Anda di halaman 1dari 24

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.

” -Imam Syafi’i
Surat dari temanmu, Faza.

Bismillah
Assalamu’alaikum..
Haii.. Faza disini. Gimana kabarnya? Sehat ga? Ujiannya gimana? Udah makan?
Cukup tidurnya kah? Ibadah lancar? Semoga semua urusanmu lancar yaa hehehe
Well, bentar lagi UAS mau beres. UAS HKN kali ini ada bedanya, dia dipisah di
minggu kedua ujian, dan menjadikan ujian minggu pertama ‘boxing week’. Jangan
kasih kendor yaa, jangan sepelekan mata kuliah apapun. ;))
Sebelumnya saya mau bilang terima kasih, karena sudah membaca resume faza
dari pertama kali ppkn, sampe sekarang hkn. Insya allah kedepannya pasti ada aja
satu matkul yang saya buatkan resume seperti ini. Saya juga ingin mengingatkan
bahwa jangan jadikan resume ini sebagai patokan persiapan untuk ujian, tanpa
membaca referensi lain. Saya pun tetap mahasiswa yang banyak salah..

Juga saya ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya
selama ini. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberi saya banyak
afeksi. Terima kasih kepada teman-teman yang menanyakan kabar saya alih alih
bertanya ‘kapan beres resumenya?’ wkwkwk
Ada sedikit drama, ketika keyboard laptop saya rusak separuhnya, dan membuat
saya tidak bisa melanjutkan resume, soal, dan semua hal yang saya ketik, maka
dari itu saya berterima kasih kepada yang sudah meminjamkan keyboardnya. Saya
terbantu banget..

Berhubung saya berulang-tahun dekat dengan rilisnya resume ini, tanggal 28 Juli.
Saya turut sedih karena umur saya yang semakin sedikit, dan waktu saya untuk
memberi manfaat kepada orang lain pun berkurang pula. Maka dari itu saya
memohon doa kepada rekan-rekan semua agar umur dan ilmu saya berkah.
Doa saya kepada rekan-rekan semua selalu mengalir dalam nadi rekan-rekan..
Bukankah kita memang seharusnya saling mendoakan? ^^
Saya jadi ingat kisah Imam al Ghazali, bahwa sebanyak apapun karya yang kita
buat, jangan pernah lupakan kebaikan sekecil apapun, kepada siapapun, bahkan
hewan, maupun lingkungan. Jangan lupa berbagi, Jangan lupa untuk berendah hati,
Jangan lupa berbuat baik pada siapapun..

Bila ada pertanyaan silahkan hubungi,


Line : nekotensaifz
IG : @kevinyaww_
WA : 081912017957

Best Regards,
Faza Hasyim Asyarie

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Multiple Choice
1. Pelimpahan wewenang pemerintah pusat ke gubernur
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada
gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan
umum.

2. Otonomi daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Dana alokasi khusus


Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah
ditetapkan dalam APBN.

4. Asas-asas penyelenggaraan urusan pemerintah pusat dan daerah


a) Desentralisasi, penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat
kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
b) Dekonsentrasi, pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat,
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan
bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
c) Tugas Perbantuan, penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada
Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah provinsi.

5. Kriteria penentuan nilai transfer dan alokasi (DAU dan DAK)


Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan
formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan
selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal diukur
dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan
Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan
Manusia. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH.
Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Besaran alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing daerah
ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,
dan kriteria teknis.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang
dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai
Negeri Sipil Daerah. Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal
netto. Daerah yang memenuhi krietria umum merupakan daerah dengan indeks
fiskal netto tertentu yang ditetapkan setiap tahun.
Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan:
a. Peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi
khusus; dan
b. Karakteristik daerah.
Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang
akan didanai dari DAK. Kriteria teknis dirumuskan melalui indeks teknis oleh
menteri teknis terkait. Menteri teknis menyampaikan kriteria teknis kepada
Menteri Keuangan.

6. Tarif layanan BLU


(Peraturan Menteri Keuangan RI No. 100/PMK.05/2016)
BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/
jasa yang diberikan dalam bentuk tarif.
Tarif layanan memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh BLU
untuk menghasilkan barang/ jasa layanan.
Tarif layanan disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil
per investasi dana. Penetapan tarif layanan berupa:
a. tarif layanan lebih besar dari seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk
menghasilkan barang/ jasa layanan;
b. tarif layanan sama dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk
menghasilkan barang/ jasa layanan; dan/ atau
c. tarif layanan lebih kecil dari seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk
menghasilkan barang/ jasa layanan.
Tarif layanan ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek:
a. kontinuitas dan pengembangan layanan, yaitu tarif layanan dapat
meningkatkan kemampuan BLU dalam memperoleh pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan biaya dalam penyediaan barang/jasa layanan dan
mendorong kesinambungan serta pengembangan bisnis BLU;
b. daya beli masyarakat, yaitu tarif layanan memperhitungkan
kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membeli barang/jasa layanan
yang dihasilkan oleh BLU, berdasarkan pendapatan masyarakat, perubahan
harga barang/jasa layanan, dan nilai mata uang;
c. asas keadilan dan kepatutan, yaitu tarif layanan menJamm bahwa
setiap orang/pelanggan memperoleh pelayanan yang sama sesuai dengan hak
dan manfaat yang diterima, dan tarif layanan memperhitungkan situasi dan
kondisi sosial masyarakat; dan
d. kompetisi yang sehat, yaitu tarif layanan mampu menjamin dan
menjaga praktik bisnis yang sehat tanpa menimbulkan gangguan pada industri
dan bisnis sejenis yang lain.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
7. Persyaratan pendirian BLU
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola
keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi :
Persyaratan substantif,
Instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan
umum yang berhubungan dengan:
a) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum;
c) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis,
a) Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola
dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya;
b) Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah
sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif.
Pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;
c. Rencana strategis bisnis;
d. Laporan keuangan pokok;
e. Standar pelayanan minimum; dan
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
Penetapan BLU dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau
status BLU bertahap.
 Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan
substantif, teknis dan administratif telah dipenuhi dengan
memuaskan.
 Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif
dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif
belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU-Bertahap
berlaku paling lama 3 tahun.

8. Pinjaman dan penerusan pinjaman


a) Pinjaman Luar Negeri = WB (World Bank), ADB (Asian Development Bank),
IsDB (Islamic Development Bank), dan Kreditor Bilateral (Jepang, Jerman,
Perancis, China) dan Kredit Ekspor
b) Pinjaman Program
c) Pinjaman Proyek
d) Pinjaman Dalam Negeri = Berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Pemerintah Daerah,dan Perusahaan Daerah;

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
e) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam Rupiah dan
valuta asing dengan berbagai struktur, misalnya Ijarah, Musyarakah,
Istisna dll.
i. SBSN jangka pendek (Islamic T-Bills); SBSN Ritail (Sukri);
ii. SBSN jangka panjang (IFR/Ijarah Fixed Rate, Global Sukuk,
SDHI/Sukuk Dana Haji Indonesia).

Menteri Keuangan berwenang melakukan Pinjaman Luar Negeri dan/atau


menerima Hibah yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri. Pinjaman Luar
Negeri dapat diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan. Hibah dapat diterushibahkan
dan/atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN dilarang melakukan
perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk
melakukan Pinjaman Luar Negeri.
Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis
antara Pemerintah dan Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri untuk
penerusan Pinjaman Luar Negeri. Perjanjian Penerusan Hibah adalah dokumen
perjanjian untuk penerusan Hibah atau dokumen lain yang dipersamakan antara
Pemerintah dan penerima penerusan Hibah.
Usulan pembiayaan Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan kepada
Pemerintah Daerah diajukan Pemerintah Daerah kepada Menteri setelah mendapat
pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
Pinjaman Pemerintah Daerah dapat diteruspinjamkan oleh Pemerintah Daerah
kepada Badan Usaha Milik Daerah dengan ketentuan usulan Badan Usaha Milik
Daerah diajukan melalui Pemerintah Daerah kepada Menteri setelah mendapat
pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
Usulan pembiayaan Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan kepada
BUMN diajukan oleh BUMN kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Usulan pembiayaan Pinjaman Luar Negeri yang dihibahkan kepada Pemerintah
Daerah, diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga teknis terkait kepada Menteri
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri.
Menteri melakukan penilaian kelayakan pembiayaan atas usulan Pinjaman
Luar Negeri.
Dalam melakukan penilaian, Menteri memperhatikan:
a. kebutuhan riil pembiayaan luar negeri;
b. kemampuan membayar kembali;
c. batas maksimal kumulatif utang;
d. persyaratan dan risiko penerusan pinjaman; dan
e. kesesuaian dengan kebijakan Pemerintah berdasarkan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Berdasarkan penilaian kelayakan, Menteri menetapkan Pinjaman Luar Negeri
yang akan:
a. diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN; dan
b. dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.
Penetapan dilakukan sebelum pelaksanaan perundingan dengan calon
Pemberi Pinjaman Luar Negeri.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
9. Manfaat investasi pemerintah
Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya. Juga bertujuan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.
Misalnya keuntungan berupa deviden, bunga, dan pertumbuhan nilai
perusahaan, peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil, peningkatan
pemasukan pajak bagi negara, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dsb.

10. Tujuan pengelolaan utang


Surat Utang Negara diterbitkan untuk tujuan sebagai berikut:
a. membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara
arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu
tahun anggaran;
c. mengelola portofolio utang negara.

11. Ruang lingkup investasi pemerintah


Mengacu pada Pasal 41 UU No 1 Tahun 2014
Ruang Lingkup Investasi Pemerintah meliputi Investasi jangka panjang yang terdiri
dari Pembelian surat berharga berupa saham atau surat utang dan Investasi
Langsung berupa penyertaan modal dan pemberian pinjaman.

12. Kewenangan menkeu dalam investasi pemerintah


Menteri Keuangan selaku pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan
bertanggung jawab:
(Kewenangan Regulasi)
i. Merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman
pengelolaan Investasi Pemerintah;
ii. Menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanaan
Investasi Pemerintah; dan
iii. Menetapkan tata cara pembayaran kewajiban yang timbul dari proyek
penyediaan Investasi Pemerintah dalam hal terdapat penggantian atas
hak kekayaan intelektual, pembayaran subsidi, dan kegagalan
pemenuhan Perjanjian Investasi.
(Kewenangan Supervisi)
iv. Melakukan kajian kelayakan dan memberikan rekomendasi atas
pelaksanaan Investasi Pemerintah;
v. Memonitor pelaksanaan Investasi Pemerintah yang terkait dengan
dukungan pemerintah;
vi. Mengevaluasi secara berkesinambungan mengenai pembiayaan dan
keuntungan atas pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam jangka
waktu tertentu; dan
vii. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait khususnya sehubungan
dengan Investasi Langsung dalam penyediaan infrastruktur dan
bidang lainnya, termasuk apabila terjadi kegagalan pemenuhan
kerjasama.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
(Kewenangan Operasional)
viii. Mengelola Rekening Induk Dana Investasi;
ix. Meneliti dan menyetujui atau menolak usulan permintaan dana
Investasi Pemerintah dari Badan Usaha, BLU, Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing;
x. Mengusulkan rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
xi. Menempatkan dana atau barang dalam rangka Investasi Pemerintah;
xii. Melakukan Perjanjian Investasi dengan Badan Usaha terkait dengan
penempatan dana Investasi Pemerintah;
xiii. Melakukan pengendalian atas pengelolaan risiko terhadap
pelaksanaan Investasi Pemerintah;
xiv. Mengusulkan rekomendasi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah;
xv. Mewakili dan melaksanakan kewajiban serta menerima hak
pemerintah yang diatur dalam Perjanjian Investasi;
xvi. Menyusun dan menandatangani Perjanjian Investasi;
xvii.Mengusulkan perubahan Perjanjian Investasi;
xviii. Melakukan tindakan untuk dan atas nama pemerintah apabila
terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan Perjanjian
Investasi;
xix. Melaksanakan Investasi Pemerintah dan Divestasinya; dan
xx. Apabila diperlukan, dapat mengangkat dan memberhentikan
Penasihat Investasi.

13. Penggolongan kualitas piutang berdasarkan PMK 69 thn 2014


Kualitas Piutang ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu kualitas lancar,
kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet.
Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga,
dilakukan dengan ketentuan:
a. kualitas lancar apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal
jatuh tempo yang ditetapkan;
b. kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung
sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan;
c. kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung
sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan; dan
d. kualitas macet apabila:
i. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat
Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau
ii. Piutang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan
Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara
dilakukan dengan ketentuan:
a. kualitas lancar apabila piutang belum jatuh tempo;
b. kualitas kurang lancar apabila piutang tidak dilunasi pada saat jatuh
tempo sampai dengan 1 (satu) tahun sejak jatuh tempo;
c. kualitas diragukan apabila piutang tidak dilunasi lebih dari 1 (satu) tahun
sampai dengan 3 (tiga) tahun sejak jatuh tempo; dan

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
d. kualitas macet apabila piutang tidak dilunasi lebih dari 3 (tiga) tahun sejak
jatuh tempo.

14. Jenis pinjaman luar negeri menurut PP 10 thn 2011


Pinjaman Luar Negeri menurut jenisnya terdiri atas:
a. Pinjaman Tunai; dan
b. Pinjaman Kegiatan.

Pinjaman Luar Negeri bersumber dari:


a. Kreditor Multilateral;
b. Kreditor Bilateral;
c. Kreditor Swasta Asing; dan
d. Lembaga Penjamin Kredit Ekspor.

15. Batas maksimal pinjaman luar negeri


Menteri menyusun rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri yang
ditinjau setiap tahun. Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri merupakan
alat pengendali Pinjaman Luar Negeri yang berupa perkiraan besaran kebutuhan
pembiayaan APBN melalui Pinjaman Luar Negeri termasuk untuk pembiayaan
penerusan pinjaman yang disusun berdasarkan proyeksi rencana penarikan
pinjaman dalam periode 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun yang ditinjau
setiap tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan tahunan dengan
berpedoman pada strategi pengelolaan utang yang dapat dipenuhi dengan
komitmen pinjaman baik yang sudah ditandatangani maupun yang berpotensi
untuk ditandatangani.
Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri disusun dengan
mempertimbangkan:
i. kebutuhan riil pembiayaan;
ii. kemampuan membayar kembali;
iii. batas maksimal kumulatif utang;
iv. kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan
v. risiko utang.
Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri merupakan alat pengendali
Pinjaman Luar Negeri. Menteri dapat berkonsultasi dengan Gubernur Bank
Indonesia dalam rangka penyusunan rencana batas maksimal Pinjaman Luar
Negeri.

16. Jenis jenis hibah PP 10 thn 2011


Penerimaan Hibah menurut jenisnya terdiri atas:
a. Hibah yang direncanakan, hibah yang dilaksanakan melalui mekanisme
perencanaan; dan/atau
b. Hibah langsung, hibah yang dilaksanakan tidak melalui mekanisme
perencanaan.

17. Prinsip BLU


Dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
18. Pengadaan barang jasa oleh BLU
Pengadaan barang/jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan
ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Kewenangan pengadaaan
barang/jasa diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.

19. Prinsip pengelolaan pendapatan dan belanja BLU


Pendapatan dan belanja BLU dalam rencana kerja dan anggaran tahunan
dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara /
Lembaga / pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang
diberikan merupakan Pendapatan Negara/Daerah. BLU dapat memperoleh hibah
atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
Pendapatan dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja Badan
Layanan Umum yang bersangkutan.
Dalam pengelolaan keuangannya didasarkan pada prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

20. Unsur SPIP penilaian risiko


Penilaian risiko, kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko terdiri
atas:
i. identifikasi risiko;
 Menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi
Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara
komprehensif;
 Menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali
risiko dari faktor eksternal dan faktor internal; •menilai faktor lain
yang dapat meningkatkan risiko.
ii. analisis risiko.
 Menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi
terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah.
 Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat
diterima.

21. Aspek-aspek dalam pemeriksaan kinerja


Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara
yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan
aspek efektivitas (output pemeriksaan adalah rekomendasi perbaikan).

22. Hasil dari pemeriksaan kinerja


Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
23. Penyampaian laporan hasil pemeriksaan oleh BPK
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat
disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat, dan laporan keuangan
pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2
(dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.
Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga
perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Namun tidak termasuk laporan yang
memuat rahasia negara yang diatur dalam perundang-undangan.
Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD
sesuai dengan kewenangannya.
Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan diatur bersama oleh BPK
dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

24. Pemberian jawaban atas rekomendasi BPK


Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak
lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Jawaban atau
penjelasan disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Pejabat yang
diketahui tidak melaksanakan kewajiban dapat dikenai sanksi administratif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut kepada lembaga
perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.

25. Pengajuan keberatan bendahara atas surat BPK


Bendahara dapat mengajukan keberatan atas SK PBW kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal
penerimaan SK PBW yang tertera pada tanda terima.
Badan Pemeriksa Keuangan menerima atau menolak keberatan bendahara,
dalam kurun waktu waktu 6 (enam) bulan sejak surat keberatan dari bendahara
tersebut diterima oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu yang selanjutnya disebut SK-PBW
adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan tentang
pemberian kesempatan kepada bendahara untuk mengajukan keberatan atau
pembelaan diri atas tuntutan penggantian kerugian negara.

26. Pemalsuan dokumen dalam pengelolaan keuangan negara

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen
yang diserahkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

27. Sanksi pemeriksa yg menyalahgunakan kewenangannya


Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan
dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

28. Standar pemeriksaan


Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum,
standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani
oleh BPK dan/atau pemeriksa.
Peraturan BPK No 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) mengganti Peraturan BPK No 1 Tahun 2007 tentang SPKN.

29. Sumber informasi terjadinya kerugian negara


Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala
kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian
negara itu diketahui.

30. Pembentukan TPKN / tim penyelesaian kerugian negara


Tim Penyelesaian Kerugian Negara, yang selanjutnya disebut TPKN, adalah
tim yang menangani penyelesaian kerugian negara yang diangkat oleh pimpinan
instansi yang bersangkutan.
TPKN terdiri dari :
a. Sekjen kesekretariatan badan-badan lain/sekretaris daerah
provinsi/kabupaten/kota sebagai Ketua;
b. Irjen/Kepala SPI provinsi/kabupaten/kota sebagai Wakil ketua;
c. Kepala biro/bagian keuangan atau kepala badan pengelola keuangan
daerah sebagai Sekretaris;
d. Personil lain yang berasal dari unit kerja di bidang pengawasan, keuangan,
kepegawaian, hukum, umum, dan bidang lain terkait sebagai anggota;
e. Sekretariat.
TPKN bertugas membantu pimpinan instansi dalam memproses
penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara yang pembebanannya akan
ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
TPKN menyelenggarakan fungsi untuk :
i. Menginventarisasi kasus kerugian negara yang diterima;
ii. Menghitung jumlah kerugian negara;
iii. Mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung
bahwa bendahara telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara;

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
iv. Menginventarisasi harta kekayaan milik bendahara yang dapat
dijadikan sebagai jaminan penyelesaian KN;
v. Menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;
vi. Memberikan pertimbangan kepada pimpinan instansi tentang KN
sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menetapkan pembebanan
sementara;
vii. Menatausahakan penyelesaian kerugian negara;
viii. Menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian KN kepada
pimpinan instansi dengan tembusan disampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan.
TPKN mengumpulkan dan melakukan verifikasi dokumen-dokumen,
antara lain sebagai berikut :
i. Surat keputusan pengangkatan sebagai bendahara atau sebagai
pejabat yang melaksanakan fungsi kebendaharaan;
ii. Berita acara pemeriksaan kas/barang;
iii. Register penutupan buku kas/barang;
iv. Surat keterangan tentang sisa uang yang belum
dipertanggungjawabkan dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran;
v. Surat keterangan bank tentang saldo kas di bank bersangkutan;
vi. Fotokopi/rekaman buku kas umum bulan yang bersangkutan yang
memuat adanya kekurangan kas;
vii. Surat tanda lapor dari kepolisian dalam hal kerugian negara
mengandung indikasi tindak pidana;
viii. BAP TKP dari kepolisian dalam hal kerugian negara terjadi karena
pencurian atau perampokan;
ix. Surat keterangan ahli waris dari kelurahan atau pengadilan.
x. TPKN mencatat kerugian negara dalam daftar kerugian negara.
xi. Daftar kerugian negara dibuat sesuai dengan Lampiran
TPKN harus menyelesaikan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam waktu 30
(tiga puluh) hari sejak memperoleh penugasan. Selama dalam proses penelitian,
bendahara dibebastugaskan sementara dari jabatannya. Mekanisme
pembebastugasan dan penunjukkan bendahara pengganti ditetapkan oleh instansi
masing-masing.
TPKN melaporkan hasil verifikasi dalam Laporan Hasil Verifikasi Kerugian
Negara dan menyampaikan kepada pimpinan instansi. Pimpinan instansi
menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara kepada Badan Pemeriksa
Keuangan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterima dari TPKN dengan
dilengkapi dokumen.

31. Pemeriksaan terhadap BPK


Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
Pasal 32 menyatakan bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik. Akuntan publik tersebut
ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan.
Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara oleh BPK sesuai dengan standar, sistem pengendalian mutu

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
BPK direview oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota
organisasi pemeriksa keuangan se-dunia. Pada tahun 2009, BPK direviu oleh
The Netherlands Court of Audit Belanda, dan pada tahun 2014 direviu oleh
Supreme Audit Office of Poland Polandia.

32. Penanggungjawab SPIP


Menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota bertanggung jawab
atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan
masing-masing.
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern
dilakukan:
a. pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan
b. pembinaan penyelenggaraan SPIP.

33. Opini audit


Opini atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari :
a. wajar tanpa pengecualian,
b. wajar dengan pengecualian,
c. tidak wajar dan
d. tidak memberikan pendapat

34. Ganti kerugian


Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar
hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang
merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat
daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa
dalam kementerian negara/lembaga/ satuan kerja perangkat daerah yang
bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan.
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan
bendahara ditetapkan oleh menteri / pimpinan lembaga / gubernur / bupati /
walikota.
Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan
pemerintah.
Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas laporan kerugian
negara berdasarkan laporan hasil penelitian untuk menyimpulkan telah terjadi
kerugian negara yang meliputi nilai kerugian negara, perbuatan melawan hukum
baik sengaja maupun lalai, dan penanggung jawab.
Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada
pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui
SKTJM.
Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata tidak terdapat perbuatan melawan
hukum baik sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
surat kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan
dikeluarkan dari daftar kerugian negara.
Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disebut SKTJM
adalah surat keterangan yang menyatakan kesanggupan dan/atau pengakuan
bahwa yang bersangkutan bertanggung jawab atas kerugian negara yang terjadi
dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
Pimpinan instansi memerintahkan TPKN mengupayakan agar bendahara
bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah menerima surat dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam hal bendahara menandatangani SKTJM, maka yang bersangkutan wajib
menyerahkan jaminan kepada TPKN, antara lain dalam bentuk dokumendokumen
sebagai berikut :
a. Bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama bendahara;
b. Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan lain
dari bendahara.
SKTJM yang telah ditandatangani oleh bendahara tidak dapat ditarik kembali.
Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau harta kekayaan
yang dijaminkan berlaku setelah Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat
keputusan pembebanan.
Penggantian kerugian negara dilakukan secara tunai selambat-lambatnya 40
(empat puluh) hari kerja sejak SKTJM ditandatangani.
Apabila bendahara telah mengganti kerugian negara, TPKN mengembalikan
bukti kepemilikan barang dan surat kuasa menjual. Dalam rangka pelaksanaan
SKTJM, bendahara dapat menjual dan/atau mencairkan harta kekayaan yang
dijaminkan, setelah mendapat persetujuan dan di bawah pengawasan TPKN.
TPKN melaporkan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau
surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada pimpinan instansi.
Pimpinan instansi memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui
SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada Badan
Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan
TPKN.

35. Hukum pidana / korupsi


Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu
negara yang mengadakan dasardasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan
yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang
siapa yang melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan. (Moeljatno dalam Eddy OS
Hiariej)
Hukum pidana adalah Hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran
dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam
dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. (C.S.T Tansil)
Fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup kemasyarakatan
atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Sedangkan fungsi khusus hukum
pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak
merusaknya. Dengan demikian hukum pidana itu menanggulangi perbuatan jahat

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
yang hendak merusak kepentingan hukum seseorang, masyarakat, atau negara.
(Sudarto)
Hukum pidana diposisikan sebagai ultimum remedium. Posisi pidana sebagai
ultimum remedium artinya adalah bahwa sanksi pidana merupakan “senjata” atau
upaya terakhir setelah upaya-upaya lain gagal dalam menanggulangi suatu
perbuatan.
7 macam perbuatan korupsi:
1. Merugikan keuangan negara.
2. Suap-menyuap.
3. Penggelapan dalam jabatan.
4. Pemerasan.
5. Perbuatan curang.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan.
Gratifikasi, suatu pemberian meliputi pemberian uang, rabat (diskon), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Namun yang dianggap sebagai
tindak korupsi adalah apabila gratifikasi tersebut diberikan kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatan, atau gratifikasi
tersebut diberikan berdasarkan tujuan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya.

36. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara


Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil
pemeriksaan keuangan diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan
keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. BPK
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara.

ESSAY
1. Sanksi pidana dalam UU PPTKN
a) Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban
menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang
diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
b) Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau
menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c) Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK tanpa
menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
d) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu
dokumen yang diserahkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
e) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang
diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan melampaui batas
kewenangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
f) Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan
dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
g) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan
pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu
melakukan pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
h) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti
rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Pengertian SPIP
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP,
adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang diselenggarakan secara menyeluruh
di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. SPI adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Tujuannya untuk mencapai pengelolaan keuangan negara
yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Menteri/pimpinan lembaga,
gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
Unsur SPIP meliputi:
a. Lingkungan pengendalian, kondisi dalam Instansi Pemerintah yang
memengaruhi efektivitas pengendalian intern.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif
untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya,
melalui:
i. penegakan integritas dan nilai etika;
ii. komitmen terhadap kompetensi;
iii. kepemimpinan yang kondusif;
iv. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
v. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
vi. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia;
vii. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
dan
viii. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
b. Penilaian risiko, kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko terdiri
atas:
iii. identifikasi risiko;
iv. analisis risiko.
c. Kegiatan pengendalian, tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko
serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan
bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan Pengendalian
sekurang- kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
i. kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi
Pemerintah;
ii. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian
risiko;
iii. kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus
Instansi Pemerintah;
iv. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
v. prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang
ditetapkan secara tertulis; dan
vi. kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan
bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
d. Informasi dan komunikasi, Informasi adalah data yang telah diolah yang
dapat digunakan untukpengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian
pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.
Komunikasi efektif minimal :
i. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana
komunikasi; dan
ii. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi
secara terus menerus.
e. Pemantauan pengendalian intern, proses penilaian atas mutu kinerja
Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa
temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem
Pengendalian Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Pemantauan berkelanjutan adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem
Pengendalian Intern secara terus menerus dan menyatu dalam kegiatan Instansi
Pemerintah.
Evaluasi terpisah adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian
Intern dengan ruang lingkup dan frekuensi tertentu berdasarkan pada penilaian
risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang berkelanjutan.

3. Utang
Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat
dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab
lainnya yang sah. Sedangkan Utang Daerah adalah sama seperti Utang Negara
namun debiturnya adalah Pemerintah Daerah.
Kewenangan Pengelolaan Utang Negara
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang melakukan
pengelolaan utang dan piutang negara. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah selaku Bendahara Umum Daerah berwenang melakukan pengelolaan utang
dan piutang daerah.
Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama
Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang
berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN. Utang/hibah dapat
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri
kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.
Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah dibebankan pada
Anggaran Belanja Negara.
Kewenangan Pengelolaan Utang Daerah
Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Kepala Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) menyiapkan pelaksanaan pinjaman
daerah sesuai dengan keputusan gubernur/bupati/walikota. Biaya berkenaan
dengan pinjaman dan hibah daerah dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah.
Tata cara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut
dengan PP.
Daluwarsa
Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5
(lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh
undang-undang.
Kedaluwarsaan tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan
kepada negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
Tujuan umum pengelolaan utang jangka panjang adalah meminimalkan biaya
utang dengan tingkat resiko yang semakin terkendali.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Kebijakannya ialah sebagai berikut :
a) Tidak ada agenda politik yang dipersyaratkan oleh kreditor
b) Persyaratan lunak (tingkat bunga dan jangka panjang) terutama dari
multirateral dan kreditor bilateral.
c) Mengutamakan penerbitan Surat Berharga Negara Rupiah di pasar dalam
negeri yang bertujuan :
i. Mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN;
ii. Mendukung pengembangan pasar modal;
iii. Membantu pengelolaan likuiditas pasar;
iv. Membuka akses sumber pembiayaan pemerintah di pasar
internasional untuk meningkatkan posisi tawar pemerintah sebagai peminjam.
d) Tambahan pinjaman luar negeri netto dianggarkan negatif yg berarti jumlah
pembayaran kembali utang lebih besar dibandingkan jumlah penarikan pinjaman
luar negeri baru.

4. Investasi pemerintah
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang
dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi
Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Investasi Langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman
oleh badan investasi pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha.
Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha
dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas
dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Pemberian Pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan
Usaha, Badan Layanan Umum (BLU), Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota,
dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh
pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya.
Investasi Langsung dapat dilakukan dengan cara :
Kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah (BIP) dengan
Badan Usaha dan/atau BLU dengan pola kerjasama pemerintah dan
swasta (Public Private Partnership); dan/atau
Kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah (BIP) dengan
Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau
badan hukum asing, dengan selain pola kerjasama pemerintah dan swasta
(Non Public Private Partnership).
Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya. Juga bertujuan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.
Misalnya keuntungan berupa deviden, bunga, dan pertumbuhan nilai
perusahaan, peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil, peningkatan
pemasukan pajak bagi negara, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dsb.

5. Perimbangan keuangan pusat daerah


Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Dana Perimbangan meliputi :
a) Dana Bagi Hasil, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
i. Bagi hasil pajak : PBB, BPHTB, PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 (WP
Orang Pribadi), PPh Pasal 21
ii. Bagi hasil SDA : Kehutanan, Pertambangan, Perikanan, Pertambangan
Migas, Pertambangan Panas bumi
b) Dana Alokasi Umum, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
DAU Minimal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.
Dialokasikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar.
Celah Fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal
Daerah.
Alokasi Dasar adalah jumlah gaji PNS
c) Dana Alokasi Khusus, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah
ditetapkan dalam APBN.

Dana Otonomi Khusus, dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan


otonomi khusus suatu daerah sebagaimana ditetapkan dalam UU No 35 Tahun
2008.
Ruang lingkup :
a) Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat
b) Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh
c) Dana tambahan untuk infrastruktur bagi Papua dan Papua Barat
Dana Keistimewaan DIY, dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan untuk
mendanai kewenangan istimewa dan merupakan bagian dari dana transfer ke
Daerah dan Dana Desa. Gubernur DIY mengajukan usulan rencana kebutuhan Dana
Keistimewaan kepada Menteri Keuangan cq. Dirjen PK dengan tembusan kepada
Kepala Bappenas, Kemendagri dan Kementerian Lain Terkait.
Menteri Keuangan (cq. Dirjen PK) bersama dengan Kepala Bappenas,
Kemendagri dan Kementerian Lain Terkait dan Pemda DIY melakukan penilaian
kelayakan program dan kegiatan atas usulan rencana kebutuhan Dana
Keistimewaan.
Dana desa, dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukan bagi Desa yang
ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

6. Asas-asas investasi pemerintah

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah di bidang Investasi Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri
Keuangan, Badan Investasi Pemerintah, Badan Usaha, Menteri
Teknis/Pimpinan Lembaga sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab
masing-masing.
b. Asas kepastian hukum, yaitu Investasi Pemerintah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c. Asas efisiensi, yaitu Investasi Pemerintah diarahkan agar dana
investasi digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintahan secara optimal.
d. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan Investasi Pemerintah harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
e. Asas kepastian nilai, yaitu Investasi Pemerintah harus didukung oleh
adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan dana dan Divestasi serta penyusunan laporan keuangan
pemerintah.

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Daftar Undang-undang :
 UU No 1 Tahun 2004
 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
 UU No 9 Tahun 2015 tentang Pemda
 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa
 PP No 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
 PP No 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah\
 UU No 17 Tahun 2003
 UU No 1 Tahun 2004
 UU No 19 Tahun 2004 tentang BUMN
 UU No15 Tahun 2004
 UU No 40 Tahun 2007 tentang PT
 PP No 41 Tahun 2003
 PP No 33 Tahun 2003 tentang Privatisasi Persero
 PP No 43 Tahun 2005
 PP No 44 Tahun 2005 tentang Penyertaan Modal Negara
 PP No 1 Tahun 2008
 PP 49 Tahun 2011
 PP No 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN
 PP No 45 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan APBN
 PMK NOMOR 181/PMK.05/2008
 PMK No 31/PMK.05/2016
 UU No 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN)
 UU No 19 Tahun 2008 tentang SBSN
 UU No 15 Tahun 2004
 UU No 23 Tahun 2004 tentang PEMDA
 UU No 33 Tahun 2004
 PP 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Defisit
 PP No 76 Tahun 2005 tentang Pengelolaan SUN
 PP No 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara PHLN
 PP No 23 Tahun 2005 tentang PK BLU
 PP No 74 Tahun 2012 tentang Perubahan PP No 23 Tahun 2005
 PP No 24 Tahun 2005
 PP No 58 Tahun 2005
 PP No 8 Tahun 2006
 PP No 71 Tahun 2010 tentang SAP
 Permenkeu No 44/PMK.05/2009
 Permenkeu No 134/PMK.06/2005
 PP No 54 Tahun 2005
 PP No 2 Tahun 2006
 PP No 54 Tahun 2008 PDN
 PP No 2 Tahun 2006
 PP No 10 Tahun 2011
 PP No 60 Tahun 2008 ttg SPIP
 PP 45 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan APBN
 UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK
 Per BPK No 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
 Inpres No 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pemeriksaan
 Peraturan BPK RI No 3 Tahun 2007 tentang Ganti Kerugian terhadap
Bendahara
 PP No 38 Tahun 2016
 Permenkeu No 213/PMK.01/2014 TGR terhadap Pegawai Bukan Bendahara
 UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi
 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK
 UU No 17 Tahun 2003
 UU No 1 Tahun 2004
 UU No 15 Tahun 2004 KUHP
 UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN
 PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS

“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i

Anda mungkin juga menyukai