PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini masyrakat Indonesia semakin sadar akan
pentingnya kesehatan. Mereka semakin sadar karena dengan tubuh yang
sehat maka dapat mendukung masyrakat Indonesia ke taraf hidup yang lebih
baik. Kesehatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun
2009 adalah suatu keadaan sehat baik secara fisik , mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Melalui definisi itulah kesehatan itu sendiri merupakan hal
yang sangat penting untuk diperhatikan. Melihat adanya peningkatan
kesadaran akan hidup sehat dari masyarakat ini berdampak pada
meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. (Depkes
RI, 2009).
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) menurut Permenkes RI
No. 74 tahun 2016 merupakan suatu unit pelakasana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupkan layanan kesehatan
tingkat pertama dan terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan harus
melakukan pelayanan kesehatan wajib dan beberapa upaya kesehatan
pilihan yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan, kemampuan
dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat. Selain itu,
puskesmas pula memiliki tugas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dan perilaku hidup seh at maupun menjaga lingkungan sehat dengan
memberikan pelayanan yang bermutu. Puskesmas menjadi fasilitas layanan
kesehatan yang memberikan edukasi upaya kesehatan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. (Permenkes
RI, 2016).
Salah satu pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah pelayanan
Kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu
1
2
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), Imunisasi, Home Care dan Klinik
Lansia.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Adapun tujuan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Puskesmas adalah :
1. Memperoleh pemahaman tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab
Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas.
2. Memperoleh wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
3. Memperoleh praktek kerja kefarmasian sehingga lebih siap dalam
memasuki dunia kerja.
4. Memperoleh gambaran nyata mengenai permasalahan yang terjadi
dalam pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Adapun manfaat dengan adanya kegiatan PKPA ini adalah :
1. Meningkatkan pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
Puskesmas.
3. Meningkatkan rasa percaya diri untuk memasuki dunia kerja sebagai
Apoteker yang profesional di Puskesmas.
1.4 Pelaksanaan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Puskesmas
Program Studi Profesi Apoteker Institut Kesehatan Medistra Lubuk
Pakam menjalin kerjasama dengan Puskesmas Pantai Labu dengan
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 01
Februari – 30 Maret 2019 sehingga mahasiswa calon apoteker dapat
menerapkan ilmu, melatih diri, dan memahami pelayanan di Puskesmas
dengan pengawasan dari pihak yang berwenang.
BAB II
TINJAUAN UMUM PUSKESMAS
2.1 Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan menitikberatkan pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai
derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan
perseorangan. Secara umum, puskesmas harus memberikan pelayanan
preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) atau Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
(Menkes RI, 2014).
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian.Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2016).
Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan baik dan
berkesinambungan dalam mencapai tujuannya, maka Puskesmas harus
menyusun rencana kegiatan untuk periode 5 (lima) tahunan yang
selanjutnya akan dirinci lagi ke dalam rencana tahunan Puskesmas sesuai
siklus perencanaan anggaran daerah. Semua rencana kegiatan baik 5 (lima)
tahunan maupun rencana tahunan, selain mengacu pada kebijakan
pembangunan kesehatan kabupaten/kota harus juga disusun berdasarkan
pada hasil analisis situasi saat itu (evidence based) dan prediksi kedepan
yang mungkin terjadi. Proses selanjutnya adalah penggerakan dan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan/program yang
disusun, kemudian melakukan pengawasan dan pengendalian diikuti dengan
4
5
2.4 Aspek Manajemen Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP)
Pengelolaan obat dan BMHP merupakan salah satu kegiatan
pelayanan kefarmasian di puskesmas. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, pasal 3 telah mengatur terkait pengelolaan obat
dan BMHP dapat dilakukan dimulai dari tahap perencanaan kebutuhan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan, dan pemantauan dan evaluasi
pengelolaan.
Tujuan dilakukannya pengelolaan perbekalan farmasi untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan BMHP yang
efisien, efektif, dan rasional, meningkatkan kompetensi atau kemampuan
tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kepala Ruang Farmasi di
Puskesmas bertugas dan bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya
7
pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP yang baik (Menteri Kesehatan RI,
2016).
Sebagaimana yang tertuang dalam lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, berikut adalah uraian mengenai tugas
pengelolaan perbekalan farmasi yang harus dilakukan oleh tenaga farmasi di
puskesmas:
2.4.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas.
Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya,
data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus
melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter
gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Obat per tahun dilakukan secara
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian
Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) (Permenkes, 2014). Selanjutnya Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan
8
tersebut sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya
kekuatannya atau potensinya berkurang.
b. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.
c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.
d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung
dari cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin (suhu 4–8oC).
Kartu kontrol suhu yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore.
e. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya
matahari langsung.
f. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
pengambilannya menggunakan sendok.
g. Obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda
khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluarsa pada dus luar
dengan mengunakan spidol.
h. Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup
rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.
i. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.
j. Kondisi penyimpanan beberapa obat
Beri tanda/kode pada wadah obat.
Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.
Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan
digunakan.
Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus
tercantum: jumlah isi dus, misalnya: 20 kaleng @ 500 tablet, kode
lokasi, tanggal diterima, tanggal kadaluwarsa, nama produk/obat.
k. Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun
tersebut. Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan
kesehatan.
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010)
12
2.4.5 Pendistribusian
Pendistribusian obat dan BMHP merupakan kegiatan pengeluaran dan
penyerahan obat dan BMHP secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit atau satelit farmasi di puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah
dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara
lain sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas,
Puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan Polindes.
Tidak hanya itu pendistribusian juga dilakukan di dalam sub unit
Puskesmas tersebut antara lain ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain.
Pendistribusian dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang
diterima, pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau
kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan
dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock)
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
Pendistribusian obat dapat dilakukan dengan cara:
1. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub unit
pelayanan
2. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan
bersama-sama dengan formulir LPLPO sub unit yang distandatangani
oleh penanggung jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala
puskesmas sebagai penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama
disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
2.4.6 Pengendalian
Pengendalian Sediaan Farmasi dan BMHP adalah suatu kegiatan
untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
13
Pembantu/ UPT lainnya). Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar semua
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pedoman yang
disepakti sehingga dapat meningkatkan produktivitas para petugas pengelola
obat agar mutu pelayanan obat dapat ditingkatkan secara optimum
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
18
19
mencocokkan jumlah fisik obat dengan jumlah yang tertera pada pencatatan
kartu stok. Penilaian dilakukan dengan cara sampling pada beberapa jenis
obat. Selain itu dilakukan pula penilaian untuk pengelolaan administrasi dan
pengelolaan obat (perencanaan, permintaan, dan penggunaan).
2. Audit SOP Manajemen
Pengelolaan suatu instansi kesehatan milik pemerintah seperti
puskesmas harus dilakukan dengan semaksimal mungkin agar visi dan misi
puskesmas dapat tewujud. Pengelolaan puskesmas yang baik akan
memberikan kesan yang mendalam bagi masyarakat, terutama karena
pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat penting.
Untuk mencapai visi dan misi puskesmas, maka perlu dibuat Standar
Operasional Prosedur (SOP) di setiap unit-unit di lingkungan puskesmas.
Standar Operasional Prosedur adalah tata cara atau tahapan yang
dibakukan dan harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja
tertentu. Di bagian farmasi puskesmas sendiri memiliki sekitar 13 SOP.
SOP di puskesmas secara umum meliputi SOP administrasi, pengadaan,
penyimpanan, distribusi, dan pekerjaan teknis kefarmasian.
Audit internal SOP manajemen bertujuan memastikan keefektifan
penerapan Sistem Manajemen Mutu dan mengidentifikasi serta
memperbaiki ketidaksesuaian yang timbul dalam penerapan sistem
manajemen mutu. Audit eksternal dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten
Deli Serdang secara periodik. Selain itu, Audit SOP Manajemen dilakukan
untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan, serta mencapai pengobatan
rasional, pemantauan kepatuhan petugas dan kinerja para medis.
3. Audit SOP Distribusi
Kegiatan Audit SOP Distribusi di Puskesmas Pantai Labu terdiri dari
dua jenis yang pertama yaitu distribusi keluar meliputi pelaksanaan kegiatan
distribusi dari Puskesmas induk (Puskesmas Pantai Labu) ke Puskesmas
pembantu, Pos Pelayanan terpadu serta ditribusi obat dari puskesmas ke
pasien pada saat pelayanan obat atau yang sering dinamakan distribusi
29
33
34
DAFTAR PUSTAKA