” -Imam Syafi’i
Surat dari temanmu, Faza.
Bismillah
Assalamu’alaikum..
Haii.. Faza disini. Gimana kabarnya? Sehat ga? Ujiannya gimana? Udah makan?
Cukup tidurnya kah? Ibadah lancar? Semoga semua urusanmu lancar yaa hehehe
Well, bentar lagi UAS mau beres. UAS HKN kali ini ada bedanya, dia dipisah di
minggu kedua ujian, dan menjadikan ujian minggu pertama ‘boxing week’. Jangan
kasih kendor yaa, jangan sepelekan mata kuliah apapun. ;))
Sebelumnya saya mau bilang terima kasih, karena sudah membaca resume faza
dari pertama kali ppkn, sampe sekarang hkn. Insya allah kedepannya pasti ada aja
satu matkul yang saya buatkan resume seperti ini. Saya juga ingin mengingatkan
bahwa jangan jadikan resume ini sebagai patokan persiapan untuk ujian, tanpa
membaca referensi lain. Saya pun tetap mahasiswa yang banyak salah..
Juga saya ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya
selama ini. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberi saya banyak
afeksi. Terima kasih kepada teman-teman yang menanyakan kabar saya alih alih
bertanya ‘kapan beres resumenya?’ wkwkwk
Ada sedikit drama, ketika keyboard laptop saya rusak separuhnya, dan membuat
saya tidak bisa melanjutkan resume, soal, dan semua hal yang saya ketik, maka
dari itu saya berterima kasih kepada yang sudah meminjamkan keyboardnya. Saya
terbantu banget..
Berhubung saya berulang-tahun dekat dengan rilisnya resume ini, tanggal 28 Juli.
Saya turut sedih karena umur saya yang semakin sedikit, dan waktu saya untuk
memberi manfaat kepada orang lain pun berkurang pula. Maka dari itu saya
memohon doa kepada rekan-rekan semua agar umur dan ilmu saya berkah.
Doa saya kepada rekan-rekan semua selalu mengalir dalam nadi rekan-rekan..
Bukankah kita memang seharusnya saling mendoakan? ^^
Saya jadi ingat kisah Imam al Ghazali, bahwa sebanyak apapun karya yang kita
buat, jangan pernah lupakan kebaikan sekecil apapun, kepada siapapun, bahkan
hewan, maupun lingkungan. Jangan lupa berbagi, Jangan lupa untuk berendah hati,
Jangan lupa berbuat baik pada siapapun..
Best Regards,
Faza Hasyim Asyarie
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Multiple Choice
1. Pelimpahan wewenang pemerintah pusat ke gubernur
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada
gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan
umum.
2. Otonomi daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang
dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai
Negeri Sipil Daerah. Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal
netto. Daerah yang memenuhi krietria umum merupakan daerah dengan indeks
fiskal netto tertentu yang ditetapkan setiap tahun.
Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan:
a. Peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi
khusus; dan
b. Karakteristik daerah.
Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang
akan didanai dari DAK. Kriteria teknis dirumuskan melalui indeks teknis oleh
menteri teknis terkait. Menteri teknis menyampaikan kriteria teknis kepada
Menteri Keuangan.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
7. Persyaratan pendirian BLU
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola
keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi :
Persyaratan substantif,
Instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan
umum yang berhubungan dengan:
a) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum;
c) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis,
a) Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola
dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya;
b) Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah
sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif.
Pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;
c. Rencana strategis bisnis;
d. Laporan keuangan pokok;
e. Standar pelayanan minimum; dan
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
Penetapan BLU dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau
status BLU bertahap.
Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan
substantif, teknis dan administratif telah dipenuhi dengan
memuaskan.
Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif
dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif
belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU-Bertahap
berlaku paling lama 3 tahun.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
e) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam Rupiah dan
valuta asing dengan berbagai struktur, misalnya Ijarah, Musyarakah,
Istisna dll.
i. SBSN jangka pendek (Islamic T-Bills); SBSN Ritail (Sukri);
ii. SBSN jangka panjang (IFR/Ijarah Fixed Rate, Global Sukuk,
SDHI/Sukuk Dana Haji Indonesia).
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
9. Manfaat investasi pemerintah
Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya. Juga bertujuan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.
Misalnya keuntungan berupa deviden, bunga, dan pertumbuhan nilai
perusahaan, peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil, peningkatan
pemasukan pajak bagi negara, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dsb.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
(Kewenangan Operasional)
viii. Mengelola Rekening Induk Dana Investasi;
ix. Meneliti dan menyetujui atau menolak usulan permintaan dana
Investasi Pemerintah dari Badan Usaha, BLU, Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing;
x. Mengusulkan rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
xi. Menempatkan dana atau barang dalam rangka Investasi Pemerintah;
xii. Melakukan Perjanjian Investasi dengan Badan Usaha terkait dengan
penempatan dana Investasi Pemerintah;
xiii. Melakukan pengendalian atas pengelolaan risiko terhadap
pelaksanaan Investasi Pemerintah;
xiv. Mengusulkan rekomendasi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah;
xv. Mewakili dan melaksanakan kewajiban serta menerima hak
pemerintah yang diatur dalam Perjanjian Investasi;
xvi. Menyusun dan menandatangani Perjanjian Investasi;
xvii.Mengusulkan perubahan Perjanjian Investasi;
xviii. Melakukan tindakan untuk dan atas nama pemerintah apabila
terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan Perjanjian
Investasi;
xix. Melaksanakan Investasi Pemerintah dan Divestasinya; dan
xx. Apabila diperlukan, dapat mengangkat dan memberhentikan
Penasihat Investasi.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
d. kualitas macet apabila piutang tidak dilunasi lebih dari 3 (tiga) tahun sejak
jatuh tempo.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
18. Pengadaan barang jasa oleh BLU
Pengadaan barang/jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan
ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Kewenangan pengadaaan
barang/jasa diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
23. Penyampaian laporan hasil pemeriksaan oleh BPK
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat
disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat, dan laporan keuangan
pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2
(dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.
Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga
perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Namun tidak termasuk laporan yang
memuat rahasia negara yang diatur dalam perundang-undangan.
Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD
sesuai dengan kewenangannya.
Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan diatur bersama oleh BPK
dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen
yang diserahkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
iv. Menginventarisasi harta kekayaan milik bendahara yang dapat
dijadikan sebagai jaminan penyelesaian KN;
v. Menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;
vi. Memberikan pertimbangan kepada pimpinan instansi tentang KN
sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menetapkan pembebanan
sementara;
vii. Menatausahakan penyelesaian kerugian negara;
viii. Menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian KN kepada
pimpinan instansi dengan tembusan disampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan.
TPKN mengumpulkan dan melakukan verifikasi dokumen-dokumen,
antara lain sebagai berikut :
i. Surat keputusan pengangkatan sebagai bendahara atau sebagai
pejabat yang melaksanakan fungsi kebendaharaan;
ii. Berita acara pemeriksaan kas/barang;
iii. Register penutupan buku kas/barang;
iv. Surat keterangan tentang sisa uang yang belum
dipertanggungjawabkan dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran;
v. Surat keterangan bank tentang saldo kas di bank bersangkutan;
vi. Fotokopi/rekaman buku kas umum bulan yang bersangkutan yang
memuat adanya kekurangan kas;
vii. Surat tanda lapor dari kepolisian dalam hal kerugian negara
mengandung indikasi tindak pidana;
viii. BAP TKP dari kepolisian dalam hal kerugian negara terjadi karena
pencurian atau perampokan;
ix. Surat keterangan ahli waris dari kelurahan atau pengadilan.
x. TPKN mencatat kerugian negara dalam daftar kerugian negara.
xi. Daftar kerugian negara dibuat sesuai dengan Lampiran
TPKN harus menyelesaikan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam waktu 30
(tiga puluh) hari sejak memperoleh penugasan. Selama dalam proses penelitian,
bendahara dibebastugaskan sementara dari jabatannya. Mekanisme
pembebastugasan dan penunjukkan bendahara pengganti ditetapkan oleh instansi
masing-masing.
TPKN melaporkan hasil verifikasi dalam Laporan Hasil Verifikasi Kerugian
Negara dan menyampaikan kepada pimpinan instansi. Pimpinan instansi
menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara kepada Badan Pemeriksa
Keuangan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterima dari TPKN dengan
dilengkapi dokumen.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
BPK direview oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota
organisasi pemeriksa keuangan se-dunia. Pada tahun 2009, BPK direviu oleh
The Netherlands Court of Audit Belanda, dan pada tahun 2014 direviu oleh
Supreme Audit Office of Poland Polandia.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
surat kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan
dikeluarkan dari daftar kerugian negara.
Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disebut SKTJM
adalah surat keterangan yang menyatakan kesanggupan dan/atau pengakuan
bahwa yang bersangkutan bertanggung jawab atas kerugian negara yang terjadi
dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
Pimpinan instansi memerintahkan TPKN mengupayakan agar bendahara
bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah menerima surat dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam hal bendahara menandatangani SKTJM, maka yang bersangkutan wajib
menyerahkan jaminan kepada TPKN, antara lain dalam bentuk dokumendokumen
sebagai berikut :
a. Bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama bendahara;
b. Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan lain
dari bendahara.
SKTJM yang telah ditandatangani oleh bendahara tidak dapat ditarik kembali.
Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau harta kekayaan
yang dijaminkan berlaku setelah Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat
keputusan pembebanan.
Penggantian kerugian negara dilakukan secara tunai selambat-lambatnya 40
(empat puluh) hari kerja sejak SKTJM ditandatangani.
Apabila bendahara telah mengganti kerugian negara, TPKN mengembalikan
bukti kepemilikan barang dan surat kuasa menjual. Dalam rangka pelaksanaan
SKTJM, bendahara dapat menjual dan/atau mencairkan harta kekayaan yang
dijaminkan, setelah mendapat persetujuan dan di bawah pengawasan TPKN.
TPKN melaporkan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau
surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada pimpinan instansi.
Pimpinan instansi memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui
SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada Badan
Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan
TPKN.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
yang hendak merusak kepentingan hukum seseorang, masyarakat, atau negara.
(Sudarto)
Hukum pidana diposisikan sebagai ultimum remedium. Posisi pidana sebagai
ultimum remedium artinya adalah bahwa sanksi pidana merupakan “senjata” atau
upaya terakhir setelah upaya-upaya lain gagal dalam menanggulangi suatu
perbuatan.
7 macam perbuatan korupsi:
1. Merugikan keuangan negara.
2. Suap-menyuap.
3. Penggelapan dalam jabatan.
4. Pemerasan.
5. Perbuatan curang.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan.
Gratifikasi, suatu pemberian meliputi pemberian uang, rabat (diskon), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Namun yang dianggap sebagai
tindak korupsi adalah apabila gratifikasi tersebut diberikan kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatan, atau gratifikasi
tersebut diberikan berdasarkan tujuan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya.
ESSAY
1. Sanksi pidana dalam UU PPTKN
a) Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban
menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang
diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
b) Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau
menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c) Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK tanpa
menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
d) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu
dokumen yang diserahkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
e) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang
diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan melampaui batas
kewenangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
f) Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan
dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
g) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan
pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu
melakukan pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
h) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti
rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Pengertian SPIP
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP,
adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang diselenggarakan secara menyeluruh
di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. SPI adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Tujuannya untuk mencapai pengelolaan keuangan negara
yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Menteri/pimpinan lembaga,
gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
Unsur SPIP meliputi:
a. Lingkungan pengendalian, kondisi dalam Instansi Pemerintah yang
memengaruhi efektivitas pengendalian intern.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif
untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya,
melalui:
i. penegakan integritas dan nilai etika;
ii. komitmen terhadap kompetensi;
iii. kepemimpinan yang kondusif;
iv. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
v. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
vi. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia;
vii. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
dan
viii. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
b. Penilaian risiko, kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko terdiri
atas:
iii. identifikasi risiko;
iv. analisis risiko.
c. Kegiatan pengendalian, tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko
serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan
bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan Pengendalian
sekurang- kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
i. kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi
Pemerintah;
ii. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian
risiko;
iii. kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus
Instansi Pemerintah;
iv. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
v. prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang
ditetapkan secara tertulis; dan
vi. kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan
bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
d. Informasi dan komunikasi, Informasi adalah data yang telah diolah yang
dapat digunakan untukpengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian
pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.
Komunikasi efektif minimal :
i. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana
komunikasi; dan
ii. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi
secara terus menerus.
e. Pemantauan pengendalian intern, proses penilaian atas mutu kinerja
Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa
temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem
Pengendalian Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Pemantauan berkelanjutan adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem
Pengendalian Intern secara terus menerus dan menyatu dalam kegiatan Instansi
Pemerintah.
Evaluasi terpisah adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian
Intern dengan ruang lingkup dan frekuensi tertentu berdasarkan pada penilaian
risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang berkelanjutan.
3. Utang
Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat
dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab
lainnya yang sah. Sedangkan Utang Daerah adalah sama seperti Utang Negara
namun debiturnya adalah Pemerintah Daerah.
Kewenangan Pengelolaan Utang Negara
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang melakukan
pengelolaan utang dan piutang negara. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah selaku Bendahara Umum Daerah berwenang melakukan pengelolaan utang
dan piutang daerah.
Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama
Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang
berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN. Utang/hibah dapat
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri
kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.
Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah dibebankan pada
Anggaran Belanja Negara.
Kewenangan Pengelolaan Utang Daerah
Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Kepala Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) menyiapkan pelaksanaan pinjaman
daerah sesuai dengan keputusan gubernur/bupati/walikota. Biaya berkenaan
dengan pinjaman dan hibah daerah dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah.
Tata cara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut
dengan PP.
Daluwarsa
Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5
(lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh
undang-undang.
Kedaluwarsaan tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan
kepada negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
Tujuan umum pengelolaan utang jangka panjang adalah meminimalkan biaya
utang dengan tingkat resiko yang semakin terkendali.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Kebijakannya ialah sebagai berikut :
a) Tidak ada agenda politik yang dipersyaratkan oleh kreditor
b) Persyaratan lunak (tingkat bunga dan jangka panjang) terutama dari
multirateral dan kreditor bilateral.
c) Mengutamakan penerbitan Surat Berharga Negara Rupiah di pasar dalam
negeri yang bertujuan :
i. Mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN;
ii. Mendukung pengembangan pasar modal;
iii. Membantu pengelolaan likuiditas pasar;
iv. Membuka akses sumber pembiayaan pemerintah di pasar
internasional untuk meningkatkan posisi tawar pemerintah sebagai peminjam.
d) Tambahan pinjaman luar negeri netto dianggarkan negatif yg berarti jumlah
pembayaran kembali utang lebih besar dibandingkan jumlah penarikan pinjaman
luar negeri baru.
4. Investasi pemerintah
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang
dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi
Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Investasi Langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman
oleh badan investasi pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha.
Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha
dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas
dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Pemberian Pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan
Usaha, Badan Layanan Umum (BLU), Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota,
dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh
pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya.
Investasi Langsung dapat dilakukan dengan cara :
Kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah (BIP) dengan
Badan Usaha dan/atau BLU dengan pola kerjasama pemerintah dan
swasta (Public Private Partnership); dan/atau
Kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah (BIP) dengan
Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau
badan hukum asing, dengan selain pola kerjasama pemerintah dan swasta
(Non Public Private Partnership).
Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya. Juga bertujuan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.
Misalnya keuntungan berupa deviden, bunga, dan pertumbuhan nilai
perusahaan, peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil, peningkatan
pemasukan pajak bagi negara, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dsb.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Dana Perimbangan meliputi :
a) Dana Bagi Hasil, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
i. Bagi hasil pajak : PBB, BPHTB, PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 (WP
Orang Pribadi), PPh Pasal 21
ii. Bagi hasil SDA : Kehutanan, Pertambangan, Perikanan, Pertambangan
Migas, Pertambangan Panas bumi
b) Dana Alokasi Umum, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
DAU Minimal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.
Dialokasikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar.
Celah Fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal
Daerah.
Alokasi Dasar adalah jumlah gaji PNS
c) Dana Alokasi Khusus, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah
ditetapkan dalam APBN.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah di bidang Investasi Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri
Keuangan, Badan Investasi Pemerintah, Badan Usaha, Menteri
Teknis/Pimpinan Lembaga sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab
masing-masing.
b. Asas kepastian hukum, yaitu Investasi Pemerintah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c. Asas efisiensi, yaitu Investasi Pemerintah diarahkan agar dana
investasi digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintahan secara optimal.
d. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan Investasi Pemerintah harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
e. Asas kepastian nilai, yaitu Investasi Pemerintah harus didukung oleh
adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan dana dan Divestasi serta penyusunan laporan keuangan
pemerintah.
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Daftar Undang-undang :
UU No 1 Tahun 2004
UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
UU No 9 Tahun 2015 tentang Pemda
UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa
PP No 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
PP No 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah\
UU No 17 Tahun 2003
UU No 1 Tahun 2004
UU No 19 Tahun 2004 tentang BUMN
UU No15 Tahun 2004
UU No 40 Tahun 2007 tentang PT
PP No 41 Tahun 2003
PP No 33 Tahun 2003 tentang Privatisasi Persero
PP No 43 Tahun 2005
PP No 44 Tahun 2005 tentang Penyertaan Modal Negara
PP No 1 Tahun 2008
PP 49 Tahun 2011
PP No 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN
PP No 45 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan APBN
PMK NOMOR 181/PMK.05/2008
PMK No 31/PMK.05/2016
UU No 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN)
UU No 19 Tahun 2008 tentang SBSN
UU No 15 Tahun 2004
UU No 23 Tahun 2004 tentang PEMDA
UU No 33 Tahun 2004
PP 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Defisit
PP No 76 Tahun 2005 tentang Pengelolaan SUN
PP No 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara PHLN
PP No 23 Tahun 2005 tentang PK BLU
PP No 74 Tahun 2012 tentang Perubahan PP No 23 Tahun 2005
PP No 24 Tahun 2005
PP No 58 Tahun 2005
PP No 8 Tahun 2006
PP No 71 Tahun 2010 tentang SAP
Permenkeu No 44/PMK.05/2009
Permenkeu No 134/PMK.06/2005
PP No 54 Tahun 2005
PP No 2 Tahun 2006
PP No 54 Tahun 2008 PDN
PP No 2 Tahun 2006
PP No 10 Tahun 2011
PP No 60 Tahun 2008 ttg SPIP
PP 45 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan APBN
UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK
Per BPK No 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i
Inpres No 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pemeriksaan
Peraturan BPK RI No 3 Tahun 2007 tentang Ganti Kerugian terhadap
Bendahara
PP No 38 Tahun 2016
Permenkeu No 213/PMK.01/2014 TGR terhadap Pegawai Bukan Bendahara
UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi
UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK
UU No 17 Tahun 2003
UU No 1 Tahun 2004
UU No 15 Tahun 2004 KUHP
UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN
PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
“ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang memberi manfaat.” -Imam Syafi’i