Anda di halaman 1dari 5

Definisi

Thalasemia merupakan kelainan darah yang diturunkan dari salah satu orang tua kepada
anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami-istri adalah pembawa gen
thalasemia, maka kemungkinan anaknya akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa
gen thalasemia (50%) dan normal (25%) (Depkes, 2013).

Thalassemia merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh kelainan atau perubahan pada
gen globin α atau β (terletak pada kromosom 11 atau 16) yang mengatur produksi rantai α atau
β. Berkurang atau tidak terbentuk sama sekali rantai globin disebut sebagai Thalassemia.
Thalasemia mengakibatkan tubuh tidak dapat memproduksi cukup hemoglobin sehingga
mengakibatkan jumlah hemoglobin di dalam tubuh sedikit dan umur eritrosit memendek. Dalam
keadaan normal, umur eritrosit berkisar 120 hari (Liswati, 2015).

Klasifikasi

Menurut Behman, 2012 Thalassemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:


1. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Biasanya ditandai dengan anemia berat yang terjadi pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan
tidak dapat hidup tanpa ditransfusi, pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang
karena hiperaktivitas sumsum tulang berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama
kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah dan dapat mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal. Pertumbuhan gigi
biasanya buruk. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit.
2. Thalasemia minor (Trait)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, tanpa anemia atau anemia ringan.
3. Thalasemia Intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, seperti:
- Anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)

- Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, gambaran kelebihan beban


besi nampak pada masa dewasa

Faktor Risiko
Menurut Permono, 2010 faktor-faktor yang meningkatkan resiko thalassemia meliputi:
 Riwayat keluarga thalassemia
 Thalassemia diwariskan dari orang tua kepada anak-anak mereka melalui gen
hemoglobin yang bermutasi

 Keturunan ras tertentu

 Thalassemia cenderung lebih sering terjadi pada orang-orang Italia, Yunani, Timur
Tengah, Asia, dan Afrika
Referensi

Depkes. 2013. Mengenal penyakit thalassemia. Online.


(http://pptm.depkes.go.id/cms/frontend/?p=newsother&id=122-mengenal-penyakit-
thalasemia). Diakses pada 5 September 2017.

Liswanti, Y. (2015). Gambaran Badan Inklusi Hbh Pada Suspek Thalasemia Di Rumah Sakit Ptpn
Subang. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, 11(1), 129-149.

Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik
Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal
64-84.
DHF

Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua
sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan
tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura)
(Mansjoer,2010). Kadangkadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun. Hal
yang dianggap serius pada demam berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan tanda-tanda
syok/ renjatan (Mubin, 2009: 19). Fever Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali
ditandai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan leukopenia sebagai
gejalanya (Widodo, 2010).

Demam berdarah dengue (Dengue Haemoragick Frever/DHF) ditandai dengan empat gejala
klinis utama:

Demam tinggi/ suhu meningkat tiba-tiba, sakit kepala supra, nyeri otot dan tulang belakang,
sakit perut dan diare, mual muntah. Fenomena hemoragi, sering dengan hepatomegali dan pada
kasus berat disertai tanda – tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang
diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut Sindrom Syock Dengue (DSS) dan sering
menyebabkan fatal ( Mubin, 2009:19).

Klasifikasi berdasarkan derajat keparahannya menurut (Mubin, 2009) derajat penyakit DBD
terbagi empat derajat :

 Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji
tourniquet positif)
 Derajat II Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada
hidung (epistaksis)
 Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (kurang dari 20 mm/Hg) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah
 Derajat IV Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat
diukur, akral dingin dan akan mengalami syok.

Faktor risiko

Faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi
penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau
melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya
adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang
benar (Hendrawanto, 2012). Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih
makmur terutama yang biasa bepergian. Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat,
jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan
pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan jentik tidak
menjadi faktor risiko. Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue yang
merupakan reaksi infesksi primer, berdasarkan hasil penelitian di wilayah Amazon Brasil adalah
jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi (Janus, 2010). Sedangkan faktor risiko terjadinya
infeksi sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis kelamin lakilaki, riwayat pernah terkena
DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke daerah perkotaan. Beberapa faktor risiko
berdasarkan (WHO, 2013) diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

 Vektor :
Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti yang menjadi vektor
utama serta Ae. albopictus yang menjadi vektor pendamping. Kedua spesies nyamuk itu
ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, hidup optimal pada ketinggian di atas 1000 di
atas permukaan laut,10 tapi dari beberapa laporan dapat ditemukan pada daerah
dengan ketinggian sampai dengan 1.500 meter,44 bahkan di India dilaporkan dapat
ditemukan pada ketinggian 2.121 meter serta di Kolombia pada ketinggian 2.200 meter.
Nyamuk Aedes berasal dari Brazil dan Ethiopia, stadium dewasa berukuran lebih kecil
bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lainnya. Kedua spesies nyamuk tersebut
termasuk ke dalam Genus Aedes dari Famili Culicidae. Secara morfologis keduanya
sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian
skutumnya.
Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal
tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sedangkan skutum Ae.
albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian
dorsalnya.11 Nyamuk Ae. aegypti mempunyai dua subspesies yaitu Ae. aegypti
queenslandensis dan Ae. aegypti formosus. Subspesies pertama hidup bebas di Afrika,
sedangkan subspecies kedua hidup di daerah tropis yang dikenal efektif menularkan
virus DBD. Subspesies kedua lebih berbahaya dibandingkan subspecies pertama.
perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain
(Hadinegoro, 2012).
 Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin
 Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

Daftar pustaka

Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi, Suharyono. TATA LAKSANA
DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup 2012. Hal 1 – 33.

Hendrawanto. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid I Edisi Ketiga PERSATUAN AHLI PENYAKIT
DALAM INDONESIA.2012 Hal 417 – 426.

Janus, Centrin net.id/ binprog.www.plasa.com.2010.


Mubin, 2009. Panduan Praktis Ilmu Penakit DalamDiagnosis dan terapi, Edisi 3. EGC: Jakarta

WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition. Geneva:
World Health Organization,2013

Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu Ika. Setiowulan, Wiwiek. KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN. Media Aesculapius FK – UI Edisi ketiga Jilid I. 2010. Hal 428 – 433.

Widodo, dr.SPA (K).www. Penyakit Menular info. DEPKES. 4 Januari 2010.

Anda mungkin juga menyukai