DODYK PRANOWO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dodyk Pranowo
NIM F- 361107221
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRODUKSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L. Medik) DAN UJI POTENSINYA
SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR
DODYK PRANOWO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tertutup:
Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si
Dr. Sri Yuliani
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Dodyk Pranowo
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
Kebaruan 5
2 METODE 6
Bahan 6
Alat 6
Tahapan Penelitian 6
3 KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L.Medik) SEBAGAI BAHAN SEDIAAN OBAT 8
Pendahuluan 8
Metode 9
Hasil dan Pembahasan 11
Simpulan dan Saran 17
4 OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L. Medik) MENGGUNAKAN METODE CENTRAL
COMPOSITE DESIGN (CCD) DAN UJI AKTIVITAS
ANTIOKSIDANNYA 18
Pendahuluan 18
Metode Penelitian 19
Hasil Dan Pembahasan 21
Analisis Respon Permukaaan 24
Optimasi dan Verifikasi 25
Aktivitas Antioksidan Daun Gedi 26
Simpulan 26
Saran 26
5 PRODUKSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI (Abelmoschus
manihot L. Medik) DENGAN TEKNIK KOMBINASI HOMOGENISASI
DAN EVAPORASI 27
Pendahuluan 27
Alat dan Bahan 28
Metode 28
Hasil Dan Pembahasan 31
Simpulan dan Saran 43
6 KAJIAN POTENSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L. Medik) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR 44
Pendahuluan 44
Alat dan Bahan 44
Metode 45
Hasil dan Pembahasan 46
Simpulan dan Saran 51
7 PEMBAHASAN UMUM 52
8 SIMPULAN DAN SARAN 57
Simpulan 57
Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 70
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka penelitian nanoemulsi ekstrak daun gedi 7
2. Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) (a) dan daun
tanaman gedi (b) 11
3. Hasil uji penapisan terhadap ekstrak etanol 96% daun Gedi (a)
flavonoid, (b) alkaloid, (c)tanin, (d) saponin 15
4. Respon permukaan tiga dimensi dan dua dimensi yang menunjukkan
perbedaan pengaruh pada beberapa variabel bebas 25
5. Diagram alir proses pembentukan nanoemulsi senyawa flavonoid
glikosida dari daun gedi (Silva et al. 2011) yang dimodifikasi 29
6. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi (a) dan lama waktu
homogenisasi (b) 33
7. Hubungan antara ukuran partikel dengan konduktivitas nanoemulsi
ekstrak daun gedi 36
8. Rata-rata kadar flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi dan lama waktu homogenisasi 37
9. Rata-rata Aktivitas antioksidan IC50 nanoemulsi ekstrak daun gedi
pada berbagai kandungan flavonoid total. 38
10. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
berbagai kondisi perlakuan selama 14 hari 39
11. Rata-rata konduktivitas nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi pada
berbagai kondisi perlakuan selama 14 hari 40
12. Rata-rata pH nanoemulsi ekstrak daun gedi pada berbagai kondisi
perlakuan selama 14 hari 41
13. Hasil spektrum ionisasi LC MS/MS nanoemulsi ekstrak daun gedi 47
14. Hispatologi hati tikus dari berbagai perlakuan, (I) kontrol positif
yang hanya diberikan asupan rangsum, (II) kontrol negatif, diberikan
parasetamol 500 mg kg-1 bb, (III) larutan ekstrak daun gedi 2 ml kg-1
bb, (IV) nanoemulsi ekstrak daun gedi 2 ml kg-1 bb, (V) nanoemulsi
ekstrak daun gedi 1 ml kg-1 bb 50
15. Ekstrak etanol simplisia daun gedi 53
16. Perbandingan penampakan ektrak etanol pada pengenceran 1:100 (a)
dengan produk nanoemulsi ekstrak etanol (b) 55
DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur karakterisasi simplisia daun gedi 69
2. Prosedur analisis parameter spesifik dan non spesifik daun gedi 70
3. Persamaan kurva standar quercetin 73
4. Grafik persen inhibisi untuk menentukan IC50 quercetin 74
5. Hasil uji t parameter cemaran bakteri 75
6. Hasil uji t parameter cemaran kapang/jamur 76
7. Hasil uji t parameter cemaran logam 77
8. Hasil uji t parameter flavonoid total 78
9. Hasil uji t parameter aktivitas antioksidan 79
10. Prinsip kerja Particle Size Distribution CILAS 1090 80
11. Data ukuran partikel pada berbagai pelakuan 81
12. ANOVA ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi 82
13. Uji lanjut Tukey ukuran partikel nanoemulsi ekstrak etanol 83
14. ANOVA konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi 84
15. Uji lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi 85
16. ANOVA pH nanoemulsi ekstrak daun gedi 86
17. Uji lanjut Tukey pH nanoemulsi ekstrak daun gedi 87
18. ANOVA flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi 88
19. Uji lanjut Tukey flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi 89
20. Analisis ANOVA ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi
selama proses penyimpanan 90
21. ANOVA konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses
penyimpanan 93
22. UJi lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi selama
proses penyimpanan 97
23. ANOVA pH nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses
penyimpanan 98
24. ANOVA Flavonoid nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses
penyimpanan 101
25. ANOVA aktivitas antioksidan nanoemulsi ekstrak daun gedi selama
proses penyimpanan 104
26. Hasil uji particle size distribution CILAS pada kondisi terbaik 107
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
senyawa flavonoid glikosida yang berasal dari daun (Vongsak et al. 2013; Chen et
al. 2012; Mamahit dan Soekamto 2010; Pine et al. 2011). Disamping itu, metode
ini merupakan metode yang paling sederhana dan tidak membutuhkan suhu
ekstraksi yang tinggi, sehingga senyawa flavonoid glikosida yang terdapat dalam
bahan tidak banyak mengalami kerusakan (Gupta et al. 2013). Kelemahan proses
metode maserasi adalah waktu proses yang sangat lama dan kebutuhan pelarut
yang tinggi, hal ini menyebabkan biaya proses menjadi mahal. Beberapa metode
perbaikan proses ekstraksi yang selama ini banyak diteliti adalah dengan
menggunakan gelombang ultrasonik, gelombang mikro dan teknik superkritis,
keuntungan dari penggunakan metode tersebut adalah waktu proses yang lebih
cepat (Gupta et al. 2013). Namun, hingga saat ini metode ektraksi tersebut masih
belum dapat digunakan dalam skala komersial karena penerapan dalam skala
industri yang masih mengalami kesulitan.
Flavonoid adalah kelompok terbesar dari fenolik dengan kapasitas
antioksidan yang kuat (Aberoumand dan Deokule 2008). Flavonoid termasuk
kelompok benzo-γ-piron dengan struktur umum difenilpropan (C6-C3-C6) terdiri
dari 2 (dua) cincin aromatis yang dihubungkan oleh 3 (tiga) atom karbon
membentuk heterosiklik teroksigenasi, ditandai dengan A, B, C (Filipiak
2001). Efektivitas flavonoid sebagai penangkap radikal dan pengkelat ion logam
ditentukan oleh adanya struktur (katekol) ortho dihidroksi pada cincin B, ikatan
rangkap pada C2-3 yang terkonjugasi dengan gugus fungsi C4 okso, gugus
OH pada C3 di cincin C, dan gugus OH pada C5 di cincin A (Tapas et al.
2008). Kombinasi gugus C3-OH dan C5-OH dengan C4-karbonil dan ikatan
rangkap C2-3 dapat meningkatkan aktivitas penangkap radikal bebas (Amic et al.
2003). Selain itu kemampuan senyawa flavonoid sebagai antioksidan juga
ditentukan oleh potensial reduksinya. Senyawa flavonoid yang mempunyai
aktivitas antioksidan semakin tinggi ditandai dengan potensial reduksinya makin
rendah (Rice-Evans et al. 1997).
Bioaviabilitas dari senyawa flavonoid cenderung rendah pada kondisi
ukuran partikel yang besar. Hal ini dinyatakan oleh Lante dan Friso (2013) bahwa
biovaliabilitas katekin sangat rendah pada ukuran partikel, jumlah dan ikatan
hydrogen yang besar. Oleh karena itu, untuk meningkatkan bioaviabilitas dari
daun gedi, dilakukan dengan modifikasi ekstrak etanol daun gedi dalam bentuk
nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan salah satu delivery system yang optimal,
karena dapat diformulasikan dengan semua bahan alami, serta meningkatkan
bioaviabilitasnya karena meningkatnya kelarutan bahan (Sessa et al. 2013).
Berdasarkan pada tingkat konsumsi energinya, nanoemulsi dapat diproduksi
dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu metode high energy dan metode low
energy (Acosta 2009; Leong et al. 2009; Tadros et al. 2004). Menurut Tadros et al
(2004) pembentukan nanoemulsi dengan pendekatan high-energy dan metode
homogenaiser tekanan tinggi ternyata kurang efisien karena energi yang
dialokasikan untuk pembentukan nanoemulsi hanya 0,1% sedangkan 99,9%
dialihkan untuk memanaskan larutan. Kondisi ini akan berpengaruh pada saat
proses penggandaan skala, dimana kesalahan perhitungan energi akan
menyebabkan bias yang sangat signifikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu menggabungkan antara high energy dan
low energy. Ada beberapa parameter seperti pH, konduktivitas dan suhu
penyimpanan mempengaruhi sifat fisikokimia dari emulsi, yang pada akhirnya
3
Perumusan Masalah
Sifat dari senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun gedi
adalah mudah rusak terhadap pengaruh kondisi lingkungan, hal ini akan
menyebabkan rendahnya aktivitas antioksidan dari senyawa tersebut. Di samping
itu, senyawa flavonoid merupakan senyawa yang memiliki tingkat kelarutan
rendah pada air, sehingga senyawa ini akan sulit larut dalam tubuh jika dibuat
dalam bentuk padat seperti tablet dan kapsul yang berdampak pada rendahnya
bioavailabilitas dari senyawa aktifnya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan modifikasi terhadap
penanganan flavonoid glikosida yang terdapat dalam daun gedi sehingga ketika
ditransformasi ke dalam tubuh masih memiliki kemampuan sebagai sumber
antioksidan dengan bioaviabilitas yang tinggi, dan mampu berperan sebagai
hepatoprotektor. Permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
perancangan proses produksi nanoemulsi ekstrak etanol yang berasal dari daun
4
gedi yang mampu memiliki masa aktif dan bioavailabilitas yang tinggi untuk
hepatoprotektor.
Untuk mendapatkan produk nanoemulsi ekstrak daun gedi, diperlukan
beberapa metode penanganan, sehingga produk tersebut memiliki aktivitas
antioksidan tinggi, beberapa metode tersebut diantaranya adalah metode ekstraksi
yang efektif dan teknik nanoenkapsulasi dalam bentuk nanoemulsi yang tepat
untuk senyawa flavonoid. Metode ekstraksi yang selama ini dilakukan untuk
menghasilkan senyawa flavonoid glikosida adalah dengan teknik maserasi
menggunakan etanol 96% dengan suhu kamar dan selama 3 × 24 jam (Pine et al.
2011) atau menggunakan etanol 80% (Wu et al. 2007). Kelemahan dari metode
tersebut adalah waktu proses yang lama, oleh karena itu dalam penelitian ini akan
dilakukan optimasi proses ekstraksi, sehingga efisiensi dan efektifitas proses
ektraksi menjadi lebih baik.
Berdasarkan pada uraian diatas maka beberapa permasalahan yang akan
diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana teknologi proses ekstraksi yang optimal untuk mendapatkan
rendemen ekstrak etanol dan aktivitas antioksidan yang tinggi?
b. Bagaimana teknologi nanoemulsi dengan metode kombinasi solvent
displacement dan homogenisasi untuk mendapatkan nanoemulsi ekstrak
etanol daun gedi yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi?
c. Bagaimana potensi nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi dalam bentuk emulsi
sebagai hepatoprotektor secara in vivo?
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang teknologi produksi
nanoemulsi ekstrak daun gedi yang terbaik sebagai hepatoprotektor, adapun
secara khusus tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengeksplorasi karakteristik parameter-parameter standarisasi simplisa dan
ekstrak daun gedi sebagai bahan baku sediaan obat
b. Mengoptimasi proses ekstraksi flavonoid daun gedi yang memiliki rendemen
dan aktivitas antioksidan terbaik
c. Merancang teknologi produksi nanoemulsi ekstrak daun gedi yang memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi
d. Mengkaji potensi produk nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi sebagai
hepatoprotektor secara in vivo
a. Bagian tanaman gedi yang dipakai dalam penelitian ini adalah daun gedi.
b. Proses optimasi ekstraksi daun gedi dilakukan dengan tiga faktor yaitu faktor
suhu ekstraksi, kecepatan pengadukan dan lama waktu ekstraksi. Hasil proses
optimasi ektraksi yang dianalisis adalah rendemen esktraksi etanol dan
aktivitas antioksidannya
c. Proses produksi nanoemulsi dilakukan dengan homogenisasi dan solvent
displacement (evaporasi pelarut). Hasil produksi nanoemulsi yang diamati
5
Manfaat Penelitian
Kebaruan
2 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman gedi
(Abelmoschus manihot L. Medik) yang telah berumur ± 3 bulan yang ditanam di
daerah Malang (07º 59’ LS 112º 36’ BT), daun gedi, etanol 70% dan 96% sebagai
pelarut, standar quersetin,aquades, aseton, etil asetat, etanol p.a , Asam asetat
glasial, medium PDA, NaOH, Al2C3, larutan 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrate
(DPPH) 0,4 mM, lempeng KLT, NaNO2, AlCl2, Tween 80, , reagen kit SGPT,
SGOT, Total bilirubin, total albumin, Blood Analyser, paracetamol 500 mg, etanol
96%, parafin, pewarna hematoksilin-Eosin (HE).
Alat
Tahapan Penelitian
Pendahuluan
Metode
Pembuatan Ekstrak
Serbuk daun gedi diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi.
Sebanyak 800 g serbuk daun gedi dimaserasi dengan pelarut etanol 70% dan 96%
selama 3x24 jam pada wadah kaca yang berbeda dengan perbandingan bahan dan
pelarut adalah 1:5 b/v. Filtrat kemudian di evaporasi untuk mendapatkan ekstrak
kental etanol 70% dan 96%. Ekstrak daun gedi kemudian di simpan didalam
lemari pendingin pada suhu 10oC. Semua perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali
( )
(a) (b)
Gambar 2 Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) (a) dan daun tanaman
gedi (b)
Hasil analisis parameter standariasi simplisia daun gedi dapat dilihat pada
Tabel 1. Berdasarkan data terlihat bahwa kadar air simplisia daun gedi yang
dihasilkan adalah sebesar 7,45 ± 0,28 % bk, hal ini menunjukkan bahwa kadar air
simplisia serbuk daun gedi telah memenuhi standar MMI. Menurut Amponsah et
al. (2014) kadar air dalam simplisia merupakan senyawa yang bertanggungjawab
terhadap terjadinya dekomposisi komponen utama, baik yang disebabkan oleh
mikroba maupun perubahan struktur kimia. Kadar air yang tinggi pada simplisia
akan menyebabkan aktivasi enzim tertentu dan menyebabkan tumbuhnya mikroba
dalam simplisia tersebut (Arora et al. 2013).
12
Kadar abu total dan kadar abu total larut asam merupakan senyawa
anorganik yang tidak diinginkan dalam proses pengobatan (Gupta dan Rao 2012).
Standar yang ditetapkan dalam MMI adalah ≤ 10% untuk kadar abu total dan ≤
2,60 % untuk kadar abu tidak larut asam. Dalam penelitian ini simplisia daun gedi
memiliki nilai kadar abu total sebesar 10,46 ± 0,33 % bk, sedangkan kadar abu
tidak larut asam sebesar 0,96 ± 0,03 % bk. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu
simplisia daun gedi belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh MMI, namun
kadar abu tidak larut asam telah sesuai dengan standar MMI. Kadar abu yang
tinggi menunjukkan bahwa simplisia tersebut mengandung senyawa anorganik
yang tinggi, Mandey et al. (2014) menyatakan bahwa senyawa anorganik yang
terdapat dalam daun gedi di Sulawesi rata-rata sebesar 11-14%.
Kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol merupakan indikator yang
menunjukkan senyawa penting yang larut dalam pelarut polar maupun semi polar
(Thomas et al. 2008, Kumar et al. 2011). Simplisia daun gedi memiliki kadar sari
larut air sebesar 12,80 ± 0,20 % bk dan kadar sari larut etanol sebesar 17,44 ±
0,16 % bk. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia serbuk daun gedi sebagai tidak
dapat digunakan bahan baku untuk sediaan jamu, yang disajikan dalam bentuk
infusia, karena kadar sari larut air ≤ 18% bk, namun simplisia daun gedi telah
memenuhi standar sebagai bahan sediaan ekstrak etanol karena memiliki kadar
sari larut etanol > 6,3 % bk. Berdasarkan pada data tersebut, produk esktrak etanol
daun gedi merupakan produk yang lebih sesuai untuk digunakan sebagai bahan
sediaan obat dan bentuk ekstrak etanol.
Konsentrasi Etanol
Parameter Spesifik
70% 96%
Organoleptik Warna : Hijau kehitaman Warna : Hijau kehitaman
Bau : Khas Bau : Khas
Rasa : Sepat Rasa : Sepat
Bentuk : Kental Bentuk : Kental
Kadar ekstrak daun
gedi terlarut dalam :
a. Air (% b/b) 7,46 ± 0,02 6,35 ± 0,65
b. Etanol (% b/b) 21,12 ± 0,21 30,65 ± 0,65
Analisis kadar senyawa terlarut dalam air dan etanol dilakukan untuk
mengetahui polaritas dari ekstrak etanol daun gedi. Berdasarkan pada hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% dan 96% memiliki
kecenderungan bersifat semi polar. Hal ini ditunjukkan dengan kelarutan dalam
air relatif kecil yaitu sebesar 7,46 ± 0,02 % b/b untuk pelarut etanol 70% dan 6,35
± 0,65 % b/b untuk pelarut etanol 96%. Tingkat kepolaran hasil ekstraksi dapat
digunakan untuk mengestimasi senyawa spesifik yang terdapat didalam bahan
seperti golongan flavonoid, alkaloid dan tannin (Gupta dan Rao 2012; Thomas et
al. 2008; Kumar et al. 2011).
Tabel 3 Parameter standarisasi non spesifik ekstrak etanol daun gedi pada
konsentrasi etanol 70% dan 96%.
Bobot jenis ekstrak etanol 70% memiliki nilai yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan bobot jenis ekstrak etanol 96%. Hal ini disebabkan karena
senyawa organik yang terekstrak lebih banyak pada pelarut etanol 96% jika
dibandingkan dengan pelarut 70%. Bobot jenis merupakan bobot ekstrak per
satuan volume, sehingga dengan volume yang sama akan menghasilkan bobot
jenis yang berbeda ketika kandungan dalam ekstrak tersebut berbeda.
Total cemaran bakteri pada kedua jenis pelarut telah memenuhi standar
yang ditetapkan untuk ekstrak sediaan obat, dimana dari total cemaran bakteri
adalah sebesar 2,36 x 103 koloni g-1 untuk pelarut etanol 70% dan 2,16 x 103
koloni/g untuk pelarut etanol 96%, sementara standar yang ditetapkan oleh BPOM
melalui Perka BPOM No 12. Tahun 2014 sebesar < 104 koloni g-1. Sedangkan
untuk total cemaran kapang, masih belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh BPOM, hal ini disebabkan karena kedua ekstrak etanol tersebut berada lebih
besar dari 103 koloni g-1.
Cemaran logam berat yang diuji dalam penelitian ini adalah cemaran
logam timbal (Pb), batas maksimum logam Pb yang diijinkan untuk produk
sediaan obat tradisional adalah sebesar ≤ 10 mg kg-1, sedangkan hal penelitian
menunjukkan bahwa cemaran logam Pb adalah 4,56 ± 0,04 mg kg-1untuk ekstrak
etanol 70% dan 4,66 ± 0,03 mg kg-1 untuk ekstrak etanol 96%.
Hasil uji t dengan P-value < 0,5 menunjukkan bahwa parameter total
cemaran bakteri (Lampiran 5), total cemaran kapang (Lampiran 6) dan uji
cemaran logam (Lampiran 7) tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan bahwa
bahan ekstrak daun gedi adalah homogen, karena ketiga parameter non spesifik
tersebut tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut etanol yang digunakan.
15
Tabel 4 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun gedi pada konsentrasi pelarut
etanol 70% dan 96%
Konsentrasi Etanol
Golongan Senyawa Kimia
70% 96%
Flavonoid + +
Alkaloid + +
Tannin + +
Saponin - -
a b c d
Tabel 5 Hasil analisis uji flavonoid total dan aktivitas antioksidan ekstrak etanol
daun gedi pada konsentrasi pelarut 70% dan 96%.
Konsentrasi Etanol
No Golongan Senyawa Kimia
70% 96%
-1
1 Flavonoid Total (mg g ) 27,19 ± 0,78a 37,29 ± 0,40b
2 Aktivitas antioksidan (IC50) 625,14 ± 2,65a 512,41 ± 3,44b
Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan bahwa nilai tersebut berbeda
nyata pada uji t dengan nilai P < 0,5
17
Simpulan
Simplisia daun gedi tidak memenuhi standar MMI jika digunakan sebagai
sediaan obat untuk infusia, namun sebagai sediaan obat untuk produk esktrak
telah memenuhi, karena memiliki kadar sari larut etanol diatas 6,3% bk.
Ekstrak etanol daun gedi telah memenuhi standar Perka BPOM No 12.
Tahun 2014 tentang persyaratan mutu sediaan obat, dimana ekstrak etanol yang
dihasilkan memiliki kadar air 5,60 ± 0,37 % b/b, kadar abu total 12, 82 ± 0,44 %
b/b, kadar abu tidak larut asam 0,24 ± 0,05 %b/b, bobot jenis ekstrak pada
pengenceran 5% 0, 83 ± 0,01 g ml-1 , bobot jenis ekstrak pada pengenceran 10%
0,85 ± 0,02 g ml-1, total cemaran bakteri 2,1 x 103 koloni g-1, total cemaran
kapang 3,6 x 103 koloni g-1, dan kadar timbal sebesar 4,67 ± 0,03 mg kg-1.
Konsentrasi pelarut yang paling baik untuk mengekstrak flavonoid dari daun
gedi adalah pelarut etanol konsentrasi 96% dan menghasilkan flavonoid total
sebesar 37,29 ± 0,40 mg g-1 dengan aktivitas antioksidan pada nilai IC50 sebesar
512,41 ± 3,44 µg ml-1
Saran
Untuk diaplikasikan sebagai bahan sediaan obat, perlu dilakukan analisis
lanjutan terhadap parameter ekstrak daun gedi yang lainnya, yaitu kadar sisa
pelarut dan viskositas dari ekstrak.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh umur tanaman
terhadap metabolit sekunder yang dihasilkan, untuk memperoleh senyawa aktif
yang optimal. Disamping itu, perlu dilakukan optimasi pada proses ekstraksi
untuk mendapatkan rendemen ekstrak yang optimal.
18
Pendahuluan
ekstraksi baru dengan maseri dinamis yang bertujuan untuk meningkatkan proses
ekstraksi lebih efektif dan efisien, serta mampu mengurangi degradasi bahan aktif
selama proses ekstraksi. Efektivitas ekstraksi sangat dipengaruhi oleh beberapa
hal diantaranya adalah waktu ekstraksi, suhu ekstraksi, jenis pelarut dan kecepatan
pengadukan. Berdasarkan pada beberapa faktor tersebut, dalam penelitian ini
dilakukan optimasi proses ekstraksi daun gedi untuk mendapatkan total flavonoid
yang paling optimal sehingga dapat dikembangkan dalam skala komersial.
Metode Penelitian
Persiapan contoh
Daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman gedi yang
berumur 3 bulan, dan bagian yang diambil adalah daun yang berwarna hijau tua.
Daun yang akan diekstrak dikeringkan hingga mendapatkan kadar air yang relatif
rendah (< 10%), kemudian daun gedi kering digiling hingga berukuran 40 mesh.
Tabel 6 Matrik faktor dan taraf dalam rancangan central composite design ekstrak
daun gedi
X2
X1 X3
Kecepatan
Run suhu Waktu
Pengadukan
(oC) (jam)
(rpm)
1 30 200 3
2 40 200 3
3 30 400 3
4 40 400 3
5 30 200 6
6 40 200 6
7 30 400 6
8 40 400 6
9 26,59 300 4,5
10 43,41 300 4,5
11 35 131.82 4,5
12 35 468.18 4,5
13 35 300 1,98
14 35 300 7,02
15 35 300 4,5
16 35 300 4,5
17 35 300 4,5
18 35 300 4,5
19 35 300 4,5
20 35 300 4,5
∑ ∑ ∑∑
21
y adalah hasil perkiraan respon yang diinginkan (flavonoid total ), xi, xj mewakili
peubah-peubah yang meliputi suhu ekstraksi, lama waktu ekstraksi dan kecepatan
pengadukan, βO merupakan koefisien model, βi adalah pengaruh linier peubah
terhadap respon, βij pengaruh interaksi antar peubah terhadap respon, βii adalah
pengaruh kuadratik peubah terhadap respon dan adalah derajat error
Penentuan Flavonoid Total Ekstrak Daun Gedi
Penentuan kadar flavonoid total dengan menggunakan metode yang
digunakan oleh Wan et al. (2014) dan telah dijelaskan dalam Bab 2 .
Parameter Nilai
Kadar Air (% bk) 8,1 ± 0,50
Kadar sari larut air (% bk) 9,1 ± 0,08
Kadar sari larut etanol (% bk) 17,87 ± 0,60
Total flavonoid (mg/g) 56,2 ± 0,09
Pada pengujian parameter sari larut air, rendemen ekstrak serbuk daun gedi
memiliki nilai yang lebih rendah 9,1 ± 0,08 % bk jika dibandingkan dengan kadar
sari larut etanol (17,87 ± 0,6 % bk). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
senyawa aktif yang bersifat semi polar dari daun gedi proporsinya lebih banyak
dibandingkan dengan senyawa aktif yang bersifat polar, sehingga penggunaan
etanol sebagai pelarut semi polar dalam proses ekstraksi daun gedi adalah tepat.
Kondisi ini berbeda dengan hasil penelitian Pine et al. (2011), dimana rendeman
22
ekstrak daun gedi dengan pelarut air lebih tinggi (9,50 ± 0,3 % bk), jika
dibandingkan dengan pelarut etanol 70 % (8,31 ± 0,3% bk). Konsentrasi etanol
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen ekstrak, hasil penelitian
Mandey et al. (2014) menunjukkan bahwa pada ekstraksi daun gedi dengan
pelarut etanol 96% mendapatkan rendemen ekstrak sebesar 15%.
Kadar flavonoid total serbuk daun gedi sebelum dilakukan ekstraksi adalah
56,2 ± 0,09 mg g-1 bahan setara quercetin. Jika dibandingkan dengan kadar
flavonoid total sebelumnya (37,29 ± 04 mg g-1), maka kadar flavonoid total
ektsrak daun gedi telah mengalami degradasi, diduga disebabkan karena proses
ekstraksi. Menurut Biesaga (2011) salah satu faktor yang mempengaruhi
degradasi flavonoid adalah lama waktu ekstraksi dan struktur kimia dalam sistem,
metode maserasi yang dilakukan lebih dari 24 jam berpotensi untuk mendegradasi
kandungan flavonoid dalam bahan.
Tabel 8 Matrik faktor dan taraf dalam optimasi dengan central composite design
dan hasil flavonoid total
Flavonoid
No X1 X2 X3 Total
(mg g-1)
1 0 0 0 55,40
2 -1 -1 -1 48,66
3 0 0 0 55,06
4 0 1.68 0 51,78
5 0 0 0 55,23
6 1.68 0 0 49,25
7 -1.68 0 0 52,90
8 0 0 0 54,77
9 1 -1 -1 49,55
10 1 1 1 53,69
11 0 0 0 54,95
12 1 -1 1 52,19
13 0 -1.68 0 50,86
14 -1 1 -1 49,71
15 0 0 1.68 54,71
16 -1 -1 1 51,69
17 0 0 0 55,31
18 -1 1 1 52,69
19 0 0 -1.68 51,52
20 1 1 -1 50,32
Respon permukaan tiga dimensi dan dua dimensi dari fungsi regresi
ditampilkan seperti pada Gambar 4. Berdasarkan pada Gambar 4a dan 4b, terlihat
bahwa variabel bebas (kecepatan pengadukan dan suhu ekstraksi) pada level
rendah dan tinggi akan menghasilkan total flavonoid yang rendah, kondisi tersebut
menunjukkan bahwa interaksi antara kecepatan pengadukan dan suhu ekstraksi
berpengaruh terhadap total flavonoid yang dihasilkan. Kecepatan pengadukan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi, hal ini
berkaitan dengan perpindahan massa konvektif dari bahan yang diekstrak kepada
pelarut (List dan Schmidt 1989). Pada maserasi statis perpindahan massa dari
bahan ke pelarut hanya ditentukan oleh kecepatan difusi dan koefisien osmosis
antara lapisan tipis daun gedi dengan pelarut (List dan Schmidt 1989). Sedangkan
pada maserasi dinamis, kecepatan pengadukan menyebabkan terjadinya
peningkatan pengaruh konvektif sehingga menurunkan tegangan permukaan
bahan untuk menuju keseimbangan dengan pelarut etanol (Jacques et al. 2007).
Hal yang sama juga terjadi ketika variabel bebas yang nilainya tetap adalah
kecepatan pengadukan, berdasarkan pada Gambar 4c dan 4d terlihat bahwa
semakin meningkatnya suhu dan waktu ekstraksi akan memberikan pengaruh
peningkatan dan penurunan total flavonoid, sehingga dapat disimpulkan bahwa
variable bebas suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh terhadap total flavonoid
yang dihasilkan. Pada saat variabel bebas suhu ekstraksi tetap (Gambar 4e dan 4f),
total flavonoid juga mengalami peningkatan dan penurunan hasil, hal ini
mengindikasikan bahwa variabel bebas lama waktu ekstraksi dan kecepatan
pengadukan berpengaruh terhadap total flavonoid yang dihasilkan.
25
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 4 Respon permukaan tiga dimensi dan dua dimensi yang menunjukkan
perbedaan pengaruh pada beberapa variabel bebas
Simpulan
Saran
Optimasi yang dilakukan pada penelitian ini hanya dilakukan pada total
flavonoid. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut tentang rendemen ekstrak
daun gedi yang dihasilkan sehingga diperoleh informasi yang lebih komprehensip.
Metode maserasi dinamis merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana,
untuk meningkatkan efektivitas proses ekstraksi dapat dilakukan dengan pre-
treatment serbuk daun gedi. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas proses maserasi. Flavonoid total ekstrak daun gedi memiliki aktivitas
antioksidan yang masih rendah, sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut agar
flavonoid ekstrak daun gedi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik.
27
Pendahuluan
menyebabkan bias yang sangat signifikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu menggabungkan antara high energy dan
low energy. Penggabungan kedua pendekatan tersebut, dimaksdukan agar, proses
produksi nanoemulsi dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu
tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mendapatkan kondisi proses terbaik
berdasarkan pada ukuran partikel, flavonoid total dan aktivitas antioksidan, 2)
mengetahui stabilitas nanoemulsi terhadap ukuran partikel, flavonoid total, dan
akivitas antioksidan selama 14 hari. Beberapa parameter lain yang diteliti adalah
pH, konduktivitas dan lama penyimpanan, karena parameter-parameter tersebut
mempengaruhi sifat fisikokimia dari nanoemulsi (Ananingsih et al. 2013;. Heertje
2013).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Homogenizer IKA Ultra-
Turax Model T25 Digital dengan speed range antara 3.000-25.000 rpm dan
diameter 13 mm, Particle Size Distribution CILAS 1090 Liquid, Rotary
Evaporator IKA RV 10 Digital, Accela LC system (Thermo)LC MS/MS, labu
ukur, gelas piala, thermometer, spektofotometer UV-VIS. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah ekstrak daun gedi dalam bentuk cair, Tween® 80, aquades, dan
etanol
Metode
Pembuatan Nanoemulsi
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggabungkan dua pendekatan yaitu
high energy dan low energy. Untuk metode high energy yang digunakan adalah
menggunakan alat pendispersi dan metode low energy dengan menggunakan
metode evaporasi. Metode yang digunakan berdasarkan pada hasil penelitian Silva
et al. (2011) yang dimodifikasi. Hasil ekstrak daun gedi yang diperoleh dari
maserasi dilarutkan kembali dalam etanol 96% dengan perbandingan ekstrak
daun gedi dan etanol adalah 1:99 b/v yang nantinya disebut sebagai fase minyak.
Sedangkan untuk fase air dilarutkan Tween 80 sebanyak 6% dan basa fosfat
sebanyak 94%. Kedua fasa minyak dan air kemudian dicampurkan dengan
perbandingan fase minyak dan air adalah 1:9. Larutan ini kemudian di
homogenisasi menggunakan Ultra Turrax T25 dan divariasikan pada kecepatan
putaran antara 5.000 – 20.000 rpm, sedangkan lama waktu homogenisasi
divariasikan antara 5 - 10 menit. Pemilihan kedua faktor ini berdasarkan pada
penelitian Silva et al. (2011) yang menyatakan bahwa ukuran partikel nano dan
kestabilan ukuran partikel sangat dipengaruhi olah kecepatan putaran
homogenisasi dan lama waktu homogenisasi. Setelah dihomogenisasi, larutan di
evaporasi dengan tekanan rendah untuk menghilangkan etanol, setelah dievaporasi
dilakukan pengamatan terhadap beberapa sifat fisik dan kimiawi nanoemulsi,
diantaranya adalah ukuran partikel, pH, konduktivitas, kadar flavonoid total dalam
emulsi dan aktivitas antioksidan. Stabilitas nanoemulsi juga diukur dengan
parameter pada ukuran partikel, pH, konduktivitas, kadar flavonoid dan aktivitas
antioksidan. Diagram alir penelitian disajikan dalam Gambar 5.
29
Basa Fosfat
Ekstrak Etanol Tween 80 pH 7
Daun Gedi 96% (6%) (94%)
(1%) (99%)
Pencampuran Pencampuran
(Suhu 30oC) (Suhu 30oC)
Larutan
Larutan
fase
fase Air
minyak
Pencampuran
(Minyak : Air = 1 : 9) v/v
Homogenisasi
Kecepatan
Homogenisisasi
(5.000-20.000) rpm
Lama Homogenisasi
(5-10) menit
Evaporasi
(suhu 40oC, Tekanan Etanol
vacuum, 30 menit)
Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan mengambil nanoemulsi hasil pengukuran
kemudian di uji nilai pH dengan alat pH meter ( C861 multi-parameter analyser
Consort United Kingdom ) pada suhu 27 ± 1oC. Pengukuran pH dilakukan secara
periodik pada hari ke-0, 5, 9 dan 14.
Analisis Konduktivitas
Analisis konduktivitas digunakan untuk mengetahui jumlah ion yang
terdapat didalam cairan atau larutan. Konduktivitas listrik diukur secara langsung
dengan menggunakan konduktivitas meter (C861 multi-parameter analyser
Consort United Kingdom ) pada suhu 27 ± 1oC. Pengukuran konduktivitas
dilakukan secara periodik pada hari ke- 0, 5, 9 dan 14.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
faktorial dan dievaluasi secara statistik dengan menggunakan ANOVA α = 0,05.
Terdapat 2 variabel perlakuan yang digunakan dalam proses produksi nanoemulsi
yaitu kecepatan homogenisasi (A), dan lama waktu homogenisasi (B). Kecepatan
homogenisasi dinyatakan dalam 5 taraf yaitu
a. Perlakuan A1 = 5.000 rpm
b. Perlakuan A2 = 10.000 rpm
c. Perlakuan A3 = 15.000 rpm
d. Perlakuan A4 = 20.000 rpm
dan perlakuan untuk lama waktu homogenisasi dilakukan dalam 2 taraf yaitu :
a. Perlakuan B1 = 5 menit
31
b. Perlakuan B2 = 10 menit
Setiap kombinasi perlakuan di ulang sebanyak 3 kali, model matematik
yang digunakan adalah (Montgomery et al. 2012) :
Dimana :
Yij = Variabel respon (ukuran partikel, konduktivitas, pH, flavonoid
total dan aktivitas antioksidan) karena pengaruh faktor A taraf ke-
i, faktor B taraf ke- j dan ulangan ke-k
μ = Pengaruh rata-rata sebenarnya
Ai = Pengaruh faktor A (kecepatan homogenisasi) taraf ke-i
Bj = Pengaruh faktor B (lama waktu homogenisasi) taraf ke-j
ABij = Pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j
ijk = Pengaruh galat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan
ke-k
i = Jumlah taraf A = 6
j = Jumlah taraf B =2
basa rendah, namun akan mengalami penyabunan pada kondisi larutan asam dan
basa kuat.
(a)
(b)
Gambar 6. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi (a) dan lama waktu homogenisasi
(b)
34
Ukuran partikel yang paling kecil (100 ± 4 nm) didapatkan pada perlakuan
homogenisasi pada kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 nm dan lama waktu
homogenisasi selama 10 menit, sedangkan ukuran partikel yang paling besar (385
± 7 nm) didapatkan pada proses homogenisasi dengan kecepatan 5.000 rpm dan
dilakukan selama 5 menit. Lee dan McClement (2010) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya nanoemulsi adalah kecepatan
homogenisasi dan lama waktu homogenisasi.
Berdasarkan pada Gambar 6a dan 6b terlihat bahwa homogenisasi yang
dilakukan selama 5 menit memiliki ukuran partikel yang lebih besar jika
dibandingkan dengan ukuran partikel yang dihomogenisasi selama 10 menit.
Sedangkan kecepatan homogenisasi berpengaruh terhadap penurunan ukuran
partikel nanoemulsi ektrak daun gedi. Silva et al. (2011) menyatakan bahwa pada
produksi nanoemulsi β-karotin dengan homogenizer tekanan tinggi, faktor yang
paling dominan adalah lama waktu homogenisasi dan kecepatan homogenisasi.
Penambahan surfaktan Tween 80 juga memberikan kontribusi terhadap
pembentukan ukuran partikel nanoemulsi, karena surfaktan mampu mengurangi
tegangan permukaan antara fase minyak dan fase cair (Shah dan Moudgil 2003).
Penurunan tegangan antar muka ini akan memudahkan deformasi partikel menjadi
lebih kecil, sehingga dengan menggunakan homogenizer sudah mampu
membentuk partikel dalam ukuran nano (Fernandez et al. 2004). Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Morales et al. (2003) yang menyatakan bahwa
penambahan surfaktan Tween 80 sebesar 4% telah mampu merubah ukuran
partikel dari 2 µm menjadi 80 nm dengan teknik homogenisasi.
Tabel 10 Hasil Uji lanjut Tukey ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi
pada berbagai perlakuan
× g dengan lama waktu 10 menit dinama ukuran partikel yang dihasilkan sebesar
100 ± 4 nm (Lampiran 13). Ukuran partikel tersebut masih lebih kecil jika
dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh Deepa et al. (2012) yang menghasilkan
nanoemulsi ekstrak Phyllantus amarus sebesar 213 nm, namun masih lebih besar
dari yang dihasilkan oleh Wang et al. (2008) yang menghasilkan nanoemulsi
ekstrak kurkumin dengan ukuran partikel sebesar 79,5 nm.
Tabel 11 Hasil Uji lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
berbagai perlakuan
265
Konduktivitas (µS/cm)
260
Konduktivitas
Poly. (Konduktivitas)
255
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400
Ukuran Partikel (nm)
Tabel 12 Hasil Uji lanjut Tukey pH nanoemulsi ekstrak daun gedi pada berbagai
perlakuan
0.42
5 menit
0.40 y = -0.012x + 0.4455 10 menit
R² = 0.8848
0.38
0.36
5,000 10,000 15,000 20,000
Kecepatan Homogenisasi (rpm)
Gambar 8 Rata-rata kadar flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi dan lama waktu homogenisasi
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa kecepatan homogenisasi, lama
waku homogenisasi dan interaksi keduanya memberikan perbedaan yang nyata
terhadap kadar flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi (Lampiran 18). Hasil
38
uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kadar flavonoid total yang paling tinggi
didapatkan pada kondisi operasi kecepatan homogenisasi sebesar 5.000 rpm
dengan lama waktu proses 5 menit (0,457 ± 0,004 mg ml-1) dan kadar terendah
pada kondisi operasi kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 rpm dengan lama
waktu proses selama 10 menit (0,396 ± 0,001 mg ml-1) (Lampiran 19). Prediksi
fungsi flavonoid pada lama waktu 5 menit adalah y = -0,0164x + 0,4763 dan lama
waktu 10 prediksi fungsi liniernya adalah y= -0,012x + 0,4455. Hal ini
mengindikasikan bahwa flavonoid total akan mengalami penurunan sejalan
dengan peningkatan kecepatan homogenisasi. Penurunan total flavonoid paling
besar terjadi pada lama waktu 5 menit karena memiliki nilai slope yang lebih
besar.
Perubahan ukuran partikel ternyata berdampak pada aktivitas antioksidan
nanoemulsi ekstrak daun gedi yang terbentuk. Hal ini dapat dilihat dari hasil
penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 9. Berdasarkan pada Gambar 9
terlihat bahwa kecenderungan nilai IC50 mengalami peningkatan, yang berarti
bahwa aktivitas antioksidan mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan
ukuran partikel. Fungsi prediksi terhadap peningkatan IC50 adalah y = 0,0691x +
463,32. Menurut Sessa et al. (2013) ukuran partikel nanoemulsi berpengaruh
terhadap aktivitas antioksidan, penurunan ukuran partikel akan meningkatkan
kelarutan flavonoid dan memperbesar luas permukaan flavonoid per satuan
volume untuk berinteraksi dengan radikal bebas DPPH. Kondisi ini dapat dilihat
pada Gambar 9, dimana pada ukuran partikel 100 nm memiliki nilai IC50 sebesar
468 µg ml-1, sedangkan pada ukuran 385 nm nilai IC50 meningkat sebesar 491 µg
ml-1. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap bioaviabilitas flavonoid nanoemulsi
ekstrak daun gedi menjadi lebih baik. Lante dan Frisco (2013) menyatakan bahwa
bioaviabilitas katekin (flavonoid) pada ukuran partikel yang besar mengalami
penurunan, jika dibandingkan dengan ukuran partikel yang lebih kecil.
Berdasarkan pada kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan
nanoemulsi ekstrak daun gedi sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel
nanoemulsi.
500
Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm)
y = 0.0691x + 463.62
490 R² = 0.9006
480
470
460
0 100 200 300 400 500
Ukuran Partikel
450.00
-
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 10. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
berbagai kondisi perlakuan selama 14 hari
Hasil penyimpanan dan pengamatan selama 14 hari menunjukkan bahwa
semua perlakuan cenderung mengalami peningkatan ukuran, hal ini ditunjukkan
dengan nilai slope yang bernilai positif pada setiap perlakuan (Gambar 10).
Peningkatan ukuran partikel terbesar selama 14 hari terdapat pada kondisi proses
kecepatan homogenisasi 10.000 rpm dan lama waktu 5 menit dengan slope
sebesar 0,497, sedangkan yang paling rendah pada kondisi proses kecepatan
homogenisasi sebesar 20.000 rpm dengan lama waktu 10 menit dengan nilai slope
sebesar 0,335. Meskipun demikian, hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa
lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata karena P-value > 0,05
(Lampiran 20). Beberapa penelitian nanoemulsi juga mengalami peningkatan
ukuran partikel namun tidak berbeda nyata (Gadkari dan Balaraman 2015;
Shakeel et al. 2008; Bernardi et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa
nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi memiliki kestabilan yang baik selama 14 hari
pada suhu 25 ± 1 oC. Peningkatan ini disebabkan karena interaksi surfaktan
40
Tween 80, droplet ekstrak etanol daun gedi dan tegangan permukaan emulsi tidak
mampu menahan fenomena koalesensi yang bertanggungjawab terhadap
peningkatan ukuran partikel (Roland et al. 2003)
273
272
y = 0.4014x + 265.89
271 R² = 0.8487
Konduktivitas (µS/cm)
270 385 nm
269 y = 0.2507x + 264.4
268 R² = 0.7553
348 nm
267 287 nm
266 y = 0.1659x + 264.66
265 R² = 0.5224
y = 0.1592x + 262.87 y = 0.1652x + 262.65
225 nm
264
263 R² = 0.7096 R² = 0.9685 203 nm
262 y = 0.085x + 260.27
261 R² = 0.1625 182 nm
260 y = 0.1531x + 259.2
R² = 0.9899 y = 0.0775x + 259.26 175 nm
259 R² = 0.5201
258 100 nm
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)
6.90
6.80
385
6.70 348
287
pH
6.60
225
6.50
203
182
6.40 175
100
6.30
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 12. Rata-rata pH nanoemulsi ekstrak daun gedi pada berbagai kondisi
perlakuan selama 14 hari
Simpulan
Nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang terbaik diperoleh pada kondisi
kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 rpm (2.912 × g) selama 10 menit dengan
ukuran partikel yang dihasilkan adalah 100 ± 4 nm, sedangkan nilai konduktivitas
dan pH sebesar 259,55 ± 0,59 µS cm-1 dan 6,73 ± 0,00. Kadar flavonoid total pada
kondisi proses terbaik lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol daun gedi,
namun memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi pada konsentrasi yang sama
(IC50 = 467,55 ± 0,36 µg ml-1). Stabilitas ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun
gedi selama 14 hari tidak berbeda nyata, namun untuk parameter konduktivitas,
pH, flavonoid total dan aktivitas antioksidan berbeda nyata.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap beberapa konsentrasi
surfaktan dan co-solvent sehingga diperoleh formulasi nanoemulsi ekstrak daun
gedi yang memiliki kestabilan lebih baik. Penelitian ini belum menganalisis
pengaruh nanoemulsi terhadap bioaviabilitas senyawa aktif, oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aplikasi nanoemulsi secara in vivo
44
Pendahuluan
Beberapa zat aktif yang telah berhasil diisolasi dan terbukti memiliki
aktivitas hepatoprotektor adalah kurkumin dari rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhizol) dan kunyit (Curcuma domestica). Selain itu, filantin dari herba
meniran (Phylanthus spp), silymarin dari biji widuran (Silybum marianum),
aukobosida dari herba daun sendok (Plantago mayor), minyak atsiri dari
bawang putih (Allium sativum), gingerol dari rimpang jahe (Zingiber officinalis),
wedelolakton dari herba urang-aring (Eclipta alba), serta andrografolid dari herba
sambiloto (Andrographis paniculata) juga telah berhasil diisolasi (Kumar et al.
2004). Dilihat dari strukturnya, senyawa yang bersifat hepatoprotektor meliputi
senyawa golongan fenil propanoid, kumarin, lignan, minyak atsiri, terpenoid,
saponin, flavonoid, alkaloid, dan xantin (Patrick-Iwuanyanwu dan Wegwu 2008).
Kelemahan tanaman tersebut adalah waktu panen yang relatif lama, sehingga
memerlukan waktu untuk memproduksi dalam jumlah yang besar.
Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) merupakan salah satu
tanaman yang memiliki kandungan senyawa kimia yang berupa quercetin-3-o-
robinobiosid, hyperin, isoquercetin, gossipetin-8-o-glukuronid, dan myricetin
yang berfungsi sebagai antioksidan alami (Liu et al. 2006). Menurut Wu et al.
(2007) senyawa aktif yang paling dominan di tanaman gedi adalah golongan
flavonoid glikosida, dimana hasil penelitian yang dilakukan pada bunga tanaman
gedi menunjukkan bahwa senyawa bioaktif hiperin dapat berfungsi sebagai
hepatoprotektor.
Permasalahan dalam melakukan pengobatan secara oral dengan
menggunakan ekstrak kasar adalah tingkat kelarutan yang masih rendah dalam
darah (Mao et al. 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi terhadap sifat
fisik bahan, agar memiliki kelarutan dan bioaviabilitas yang lebih baik (Ahmed et
al. 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan dosis nanoemulsi
ekstrak etanol daun gedi yang terbaik sebagai senyawa yang dapat melindungi hati
(hepatoprotektor) yang diujicobakan pada tikus Wistar dengan diinduksi
parasetamol.
Metode
Rancangan Percobaan
Metode pengujian nanoemulsi ekstrak daun gedi dilakukan secara in-vivo
dengan menginduksi nanoemulsi ekstrak daun gedi kedalam tubuh tikus jenis
jantan gaur Wistar seperti yang dilakukan oleh Santoso (2009) yang dimodifikasi.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5
kelompok perlakuan dengan 6 ulangan, sehingga diperlukan 30 tikus putih jantan
galur Wistar dengan umur 8-9 minggu. Pemeliharaan tikus percobaan dilakukan
pada kandang pemiliharaan (bukan kandang metabolik) dengan pelaksanaan
sebagai berikut :
1. Setiap tikus ditempatkan pada kandang terpisah
2. Pakan diberikan secara adlibitum (sampai kondisi kenyang), dilakukan 2 hari
sekali (pagi jam 8-9, dan sore jam 16-17)
3. Pergantian sekam dilakukan setiap 2 hari sekali
4. Suhu ruangan berkisar 25 ± 1 oC
5. Penerangan ruangan menggunakan lampu dan jendela yang cukup
6. Air minum
Sedangkan pengelompokan perlakuan dilakukan sbagai berikut
1. Kelompok I, tikus diberikan ransum standard
2. Kelompok II, tikus diberi ransum standar dan diinduksi dengan parasetamol
dosis 500 mg kg-1 bb hari-1
3. Kelompok III, tikus diberikan ransum standard dan larutan ekstrak daun gedi
sebanyak 2 ml kg-1 bb hari-1secara sonde serta diinduksi dengan parasetamol
dosis 500mg kg-1 bb hari-1
46
4. Kelompok IV, tikus diberi ransum standar dan larutan nanoemulsi ekstrak
daun gedi sebanyak 2 ml kg-1 bb hari-1serta diinduksi dengan parasetaol dosis
500 mg/kgbb/hari
5. Kelompok V. Tikus diberi ransum standar dan larutan nanoemulsi ekstrak
daun gedi sebanyak 1 ml kg-1 bb hari-1serta diinduksi dengan parasetamol
dosis 500 mg kg-1 bb hari-1
Induksi Parasetamol
Induksi parasetamol dosis 500 mg kg-1 bb hari-1 dilakukan selama 7 hari
berturut-turut melalui sonde. Pada hari ke 8 (24 jam setelah perlakuan terakhir)
dilakukan pembiusan dan pembedahan untuk pengambilan darah dan
pengangkatan hati. Pembedahan dimulai jam 8 pagi. Pembiusan dilakukan dengan
menggunakan kloroform.
Evaluasi Hispatologi
Organ hati dicuci dengan larutan fisiologis kemudian di fiksasi dengan
larutan formalin 10% untuk persiapan pembuatan preparat histologi. Organ
terfiksasi distoping point dengan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan dehidrasi,
penjernihan dengan silol, infiltrasi dan embedding dalam parafin. Setelah
pemotongan dengan mikroton setelah 5 µm, sediaan diwarnai dengan pewarnaan
hematoksilin-Eosin (HE) dan dianalisis secara kualitataif tingkat degenerasi sel
yang terjadi dan dihitung jumlah sel-sel radang yang terakumulasi dalam jaringan
hati tikus percobaan.
Analisis Data
Data SGOT, SGPT, dan aktivitas antioksidan serum dan jumlah sel-sel
radang dalam jaringan hati dilakukan analisis dengan uji statistik ANOVA satu
arah menggunakan model linier Yij = µ +Ai + ɛij. Apabila analisis ANOVA
menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh nyata (p < 0.05) atau sangat nyata
(p < 0.01) terhadap respon pengamatan, maka perlu dilanjutkan dengan uji beda
lanjut BNT. Tingkat degradasi sel-sel jaringan hati dianalisis secara kualitatif
dengan membandingkan besar kecilnya tingkat degenerasi pada jaringan hati
tikus.
Gambar 13. Hasil spektrum ionisasi LC MS/MS nanoemulsi ekstrak daun gedi
Evaluasi Biokimia
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat yang berkhasiat
analgetik antipiretik turunan para aminofenol. Parasetamol bersifat aman jika
dikonsumsi pada dosis terapi, sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan
nekrosis pada hati tikus, mencit, dan manusia. Parasetamol cepat diserap
secara sempurna oleh saluran pencernaan dan tersebar ke seluruh cairan tubuh.
Biotransformasi parasetamol akan terjadi di dalam hati. Sebagian besar akan
terkonjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat, sedangkan sisanya
akan dioksidasi oleh sistem P-450 mikrosomal sehingga terbentuk metabolit N-
asetil-p-benzokuinon (NAPKI). Senyawa ini merupakan bentuk peralihan yang
bersifat reaktif dan toksik, serta mudah bereaksi dengan membran sel
protein dan asam nukleat sehingga dapat merusak sel (Klaassen 2013). Dosis
parasetamol untuk merusak hati tikus galur Wistar adalah 750 mg kg-1 bb
(Murugesh et al. 2005), namun menurut Santoso (2009) dosis sebesar 500 mg kg-1
bb sudah mampu untuk merusak hati tikus galur Wistar.
Sel hati mengandung enzim-enzim intraseluler transaminase dalam jumlah
besar. Jika sel hati mengalami kerusakan atau nekrosis, enzim- enzim tersebut
akan keluar dari sel hati sehingga kadarnya akan meningkat di dalam darah.
Enzim yang dapat dijadikan indikator kerusakan hati adalah alanin
aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST). Kedua enzim ini
48
sebesar 500 mg kg-1 bb (106,44 ± 4,33 U ml-1), hal ini menunjukkan bahwa
paracetamol telah menyebabkan kerusakan fungsi hati yang merangsang
terbentuknya SGOT. Kadar SGOT akan meningkat apabila terjadi kerusakan sel
yang akut seperti nekrosis hepatoseluler seperti gangguan fungsi hati dan saluran
empedu, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan fungsi ginjal dan
pankreas (Kaplan dan Pesce 1996).
Hasil analisis uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa perlakuan kelompok V
yang diberikan nanoemulsi 1 ml kg-1 bb tidak berbeda nyata dengan kelompok III
yang diberikan 2 ml kg-1 bb dan larutan ekstrak kasar daun gedi. Hal ini
menunjukkan bahwa parameter SGOT juga memberikan indikasi bahwa kelarutan
dan bioaviabilitas dari nanoemulsi ekstrak daun gedi memiliki kinerja yang lebih
baik jika dibandingkan dengan larutan ekstrak kasar daun gedi. Kelompok kontrol
negatif juga berbeda nyata dengan kelompok perlakuan dengan larutan ekstrak
etanol daun gedi, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun gedi memiliki
kemampuan sebagai hepatoprotektor.
Menurut Parveen et al. (2010) kerusakan fungsi hati tidak hanya ditandai
dengan perubahan peningkatan serum SGOT maupun SGPT namun ada indikator
lain yang dapat digunakan penanda, diantaranya adalah total bilirubin dan
penurunan kadar albumin dalam darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total
bilirubin pada tikus yang normal sebesar 6,03 ± 0,46 mg ml-1 (kelompok 1),
setelah diinduksi dengan paracetamol 500 mg kg-1 bb mengalami peningkatan
sebesar 11,62 ± 0,49 mg ml-1. Hasil uji lanjut Tukey pada P-value < 0,5
menunjukkan bahwa penggunaan 2 ml ekstrak kasar daun gedi memberikan hasil
yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif, namun penggunaan nanoemulsi
ekstrak daun gedi sebesar 1 mg ml-1bb (Kelompok V) memberikan hasil berbeda
nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pada parameter total bilirubin ekstrak kasar
daun gadi masih belum memiliki kemampuan sebagai hepatoprotektor.
Pada parameter total albumin peningkatan pemberian paracetamol akan
menurunkan kadar total albumin, hal ini terjadi pada kelompok kontrol negatif
(Kelompok II), dimana pemberian parasetamol sebesar 500 ml kg-1 bb
mengakibatkan penurunan total albumin dari 14,7 ± 1,7 mg ml-1 (kontrol positif)
menjadi 6,9 ± 0,3 mg ml-1 (kontrol negatif), namun dengan penambahan 2 ml
ekstrak kasar daun gedi total albumin telah mampu mengalami peningkatan
sebesar 11,1 ± 0,5 mg ml-1. Perlakuan terbaik pada parameter total albumin adalah
pada konsentrasi 2 ml kg-1 bb larutan nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi dengan
kadar total albumin sebesar 15,9 ± 1,0 mg ml-1.
Evaluasi Hispatologi
Setiap lobus pada hati terdiri atas sekitar seratus ribu lobulus. Lobulus
hampir menyerupai bentuk heksagonal dan terpisah oleh interlobular septum
antara lobulus satu dan lobulus lainnya. Sel-sel hati, atau sering disebut hepatosit,
tersusun rapi seperti melingkar menuju vena sentral. Batas antara tiga lobulus
yang berdekatan membentuk triad portal yang terdiri atas arteri, cabang vena
hepatik, dan empedu.
Hasil uji histopatologi menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan hati
tikus, terutama pada jaringan hati tikus kelompok II dan III. Gambaran
histopatologi jaringan hati tikus kelompok IV dan V menunjukkan hasil yang
sama dengan kelompok I, yaitu sedikit kerusakan yang terjadi (Gambar 14).
50
Hasil uji ini mendukung hasil uji SGPT, SGOPT, total bilirubin dan total albumin
yang menunjukkan bahwa nanoemulsi ekstrak etanol memiliki kemampuan
sebagai hepatoprotektor.
I II
III IV
Gambar 14 Hispatologi hati tikus dari berbagai perlakuan, (I) kontrol positif
yang hanya diberikan asupan rangsum, (II) kontrol negatif, diberikan
parasetamol 500 mg kg-1 bb, (III) larutan ekstrak daun gedi 2 ml kg-1 bb,
(IV) nanoemulsi ekstrak daun gedi 2 ml kg-1 bb, (V) nanoemulsi ekstrak
daun gedi 1 ml kg-1 bb
Berdasarkan pada Gambar 14 jaringan hati tikus kelompok II terjadi
proliferasi sel oval, fibrosis, infiltrasi sel radang, degenerasi hepatosit, dan mitosis
hepatosit dengan pola acak (random). Begitu pula dengan kelompok III dan V,
kecuali mitosis hepatosit, semua parameter kerusakan terjadi dengan pola
midzonal (terjadi di tengah-tengah lobus). Proliferasi sel oval akan terjadi jika
terjadi kerusakan pada hepatosit. Sel oval merupakan prekursor hepatosit sehingga
51
akan menjadi lebih banyak ketika adanya sinyal kerusakan hati. Fibrosis terjadi
ketika adanya peradangan atau luka pada hepatosit akibat virus, konsumsi
alkohol berlebihan, trauma, dan zat yang bersifat hepatotoksik. Pada hepatosit
normal tidak terdapat jaringan ikat (fibrosa), namun jika terjadi luka pada
hepatosit, jaringan ikat akan mengganti sel-sel yang rusak dan bersifat
irreversible. Pada sel hati normal, sintesis fibrosa (fibrogenesis) dan penghancuran
fibrosa (fibrolisis) terjadi secara seimbang. Fibrosis terjadi jika pembentukan
fibrosa lebih cepat dibandingkan proses penghancuran dan pembuangannya dari
hati
Simpulan
Berdasarkan pada hasil evaluasi biokimia dan histopatologi, menunjukkan
bahwa nanoemulsi mampu meningkatkan bioaviabilitas ekstrak daun gedi sebagai
hepatoprotektor. Dimana perlakuan terbaik sebagai hepatoprotektor adalah larutan
nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang diberikan sebanyak 2 ml kg-1 bb, dan
nilai SGPT, SGOT, total bilirubin dan total albumin masing-masing sebesar 60,87
± 8,65 U ml-1, 76,16 ± 1,94 U ml-1, 67,3 ± 07,9 µg ml-1, 15,9 ± 1,0 mg ml-1.
Saran
Perlu dilakukan uji toksisitas akut untuk menentukan seberapa besar
konsentrasi nanoemulsi ekstrak daun gedi bersifat toksik, sehingga dapat
digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan daun gedi sebagai hepatoprotektor
yang aman dikonsumsi.
52
7 PEMBAHASAN UMUM
Tanaman gedi merupakan salah satu tanaman obat yang belum banyak
dikenal oleh masyarakat luas, hal ini dibuktikan dengan belum masuknya tanaman
gedi sebagai salah satu tanaman obat yang telah diketahui standarisasinya (Depkes
2009). Padahal tanaman ini telah dimanfaatkan secara tradisional sebagai salah
satu tanaman obat bagi masyarakat Mamahit et al. (2010). Potensi tanaman gedi
sebagai salah satu sumber tanaman obat, perlu di eksplorasi dan digali lebih
mendalam. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya adalah (1)
karakterisasi simplisia, (2) uji fitokimia, (3) teknologi ekstraksi, (4) modifikasi
produk, (5) uji pra klinik serta (6) uji klinik (Depkes 2013).
Berdasarkan pada tahapan tersebut, penelitian ini dilakukan mulai dari
karakterisasi simplisia hingga pada tahap uji pra klinis. Kegiatan dari masing-
masing tahapan telah disampaikan dari BAB III hingga BAB VI. Tahap pertama
yang dilakukan adalah melakukan uji determinasi terhadap tanaman gedi, uji
determinasi tanaman gedi dilakukan di Kebun Raya Purwodadi Pasuruan, dan
dinyatakan bahwa tanaman tersebut adalah memiliki nama ilmiah Abelmoschus
manihot L. Medik. Uji determinasi penting untuk dilakukan, agar standarisasi
senyawa aktif dalam tumbuhan tersebut dapat dibandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya.
Penelitian ini diawali dengan melakukan karakterisasi simplisia dan ekstrak
tanaman gedi (BAB III) dengan maksud untuk mengetahui beberapa senyawa
makro maupun mikro yang terdapat didalam daun gedi. Karakterisasi dilakukan
sesuai dengan Kepmenkes No. 261/MENKES/SK/IV/2009 tentang Farmakope
Herbal Indonesia, berdasarkan pada peraturan tersebut, yang dimaksud dengan
sediaan obat adalah ekstrak tumbuhan obat baik yang berupa bahan kering
maupun cairan yang didapatkan dari simplisia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa,
setiap tumbuhan obat yang akan digunakan sebagai sediaan obat, harus dilakukan
standariasi, dengan tujuan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang
terdapat didalam tanaman obat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam
menentukan takaran (dosis) yang sesuai dengan kondisi pasien yang akan
ditangani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia tanaman gedi sebagian besar
telah memenuhi standar MMI untuk tanaman obat, namun pada parameter uji
kadar sari larut air nilai yang didapatkan sebesar 12,80 ± 0,20 %bk, masih berada
dibawah standar MMI (≥ 18,00 %bk). Hal ini memberikan kesimpulan bahwa
simplisia tanaman gedi tidak sesuai untuk sediaan obat secara infusia, karena
rendemen senyawa aktif yang didapatkan kurang maksimal. Kondisi ini diduga
disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan serta umur tanaman, menurut
Trisilawati dan Pitono (2012) kondisi cekaman dan umur tanaman sangat
mempengaruhi pembentukan bahan aktif dalam tanaman, dalam hasil
penelitiannya tanaman purwoceng yang paling baik untuk menghasilkan senyawa
aktif adalah pada umur 5 bulan. Disisi lain, nilai uji kadar sari larut etanol adalah
sebesar 17,44 ± 0,16 %bk, yang berada jauh diatas standar yang dipersyaratkan
MMI (≥ 6,00 %bk). Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa simplisia daun gedi,
lebih sesuai digunakan sebagai ekstrak etanol dibandingkan sebagai ekstrak
infusia.
53
Karakterisasi ekstrak daun gedi dilakukan pada parameter spesifik dan non
spesifik. Pada tahap ini, dilakukan pemilihan konsentrasi pelarut yang terbaik
dalam menghasilkan flavonoid total dan aktivitas antioksidan. Hasil karakteriasi
terhadap parameter standarisasi spesifik menunjukkan bahwa secara organoleptik
kedua ekstrak yang dihasilkan tidak berbeda yaitu berwarna hijau kehitaman
(Gambar 15), berbau khas daun gedi, berasa sepat dan berbentuk kental. Namun
untuk parameter senyawa yang larut dalam air maupun etanol, rendemen yang
dihasilkan berbeda, dimana rendeman yang terbesar didapatkan pada ekstrak daun
gedi yang menggunakan pelarut 96%. Ini menunjukkan bahwa pelarut 96%
memiliki efektivitas yang lebih baik dalam mengekstrak senyawa aktif simplisia
daun gedi jika dibandingkan dengan pelarut 70%.
tekanan tinggi (Huang et al. 2010). Pemilihan metode ekstrakasi mengacu pada
dua hal yaitu efisiensi dan efisasi. Efisiensi mengacu pada rendemen ekstraksi,
sedangkan efisasi mengacu pada keampuhan (besarnya bioaktivitas / kapasitas
untuk menghasilkan efek) dari ekstrak. Untuk melakukan isolasi komponen
biologis, terutama komponen flavonoid glikosida, ekstraksi yang bersumber dari
tanaman merupakan salah satu pendekatan yang lebih berkelanjutan (Jadhav et al.,
2009). Pada penelitian ini metode ekstraksi yang dipilih adalah ekstraksi maserasi
dinamis, karena metode ini tidak menghasilkan panas dan tekanan yang tinggi
yang berpotensi untuk menurukan rendemen dari flavonoid total (Tacon dan
Freitas 2013).
Untuk mendapatkan flavonoid total yang optimal, rancangan penelitian
ekstraksi daun gedi dilakukan dengan metode central composite design (CCD)
(Montgomery et al. 2012) yang terdiri dari 20 run dengan 6 pengulangan di center
point. Faktor yang dioptimasi adalah suhu, kecepatan pengadukan dan lama waktu
maserasi. Hasil dari titik yang optimal kemudian divalidasi kembali dan diukur
aktivitas antioksidannya.
Hasil optimasi menunjukkan bahwa lama waktu ekstraksi merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap flavonoid total yang dihasilkan, kemudian
disusul dengan faktor kecepatan pengadukan dan suhu. Hal ini diduga terjadi
karena keseimbangan difusi antara pelarut dengan senyawa aktif yang terdapat
didalam daun gedi berlangsung kurang dari 3 jam, sehingga rentang waktu antara
3 hingga 6 jam memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap flavonoid
total yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Pompeu et al.
2009 bahwa pelarut etanol akan segera mencapai keseimbangan tertentu jika di
stimulasi dengan gerakan mekanis.
Kondisi proses optimum didapatkan pada waktu ekstraksi 4,83 jam dengan
suhu ekstraksi sebesar 34,3 oC dan kecepatan pengadukan sebesar 322 rpm.
Kondisi proses tersebut menghasilkan flavonoid total sebesar 55,41 mg g-1 dengan
aktivitas antioksidan pada saat proses validasi sebesar 383,49 µg ml-1. Rendemen
yang dihasilkan oleh proses ekstraksi ini jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan maserasi biasa yang dilakukan pada penelitian BAB III, dimana pada
maserasi konvensional yang dilakukan selama 18 jam menghasilkan flavonoid
total sebesar 37,29 ± 0,4 mg g-1. Hal ini berarti bahwa optimasi proses ekstrasi
telah berhasil meningkatan flavonoid total sebesar 48,5%.
Senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak daun gedi memiliki ukuran
partikel yang sangat besar. Hasil dari analisis dengan menggunakan particle size
analyser (PSA) menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel pada D90 sebesar
2µm. Menurut Spigno et al. (2013) kemampuan senyawa aktif dalam
mendegradasi radikal bebas sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, semakin
kecil ukuran partikel akan memberikan pengaruh pada meningkatnya luas
permukaan terhadap volume senyawa tersebut. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan efektivitas dari ekstrak daun gedi sebagai antioksidan perlu
dilakukan pengecilan ukuran, salah satunya adalah dalam bentuk nanoemulsi.
Pembahasan lebih mendalam terhadap proses produksi nanoemulsi telah
disajikan dalam BAB V. Hasil penelitian menunjukan bahwa nanoemulsi ekstrak
daun gedi yang mampu diproduksi adalah pada kisaran D90 sebesar 100 nm. Pada
ukuran partikel tersebut telah mampu merubah sifat fisik konduktivitas yang
sebelumnya sebesar 325 mS cm-1 menjadi 0,59 µS cm-1. Perubahan nilai
55
(a) (b)
Gambar 16. Perbandingan penampakan ektrak etanol pada pengenceran 1:100 (a)
dengan produk nanoemulsi ekstrak etanol (b)
Produk nanoemulsi ekstrak daun gedi pada penyimpanan selama 14 hari
mengalami perubahan beberapa parameter, diantaranya adalah konduktivitas, pH,
flavonoid total dan aktivitas antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa nanoemulsi
selama proses penyimpanan pada suhu kamar (25 ± 1oC) mengalami perubahan
sistem. Menurut Lante dan Fristo (2013) faktor utama yang menyebabkan
ketidakstabilan nanoemulsi adalah komposisi bahan penyusun nanoemulsi dan
suhu selama proses penyimpanan. Komposisi penyusun nanoemulsi diantaranya
adalah surfaktan, fase minyak dan fase air. Perubahan ukuran partikel yang
berdampak pada perubahan nilai konduktifitas, sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi surfaktan yang digunakan. Pada saat terjadi peningkatan ukuran
partikel, maka kemampuan interaksi surfaktan dengan droplet yang terbentuk
tidak mampu menahan koalesense yang berpengaruh dalam peningkatan ukuran
partikel (Roland et al. 2003). Sehingga interaksi tersebut membentuk droplet baru
yang lebih besar. Oleh karena itu, untuk perbaikan terhadap stabilitas nanoemulsi
perlu dilakukan reformulasi terhadap komponen penyusun nanoemulsi sehingga
memiliki tingkat kestabilan yang lebih baik.
Untuk menguji efektivitas nanoemulsi yang dihasilkan, maka dilakukan uji
pra-klinis dengan menggunakan teknik in vivo pada hewan percobaan.
Pembahasan lebih rinci terhadap uji in vivo, telah dibahas pada BAB VI. Uji
efektivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi sebagai antioksidan, dilakukan secara in
vivo sebagai hepatoprotektor. Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh
dari nanoemulsi terhadap bioaviabilitasnya selama proses pengrusakan hati
dengan menggunakan parasetamol dosis tinggi. Berdasarkan pada hasil analisis
menunjukkan bahwa nanoemulsi mampu sebagai hepatoprotektor dan memiliki
56
bioaviabilitas yang lebih baik, hal ini dasarkan pada konsentrasi penggunaan
nanoemulsi yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan ekstrak
daun gedi.
Berdasarkan pada hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daun gedi
berpotensi sebagai sumber antioksidan baru, dan nanoemulsi ekstrak daun gedi
mampu berfungsi sebagai hepatoprotektor. Untuk melakukan pengembangan lebih
lanjut maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai reformulasi nanoemulsi
yang tepat untuk menjaga stabilitas nanoemulsi, sehingga dapat diproduksi secara
massal.
57
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Durling NE, Catchpole OJ, Grey JB, Webby RF, Mitchell KA, Foo LY, Perry NB.
2007. Extraction of phenolics and essential oil from dried sage (Salvia
officinalis) using ethanol–water mixtures. Food Chemistry. 101(4):1417-1424.
Ekka NR, Namdeo KP, Samal PK. 2008. Standardization strategies for herbal
drugs - an overview. Research Journal of Pharmacy and Technology. 1(4):
310-312
Fernandez P, André V, Rieger J, Kühnle A. 2004. Nano-emulsion formation by
emulsion phase inversion. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and
Engineering Aspects. 251(1):53-58.
Filipiak M. 2001. Electrochemical analysis of polyphenolic compounds.
Analytical Sciences. 17 : i1667-i1670.
Forgiarini A, Esquena J, González C, Solans C. 2000. Studies of the relation
beTween phase behavior and emulsification methods with nanoemulsion
formation. Trends in Colloid and Interface Science. 14: 36-39.
Fung J, Lai CL, Fong DYT, Yuen JCH, Wong DKH, Yuen MF. 2008. Correlation
of liver biochemistry with liver stiffness in chronic hepatitis B and
development of a predictive model for liver fibrosis. Liver International.
28(10): 1408-1416.
Gadkari PV, Balaraman M. 2015. Catechins: Sources, extraction and
encapsulation: A review. Food and Bioproducts Processing. 93: 122-138.
Gleason K. 2012. How to convert Centrifuge RPM to RCF or G-force?.
[internet][diacu tanggal 23 Agustus 2015]. Tersedia dari
http://clinfield.com/2012/07/how-to-convert-centrifuge-rpm-to-rcf-or-g-force/
Gupta PC, Rao CV. 2012. Pharmacognostical studies of Cleome viscosa Linn.
Indian Journal of Natural Product Resources. 3:527-534.
Gupta PC, Sharma N, Rao CV. 2013. Pharmacognostic studies of the leaves and
stem of Careya arborea Roxb. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine.
2(5): 404-408.
Grigonis D, Venskutonis PR, Sivik B, Sandahl M, Eskilsson CS. 2005.
Comparison of different extraction techniques for isolation of antioxidants
from sweet grass (Hierochloe odorata). The Journal of Supercritical Fluids.
33(3): 223-233.
Hamon S, Sloten van DH 1995. Okra. In: Evolution of crop plants, Smartt J,
Simmonds NW (eds.). John Wiley & Sons. 605 Third Avenue. New York: 350-
357.
Harbone JB, Williams CA. 2000. Advances in flavonoid research since 1992.
Phytochemistry. 55( 6): 481–504.
Hayat K, Hussain S. Abbas S, Farooq U, Ding B, Xia S, Jia C, Zhang X, Xia W,
2009. Optimized microwave-assisted extraction of phenolic acids citrus
mandarin peels and evaluation of antioxidant activity in vitro. Separation and
Purification Technology .70: 63–70.
Hategekimana J, Chamba MV, Shoemaker CF, Majeed H, Zhong F. 2015.
Vitamin E nanoemulsions by emulsion phase inversion: Effect of
environmental stress and long-term storage on stability and degradation in
different carrier oil types. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and
Engineering Aspects. 483(20): 70–80
62
Heim KE, Tagliaferro, AR, Bobilya DJ. 2002. Flavonoid antioxidants: chemistry,
metabolism and structure-activity relationships. The Journal of Nutritional
Biochemistry.13(10) :572–584
Heertje I. 2014. Structure and function of food products: a review. Food Structure.
1: 3–23
Hidayati S, Ma’ruf A. 2003. Peranan antioksidan bawang putih (Allium sativum)
sebagai hepatoprotektor. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. 4 (1) :38-43
Huang B, Xiaoquan B, Jingsheng H, Jing T, Jun T, Youwei W. 2010.
Hepatoprotective and antioxidant activity of ethanolic extracts of edible lotus
(Nelumbo nucifera Gaertn.) leaves. Food Chemistry. 120:873–878
Jadhav D, Rekha BN, Gogate PR, Rathod VK. 2009. Extraction of vanillin from
vanilla pods: A comparison study of conventional soxhlet and ultrasound
assisted extraction. Journal of Food Engineering. 93(4):421-426
Jain PS, Bari SB. 2009. Isolation of stigmasterol and γ – sitosterol from
petroleum ether extract of woody stem of Abelmoschus manihot. Asian Journal
of Biological Sciences. 2(4) :112-117
Jacques RA, Freitas LS, Pérez VF, Dariva C, Oliveira AP,Oliveira JV, Caramão
EB 2007. The use of ultrasound in the extraction of Ilex paraguariensis leaves:
a comparison with maceration. Ultrasonics Sonochemistry. 14:6-12.
Kaplan LA, Pesce AJ (Eds.), 1996. Clinical chemistry: theory, analysis,
correlation. Third Edition. Mosby. St. Louis. United States : 1211
Kahl R, Kappus H. 1993. Toxicology of the synthetic antioxidants BHA and BHT
in comparison with the natural antioxidant vitamin E. Zeitschrift fur
Lebensmittel Untersuchung und-Forschung. 196(4): 329–338.
Kale S, Mohd AK, Yusufuddin I, Verana GA. 2012. Hepatoprotective potential of
ethanolic and aqueous extract of flowers of Sesbania grandiflora (Linn)
induced by CCl4 . Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine : S670-S679
Keatinge JDH. 2009. Ensuring slippery cabbage won’t slip away. AVRDC -The
World Vegetable Center Newsletter. 31:1-2
Klaassen CD. (Ed.). 2013. Casarett and Doull's Toxicology: The Basic Science of
Poisons. McGraw-Hill. New York (NY): 1236
Kumar RA, Sridevi K, Kumar NV, Nanduri S, Rajagopal S. 2004. Anticancer and
immunostimulatory compounds from Andrographis paniculata. Journal of
Ethnopharmacology. 92(2): 291-295.
Kumar S, Kumar V, Prakash OM. 2011. Pharmacognostic study and anti-
inflammatory activity of Callistemon lanceolatus leaf. Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine. 1(3): 177-181
Lako JV, Craige T, Mark W, Naiyana W, Subramanium S, Robert P. 2007.
Phytochemical flavonols, carotenoids and the antioxidant properties of a wide
selection of Fijian fruit, vegetables and other readily available foods. Food
Chemistry. 101(4): 1727–174.
Lai XY, Zhao YY, Liang H, Bai YJ, Wang B, Guo DA. 2007. SPE-HPLC method
for the determination of four flavonols in rat plasma and urine after oral
administration of Abelmoschus manihot extract. Journal of Chromatography
and Biology . 852(1): 108-11
Lai X, Liang H, Zhao Y, Wang B. 2009. Simultaneous determination of seven
active flavonols in the flowers of Abelmoschus manihot by HPLC. Journal of
Chromatographic Science. 47 : 206-210.
63
Lai XY, Zhao YY, Liang H. 2007. A flavonoid glucuronide from Abelmoschus
manihot (L.) Medik. Biochemical Systematics and Ecology. 35(12):891-893.
Lante A, Friso D. 2013. Oxidative stability and rheological properties of
nanoemulsions with ultrasonic extracted green tea infusion. Food Research
International. 54(1) :269–276.
Lin CC, Lin WC, Chang CH, Namba T. 1995. Antiinflammatory and
hepatoprotective effects of Ventilago leiocarpa. Phytotherapy Research. 9(1):
11-15
Leong TSH, Wooster TJ, Kentish SE, Ashokkumar M. 2009. Minimising oil
droplet size using ultrasonic emulsification. Ultrasonics Sonochemistry. 16(6):
721–727.
Lee SJ, McClements DJ. 2010. Fabrication of protein-stabilized nanoemulsions
using a combined homogenization and amphiphilic solvent
dissolution/evaporation approach. Food Hydrocolloids. 24(6):560-569.
Lee KC, Maturo C, Rodriguez R, Nguyen HL, Shorr R. 2011. Nanomedicine–
Nanoemulsion Formulation Improves Safety and Efficacy of the Anti-Cancer
Drug Paclitaxel According to Preclinical Assessment. Journal of Nanoscience
and Nanotechnology. 11(8): 6642-6656.
Liu, Y, Xianyin L, Xiaomei L, Yuying Z, Jingrong C. 2006. Interactions
BeTween Thrombin with Flavonoids from Abelmoschus manihot (L.)
Medicus by CZE. Chromatographia. (64): 45
List PH, Schmidt PC. 1989. Phytopharmaceutical Technology. CRC Press Inc.
United States of America : 370
Locatelli M, Grindro R, Travaglia F, Coisson J, Rinaldi M, Arlorio M. 2009.
Study of the DPPH-scavenging activity: Development of a free software for the
correct interpretation of data. Food Chemistry. 114 : 889–897
Maduka HC, 2005. The theoretical mechanistic concept of sacogolottis
gabonensis, A Nigerian alcoholic beverage additive as an antioxidant protector
against hepatotoxicity. The Internet Journal of Gastroenterology. 3 :2. [diacu
2013 Februari 2]. Tersedia dari https://ispub.com/IJGE/3/2/3119.
Mandey JS, Soetanto H, Sjofjan O, Tulung B. 2014. Genetics characterization,
nutritional and phytochemicals potential of gedi leaves (Abelmoschus manihot
(L.) Medik) growing in the North Sulawesi of Indonesia as a candidate of
poultry feed. Journal of Research in Biology. 4(2):2231 - 6299.
Mamahit LP, Soekamto NH, 2010. Satu senyawa asam organik yang diisolasi dari
daun gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) asal Sulawesi Utara. Chemistry
Progress. (3) 1 : 42-45. [diacu 2013 Januari 15] Tersedia dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/chemprog/article/viewFile/73/69.
Mao L, Xu D, Yang J, Yuan F, Gao Y, Zhao J. 2009. Effects of small and large
molecule emulsifiers on the characteristics of b-carotene nanoemulsions
prepared by high pressure homogenization. Food Technology and
Biotechnology. 47(3): 336-342.
Masmoudi H, Le Dréau Y, Piccerelle P, Kister J. 2005. The evaluation of
cosmetic and pharmaceutical emulsions aging process using classical
techniques and a new method: FTIR. International Journal of Pharmaceutics.
289(1): 117-131.
64
( )
105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam
air terhadap berat ekstrak awal. Perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali replikasi
Lampiran 2 Prosedur analisis parameter spesifik dan non spesifik daun gedi
Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air ekstrak etanol daun gedi dilakukan berdasarkan
prosedur AOAC (AOAC 1995, 950.46). Cawan kosong bersih dikeringkan pada
suhu 105oC selama 15 menit, kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sebanyak 5 g sampel dimasukkan kedalam cawan dan dikeringkan pada suhu
105oC selama 6 jam. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator,
kemudian didinginkan. Bila berat belum konstan, maka proses pengeringan
dilakukan secara berulang sampai didapatkan berat yang konstan yang disebut
sebagai berat akhir sampel. Kadar air dihitung berdasarkan pada kehilangan berat
yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel dengan menggunakan
rumus :
( )
a merupakan bobot sampel awal (g) dan b adalah bobot sampel akhir (g)
.
Penentuan Kadar Sari Larut Air
Penentuan kadar sari larut air dilakukan berdasarkan prosedur penentuan
parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Dilakukan maserasi
sejumlah 5 g sampel selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform LP
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Larutan kemudian disaring dan diuapkan
20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditera,
kemudian residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari larut
air dihitung dalam persen terhadap sampel awal. Perlakuan dilakukan sebanyak 3
(tiga) kali ulangan
telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25°C.
( )
( )
Dimana :
D = Konsentrasi contoh µg l-1 dari hasil pembacaan AAS
E = Kosentrasi blanko contoh µg l-1 dari hasil pembacaan AAS
Fp = Faktor pengenceran
V = Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml)
W = Berat contoh (g)
0.7
Absorbansi (Panjang Gelombang 510 nm)
y = 0.0125x - 0.0161
0.6 R² = 0.9995
0.5
0.4
0.3 Absorbansi
Linear (Absorbansi)
0.2
0.1
0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi quercetin (mg/mL)
Y = 0,0125x -0,0161
SE
N Mean StDev Mean
70.00% 3 2391.7 39.6 23
96.00% 3 2167 145 83
2400
2300
Data
2200
2100
2000
70.00% 96.00%
2400
2300
Data
2200
2100
2000
70.00% 96.00%
76
SE
N Mean StDev Mean
70.00% 3 3265.3 40.8 24
96.00% 3 3513.7 56.2 32
3500
Data
3400
3300
3200
70.00% 96.00%
3500
Data
3400
3300
3200
70.00% 96.00%
77
4.70
4.65
Data
4.60
4.55
4.50
70.00% 96.00%
4.70
4.65
Data
4.60
4.55
4.50
70.00% 96.00%
78
37,5
35,0
32,5
Data
30,0
27,5
25,0
70% 90%
37,5
35,0
32,5
Data
30,0
27,5
25,0
70% 90%
79
620
600
580
Data
560
540
520
500
70% 90%
620
600
580
Data
560
540
520
500
70% 90%
80
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Model Summary
Coefficients
Regression Equation
Ukuran
Obs Partikel Fit Resid Std Resid
14 176,00 203,00 -27,00 -2,02 R
15 230,00 203,00 27,00 2,02 R
R Large residual
Kecepatan
Homogenisasi*Waktu
Homogenisasi N Mean Grouping
5000 5 3 385,000 A
5000 10 3 348,000 A
10000 5 3 287,333 B
10000 10 3 225,333 C
15000 5 3 203,000 C D
15000 10 3 182,000 C D
20000 5 3 175,000 D
20000 10 3 100,333 E
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Model Summary
Coefficients
Regression Equation
R Large residual
Kecepatan
Homogenisasi N Mean Grouping
5000 6 264,838 A
15000 6 263,737 A B
10000 6 262,362 B
20000 6 259,417 C
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Model Summary
Coefficients
Regression Equation
Comparisons for pH
Kecepatan
Homogenisasi*Lama
Homogenisasi N Mean Grouping
10000 5 3 6,86000 A
15000 5 3 6,82667 B
15000 10 3 6,77667 C
5000 5 3 6,77000 C
10000 10 3 6,77000 C
20000 5 3 6,75000 C D
20000 10 3 6,72667 D
5000 10 3 6,66667 E
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Model Summary
Coefficients
Regression Equation
Flavonoid
Obs Total Fit Resid Std Resid
3 45,130 45,700 -0,570 -2,44 R
R Large residual
Lampiran 19 Uji lanjut Tukey flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi
Kecepatan
Homogenisasi*Waktu
Homogenisasi N Mean Grouping
5000 5 3 45,7000 A
10000 5 3 44,4133 B
5000 10 3 43,6667 B C
15000 5 3 43,4033 C
15000 10 3 41,4667 D
10000 10 3 41,4000 D
20000 5 3 40,5633 E
20000 10 3 39,6333 F
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,426
X1*X2 0,000
X1*X3 1,000
X2*X3 0,997
X1*X2*X3 1,000
Error
Total
Model Summary
Coefficients
Term VIF
Constant
X1
5000 1,50
10000 1,50
15000 1,50
X2
5 1,00
X3
0 1,50
5 1,50
9 1,50
X1*X2
5000 5 1,50
10000 5 1,50
15000 5 1,50
X1*X3
5000 0 2,25
5000 5 2,25
5000 9 2,25
10000 0 2,25
10000 5 2,25
10000 9 2,25
15000 0 2,25
15000 5 2,25
15000 9 2,25
X2*X3
5 0 1,50
5 5 1,50
5 9 1,50
X1*X2*X3
5000 5 0 2,25
5000 5 5 2,25
5000 5 9 2,25
10000 5 0 2,25
92
10000 5 5 2,25
10000 5 9 2,25
15000 5 0 2,25
15000 5 5 2,25
15000 5 9 2,25
Regression Equation
Ukuran
Obs Partikel Fit Resid Std Resid
14 176,00 203,00 -27,00 -2,60 R
15 230,00 203,00 27,00 2,60 R
R Large residual
Method
Factor coding (-1; 0; +1)
Factor Information
Analysis of Variance
Model Summary
Coefficients
Term Coef SE Coef T-Value
Constant 263,669 0,087 3035,58
X1
5000 3,562 0,150 23,68
10000 -1,244 0,150 -8,27
15000 1,311 0,150 8,72
X2
5 -0,2735 0,0869 -3,15
X3
0 -1,081 0,150 -7,18
5 -0,559 0,150 -3,71
9 0,209 0,150 1,39
X1*X2
5000 5 1,681 0,150 11,18
10000 5 -1,290 0,150 -8,58
15000 5 -0,900 0,150 -5,98
X1*X3
5000 0 -1,312 0,261 -5,04
5000 5 1,261 0,261 4,84
5000 9 -0,622 0,261 -2,39
10000 0 1,017 0,261 3,90
10000 5 -0,749 0,261 -2,87
10000 9 -0,266 0,261 -1,02
15000 0 -0,163 0,261 -0,63
15000 5 -0,464 0,261 -1,78
15000 9 0,706 0,261 2,71
X2*X3
5 0 -0,186 0,150 -1,24
5 5 0,159 0,150 1,06
5 9 -0,124 0,150 -0,83
X1*X2*X3
5000 5 0 -0,740 0,261 -2,84
5000 5 5 -0,224 0,261 -0,86
5000 5 9 0,501 0,261 1,92
10000 5 0 0,709 0,261 2,72
10000 5 5 -0,284 0,261 -1,09
10000 5 9 -0,327 0,261 -1,25
15000 5 0 0,210 0,261 0,81
15000 5 5 0,490 0,261 1,88
15000 5 9 -0,204 0,261 -0,78
Regression Equation
R Large residual
97
Kecepatan
Homogenisasi*Waktu
Homogenisasi*Lama
Penyimpanan N Mean Grouping
5000 5 14 3 271,357 A
5000 5 5 3 269,277 A B
5000 5 9 3 268,603 B
15000 10 14 3 267,850 B C
15000 10 9 3 267,397 B C D
5000 10 14 3 267,313 B C D
5000 10 5 3 266,590 B C D E
10000 10 14 3 265,363 C D E F
5000 5 0 3 265,320 C D E F G
5000 10 9 3 265,033 D E F G H
15000 10 0 3 264,887 D E F G H
15000 5 14 3 264,813 D E F G H
15000 10 5 3 264,483 E F G H
15000 5 9 3 264,393 E F G H
10000 10 9 3 264,383 E F G H
5000 10 0 3 264,357 E F G H
15000 5 5 3 263,433 F G H I
10000 10 0 3 263,403 F G H I
10000 10 5 3 262,807 F G H I J
15000 5 0 3 262,587 G H I J K
10000 5 14 3 262,343 H I J K
20000 5 14 3 261,397 I J K L
10000 5 0 3 261,320 I J K L
20000 5 9 3 260,570 J K L
20000 10 14 3 260,357 J K L
10000 5 9 3 260,353 J K L
20000 10 9 3 260,290 J K L
20000 5 5 3 259,843 K L
20000 10 0 3 259,547 L
10000 5 5 3 259,430 L
20000 5 0 3 259,287 L
20000 10 5 3 259,020 L
* NOTE * Cannot draw the interval plot for the Tukey procedure. Interval
plots for
comparisons are illegible with more than 45 intervals.
98
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,000
X1*X2 0,000
X1*X3 0,000
X2*X3 0,000
X1*X2*X3 0,000
Error
Total
Model Summary
Coefficients
Term Coef SE Coef T-Value
Constant 6,63177 0,00094 7030,62
X1
5000 -0,03552 0,00163 -21,74
10000 0,03240 0,00163 19,83
15000 0,00615 0,00163 3,76
X2
5 0,025521 0,000943 27,06
X3
0 0,13656 0,00163 83,59
5 0,08031 0,00163 49,16
9 -0,02969 0,00163 -18,17
X1*X2
5000 5 0,02823 0,00163 17,28
99
10000 5 0,01198 0,00163 7,33
15000 5 -0,02760 0,00163 -16,90
X1*X3
5000 0 -0,01448 0,00283 -5,12
5000 5 -0,02823 0,00283 -9,98
5000 9 0,00344 0,00283 1,21
10000 0 0,01427 0,00283 5,04
10000 5 0,01552 0,00283 5,48
10000 9 0,03052 0,00283 10,79
15000 0 0,02719 0,00283 9,61
15000 5 0,02844 0,00283 10,05
15000 9 -0,04823 0,00283 -17,04
X2*X3
5 0 0,00781 0,00163 4,78
5 5 -0,00510 0,00163 -3,12
5 9 -0,01594 0,00163 -9,75
X1*X2*X3
5000 5 0 -0,00990 0,00283 -3,50
5000 5 5 -0,03031 0,00283 -10,71
5000 5 9 -0,00115 0,00283 -0,40
10000 5 0 -0,00031 0,00283 -0,11
10000 5 5 0,01094 0,00283 3,87
10000 5 9 0,03344 0,00283 11,82
15000 5 0 0,01927 0,00283 6,81
15000 5 5 0,02719 0,00283 9,61
15000 5 9 -0,03198 0,00283 -11,30
Regression Equation
R Large residual
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,000
X1*X2 0,000
X1*X3 0,417
X2*X3 0,341
X1*X2*X3 0,018
Error
Total
102
Model Summary
Coefficients
Regression Equation
Flavonoid
Obs Total Fit Resid Std Resid
3 45,130 45,700 -0,570 -2,69 R
26 44,860 44,383 0,477 2,25 R
R Large residual
104
Method
Factor Information
Analysis of Variance
Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,000
X1*X2 0,000
X1*X3 0,000
X2*X3 0,000
X1*X2*X3 0,000
Error
Total
Model Summary
Coefficients
Term VIF
Constant
X1
5000 1,50
10000 1,50
15000 1,50
X2
5 1,00
X3
0 1,00
X1*X2
5000 5 1,50
10000 5 1,50
15000 5 1,50
X1*X3
5000 0 1,50
10000 0 1,50
15000 0 1,50
X2*X3
5 0 1,00
X1*X2*X3
5000 5 0 1,50
10000 5 0 1,50
15000 5 0 1,50
Regression Equation
Lampiran 26 Hasil uji particle size distribution CILAS pada kondisi terbaik
108
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mojokerto Jawa Timur pada tanggal 05 April 1979
sebagai anak bungsu dari pasangan Bapak Abdul Mu’in (Alm) dan Ibu
Muslikwakti. Pendidikan dari SD hingga SMU diselesaikan di Mojokerto hingga
tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi S-1 di Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya hingga tahun 2002. Pada
tahun 2003, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan jenjang S2 melalui
program BPPS di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB hingga tahun
2006. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya hingga sekarang. Pada Tahun
2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi S-3 di Program Studi
Teknologi Industri Pertanian IPB.
Selama menjalani studi di Pascasarjana IPB penulis telah mempublikasikan
1 (satu) buah jurnal yang berjudul “The Ethanol Extract Nanoemulsion Production
of Abelmoschus manihot L. Medic by the Combination of Homogenization and
Solvent Displacement Technique” pada International Journal of Sciences: Basic
and Applied Research (IJSBAR) (2015) Volume 24, No 1, pp 210-221
ISSN :2307-4531. Disamping itu penulis juga telah mensubmit hasil penelitian
yang berjudul “Optimasi ekstraksi flavonoid total daun gedi (Abelmoschus
manihot l.) Dan uji aktivitas antioksidan” pada buletin littro yang terakreditasi
LIPI dengan No.554/Akred/P2MI-LIPI/09/2013.