Anda di halaman 1dari 3

Nama : Elga Umari

NIM : 10011181621013

PEMBUKAAN LAHAN, MENUAI BENCANA, PERLU PENANGANGAN SERIUS

RINGKASAN EKSEKUTIF

Setiap tahun kebakaran hutan dan lahan terjadi di Indonesia. Pemerintah telah melakukan
berbagai upaya untuk menangani kebakaran hutan dan lahan, baik secara preventif maupun
represif. Namun demikian, kebakaran masih terus berulang dan menyebabkan masalah
materiil maupun sosial. Hal ini karena penanganan kebakaran hutan dan lahan lebih
dititikberatkan pada upaya represif daripada upaya preventif. Untuk itu, kebijakan
penanganan kebakaran hutan dan lahan perlu dievaluasi kembali dalam upaya mencari solusi
terbaik dalam menghindari kebakaran hutan dan lahan, antara lain dengan cara mereformasi
kebijakan pengelolaan hutan dan lahan; mengkaji ulang izin pemanfaatan lahan, terutama
pada lahan gambut; menyelesaikan persoalan sengketa lahan; memberdayakan masyarakat;
dan menegakkan hukum. Selain itu perlu adanya upaya pemberdayaan masyarakat pengguna
lahan agar tidak membakar hutan dan menemukan cara baru yang tidak merusak lingkungan

Pendahuluan (Konteks dan masalah)

Deforestasi dan konversi peruntukan lahan merupakan isu yang telah ada sejak lama
di Indonesia. Dampak yang dapat dilihat bukan saja menurunnya kualitas lingkungan dan
kehidupan masyarakat sekitar hutan, namun juga berkurangnya pendapatan dari kegiatan
kehutanan. Saat ini, dengan berkembangnya kekhawatiran atas perubahan iklim, riwayat
deforestasi dan konversi peruntukan lahan Indonesia mendapat sorotan publik. Hal ini
diakibatkan hilangnya tutupan hutan, kebakaran hutan dan pengeringan lahan gambut di
Indonesia yang menyumbang gas rumah kaca dalam jumlah besar ke atmosfir.
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah dengan kejadian kebakaran
hutan dan lahan yang cukup tinggi dan terjadi hampir setiap tahun. Puncak akumulasi
kemunculan hotspot di Sumatera Selatan umumnya terjadi pada bulan Agustus-September,
bertepatan dengan musim kemarau pada sebagian besar wilayah Indonesia. Akibat dari
kebakaran hutan dan lahan yang melanda beberapa provinsi tersebut menyebabkan bencana
asap kembali terjadi. Sumber: (Sipongi, Karhutla Monitoring Sistem, 2019) kebakaran yang
selalu berulang setiap tahunnya dalam kurun tahun 2014 hingga tahun 2019 menunjukkan
bahwa kebakaran hutan adalah kejadian tahunan yang tidak pernah berhenti. Pada tahun 2015
sebesar 646.298,80 ha

Penyebab Kebakaran

Penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut:


a. konversi lahan, yang disebabkan oleh kegiatan penyiapan (pembakaran) lahan untuk
pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan lain-lain;
b. pembakaran vegetasi, yang disebabkan oleh kegiatan pembakaran vegetasi yang
disengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi api lompat, misalnya pembukaan hutan
tanaman industri (HTI) dan perkebunan, atau penyiapan lahan oleh masyarakat;
c. pemanfaatan sumber daya alam, yang disebabkan oleh aktivitas seperti pembakaran
semak-belukar dan aktivitas memasak oleh para penebang liar atau pencari ikan di dalam
hutan
d. . pemanfaatan lahan gambut, yang disebabkan oleh aktivitas pembuatan kanal atau
saluran tanpa dilengkapi dengan pintu kontrol yang memadai air sehingga menyebabkan
gambut menjadi kering dan mudah terbakar
e. sengketa lahan, yang disebabkan oleh upaya masyarakat lokal untuk memperoleh
kembali hak-hak mereka atas lahan atau aktivitas penjarahan lahan yang sering diwarnai
dengan pembakaran.

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang cukup besar bagi kerugian manusia
baik materiil maupun imateriil.Pemerintah telah berupaya keras menyelesaikan permasalahan
ini baik melalui dukungan kebijakan, dukungan kelembagaan, maupun dukungan
pendanaan.Namun realitanya kejadian ini masih berulang sepanjang tahun. Dampak
Kebakaran hutan dan lahan dirasakan langsung seluruh elemen masyarakat yang terpapar
bencana kabut asap.

REKOMENDASI

Dan memang benar, salah satu alat untuk memerangi masalah asap adalah pelaksanaan
kebijakan-kebijakan yang meneguhkan dan mendukung pengelolaan lahan secara lestari oleh
para petani kecil, sehingga mengurangi konflik atas lahan yang dapat mengarah ke
pembakaran yang disengaja
Rekomendasi utama untuk mengatasi masalah kebakaran lahan basah

.Pada lahan yang telah rusak tetapi masih ada kegiatan mata pencaharian, dikembangkan
kebijakan untuk mengendalikan kebakaran, menghentikan kerusakan lingkungan dan
membatasi kegiatan penduduk yang tidak lestari sambil memberikan dukungan mata
pencaharian. Kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan termasuk:

a. Melakukan kajian kelayakan teknis dan sosial ekonomi untuk implementasi


pengendalian kebakaran pada lahan basah yang digunakan sepanjang aliran air,
khususnya pada musim kering yang panjang.
b. Rehabilitasi, lindungi, dan batasi kegiatan masyarakat pada lahan basah di luar
wilayah sepanjang tepi sungai dan danau untuk mencegah kebakaran yang besar,
kabut asap, emisi karbon, dan kerusakan lingkungan.
c. Kembangkan pilihan mata pencaharian yang memungkinkan dan layak, seperti
budidaya perikanan pada tempat yang lebih sesuai yang semuanya akan meningkatkan
kondisi ekonomi setempat sambil mengurangi masalah kebakaran dan kerusakan
sumberdaya.
d. Sebagai bagian dari pembangunan pedesaan, masyarakat perlu diajak untuk
bermusyawarah dan menyetujui dalam pengendalian kebakaran dan melindungi areal
lahan basah yang lebih luas di luar wilayah-wilayah yang biasa terbakar tiap tahun.
Perlu dibuat sistem insentif, peningkatan kesadaran, pembentukan lembaga
masyarakat, pembuatan peraturanperaturan yang dapat mendukung dalam
pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran tersebut.
e. perlu ada upaya untuk menggalakkan terciptanya iklim bagi masyarakat untuk
menyampaikan pendapat, termasuk pembentukan kerangka hukum dengan kebijakan-
kebijakan yang berlaku untuk setiap orang.

Anda mungkin juga menyukai