHP secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit atau satelit farmasi di puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah
dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara
lain sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas,
Puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan Polindes.
Tidak hanya itu pendistribusian juga dilakukan di dalam sub unit
Puskesmas tersebut antara lain ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain.
Pendistribusian dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang
diterima, pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau
kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan
dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock)
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
Pendistribusian obat dapat dilakukan dengan cara:
1. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub unit
pelayanan
2. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan
bersama-sama dengan formulir LPLPO sub unit yang distandatangani
oleh penanggung jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala
puskesmas sebagai penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama
disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
2.4.6 Pengendalian
Pengendalian Sediaan Farmasi dan BMHP adalah suatu kegiatan
untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
13

Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di


unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari :
1. Pengendalian persediaan
2. Pengendalian penggunaan
3. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
2.4.7 Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan BMHP yang tidak
dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan
BMHP bila produk tidak memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa,
tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan, dan dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan BMHP terdiri dari:
1. Membuat daftar Sediaan Farmasi dan BMHP yang akan dimusnahkan
2. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
3. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait
4. Menyiapkan tempat pemusnahan
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
14

Berdasarkan tahapan tersebut, maka kegiatan-kegiatan yang


dilakukan dalam proses pemusnahan/penghapusan sediaan farmasi antara
lain:
1. Membuat daftar sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan dihapuskan
beserta alasan-alasannya.
2. Pisahkan sediaan farmasi/ obat-obatan yang kadaluwarsa/rusak pada
tempat tertentu sampai pelaksanaan pemusnahan.
3. Pisahkan narkotika dan psykotropika dari obat lainnya.
4. Melaporkan kepada atasan mengenai sediaan farmasi/obat-obatan
yang akan dihapuskan.
5. Membentuk panitia pemeriksaan sediaan farmasi/obat-obatan melalui
Surat Keputusan Bupati/Walikota.
6. Membuat Berita Acara Hasil Pemeriksaan sediaan farmasi/obat-
obatan oleh Panitia Pemeriksaan dan Penghapusan sediaan
farmasi/obat-obatan.
7. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang/pemilik obat.
8. Melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari yang
berwenang
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
2.4.8 Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh
rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP, baik
Sediaan Farmasi dan BMHP yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
1. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP telah
dilakukan.
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
3. Sumber data untuk pembuatan laporan.
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
15

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan sebagai penanggung jawab


pengelola perbekalan farmasi dalam melakukan pencatatan, pelaporan, dan
pengarsipan terkait penatalaksanaan obat yang terdapat di Puskesmas
adalah:
1. Sarana Pencatatan dan Pelaporan
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di
Puskesmas adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas
harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan
diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis
penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan
pembuatan laporan pengelolaan obat.
2. Alur Pelaporan
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO
dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan.
Setelah ditanda tangani oleh kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, satu
rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas.
3. Periode Pelaporan
LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).

Berikut ini merupakan penjelasan Laporan Pemakaian Dan Lembar


Permintaan Obat (LPLPO) yang harus dibuat oleh penanggung jawab
pengelolaan perbekalan farmasi di Puskesmas:
1. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat disampaikan oleh
Puskesmas/UPK ke Instalasi Farmasi. Petugas Pencatatan dan Evaluasi
melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi
dari instalasi farmasi lalu dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/
16

Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota. Formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat digunakan untuk permintaan dan pengeluaran obat
2. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat rangkap 3
(tiga), yang terdiri dari: Asli untuk Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota,
Tindasan 1 untuk arsip instansi penerima (RS/Puskesmas), dan Tindasan
2 dikirim untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sedangkan kegunaan LPLPO itu sendiri adalah sebagai bukti
pengeluaran obat di Instalasi Farmasi, bukti penerimaan obat di Puskesmas
atau Rumah Sakit, Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas/RS
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan sebagai bukti penggunaan
obat di Rumah Sakit/Puskesmas (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2007).
2.4.9 Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
1. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan
Sediaan Farmasi dan BMHP sehingga dapat menjaga kualitas maupun
pemerataan pelayanan.
2. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan
BMHP.
3. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP, harus
dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur
Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut
diletakkan di tempat yang mudah dilihat (Menteri Kesehatan RI, 2016).
Pemantauan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
merupakan proses pengamatan secara terencana oleh petugas pengelola obat
dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota)
terhadap pelaksanaan pengelolaan obat oleh petugas ke unit yang lebih
rendah (Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota / Puskesmas/ Puskesmas
17

Pembantu/ UPT lainnya). Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar semua
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pedoman yang
disepakti sehingga dapat meningkatkan produktivitas para petugas pengelola
obat agar mutu pelayanan obat dapat ditingkatkan secara optimum
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).

2.5 Aspek Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin
efektivitas, keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pendahuluan Puskesmas Pantai Labu


Puskesmas Pantai Labu merupakan Puskesmas non rawat inap yang
sudah terakreditasi DASAR dan berlokasi di Jl. P. Siantar No. 179 Desa
Pantai Labu, Kec. Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara
dengan luas wilayah ±31,19 km2. Ibu kota Kabupaten Deli Serdang adalah
Lubuk Pakam. Secara administratif Kabupaten Deli Serdang memiliki 22
kecamatan yang terdiri dari 394 desa dan 14 kelurahan. Tempatnya nyaman,
akses transportasi keluar masuk mudah (bis kota, angkot dan becak).
Puskesmas Pantai Labu memiliki 2 ruangan kefarmasian, satu ruang
gudang dimana dijadikan sebagai ruangan penyimpan alat kesehatan dan
obat obatan, kemudian satu lagi ruang utama atau pusat ruangan
kefarmasian yang digunakan sebagai tempat berlangsungnya proses
pelayanan resep dan pemberian obat terhadap pasien. Apotek puskesmas
Pantai Labu memiliki 1 orang apoteker penanggung jawab yang dibantu
oleh 2 orang asisten apoteker yang bertugas melayani resep dan
mempersiapkan dokumen kefarmasian
Jenis-jenis pelayanan di UPT Puskesmas Pantai Labu antara lain :
Pelayanan Jasa Medis, Pelayanan Promosi Kesehatan, Pelayanan Kesehatan
Lingkungan, Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB), Pelayanan Gizi, Pelayanan Pemberantasan Penyakit,
Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestra), dan Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Remaja (PKRR).

3.2 Visi dan Misi Puskesmas Pantai Labu


Visi:
Terwujudnya Masyarakat Sehat Yang Mandiri.
Misi:

18
19

1. Mewujudkan pelayanan prima pada masyarakat yang


berkesinambungan dan mandiri.
2. Mewujudkan kualitas informasi kesehatan yang benar dan akurat.
3. Mewujudkan sumber daya manusia kesehatan yang profesional.

3.3 Struktur Organisasi Puskesmas Pantai Labu


Struktur organisasi dan pembagian jabatan-jabatan serta wewenang
dalam bidang usaha Puskesmas Pantai Labu adalah berbentuk garis lurus
atau lini. Dengan demikian terdapat wewenang langsung antara setiap
atasan dan bawahan. Adapun struktur organisasi yang ada pada Puskesmas
Pantai Labu sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas Pantai Labu mempunyai tugas memimpin,
merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan, membina pelaksanaan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas Puskesmas sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Bidang Administrasi Umum
Bidang Administrasi Umum mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana program dan anggaran, pengendalian, pengawasan ,
evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program dan anggaran,
perbendaharaan dan mobilisasi dana, verifikasi, pemasaran sosial dan
informasi Puskesmas, perlengkapan, tata usaha dan kepegawaian.
3. Apoteker
Apoteker memiliki perananan penting dalam tenaga kesehatan terkait
manajemen obat dan perbekalan kesehatan.
4. Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan
Pelayanan medik mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan
medis, keperawatan, dan penunjang. Pelayanan keperawatan dilakukan
pada Poli Rawat Jalan, dan Poli Tindakan (IGD).
20

3.4 Alur Pelayanan Puskesmas Pantai Labu


1. Alur Pelayanan Pasien Datang

Gambar 3.1 Alur Pelayanan Pasien Datang Berobat


2. Alur Pelayanan Obat di Instalasi Farmasi

Gambar 3.2 Alur Pelayanan Obat


21

3. Alur Pelayanan Antenatal Care (ANC)

Gambar 3.3 Alur Pelayanan Pasien ANC

3.5 Tugas dan Wewenang Apoteker


Menurut Permenkes RI No. 74 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas menyatakan bahwa penyelengaraan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1
(satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat
dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah
kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan
pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan
pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di
Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari.
Standar pelayanan kefarmasian yang harus dimiliki oleh Apoteker di
puskesmas berupa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai, serta
pelayanan farmasi klinik. Apoteker dan asisten apoteker di Puskesmas
22

Pantai Labu sudah melaksanakan aspek manajerial seperti pengelolaan


sumber daya yang meliputi SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan serta administrasi dengan memanfaatkan tenaga, dana,
prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, pelayanan farmasi klinik
di Puskesmas Pantai Labu telah dilakukan yang meliputi pengkajian resep,
penyerahan obat, pelayanan informasi obat; konseling; pemantauan efek
samping obat; pemantauan terapi obat; serta evaluasi penggunaan obat
sudah baik.
3.6 Aspek Manajemen Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Persediaan obat di Puskesmas Pantai Labu dikelola oleh apoteker
penanggung jawab dan dibantu dengan asisten apoteker. Pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan meliputi kegiatan perencanaan dan
permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan
pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat (Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010).
l. Perencanaan
Puskesmas membuat data pemakaian obat dengan menggunakan
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) sesuai dengan
perencanaan kebutuhan puskesmas. Perhitungan perencanaan dibuat
berdasarkan data pemakaian obat pada tahun sebelumnya di seluruh unit
kerja (Puskesmas Induk, Puskesmas Pembantu, Poskesdes ( pos pelayanan
kesehatan desa) dan Posyandu). Pemilihan jenis obat dalam proses
perencanaan mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). LPLPO
yang sudah dibuat dilaporkan ke Instalasi Farmasi Kabupaten Deli Serdang
(IFK DS). Formulir LPLPO berisi nomor, nama obat, stok awal,
penerimaan, pamakaian, persediaan, sisa stok, permintaan, dan keterangan.
2. Permintaan
Permintaan dibuat dengan membuat Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO). Tujuan permintaan obat adalah memenuhi
kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas, sesuai dengan
23

perencanaan kebutuhan yang telah dibuat (Depkes RI, 2014). LPLPO


dilaporkan oleh Puskesmas Pantai Labu sebelum tanggal 10 setiap
bulannya, untuk melakukan permintaan obat dan alat kesehatan pada dua
bulan selanjutnya dan sebagai dokumentasi untuk pengambilan obat dan alat
kesehatan ke Instalasi Farmasi Kabupaten Deli Serdang (IFK DS). Bila
terjadi permintaan khusus, dapat dilakukan dengan menggunakan lembar
permintaan khusus yang dapat diajukan ke Instalasi Farmasi Kabupaten Deli
Serdang (IFK DS).
3. Penerimaan
Penerimaan dari Instalasi Farmasi Kabupaten Deli Serdang (IFK DS)
menjadi tugas apoteker penanggung jawab dan dibantu dengan asisten
apoteker. Dalam proses penerimaan harus diteliti dan disesuaikan dengan
lembar LPLPO yang sudah dibuat dan sesuai dengan SBBK (Surat Bukti
Barng Keluar) dari Instalasi Farmasi, apakah sudah sesuai atau belum.
Pengecekan obat yang dilakukan, meliputi :
1. Nama obat yang diterima, bentuk sediaan
2. Jumlah
3. Kondisi fisik perbekalan kesehatan (bentuk, warna, keutuhan)
4. Tanggal kadaluwarsa.

Pihak Puskesmas Pantai Labu ketika mendapati adanya kekurangan


obat atau terjadi kesalahan jenis obat, langsung mengkonfirmasi dan
memberitahu ke pihak IFK DS untuk dicek ulang. Pihak IFK DS langsung
menyiapkan obat yang kurang, dan menghubungi pihak puskesmas untuk
mengambil obat yang kurang. Masuknya barang dicatat dalam buku
pemasukan barang dan kartu stok masing-masing barang. Maksimal
penerimaan/pengambilan obat dilakukan setelah 1 minggu pengiriman
LPLPO ke IFK DS.
4. Penyimpanan
Obat yang sudah diterima dari IFK DS akan disimpan digudang obat.
Letak Gudang obat di Puskesmas Pantai Labu berada dilantai satu
24

bersampingan dengan ruangan gizi, letaknya sangat strategis karena


mempermudah saat pendistribusian obat dan penerimaan obat saat obat
datang dari IFK DS . Penyimpanan di gudang obat di Puskesmas Pantai
Labu, diletakkan berdasarkan abjad untuk mempermudah saat pengambilan.
Penyimpanan juga menerapkan FEFO agar obat yang waktu kadaluarsanya
lebih dekat dapat dipakai terlebih dahulu. Untuk obat LASA diberika
penanda khusus, untuk meminimalkan kesalahan saat pengambilan obat.
Penyimpanan dilakukan menggunakan lemari. Kunci gudang obat selalu
dibawa oleh apoteker penanggung jawab. Obat psikotropika disimpan
khusus di rak khusus tertutup dan terkunci, dan selalu menjadi tanggung
jawab apoteker. Obat yang harus disimpan di suhu dingin akan disimpan
dikulkas, seperti : Vaksin. Di Puskesmas Pantai Labu, vaksin dimasukkan di
kulkas yang ditempatkan di gudang farmasi. Gudang penyimpanan
dilengkapi dengan air conditioner (AC) dengan suhu yang selalu dikontrol
dengan thermometer oleh petugas gudang/apoteker penanggung jawab.
Kondisi ruang penyimpanan di gudang obat yang ada di Puskesmas Pantai
Labu memiliki ventilasi yang cukup, terdapat jendela dengan penutup serta
menghindari terpaparnya obat dan alat kesehatan terhadap sinar matahari
yang dapat merusak kualitas obat dan alat kesehatan.
Obat yang masuk digudang selalu dicatat di buku stok yang meliputi
nama obat, asal/sumber obat, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, tanggal
masuk dan keluar, jumlah masuk dan keluar, serta jumlah sisa stok. Obat
yang sudah memasuki masa kadaluwarsa, dibuatkan berita acara ke dinas
agar dapat dilakukan pemusnahan.
5. Pendistribusian
Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan
obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit
pelayanan kesehatan. Unit pelayanan yang ada di Puskesmas antara lain :
Ruang tindakan, Klinik Ibu dan Anak (KIA), Gigi, laboratorium, kamar
obat, Posyandu, Puskesmas pembantu (Pustu). Obat didistribusikan ke
setiap unit berdasarkan kebutuhan yang dibuat. Pendistribusian ke setiap
25

unit pelayanan disesuaikan dengan LPLPO yang telah dibuat masing-


masing unit pelayanan, distribusi dilakukan dua bulan sekali. Jumlah yang
didistribusikan dihitung oleh Asisten Apoteker secara manual sesuai dengan
jumlah pemakaian dan jumlah permintaan tiap-tiap unit. Pengambilan obat
dan alat medis dilakukan oleh asisten apoteker/apoteker penanggung jawab
untuk mengantisipasi pengambilan berlebih atau kesalahan dalam pengisian
kartu stok. Sisa obat yang belum digunakan akan disimpan di gudang obat
jika sewaktu-waktu stok obat kurang pada masing-masing sub unit maka
dilakukan pengambilan obat di gudang tersebut.
Secara umum pemberian obat di Puskesmas Pantai Labu dilakukan
dengan sistem individual prescribing yaitu dengan menebus obat ke unit
instalasi farmasi yang ada, dengan membawa resep yang didapatkan dari
dokter. Alur distribusi sediaan farmasi ke pasien dimulai dengan
diterimanya resep oleh Asisten Apoteker kemudian dilakukan peracikan
obat sesuai dengan yang tertulis di resep. Bila terdapat ketidakjelasan pada
resep, dikonfirmasikan dahulu ke dokter penulis resep. Setelah itu, obat
diberikan ke pasien dengan etiket yang jelas serta diberikan konseling
terkait penggunaan obat. Obat yang diberikan kepada pasien tidak dipungut
biaya. Distribusi obat psikotropika ke pasien diserahkan dengan
menanyakan terlebih dahulu alamat lengkap dari pasien dan ditulis dalam
lembar resep. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan obat
psikotropika.
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan pencatatan dan pelaporan dilakukan
pada kartu stok pada setiap obat. Pencatatan obat masuk dilakukan ketika
Puskesmas menerima obat dari IFK DS setiap dilakukannya permintaan,
sedangkan pencatatan obat keluar dilakukan setiap pengambilan obat oleh
Asisten Apoteker atau apoteker penanggung jawab dari gudang farmasi.
Pencatatan dan Pemeriksaan obat masuk dilakukan dengan
mencocokan barang yang diterima dari IFK DS dengan LPLPO dan SBBK
yang sudah dirancang. Barang yang masuk kemudian dimasukkan kedalam
26

kartu stok masing-masing obat. Kartu stok berisi : tanggal stok


masuk/pengambilan, jumlah masuk/keluar, sisa stok yang tersedia, dan
keterangan tentang asal penerimaan dan tujuan pengambilan obat.
Puskesmas Pantai Labu, setiap sebulan sekali melakukan stock opname.
Stock opname dilakukan dengan cara melihat jumlah masing-masing obat
dan alkes yang ada dikartu stok dan dilihat dengan kondisi fisik yang ada
didalam gudang apakah sesuai atau belum. Selain itu juga melakukan
pengecekan tanggal kadaluwarsa obat dan kerusakan fisik obat, agar bila
terdapat obat yang kadaluwarsa atau mengalami kerusakan dapat dilakukan
prosedur pemusnahan secepatnya agar tidak terjadi penyalahgunaan. Bila
pada saat stock opname terdapat obat yang akan habis, maka dapat
dilakukan permintaan oleh penanggung jawab obat yang akan diajukan ke
IFK DS.
Setiap pengambilan obat digudang harus selalu dicatat jumlah obat
yang diambil pada masing-masing kartu stok obat. Setiap pengambilan dari
gudang obat, selalu dicatat ke dalam buku catatan hari obat. Informasi yang
perlu dicatat dalam buku ini adalah tanggal obat dibawa ke ruang farmasi,
nama obat, dan jumlah obat. Setiap pengeluaran obat psikotropika harus
sesuai dengan catatan pengeluaran obat (kartu stok). Setiap pengeluaran
psikotropika dicatat yang teridentifikasi no urut, tanggal pengeluaran, nama
dan alamat pasien, dan nama dan jumlah obat yang keluar. Pencatatan dan
pelaporan obat keluar dilakukan 1 bulan sekali, dilakukan dengan cara
membuat memasukkan data pemakaian kamar obat per bulan di komputer.
Pada pengendalian persediaan di ruang pengambilan obat, pengelola unit
instalasi farmasi melakukan register harian yang dilakukan setelah
pelayanan obat. Register dilakukan dengan cara memasukkan jumlah obat
yang ada dalam resep ke dalam catatan harian. Register ini bertujuan untuk
melihat pemakaian obat dan bahan medis yang digunakan setiap harinya
serta untuk memantau persediaan obat yang ada di kamar obat untuk
mengantisipasi kekurangan/kekosongan persediaan. Data dari register harian
ini kemudian akan diakumulasikan selama satu bulan dan akan dijadikan
27

data untuk LPLPO. Pelaporan bulanan ini digunakan untuk acuan


perencanaan pengadaan pada bulan selanjutnya.
Penanganan obat kadaluwarsa dan rusak dilakukan untuk mencegah
adanya efek samping yang tidak diinginkan dan melindungi pasien dari efek
tersebut. Penanganan obat kadaluwarsa dilakukan dengan memisahkan obat
yang sudah kadaluwarsa dengan cara memisahkan obat ke rak karantina dan
terpisah dari obat lain hingga menunggu pemusnahan. Obat yang
dikumpulkan dicatat dalam buku bantu obat rusak dan kadaluwarsa. Obat
tersebut dibuatkan berita acara yang diketahui oleh kepala puskesmas.
Setelah itu dilaporkan kepada IFK DS untuk mendapatkan izin pemusnahan
dari Dinas kesehatan. Proses pemusnahan dilakukan dengan mendatangkan
saksi dari Dinas kesehatan. Proses pemusnahan ini dapat dilakukan dengan
pihak ke 3 yang sudah bekerjasama dengan Puskesmas Pantai Labu.
Langkah terakhir adalah membuat berita acara pemusnahan obat yang
diketahui Kepala Puskesmas.
7. Evaluasi
1. Audit Sediaan Farmasi
Tujuan dari audit sediaan farmasi adalah menilai dan mengevaluasi
kegiatan pengelolaan obat yang terdiri dari penyimpanan, pendistribusian,
pencatatan di kartu stok, pelaporan penggunaan obat, dan penyerahan dan
konseling obat. Audit dilakukan secara internal dan eksternal.
Audit internal dilakukan dalam bentuk supervisi IFK DS setiap 3
bulan sekali dan stock opname yang dilakukan olah Apoteker dan Asisten
Apoteker setiap akhir bulan. Stock opname dilakukan dengan mencocokan
jumlah fisik obat dengan kartu stok yang ada di gudang obat, ruang obat,
dan unit lainnya seperti Puskesmas Pembantu, obat-obat Pusling, KIA, BP
Umum, dan laboratorium dengan catatan pada dokumen LPLPO untuk
melihat kesesuaian laporan pemakaian jumlah obat dan alat kesehatan di
puskesmas.
Audit Eksternal dilakukan oleh Inspektorat maupun Dinas Kesehatan
Kabupaten Deli Serdang secara periodik. Audit dilakukan dengan
28

mencocokkan jumlah fisik obat dengan jumlah yang tertera pada pencatatan
kartu stok. Penilaian dilakukan dengan cara sampling pada beberapa jenis
obat. Selain itu dilakukan pula penilaian untuk pengelolaan administrasi dan
pengelolaan obat (perencanaan, permintaan, dan penggunaan).
2. Audit SOP Manajemen
Pengelolaan suatu instansi kesehatan milik pemerintah seperti
puskesmas harus dilakukan dengan semaksimal mungkin agar visi dan misi
puskesmas dapat tewujud. Pengelolaan puskesmas yang baik akan
memberikan kesan yang mendalam bagi masyarakat, terutama karena
pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat penting.
Untuk mencapai visi dan misi puskesmas, maka perlu dibuat Standar
Operasional Prosedur (SOP) di setiap unit-unit di lingkungan puskesmas.
Standar Operasional Prosedur adalah tata cara atau tahapan yang
dibakukan dan harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja
tertentu. Di bagian farmasi puskesmas sendiri memiliki sekitar 13 SOP.
SOP di puskesmas secara umum meliputi SOP administrasi, pengadaan,
penyimpanan, distribusi, dan pekerjaan teknis kefarmasian.
Audit internal SOP manajemen bertujuan memastikan keefektifan
penerapan Sistem Manajemen Mutu dan mengidentifikasi serta
memperbaiki ketidaksesuaian yang timbul dalam penerapan sistem
manajemen mutu. Audit eksternal dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten
Deli Serdang secara periodik. Selain itu, Audit SOP Manajemen dilakukan
untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan, serta mencapai pengobatan
rasional, pemantauan kepatuhan petugas dan kinerja para medis.
3. Audit SOP Distribusi
Kegiatan Audit SOP Distribusi di Puskesmas Pantai Labu terdiri dari
dua jenis yang pertama yaitu distribusi keluar meliputi pelaksanaan kegiatan
distribusi dari Puskesmas induk (Puskesmas Pantai Labu) ke Puskesmas
pembantu, Pos Pelayanan terpadu serta ditribusi obat dari puskesmas ke
pasien pada saat pelayanan obat atau yang sering dinamakan distribusi
29

langsung. Kedua adalah distribusi masuk yaitu kegiatan pendistribusian obat


dan alat kesehatan dari IFK DS ke Puskesmas Pantai Labu.
Kegiatan Audit SOP distribusi dilakukan oleh Apoteker Penanggung
jawab dan Asisten Apoteker dan dilakukan secara periodik. Tujuan dari
audit ini adalah untuk mengevaluasi jalannya proses distribusi masuk
maupun keluar apakah telah sesuai dengan SOP yang telah disepakati
sebelumnya sehingga proses distribusi dapat menjamin ketersediaan obat
dan alat kesehatan dalam segala aspek penjaminan mutu obat hingga sampai
ke tangan pasien. Contoh temuan dalam audit SOP distribusi dapat berupa
pelanggaran atau penyimpangan SOP. Apabila terdapat temuan akan segera
ditindaklanjuti dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan jika diperlukan
adanya revisi SOP maka akan segera dilaksanakan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Revisi dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang
bertanggung jawab terhadap manajemen dan distribusi obat di puskesmas.
Sebaiknya SOP yang telah ada tetap diterapkan dan terus dievaluasi
untuk melindungi pekerjaan kefarmasian, dan meningkatkan mutu
pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Berikut SOP yang ada pada unit
pelayanan farmasi Puskesmas Pantai Labu:
a. Penilaian, pengendalian dalam penyediaan dan penggunaan obat,
bertujuan sebagai pedoman dalam melaksanakan penilaian dan
pengendalian dalam penyediaan dan penggunaan obat.
b. Penyediaan dan penggunaan obat, bertujuan sebagai pedoman dalam
melaksanakan penyediaan dan penggunaan obat untuk pelayanan.
c. Penyediaan obat yang menjamin ketersediaan obat, bertujuan sebagai
pedoman dalam melaksanakan penyediaan obat yang menjamin
ketersediaan obat.
d. Evaluasi ketersediaan obat terhadap formularium, bertujuan sebagai
pedoman dalam melaksanakan evaluasi ketersediaan obat terhadap
formularium, hasil evaluasi dan tindak lanjut.
30

e. Evaluasi kesesuaian peresepan dengan formularium, bertujuan sebagai


pedoman dalam melaksanakan peresepan dengan formularium, hasil
evaluasi dan tindak lanjut.
f. Peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat, bertujuan sebagai pedoman
pelaksanaan peresep an, pemesanan dan pengelolaan obat sehingga
pelayanan obat dapat berjalan lancar.
g. Menjaga tidak terjadinya pemberian obat kadaluarsa, pelaksanaan FIFO
dan FEFO, kartu stok/kendali, bertujuan sebagai pedoman dalam
melaksanakan menjaga pelayanan obat agar tidak terjadi pemberian obat
ED, pelaksanaan FIFO, FEFO, dan kartu stock.
h. Peresepan narkotika dan psikotropika, bertujuan sebagai pedoman dalam
melaksanakan peresepan psikotropika dan narkotika.
i. Pengawasan dan pengendalian penggunaan psikotropika dan narkotika,
bertujuan sebagai pedoman dalam pengawasan dan pengendalian
penggunaan psikotropika dan narkotika.
j. Penyimpanan obat, bertujuan supaya obat tetap terjamin mutunya
terhindar dari kerusakan.
k. Pemberian obat kepada pasien dan pelabelan, bertujuan agar tidak terjadi
kekeliruan pemberian obat.
l. Pemberian informasi penggunaan obat, bertujuan agar pasien memahami
cara penggunaan obat yang benar.
m. Pembuatan LPLPO, bertujuan untuk bukti distribusi obat di puskesmas,
sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, dan sumber
data untuk pembuatan laporan.
4. Audit Finansial (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis (UPT) pemerintah daerah
yang termasuk ke dalam Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007 tentang pedoman
teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah, BLUD dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
31

dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan


produktivitas serta pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat seperti
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
Anggaran Puskesmas Pantai Labu berasal dari pendapatan jasa layanan
(kapitasi BPJS) ditambah dengan APBD, APBN dan lain-lain (pendapatan
BLUD yang sah) sehingga setiap kegiatan Puskesmas yang menggunakan
anggaran tersebut harus membuat laporan pertanggung jawaban yang
dilaporkan secara rutin kepada pemerintah daerah.
Keseluruhan persediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan di
Puskesmas Pantai Labu berasal dari IFK DS. Audit finansial dilakukan oleh
Badan Pengawas Keuangan (BPK) berdasarkan laporan dan dokumentasi
transaksi pemasukan dan pengeluaran obat secara komputerisasi. Persediaan
obat termasuk dalam kas Puskesmas Pantai Labu yang akan dilaporkan
dalam laporan keuangan puskesmas berupa laporan neraca, laporan laba
rugi dan laporan operasional puskesmas setiap semester.
5. Survei Kepuasan Konsumen
Survey kepuasan pelanggan dilakukan dua kali dalam setahun (bulan
Mei dan November) dengan memberikan kuesioner kepada pasien di setiap
unit pelayanan puskesmas induk. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mengukur kepuasan pelanggan akan pelayanan obat. Kuisioner diperoleh
dari Bagian Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang.
Responden diperoleh dari beberapa unit di puskesmas induk seperti,
pengobatan umum, KIA, ruang obat, KB, sanitasi, laboratorium, dan gizi.
Survey Kepuasan Konsumen ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja
personil puskesmas di setiap unit, penilaiannya antara lain seperti
keramahan, kecepatan pelayanan, kondisi lingkungan puskesmas, biaya, dan
lain-lain.
e. Kegiatan Pelayanan di Luar Gedung
Kegiatan pelayanan di luar gedung Puskesmas Pantai Labu meliputi :
32

1. Pelayanan Kefarmasian di Posyandu Balita


Kegiatan Posyandu Balita pada dasarnya lebih menekankan pada hal-
hal yang terkait imunisasi bayi dan balita (menimbang berat badan,
mengukur tinggi/panjang bayi) serta ibu hamil, pemberian vaksin DT
(Difteri dan Tetanus) di sekolah-sekolah. Petugas farmasi tidak terlibat
di dalamnya karena tidak dilakukan pengobatan yang banyak, obat yang
digunakanpun hanya Paracetamol sirup sebagai pencegahan
peningkatan suhu akibat pemberian imunisasi pada bayi. Pada kegiatan
Puskesmas Keliling dan Puskesdes petugasnya lebih banyak adalah
perawat, hal ini disebabkan pasien yang datang tidak terlalu banyak,
sehingga pemberian obat pun dapat langsung diatasi oleh petugas yang
memeriksa.
2. Penyuluhan
Penyuluhan kepada pasien memegang peranan penting, tujuannya yaitu
agar dapat secara langsung mengedukasi pasien terhadap jenis dan cara
pemakaian obat yang akan dikonsumsinya agar terapi yang diharapkan
dapat tercapai dengan maksimal. Penyuluhan yang dilakukan masih
dalam bentuk penyuluhan dalam gedung yang sifatnya lebih mengarah
kepada pelayanan informasi terhadap penggunaan obat dan
DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang) serta tentang
penggolongan obat bebas, bebas terbatas, obat keras, dan obat
narkotika. Sedangkan untuk penyuluhan secara aktif seperti ke sekolah-
sekolah dilakukan oleh penyuluh Puskesmas dan dokter.
3. Upaya Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan merupakan upaya kesehatan wajib di Puskesmas
dengan paradigma sekarang dimana promotif dan preventif lebih
diutamakan dari pada kuratif dan rehabilitatif. Dengan upaya promosi
kesehatan sekarang diharapkan masyarakat lebih mengutamakan
pencegahan daripada pengobatan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan praktik kerja profesi Puskesmas di Puskesmas
Pantai Labu Kecamatan Tanjung Morawa , maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Peran, fungsi dan tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan
kefarmaian di Puskesmas Pantai Labu antara lain pengelolaan sediaan
farmasi, bahan medis habis pakai, serta alat kesehatan, dan melakukan
evaluasi pelayanan kefarmasian.
2. Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Pantai Labu ini meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, sikap tanggung jawab serta wawasan dan
pengalaman nyata bagi calon Apoteker terkhususnya dalam pelayanan
milik pemerintah.
3. Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Pantai Labu, meningkatkan
pengetahuan mengenai manajem dan administrasi pengelolaan obat,
distribusi obat, kerjasama dan komunikasi dengan tenaga kesehatan
lain sesuai dengan etika profesi Apoteker.
4. Permasalahan yang ditemukan di Puskesmas Pantai Labu, yaitu terkait
penyusunan atau peletakan obat di ruang instalasi farmasi yang perlu
dibenahi yaitu adanya kotak obat disertai nama obat dan disusun
berdasarkan abjad.
4.2 Saran
1. Diharapkan untuk ruangan farmasi disediakan tempat obat khusus
(rak) disertai nama obat dan disusun berdasarkan abjad, sehingga obat
tersusun secara teratur dan memudahkan dalam penyediaan obat.
2. Diharapkan melakukan agar pelayanan kefarmasian memang benar –
benar dilakukan sesuai dengan standar pelayanan terkhususnya
pelayanan farmasi klinis.

33
34

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010), Materi


Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes RI. (2009). Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta:


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia nomor 51 tentang Pengamanan Obat Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia nomor 30 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia nomor 44 tentang pedoman manajemen puskesmas.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan


Masyarakat.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 74 Tahun 2016 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai