Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS (DM)

A. Pengertian

Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis yang

menimbulkan gangguan multisystem dan mempunyai karakteristik

hiperglikimia yang di sebabkan defisiensi insulin atau kerja

insulin yang tidak adekuat (Brunner dan sudarth).

B. Etiologi

DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai

lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi

determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada

mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan

etiologi DM yaitu :

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari

diabetes melitus adalah:

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I

itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau

kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe

I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu

yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte

Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses

imun lainnya.
b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu

respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana

antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan

cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel

β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan

menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat

memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi

sel β pankreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum

diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan

dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes

Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya

mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan

kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja

insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari

sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula

mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang

meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada

pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan

insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh


berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif

insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan

abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system

transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat

dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan

meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya

sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus

tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung

insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes

Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen

bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama

dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul

pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan

dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia

di atas 65 tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Kelompok etnik

e. Malnutrisi
C. Klasifikasi diabetes melitus

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) terbagi dalam

beberapa tipe yaitu :

a. Diabetes melitus type insulin, insulin dependent

diabetes melitus (IDDM). Klien tergantung pada pemberian

insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan

mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia

muda disebabkan karna keturunan.

b. Diabetes melitus type II, non insulin dependent diabetes

melitus (NIDDM) terbagi dua yaitu :

1) Non obesitas

2) Obesitas

Di sebabkan karna kurangnya produksi insulin dari

sel beta pancreas. Tetapi biasanya resistensi aksi

insulin pada jaringan perifer, biasa terjadi pada orang

tua (umur > 40 thn) atau anak dengan obesitas.

c. Diabetes melitus type lain

1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan

pankreas, kelainan hormonal, kelainan genetic dan

lain-lain.

2) Obat-obatan yang dapat menyebabkan hiperglikimia

antara lain : furaseemid, thyasida, diuretic

ghikortikoid, dilanting dan asam hidotonik.

3) Diabetes gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi

dan glukosa selama kehamilan pada pertengahan


kehamilan meningkat sekresi hormone pertumbuhan dan

hormon chorionic sumatumamo tropin (HCS) hormone ini

meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa

kefetus.

D. Patofisiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari

diabetes melitus adalah :

1. Diabetes tipe

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa

terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh

hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak

dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah

dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal

tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring

keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin

(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan

dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan

dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan

diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang

berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih

(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien


dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat

menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa

hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang

merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton

merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh

apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang

diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala

seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas

berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan

penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa

oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung

lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat

berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,


gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup

kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang

lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika

kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui

kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut

angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi

dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)

disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus

(mikrovaskular) disebut mikroangiopati.

Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya

lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus

keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus

berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Neuropati

sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang

mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area

kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan

akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.

Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi

resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi

didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed

space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun

yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi

menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

E. logi Nursing Pathways


F. Manifestasi klinis

Gejala yang lazim terjadi pada diabetes melitus sbb:

1. Poliuri (banyak kencing)

Di sebabkan oleh kadar glukosa darah meningkat

sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa

sehingga terjadi osmotic dieresis yang mana gula banyak

menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh

banyak kencing

2. Polidipsi (banyak minum)

Di sebabkan karena pembakaran terlalu banyak dan

kehilangan cairan banyak karena poliuri sehinga untuk

mengimbangi klien lebih banyak minum

3. Polifagi (banyak makan)

Di sebabkan karna glukosa tidak sampai ke sel-sel

sehingga mengalami starvasi (lapar)

4. Berat badan menurun,lemas,lelah,tenaga kurang. Di

sebabkan karna kehabisan glinogen yang lelah di lebur

jadi glukosa,maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat

dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein yang

berada di jaringan otot dan lemak.

5. Mata kabur

Di sebabkan gangguan lintas polibi (glukosa

sarbitol fruktasi) yang di sebabkan karna insufiensi

insulin.akibat terdapat penimbunan sarbitut dari lensa

sehingga menyebabkan pembentukan katarak.


6. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,

hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat

kesadaran, koma, kematian)

7. Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut

juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu

tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan

biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5

P yaitu :

2)Pain (nyeri)

3)Paleness (kepucatan)

4)Paresthesia (kesemutan)

5)Pulselessness (denyut nadi hilang)

6)Paralysis (lumpuh).

G. Komplikasi

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan

sebagai akut dan kronik :

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidak

seimbangan jangka pendek dari glukosa darah.

a. Hipoglikemia.

b. Ketoasidosis diabetic (DKA)

c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).


2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar),

mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan

vaskular selebral.

b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil),

mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati).

Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau

menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun

makrovaskular.

c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik

dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi

dan ulkus pada kaki.

d. Ulkus/gangrene

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Grade I :kerusakan hanya sampai pada permukaan

kulit

3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : terjadi abses

5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai


Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan
Yg terjadi Komplikasi
yg terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik Sirkulasi yg jelek


terbentuk & menyumbat menyebabkan penyembuhan
arteri berukuran besar luka yg jelek & bisa
atau sedang di jantung, menyebabkan penyakit
otak, tungkai & penis. jantung, stroke, gangren
Dinding pembuluh darah kaki & tangan, impoten &
kecil mengalami infeksi
kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen
secara normal & bocor.

Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan &


pembuluh darah kecil pada akhirnya bisa
retina terjadi kebutaan

Ginjal · Penebalan pembuluh Fungsi ginjal yg buruk


darah ginjal Gagal ginjal
· Protein bocor ke
dalam air kemih
· Darah tidak
disaring secara normal

Saraf Kerusakan saraf karena· Kelemahan tungkai


glukosa tidak yg terjadi secara tiba-
dimetabolisir secara tiba atau secara
normal & karena aliran perlahan
darah berkurang · Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di
tangan & kaki
· Kerusakan saraf
menahun

Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg· Tekanan darah yg


otonom mengendalikan tekanan naik-turun
darah & saluran· Kesulitan menelan &
pencernaan perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare

Kulit Berkurangnya aliran· Luka, infeksi dalam


darah ke kulit & (ulkus diabetikum)
hilangnya rasa yg· Penyembuhan luka yg
menyebabkan cedera jelek
berulang

Darah Gangguan fungsi sel Mudah terkena infeksi,


darah putih terutama infeksi saluran
kemih & kulit

H. PEMERIKSAAN PENUNJAN

1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi

daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah

utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi

daripada metode tanpa deproteinisasi

2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila

glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan

naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang

ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik

celup memakai GOD.

3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam

asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode

yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak

terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak

darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati,

antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I. PENATALAKSANAAN

1. Medis

Obat Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

a) Mekanisme kerja sulfanilurea

- kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra

pancreas

- kerja OAD tingkat reseptor

b) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi

mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan

efektivitas insulin, yaitu:

Menghambat absorpsi karbohidrat

Menghambat glukoneogenesis di hati

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah

reseptor insulin
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN DM

A. Pengkajian

Pengumpulan data meliputi :

Biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan

riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola

kegiatan sehari-hari.

Hal-hal yang perlu di kaji pada klien dengan DM :

a. Aktifitas dan istirahat

Kelemahan,susah berjalan/ bergerak, kram

otot,gangguan istirahat dan tidur,takikardi/ takipneu

pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

b. Sirkulasi

Riwayat impertensi,penyakit jantung seperti IMA,nyeri

kesemutan pada ekstremitas bawah,luka yang sukar

sembuh,kulit kering,merah,dan bola mata cekung.

c. Eliminasi

Poliuri, nokturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut

kembung, dan pucat.

d. Nutrisi

Nausea,vomitus, berat badan menurun,turgor kulit

jelek,mual/muntah.

e. Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,

kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,

matirasa.
f. Nyeri : pembengkakan perut, meringis.

g. Respirasi : lanjut takipneu, kussmaul, ronchy,

wheezing, dan sesak napas.

h. Keamanan : kulit rusak, lesi/ulkus menurunya kekuatan

umum.

i. Seksualitas : Adanya peradangan pada daerah vagina,

serta organisme menurun dan terjadi inpote pada pria.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis

tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap

proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau

potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan

keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien DM

yaitu :

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan

melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah

gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya

gangren pada ekstrimitas.

3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan

iskemik jaringan.

4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa

nyeri pada luka.

5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake makanan yang kurang.


6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis )

berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.

7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya.

8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada

luka di kaki.

C. Rencana keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka

intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan

untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah

keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan

keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa

keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan

kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas

keperawatan.

7) Diagnosa no. 1

Gangguan perfusi berhubungan dengan

melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren

akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap

normal.

Kriteria Hasil :

- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

- Kulit sekitar luka teraba hangat.


- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah

parah.

- Sensorik dan motorik membaik

 Rencana tindakan :

5. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi

darah.

6. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat

meningkatkan aliran darah :

Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung

(posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari

penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari

penggunaan bantal, di belakang lutut dan

sebagainya.

Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah

balik sehingga tidak terjadi oedema.

7. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko

berupa :

Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,

menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat

vasokontriksi.

Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat

terjadinya arterosklerosis, merokok dapat

menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh

darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.


8. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam

pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah

secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan

dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan

dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah

secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan

keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi

daerah ulkus/gangren.

8) Diagnosa no. 2

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya

gangren pada ekstrimitas.

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil :

- Berkurangnya oedema sekitar luka.

- pus dan jaringan berkurang

- Adanya jaringan granulasi.

- Bau busuk luka berkurang.

 Rencana tindakan :

1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses

penyembuhan.

Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan

proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan

tindakan selanjutnya.

2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan

luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak


iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada

luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik,

dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang

iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang

timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat

menghambat proses granulasi.

3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,

pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah

pemberian anti biotik.

Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula

darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui

jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk

pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk

mengetahui perkembangan penyakit.

9) Diagnosa no. 3

Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan

iskemik jaringan.

Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil :

- Penderita secara verbal mengatakan nyeri

berkurang/hilang .

- Penderita dapat melakukan metode atau tindakan

untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .

- Pergerakan penderita bertambah luas.


- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas

normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T :

100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

 Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang

dialami pasien.

Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang

dialami pasien.

2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya

nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri

yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan

memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam

melakukan tindakan.

3. Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional : Rangasangan yang berlebihan dari

lingkungan akan memperberat rasa nyeri.

4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat

mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai

keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu

memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi

seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat

rawat luka.

Rasional : massage dapat meningkatkan

vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC

sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa

nyaman.

7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu

mengurangi nyeri pasien.

10) Diagnosa no. 4

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa

nyeri pada luka di kaki.

Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan

aktivitas yang optimal.

Kriteria Hasil :

- Pergerakan paien bertambah luas

- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan

kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).

- Rasa nyeri berkurang.

- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara

bertahap sesuai dengan kemampuan.

 Rencana tindakan :

1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada

kaki pasien.

Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-

otot kaki pasien.


2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan

aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam

keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas

sehingga dapat kooperatif dalam tindakan

keperawatan.

3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat

ekstrimitas bawah sesui kemampuan.

Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg

berfungsi dengan baik.

4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat

terpenuhi.

5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter (

pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa

nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan

aktivitas secara bertahap dan benar.

11) Diagnosa no. 5

Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan

tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil :

- Berat badan dan tinggi badan ideal.

- Pasien mematuhi dietnya.

- Kadar gula darah dalam batas normal.


- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

 Rencana Tindakan :

1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan

kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan

tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah

diprogramkan.

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah

komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan

pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi

untuk menentukan diet ).

4. Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional : Mengetahui apakah pasien telah

melaksanakan program diet yang ditetapkan.

5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk

pemberian insulin dan diet diabetik.

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan

pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula

darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat

mempercepat penurunan gula darah dan mencegah

komplikasi.
12) Diagnosa no. 6

Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis)

berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).

Kriteria Hasil :

- Tanda-tanda infeksi tidak ada.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 –

37,5 0C )

- Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.

 Rencana tindakan :

1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada

luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-

tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan

tindakan selanjutnya.

2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu

menjaga kebersihan diri selama perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan

salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.

3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan

penyebaran infeksi.

4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan

fisik, pengobatan yang ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang

cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh,


pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan

sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran

infeksi.

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

antibiotika dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman,

pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam

darah sehingga proses penyembuhan.

13) Diagnosa no. 7

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya.

Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.

Kriteria Hasil :

- Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.

- Emosi stabil., pasien tenang.

- Istirahat cukup.

 Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.

Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang

dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan

intervensi yang cepat dan tepat.

2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan

rasa cemasnya.

Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.


3. Gunakan komunikasi terapeutik.

Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar

perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam

tindakan keperawatan.

4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit

dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan

keperawatan.

Rasional : Informasi yang akurat tentang

penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam

melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran

pasien.

5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat,

dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha

memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal

mungkin.

Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan

membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan

pasien.

6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi

pasien secara bergantian.

Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada

anggota keluarga yang menunggu.

7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat

membantu mengurangi rasa cemas pasien.


14) Diagnosa no. 8

Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada

luka di kaki.

Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.

Kriteria hasil :

- Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.

- Pasien tenang dan wajah segar.

- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan

cukup.

 Rencana tindakan :

1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu

meningkatkan tidur/istirahat.

2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.

Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang

merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan

mempengaruhi pola tidur pasien.

3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur

yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan

suasana ramai.

Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola

tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.

4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur

dan teknik relaksasi .


Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien

dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan

mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.

5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan

tidur pasien.

Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya

kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur

sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.

D. Pelaksanaan / implementasi keperawatan

Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap

rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk

perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai

dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu

juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual,

teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada

situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan

fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,

dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah

dilakukan dan bagaimana respon pasien.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses

keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan

hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan

dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.


Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan

sejauh mana tujuan tercapai:

1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan

dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.

2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi

tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.

3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali

menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan

pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.

Carpenito, L.J. 2002. Rencana Asuhan & Dokumentasi


Keperawatan, Ed. 2.Jakarta : EGC.
Doengoes. 2002.Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
http://harnawaty.wordpress.com/2008/04/06/askepdiabetes
mellitus. 11 maret 2013 pukul 15.15 WITA.
http://medicastore.com/diabetes/gejla_diabetes_mellitus.php
diakses pada tanggal 11 maret 2013 pukul 15.00 WITA.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification


(NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, Arif., et all. 2006. Kapita Selekta Kedokteran.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions
Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin


dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Price, Anderson Sylvia.(2002) Patofisiologi. Ed. I.Jakarta :
EGC.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes
Mellitus. [ serial Online] cited 12 Februari 2012],
avaible from
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-
keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-
melitus/
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS (DM) DI RUANG POLI DALAM RSUD PRAYA

LOMBOK TENGAH

Disusun Oleh

HERIYANTO
015.02.0189

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XI B


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
PRAYA
2015

Anda mungkin juga menyukai