Anda di halaman 1dari 126

PRODUKSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI

(Abelmoschus manihot L. Medik) DAN UJI POTENSINYA


SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR

DODYK PRANOWO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Produksi Nanoemulsi


Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) dan Uji Potensinya
Sebagai Hepatoprotektor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Dodyk Pranowo
NIM F- 361107221
RINGKASAN

DODYK PRANOWO. Produksi Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus


manihot L. Medik) dan Uji Potensinya Sebagai Hepatoprotektor. Dibimbing oleh
ERLIZA NOOR, LIESBETINI HARDITJAROKO dan AKHIRUDDIN
MADDU.

Tanaman Gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) merupakan tanaman yang


termasuk dalam famili tanaman berbunga (malvacea) dan memiliki genus
abelmoschus, habitat alami tanaman gedi adalah daerah tropis hingga sub-tropis.
Hasil karakterisasi ekstrak etanol daun tanaman gedi menunjukkan bahwa daun
tanaman gedi memiliki senyawa flavonoid glikosida yang berpotensi sebagai
sumber antioksidan. Pada umumnya senyawa flavonoid yang dihasilkan dari
ekstrak tanaman memiliki ukuran partikel yang sangat besar, hal ini berdampak
pada rendahnya tingkat kelarutan dan bioaviabilitas dari senyawa tersebut. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan modifikasi terhadap penanganan
flavonoid glikosida yang terdapat dalam daun gedi sehingga ketika ditransformasi
ke dalam tubuh masih memiliki kemampuan sebagai sumber antioksidan dengan
bioaviabilitas yang tinggi, dan mampu berperan sebagai hepatoprotektor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi produksi
nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang terbaik sebagai hepatoprotektor yang
dilakukan dengan mendapatkan parameter-parameter standarisasi daun gedi
diantaranya adalah kadar senyawa yang larut dalam air, kadar senyawa yang larut
dalam etanol, kadar flavonoid total, kadar abu, kadar air, total bakteri dan total
kapang serta kadar logam timbal, kemudian mendapatkan kondisi proses ekstraksi
daun geni yang optimum terhadap rendemen ekstrak etanol dan aktivitas
antioksidan yang dihasilkan, hasil dari ekstraksi kemudian dilakukan pembuatan
nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi dan selanjutnya di uji sebagai
hepatoprotector secara in vivo.
Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan simplisia daun gedi telah
memenuhi standar MMI dengan kadar air 7,45 ± 0,28 %bk, kadar abu total
10,46 ± 0,33% bk, kadar abu tidak larut asam 0,96 ± 0,03 %bk, kadar sari larut air
12,80 ± 0,20 %bk, kadar sari larut etanol 17,44 ± 0,16 %bk. Ekstrak etanol daun
gedi juga telah memenuhi standar Perka BPOM No 12. Tahun 2014 tentang
persyaratan mutu sediaan obat, dimana ekstrak etanol yang dihasilkan memiliki
kadar air 5,60 ± 0,37 %b/b, kadar abu total 12, 82 ± 0,44 % b/b, kadar abu tidak
larut asam 0,24 ± 0,05 %b/b, bobot jenis ekstrak pada pengenceran 5% 0, 83 ±
0,01, bobot jenis ekstrak pada pengenceran 10% 0,85 ± 0,02, total cemaran bakteri
2,1 x 103 koloni g-1, total cemaran kapang 3,6 x 103 koloni g-1, dan kadar timbal
sebesar 4,67 ± 0,03 %.Konsentrasi pelarut yang paling baik untuk mengekstrak
flavonoid dari daun gedi adalah pelarut etanol dengan konsentrasi sebesar 96%
dengan flavonoid total yang didapat sebesar 37,29 ± 0,40 mg g-1 dengan aktivitas
antioksidan IC50 512,41 ± 3,44 µg ml-1.
Persamaan regresi berganda ekstraksi daun gedi yang dihasilkan adalah
Total Flavonoid = 55.138 -0.229X1+ 0.430X2 + 1.273X3 - 1.553X12 - 1.465X22 -
0.829X32. Berdasarkan persamaan tersebut kondisi proses yang optimal didapat
dengan waktu ekstraksi 4,83 jam,suhu ekstraksi 34,33oC dan kecepatan
pengadukan 322 rpm dengan total flavonoid yang dihasilkan sebesar 55,41 mg g-1.
Faktor yang paling berpengaruh pada proses ekstraksi ini adalah waktu ekstraksi >
kecepatan pengadukan > suhu ekstraksi. Aktivitas antioksidan ekstrak daun gedi
dinyatakan dalam IC50 sebesar 383,49 µg ml-1.
Dengan teknik homogenisasi dan evaporasi, nanoemulsi ekstrak daun gedi
terbaik diperoleh pada kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 rpm (G-force
2.912 × g) selama 10 menit dengan ukuran partikel yang dihasilkan adalah 100 ±
4 nm, sedangkan nilai konduktivitas dan pH sebesar 259,55 ± 0,59 µS cm-1 dan
6,73 ± 0,00. Kadar total flavonoid pada kondisi proses terbaik lebih rendah
dibandingkan dengan ekstrak etanol daun gedi, namun memiliki aktivitas
antioksidan lebih tinggi (IC50 = 467,55 ± 0,36 µg ml-1). Stabilitas ukuran partikel
nanoemulsi ekstrak daun gedi selama 14 hari tidak berbeda nyata, namun untuk
parameter konduktivitas, pH, kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan
cenderung tidak stabil
Berdasarkan pada hasil evaluasi biokimia dan hispatologi, dosis yang paling
baik sebagai hepatoprotektor adalah larutan nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi
sebesar 2 ml kg-1 berat badan memberikan nilai SGPT, SGOT, total bilirubin dan
total albumin masing-masing sebesar 60,87 ± 8,65 U ml-1, 76,16 ± 1,94 U ml-1,
67,3 ± 7,9 µg ml-1, 15,9 ± 1,0 mg ml-1
Secara keseluruhan, tanaman gedi memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai salah satu sumber antioksidan baru yang memiliki peluang sebagai
hepatoprotektor. Oleh karena itu, kedepan perlu dikembangkan lebih lanjut
aplikasi sediaan nanoemulsi sebagai bahan obat.

Kata kunci: Abelmoschus manihot L. Medik, ekstraksi, hepatoprotektor,


nanoemulsi
SUMMARY

DODYK PRANOWO. Production of Nanoemulsion of Extract Abelmoschus


manihot L. Medik Leaves and Its Potential For A Hepatoprotector. Supervised by
ERLIZA NOOR, LIESBETINI HARDITJAROKO and AKHIRUDDIN
MADDU.

Abelmoschus manihot L. Medik, a plant belong to the family and genus of


malvacea and abelmoschus respectively and has the natural habitat in the area of
tropics to sub-tropics, is locally known as Gedi. Characterization on the ethanolic
extract of the Gedi leaves indicated that the leaves contain flavonoid glycosides, a
compound that have the potential as a source for antioxidants. However,
flavonoid products produced from plant extracts generally have a large particle
size which adversely affects its solubility and bioavailability. Therefore,
modifications on the particle size of the flavonoid glycosides which particularly
found in the Gedi leaves is required to maintain its antioxidant activity,
bioavailability and capability to acts as a hepatoprotector.
The aim of the present study was to obtain the optimum production process
of nanoemulsion of ethanolic extract of Gedi leaves as a hepatoprotector. The
methods included were as follows. First, characterization on the Gedi leaves
which measured the water-soluble compounds, ethanol-soluble compounds, total
flavonoid content, ash content, water content, total bacteria and fungi, and the
total heavy metal content. Next, optimization of the extraction processes was
investigated based on the yield of the ethanol extracts and the antioxidant
activites. Then, production of a nanoemulsion from the ethanol extract of the
leaves was conducted, followed by in-vivo tests to explore its capability as a
hepatoprotector.
Characterization on simplicia the Gedi leaves showed that it consist of 7.45
± 0.28 wt% water, 10.46 ± 0.33 wt% total ash, 0.96 ± 0.03 wt% acid insoluble
ash, 12.80 ± 0.20 wt% water soluble extract and 17.44 ± 0.16% ethanol soluble
extract, all of which met the standard of Materia Medika Indonesia (MMI).
Characterization on the ethanol extract of Gedi leaves also met the Indonesia
regulation cited from BPOM No. 12 2014 about drug preparations quality
requirements, containing 5.60 ± 0.37 wt% water , 12.82 ± 0.44 wt% total ash, 0.24
± 0.05 wt% acid insoluble ash , 5% 0, 83 ± 0.01 specific gravity of the dilution,
0.85 ± 0.02 specific gravity at 10% dilution, of 2.1 x 103 colonies g-1 total
bacterial contamination, 3.6 x 103 colonies g-1 total contamination of mold, and
4.67 ± 0,03% soluble lead. The better condition for the flavonoids extraction was
using 96% of ethanol, resulting in total of 37.29 ± 0.40 mg g-1 flavonoid with
antioxidant activity IC50 of 3.44 ± 512.41 µg ml-1 .
Using a maceration method, the optimum extraction time of the Geni leaves
was obtained at 4.83 hours and the temperature at 34.33 oC and stirring speed by
322 rpm , resulting a total flavonoid of 55.41 mg g-1. The significant factors of the
extraction process from the most important order were: extraction time> stirring
speed > extraction temperature, resulting in a maximum antioxidant activity IC50
of 383.49 µg ml-1 .
The homogenization speed of the nanoemulsion production were obtained at
20,000 rpm (G-force 2.912 × g) for 10 minute , producing 100 ± 4 nm of particle
size, The conductivity and pH values were 259.55 ± 0.59 µS cm-1 and 6.73
respectively. The total of flavonoids in the optimum condition was found smaller
than that of in the ethanol extract, but it had a higher antioxidant activity (IC 50 =
467.55 ± 0.36 µg ml-1). The particle sizes of the nanoemulsion was stable for 14
days. However, the other parameters, such as conductivity, pH, total flavonoid
content and antioxidant activity tends to be unstable.
The biochemistry and histopathology evaluation showed that of the
nanoemulsion was recommended , as hepatoprotector at 2 ml kg-1 body weight,
providing the value of SGPT, SGOT, total bilirubin and total albumin at60.87 ±
8.65 U ml-1, 76.16 ± 1.94 U ml-1, 67.3 ± 7.9 µg ml-1, 15.9 ± 1.0 mg ml-1
respectively.
Overall, the Gedi leaves has the potential to be developed as a source of new
antioxidant for hepatoprotective agent. Therefore, development in applications of
Gedi leaves nanoemulsion as a medicinal ingredient was recommended.

Keywords: Abelmoschus manihot L. Medik, hepatoprotective, nanoemulsion,


quercetin
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRODUKSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L. Medik) DAN UJI POTENSINYA
SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR

DODYK PRANOWO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tertutup:
Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si
Dr. Sri Yuliani

Penguji pada Ujian Terbuka:


Dr. Sri Yuliani
Dr. Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si
Judul Tesis : Produksi Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus
manihot L. Medik) dan Uji Potensinya Sebagai
Hepatoprotektor
Nama : Dodyk Pranowo
NIM : F-361107221

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Erliza Noor


Ketua

Dr. Ir. Liesbetini Harditjaroko, MS Dr Akhiruddin Maddu,S.Si. MSi


Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Machfud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas


segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah pengembangan proses, dengan judul “Produksi
Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) dan Uji
Potensinya Sebagai Hepatoprotektor”
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Erliza Noor sebagai
ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Liesbetini Haditjaroko, MS dan Dr.
Akhiruddin Maddu S.Si, M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing, Serta Dr.
Indah Yuliasih, S.TP, M.Si, Dr. Sri Yuliani, Dr. Akhmad Endang Zainal Hasan
sebagai Penguji luar dalam sidang tertutup dan sidang promosi atas arahan, saran
dan masukan terhadap penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas RI, atas bantuan
berupa beasiswa pendidikan BPDN.
Tidak lupa ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta
Ruri Siti Resmisari, S.Hut. M.Si, ananda Akhilla Meisya, ayah (almarhum) dan
ibu, kedua mertua dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Untuk bantuan yang diberikan kepada penulis dari banyak pihak dan perorangan
yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terutama kepada rekan-rekan
angkatan 2010 diucapkan terimakasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi pengembangan biofarmaka di Indonesia.

Bogor, Agustus 2015

Dodyk Pranowo
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
Kebaruan 5
2 METODE 6
Bahan 6
Alat 6
Tahapan Penelitian 6
3 KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L.Medik) SEBAGAI BAHAN SEDIAAN OBAT 8
Pendahuluan 8
Metode 9
Hasil dan Pembahasan 11
Simpulan dan Saran 17
4 OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L. Medik) MENGGUNAKAN METODE CENTRAL
COMPOSITE DESIGN (CCD) DAN UJI AKTIVITAS
ANTIOKSIDANNYA 18
Pendahuluan 18
Metode Penelitian 19
Hasil Dan Pembahasan 21
Analisis Respon Permukaaan 24
Optimasi dan Verifikasi 25
Aktivitas Antioksidan Daun Gedi 26
Simpulan 26
Saran 26
5 PRODUKSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI (Abelmoschus
manihot L. Medik) DENGAN TEKNIK KOMBINASI HOMOGENISASI
DAN EVAPORASI 27
Pendahuluan 27
Alat dan Bahan 28
Metode 28
Hasil Dan Pembahasan 31
Simpulan dan Saran 43
6 KAJIAN POTENSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI
(Abelmoschus manihot L. Medik) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR 44
Pendahuluan 44
Alat dan Bahan 44
Metode 45
Hasil dan Pembahasan 46
Simpulan dan Saran 51
7 PEMBAHASAN UMUM 52
8 SIMPULAN DAN SARAN 57
Simpulan 57
Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 70
DAFTAR TABEL

1. Parameter uji standarisasi simplisia daun gedi 12


2. Parameter spesifik ekstrak daun gedi 13
3. Parameter standarisasi non spesifik ekstrak etanol daun gedi pada
konsentrasi etanol 70% dan 96%. 14
4. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun gedi pada konsentrasi pelarut
etanol 70% dan 96% 15
5. Hasil analisis uji flavonoid total dan aktivitas antioksidan ekstrak
etanol daun gedi pada konsentrasi pelarut 70% dan 96%. 16
6. Matrik faktor dan taraf dalam rancangan central composite design
ekstrak daun gedi 20
7. Hasil karakterisasi serbuk daun gedi 21
8. Matrik faktor dan taraf dalam optimasi dengan central composite
design dan hasil flavonoid total 23
9. Hasil analisis ANOVA ekstraksi flavonoid daun gedi 24
10. Hasil Uji lanjut Tukey ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi
pada berbagai perlakuan 34
11. Hasil Uji lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi
pada berbagai perlakuan 35
12. Hasil Uji lanjut Tukey pH nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
berbagai perlakuan 36
13. Perbandingan kadar flavonoid selama proses penyimpanan 42
14. Perbandingan aktivitas antioksidan selama proses penyimpanan 43
15. Pengaruh pemberian nanoemulsi ekstrak daun gedi dan parasetamol
pada parameter biokimia darah tikus 48

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka penelitian nanoemulsi ekstrak daun gedi 7
2. Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) (a) dan daun
tanaman gedi (b) 11
3. Hasil uji penapisan terhadap ekstrak etanol 96% daun Gedi (a)
flavonoid, (b) alkaloid, (c)tanin, (d) saponin 15
4. Respon permukaan tiga dimensi dan dua dimensi yang menunjukkan
perbedaan pengaruh pada beberapa variabel bebas 25
5. Diagram alir proses pembentukan nanoemulsi senyawa flavonoid
glikosida dari daun gedi (Silva et al. 2011) yang dimodifikasi 29
6. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi (a) dan lama waktu
homogenisasi (b) 33
7. Hubungan antara ukuran partikel dengan konduktivitas nanoemulsi
ekstrak daun gedi 36
8. Rata-rata kadar flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi dan lama waktu homogenisasi 37
9. Rata-rata Aktivitas antioksidan IC50 nanoemulsi ekstrak daun gedi
pada berbagai kandungan flavonoid total. 38
10. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
berbagai kondisi perlakuan selama 14 hari 39
11. Rata-rata konduktivitas nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi pada
berbagai kondisi perlakuan selama 14 hari 40
12. Rata-rata pH nanoemulsi ekstrak daun gedi pada berbagai kondisi
perlakuan selama 14 hari 41
13. Hasil spektrum ionisasi LC MS/MS nanoemulsi ekstrak daun gedi 47
14. Hispatologi hati tikus dari berbagai perlakuan, (I) kontrol positif
yang hanya diberikan asupan rangsum, (II) kontrol negatif, diberikan
parasetamol 500 mg kg-1 bb, (III) larutan ekstrak daun gedi 2 ml kg-1
bb, (IV) nanoemulsi ekstrak daun gedi 2 ml kg-1 bb, (V) nanoemulsi
ekstrak daun gedi 1 ml kg-1 bb 50
15. Ekstrak etanol simplisia daun gedi 53
16. Perbandingan penampakan ektrak etanol pada pengenceran 1:100 (a)
dengan produk nanoemulsi ekstrak etanol (b) 55

DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur karakterisasi simplisia daun gedi 69
2. Prosedur analisis parameter spesifik dan non spesifik daun gedi 70
3. Persamaan kurva standar quercetin 73
4. Grafik persen inhibisi untuk menentukan IC50 quercetin 74
5. Hasil uji t parameter cemaran bakteri 75
6. Hasil uji t parameter cemaran kapang/jamur 76
7. Hasil uji t parameter cemaran logam 77
8. Hasil uji t parameter flavonoid total 78
9. Hasil uji t parameter aktivitas antioksidan 79
10. Prinsip kerja Particle Size Distribution CILAS 1090 80
11. Data ukuran partikel pada berbagai pelakuan 81
12. ANOVA ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi 82
13. Uji lanjut Tukey ukuran partikel nanoemulsi ekstrak etanol 83
14. ANOVA konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi 84
15. Uji lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi 85
16. ANOVA pH nanoemulsi ekstrak daun gedi 86
17. Uji lanjut Tukey pH nanoemulsi ekstrak daun gedi 87
18. ANOVA flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi 88
19. Uji lanjut Tukey flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi 89
20. Analisis ANOVA ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi
selama proses penyimpanan 90
21. ANOVA konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses
penyimpanan 93
22. UJi lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi selama
proses penyimpanan 97
23. ANOVA pH nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses
penyimpanan 98
24. ANOVA Flavonoid nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses
penyimpanan 101
25. ANOVA aktivitas antioksidan nanoemulsi ekstrak daun gedi selama
proses penyimpanan 104
26. Hasil uji particle size distribution CILAS pada kondisi terbaik 107
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) merupakan tanaman yang


termasuk dalam famili tanaman berbunga (malvacea) dan termasuk genus
abelmoschus, habitat alami tanaman gedi adalah daerah tropis hingga sub-tropis
(Charrier 1984). Menurut Hamon dan Sloten (1995) tanaman gedi terkadang tidak
menghasilkan bunga, sehingga penanamannya dioptimalkan pada pemanfaatan
daun, beberapa yang telah memanfaatkan daun tanaman gedi diantaranya adalah
Papua Nugini, pulau Solomon dan Pulau Pasifik Utara (Keatinge 2009). Di
Tiongkok bunga tanaman ini telah banyak dikembangkan sebagai produk herbal
(Ai et al. 2013), diantaranya adalah untuk mempermudah proses kelahiran,
mengontrol fertilitas, menstimulasi penyusuan, dan merangsang aborsi (Bourdy
dan Walter 1992).
Tanaman gedi di Indonesia dikenal sebagai tanaman sayuran, menurut
Assagaf et al. (2013) tanaman gedi yang digunakan sebagai sayuran adalah
tanaman gedi berdaun hijau (Abelmoschus esculenta L. Medik), sedangkan
tanaman gedi yang berdaun merah (Abelmoschus manihot L.) secara tradisional
telah digunakan sebagai obat tradisional (Mamahit dan Soekamto 2010). Bahkan
di Papua daun tanaman gedi telah digunakan sebagai obat tradisional untuk
memperlancar air susu ibu (ASI) bagi ibu yang sedang menyusui (Plantamor
2006). Hal ini menunjukkan bahwa daun tanaman gedi memiliki senyawa
metabolit sekunder yang bermanfaat bagi tubuh manusia.
Karakterisasi ekstrak etanol daun tanaman gedi yang dilakukan oleh Pine et
al. (2011) menunjukkan bahwa daun tanaman gedi memiliki senyawa flavonoid
glikosida yang berpotensi sebagai sumber antioksidan. Ekstrak etanol daun gedi
yang berasal dari Palu memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50
sebesar 575 µg ml-1. Menurut Lako et al (2007) daun gedi yang diekstrak dengan
cara dikukus memiliki kandungan total antioksidan sebesar 1 mg g-1 bahan,
quercetin sebesar 80 µg g-1 bahan dan β-karotin sebesar 280 µg g-1 bahan. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
salah satu tanaman penghasil antioksidan yang tinggi. Namun dalam dosis yang
terlalu tinggi, ekstrak etanol daun gedi memiliki sifat toksik walaupun
toksisitasnya tergolong dalam toksisitas rendah (Assagaf et al. 2013).
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar pada tanaman dan
memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan (Heim et al. 2002). Menurut
Harbone dan Williams (2000) bagian tanaman yang banyak mengandung
flavonoid adalah daun, biji, kulit tanaman dan bunga. Boumendjel et al. (2002)
menyatakan bahwa lebih dari 6.500 jenis flavonoid yang terdapat pada tanaman
telah diidentifikasi. Beberapa senyawa flavonoid yang berhasil diidentifikasi dari
tanaman gedi adalah hiperin, isoquersetin, mirisetin, hibifolin, quersetin 3-O-
robinobiosida, stigmasterol, γ-sitosterol dan adenosine (Wang et al. 2004; Lai et
al. 2007; Xian et al. 2009; Jain dan Bari 2009; Lai et al. 2009).
Ektraksi flavonoid dari bahan alam, dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satu diantaranya adalah dengan metode maserasi. Metode maserasi
merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk melakukan isolasi
2

senyawa flavonoid glikosida yang berasal dari daun (Vongsak et al. 2013; Chen et
al. 2012; Mamahit dan Soekamto 2010; Pine et al. 2011). Disamping itu, metode
ini merupakan metode yang paling sederhana dan tidak membutuhkan suhu
ekstraksi yang tinggi, sehingga senyawa flavonoid glikosida yang terdapat dalam
bahan tidak banyak mengalami kerusakan (Gupta et al. 2013). Kelemahan proses
metode maserasi adalah waktu proses yang sangat lama dan kebutuhan pelarut
yang tinggi, hal ini menyebabkan biaya proses menjadi mahal. Beberapa metode
perbaikan proses ekstraksi yang selama ini banyak diteliti adalah dengan
menggunakan gelombang ultrasonik, gelombang mikro dan teknik superkritis,
keuntungan dari penggunakan metode tersebut adalah waktu proses yang lebih
cepat (Gupta et al. 2013). Namun, hingga saat ini metode ektraksi tersebut masih
belum dapat digunakan dalam skala komersial karena penerapan dalam skala
industri yang masih mengalami kesulitan.
Flavonoid adalah kelompok terbesar dari fenolik dengan kapasitas
antioksidan yang kuat (Aberoumand dan Deokule 2008). Flavonoid termasuk
kelompok benzo-γ-piron dengan struktur umum difenilpropan (C6-C3-C6) terdiri
dari 2 (dua) cincin aromatis yang dihubungkan oleh 3 (tiga) atom karbon
membentuk heterosiklik teroksigenasi, ditandai dengan A, B, C (Filipiak
2001). Efektivitas flavonoid sebagai penangkap radikal dan pengkelat ion logam
ditentukan oleh adanya struktur (katekol) ortho dihidroksi pada cincin B, ikatan
rangkap pada C2-3 yang terkonjugasi dengan gugus fungsi C4 okso, gugus
OH pada C3 di cincin C, dan gugus OH pada C5 di cincin A (Tapas et al.
2008). Kombinasi gugus C3-OH dan C5-OH dengan C4-karbonil dan ikatan
rangkap C2-3 dapat meningkatkan aktivitas penangkap radikal bebas (Amic et al.
2003). Selain itu kemampuan senyawa flavonoid sebagai antioksidan juga
ditentukan oleh potensial reduksinya. Senyawa flavonoid yang mempunyai
aktivitas antioksidan semakin tinggi ditandai dengan potensial reduksinya makin
rendah (Rice-Evans et al. 1997).
Bioaviabilitas dari senyawa flavonoid cenderung rendah pada kondisi
ukuran partikel yang besar. Hal ini dinyatakan oleh Lante dan Friso (2013) bahwa
biovaliabilitas katekin sangat rendah pada ukuran partikel, jumlah dan ikatan
hydrogen yang besar. Oleh karena itu, untuk meningkatkan bioaviabilitas dari
daun gedi, dilakukan dengan modifikasi ekstrak etanol daun gedi dalam bentuk
nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan salah satu delivery system yang optimal,
karena dapat diformulasikan dengan semua bahan alami, serta meningkatkan
bioaviabilitasnya karena meningkatnya kelarutan bahan (Sessa et al. 2013).
Berdasarkan pada tingkat konsumsi energinya, nanoemulsi dapat diproduksi
dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu metode high energy dan metode low
energy (Acosta 2009; Leong et al. 2009; Tadros et al. 2004). Menurut Tadros et al
(2004) pembentukan nanoemulsi dengan pendekatan high-energy dan metode
homogenaiser tekanan tinggi ternyata kurang efisien karena energi yang
dialokasikan untuk pembentukan nanoemulsi hanya 0,1% sedangkan 99,9%
dialihkan untuk memanaskan larutan. Kondisi ini akan berpengaruh pada saat
proses penggandaan skala, dimana kesalahan perhitungan energi akan
menyebabkan bias yang sangat signifikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu menggabungkan antara high energy dan
low energy. Ada beberapa parameter seperti pH, konduktivitas dan suhu
penyimpanan mempengaruhi sifat fisikokimia dari emulsi, yang pada akhirnya
3

mencerminkan stabilitas emulsi selama penyimpanan (Ananingsih et al, 2013;.


Heertje, 2013). Stabilitas emulsi diukur dengan pengamatan struktur mikro,
indeks kekentalan, ukuran partikel, analisis zeta potensial, nilai peroksida dan
penentuan fase pemisahan (Lante dan Friso, 2013; Zarena et al, 2012).
Gangguan fungsi hati merupakan ancaman kesehatan yang serius di
Indonesia. Penderita hepatitis B dan C diperkirakan sebanyak 25 juta orang di
Indonesia, sebanyak 50% di antaranya berkembang menjadi kronis dan 10%
lainnya berkembang menjadi kanker hati. Angka prevalensi tersebut akan terus
meningkat karena hepatitis dapat juga disebabkan oleh konsumsi alkohol yang
berlebihan, dan racun. Faktor lain yang mendukung pertambahan prevalensi
hepatitis adalah gejala hepatitis tidak spesifik, sehingga sulit terdeteksi sejak dini.
Sekitar 10 – 20 % prevalensi hepatitis dapat berkembang menjadi sirosis hati
(PPHI 2013).
Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka asupan hepatoprotektor
(komponen yang dapat memproteksi hati) sangat diperlukan. Senyawa-senyawa
antioksidan dalam bahan pangan dapat difungsikan sebagai hepatoprotektor.
Beberapa penelitian yang menyatakan bahwa senyawa kimia dalam bahan pangan
dapat difungsikan sebagai hepatoprotektor adalah ekstrak bawang putih (Hidayati
et al. 2003), ekstrak rimpang bangle (Arafah et al. 2004), silymarin (Tedesco
2004), Sacogolotis gabonensis (Maduka 2005), dan ekstrak buah merah (Nugraha
et al. 2008). Beberapa jenis obat juga dapat bertindak sebagai hepatoprotektor, di
antaranya adalah kaptopril dan losarbn. Kemampuan tanaman dan obat-obatan
tersebut sebagai hepatoprotektor disebabkan oleh kemampuannya sebagai
antioksidan.
Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) merupakan salah satu
tanaman yang memiliki kandungan senyawa kimia yang berupa quercetin-3-o-
robinobiosid, hyperin, isoquercetin, gossipetin-8-o-glukuronid, dan myricetin
yang berfungsi sebagai antioksidan alami (Liu et al. 2006). Menurut Wu et al.
(2007) senyawa aktif yang paling dominan di bunga tanaman gedi adalah
golongan flavonoid glikosida, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa
senyawa bioaktif hyperin dapat berfungsi sebagai hepatoprotektor

Perumusan Masalah

Sifat dari senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun gedi
adalah mudah rusak terhadap pengaruh kondisi lingkungan, hal ini akan
menyebabkan rendahnya aktivitas antioksidan dari senyawa tersebut. Di samping
itu, senyawa flavonoid merupakan senyawa yang memiliki tingkat kelarutan
rendah pada air, sehingga senyawa ini akan sulit larut dalam tubuh jika dibuat
dalam bentuk padat seperti tablet dan kapsul yang berdampak pada rendahnya
bioavailabilitas dari senyawa aktifnya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan modifikasi terhadap
penanganan flavonoid glikosida yang terdapat dalam daun gedi sehingga ketika
ditransformasi ke dalam tubuh masih memiliki kemampuan sebagai sumber
antioksidan dengan bioaviabilitas yang tinggi, dan mampu berperan sebagai
hepatoprotektor. Permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
perancangan proses produksi nanoemulsi ekstrak etanol yang berasal dari daun
4

gedi yang mampu memiliki masa aktif dan bioavailabilitas yang tinggi untuk
hepatoprotektor.
Untuk mendapatkan produk nanoemulsi ekstrak daun gedi, diperlukan
beberapa metode penanganan, sehingga produk tersebut memiliki aktivitas
antioksidan tinggi, beberapa metode tersebut diantaranya adalah metode ekstraksi
yang efektif dan teknik nanoenkapsulasi dalam bentuk nanoemulsi yang tepat
untuk senyawa flavonoid. Metode ekstraksi yang selama ini dilakukan untuk
menghasilkan senyawa flavonoid glikosida adalah dengan teknik maserasi
menggunakan etanol 96% dengan suhu kamar dan selama 3 × 24 jam (Pine et al.
2011) atau menggunakan etanol 80% (Wu et al. 2007). Kelemahan dari metode
tersebut adalah waktu proses yang lama, oleh karena itu dalam penelitian ini akan
dilakukan optimasi proses ekstraksi, sehingga efisiensi dan efektifitas proses
ektraksi menjadi lebih baik.
Berdasarkan pada uraian diatas maka beberapa permasalahan yang akan
diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana teknologi proses ekstraksi yang optimal untuk mendapatkan
rendemen ekstrak etanol dan aktivitas antioksidan yang tinggi?
b. Bagaimana teknologi nanoemulsi dengan metode kombinasi solvent
displacement dan homogenisasi untuk mendapatkan nanoemulsi ekstrak
etanol daun gedi yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi?
c. Bagaimana potensi nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi dalam bentuk emulsi
sebagai hepatoprotektor secara in vivo?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang teknologi produksi
nanoemulsi ekstrak daun gedi yang terbaik sebagai hepatoprotektor, adapun
secara khusus tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengeksplorasi karakteristik parameter-parameter standarisasi simplisa dan
ekstrak daun gedi sebagai bahan baku sediaan obat
b. Mengoptimasi proses ekstraksi flavonoid daun gedi yang memiliki rendemen
dan aktivitas antioksidan terbaik
c. Merancang teknologi produksi nanoemulsi ekstrak daun gedi yang memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi
d. Mengkaji potensi produk nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi sebagai
hepatoprotektor secara in vivo

Ruang Lingkup Penelitian

a. Bagian tanaman gedi yang dipakai dalam penelitian ini adalah daun gedi.
b. Proses optimasi ekstraksi daun gedi dilakukan dengan tiga faktor yaitu faktor
suhu ekstraksi, kecepatan pengadukan dan lama waktu ekstraksi. Hasil proses
optimasi ektraksi yang dianalisis adalah rendemen esktraksi etanol dan
aktivitas antioksidannya
c. Proses produksi nanoemulsi dilakukan dengan homogenisasi dan solvent
displacement (evaporasi pelarut). Hasil produksi nanoemulsi yang diamati
5

adalah distribusi ukuran nanoemulsi selama masa penyimpanan dan aktivitas


antioksidannya selama masa penyimpanan
d. Mengkaji potensi nanoemulsi ekstrak daun gedi sebagai hepatoprotektor
secara in vivo.

Manfaat Penelitian

a. Memperkaya potensi bahan baku sebagai alternatif sediaan suplemen yang


berfungsi sebagai hepatoprotektor
b. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi
nanoemulsi yang bersumber dari tanaman gedi
c. Sebagai alternatif diversifikasi pengolahan daun gedi menjadi produk yang
memiliki nilai tambah.

Kebaruan

a. Produk nanoemulsi ekstrak daun gedi yang diproduksi dengan menggunakan


metode kombinasi antara homogenisasi dan evaporasi
b. Aplikasi nanoemulsi ekstrak daun gedi sebagai hepatoprotektor
6

2 METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman gedi
(Abelmoschus manihot L. Medik) yang telah berumur ± 3 bulan yang ditanam di
daerah Malang (07º 59’ LS 112º 36’ BT), daun gedi, etanol 70% dan 96% sebagai
pelarut, standar quersetin,aquades, aseton, etil asetat, etanol p.a , Asam asetat
glasial, medium PDA, NaOH, Al2C3, larutan 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrate
(DPPH) 0,4 mM, lempeng KLT, NaNO2, AlCl2, Tween 80, , reagen kit SGPT,
SGOT, Total bilirubin, total albumin, Blood Analyser, paracetamol 500 mg, etanol
96%, parafin, pewarna hematoksilin-Eosin (HE).

Alat

Peralatan yang digunakan diantaranya adalah Homogenizer IKA Ultra-


Turax Model T25 Digital Homogenizer, Particle Size Distribution CILAS 1090
Liquid, Rotary Evaporator IKA RV 10 Digital, Accela LC system (Thermo) LC
MS/MS (Thermo Fisher Scientific, Bremen, Germany), labu ukur, gelas piala,
thermometer, kondensor, magnetic stirrer, timbangan analitik GR 200 (AND),
vacuum evaporator tipe RV 10D (IKA), Hotplate/stirrer HP220, pompa vacuum
jenis CVC 3000 Vacuubrand, spektrofotometer UV/Vis Plus (Bio Rad), C861
multi-parameter analyser Consort United Kingdom

Tahapan Penelitian

Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap (Gambar 1)


meliputi : 1) Karakterisasi parameter standarisasi simplisia dan ekstrak daun gedi
(Abelmoschus manihot L. Medik) merupakan tahap awal penelitian dalam
mendeteksi senyawa aktif yang terdapat dalam daun gedi, 2) Optimasi proses
ekstraksi daun gedi (Abelmoschus manihot L.Medik) yang menghasilkan proses
ekstraksi yang optimal terhadap kandungan flavonoid total yang terdapat dalam
daun gedi, 3) Perancangan proses produksi nanoemulsi esktrak daun gedi, yang
tahap ini mendapatkan kondisi proses yang mampu menghasilkan nanoemulsi
ekstrak daun gedi sesuai dengan parameter yang telah ditentukan sebagai standar
produk nanoemulsi, 4) Kajian potensi nanoemulsi esktrak daun gedi
(Abelmoschus manihot L. Medik) sebagai hepatoprotektor.
Rangkaian keempat tahapan tersebut merupakan tahapan secara berurutan
dan saling berkaitan untuk memproduksi nanoemulsi ekstrak daun gedi yang
berfungsi sebagai hepatoprotektor. Dan telah menghasilkan 2 publikasi yaitu
jurnal internasional dalam International Journal of Sciences: Basic and Applied
Research dan publikasi nasional Buletin littro.
7

Tahapan Metode Output Publikasi

Karakterisasi Parameter yang dianalisis


simplisia dan adalah :
ekstrak daun gedi  karakteristik simplisia
serbuk daun gedi
 parameter spesifik dan
non spesifik ekstrak
daun gedi
 Kadar total flavonoid
dan antioksidan ekstrak
daun gedi

Optimasi proses Optimasi terhadap 3 faktor Publikasi di Buletin Littro


ekstraksi daun gedi yaitu : dengan judul “Optimasi
 Suhu (30-40oc) proses ekstraksi flavonoid
 Kecepatan pengadukan daun gedi (Abelmoschus
(200-400 rpm) manihot L. Medik)
 Waktu ekstraksi (3-6 menggunakan metode
jam) Central Composite Design
Parameter yang dianalisis (CCD) dan uji aktivitas
adalah kadar flavonoid dan antioksidannya
aktivitas antioksidan
ekstrak daun gedi

Produksi Penentuan proses yang Publikasi di International


Nanoemulsi terbaik terhadap 2 faktor Journal of Sciences: Basic
ekstrak daun gedi yaitu : and Applied Research
 Lama waktu (5 dan 10 (IJSBAR) (2015) Volume 24,
menit) No 1, pp 210-221 dengan
 Kecepatan judul The Ethanol Extract
homogenisasi (5.000- Nanoemulsion Production of
20.000 rpm) Abelmoschus manihot
Parameter yang dianalisis L.Medik by the
adalah ukuran partikel, Combination of
konduktivitas, pH, Homogenization and Solvent
flavonoid total dan aktivitas Displacement Technique
antioksidan

Uji Potensi Pengujian potensi


nanoemulsi nanoemulsi ekstrak etanol
sebagai daun gedi terhadap tikus
hepatoprotektor Wistar jantan, dengan 5
perlakuan yang berbeda.
Parameter yang dianalisis
adalah parameter biokimia
yang meliputi SGPT,
SGOT, total bilirubun dan
total albumin, serta
parameter hispatologi.
Gambar 1 Kerangka penelitian nanoemulsi ekstrak daun gedi
8

3 KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK DAUN


GEDI (Abelmoschus manihot L.Medik) SEBAGAI BAHAN
SEDIAAN OBAT

Pendahuluan

Kebutuhan obat di Indonesia diperkirakan akan berkembang pesat,


berdasarkan pada hasil analisis Departemen Kesehatan pertumbuhan industri
farmasi berkembang antara 10-14% per tahunnya (Permenkes Nomor 87 Tahun
2013). Hal ini akan mendorong diperlukannya sumber-sumber bahan sediaan obat
baik kimiawi maupun alami. Produk obat herbal berdasarkan pada data Badan
POM Republik Indonesia, jumlah obat herbal yang terdaftar hingga tahun 2015
adalah 8.921 produk (BPOM 2015). Hal ini menunjukkan bahwa produk obat
herbal sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. Salah satu penyebab
meningkatnya penggunaan obat herbal adalah rendahnya potensi resiko yang
ditimbulkan (Patra et al. 2010), bahkan WHO telah merekomendasikan
penggunaan ekstrak tanaman obat sebagai obat herbal karena mudah didapatkan
dan harganya murah (Chaudhury dan Rafei 2002; Raina 2003).
Penggunaan tanaman obat sebagai obat herbal diperlukan standarisasi
produk, hal ini dilakukan untuk menjamin obat herbal tersebut layak untuk
dikonsumsi. Standardisasi ekstrak tumbuhan obat di Indonesia merupakan salah
satu tahapan penting dalam pengembangan obat herbal. Menurut Kepmenkes
No.261/MENKES/SK/IV/2009, ekstrak tumbuhan obat adalah sedian berupa
bahan kering, kental maupun cairan yang didapatkan dari simplisia. Ekstrak
tumbuhan obat ini dapat berupa bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi.
Menurut Ekka et al. (2008) kandungan fitokimia yang terdapat didalam tanaman
obat adalah berbeda-beda, tergantung pada kondisi lingkungan dan varietas, oleh
karena itu standarisasi ekstrak tanaman obat menjadi penting untuk dilakukan.
Standarisasi ekstrak tanaman obat berdasarkan pada Kepmenkes
No.261/MENKES/SK/IV/2009, dilakukan dengan mendiskripsikan identitas
simplisia, mikroskopis, senyawa identitas, pola kromatografi, susut pengeringan,
abu total, sari larut air, sari larut etanol dan kandungan kimia simplisia.
Sedangkan menurut Nikam et al. (2012) standarisasi obat herbal hendaknya
dilakukan dengan dua hal yaitu penanda kromatografi dan penanda DNA. Hingga
saat ini, Farmakope tumbuhan Obat Indonesia belum memasukkan tanaman gedi
sebagai salah satu potensi tanaman obat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
adalah melakukan standarisasi dan karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak
etanol daun gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) agar memiliki identitas
sebelum digunakan sebagai bahan sediaan obat herbal. Disamping itu tujuan lain
dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi pelarut etanol yang
terbaik untuk menghasilkan kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan yang
tinggi dari simplisia daun gedi.
9

Metode

Bahan dan Alat

Bahan simplisia yang digunakan adalah daun tanaman gedi (Abelmoschus


manihot L. Medik) yang berasal dari Malang (07º 59’ LS 112º 36’ BT).
Sedangkan bahan untuk karakterisasi adalah etanol 70%, aquades, aseton, etil
asetat, etanol 96%, etanol ≥ 99,8%, Asam asetat glasial, medium PDA, NaOH,
Al2C3, larutan 1,1-diphenyl-2-picril hydrazil (DPPH) 0,4 mM, lempeng KLT,
NaNO2, AlCl2, standar quercetin.
Peralatan yang digunakan adalah labu Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur,
kondensor, magnetic stirrer, timbangan analitik GR 200 (AND), vacuum
evaporator tipe RV 10D (IKA), pompa vacuum jenis CVC 3000 Vacuubrand,
spektrofotometer UV/Vis Plus (Bio Rad).

Pembuatan Simplisia Daun Gedi


Daun gedi dipetik secara langsung dengan tangan. Daun yang telah
dikumpulkan disortasi basah atau dicuci dengan air mengalir, kemudian
dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari, hingga
daun gedi menunjukkan kering fisiologis, yaitu jika dipegang dapat dipatahkan
dengan tangan. Daun yang telah kering disortasi dan diserbukkan. Untuk
penyeragaman ukuran, dilakukan pengayakan hingga lolos 40 mesh. Setelah itu
dilakukan penyimpanan bahan simplisia serbuk daun gedi pada suhu 10oC.

Pembuatan Ekstrak
Serbuk daun gedi diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi.
Sebanyak 800 g serbuk daun gedi dimaserasi dengan pelarut etanol 70% dan 96%
selama 3x24 jam pada wadah kaca yang berbeda dengan perbandingan bahan dan
pelarut adalah 1:5 b/v. Filtrat kemudian di evaporasi untuk mendapatkan ekstrak
kental etanol 70% dan 96%. Ekstrak daun gedi kemudian di simpan didalam
lemari pendingin pada suhu 10oC. Semua perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali

Penentuan Parameter Standarisasi Simplisia


Standarisasi simplisia meliputi: kadar air, kadar abu, kadar abu larut air,
kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol. metode
penetapan tersebut dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam Materia
Medika Indonesia (MMI) (Depkes 2000) (Lampiran 1).

Penentuan Parameter Standarisasi Ekstrak Daun Gedi


Standarisasi ekstrak mencakup standarisasi non spesifik dan spesifik.
Standarisasi non spesifik meliputi: kadar air, kadar abu total, kadar abu larut air,
kadar abu larut etanol, bobot jenis ekstrak, total cemaran bakteri, total cemaran
kapang/jamur dan uji logam timbal, sementara standarisasi parameter spesifik
meliputi: organolaptik, kadar senyawa terlarut dalam air dan etanol, pola
kromatogram, kadar total flavanoid dan aktivitas antioksidan. Prosedur analisis
parameter disajikan dalam Lampiran 2. Semua uji parameter standarisasi
dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan untuk mengetahui akurasi data yang
dihasilkan
10

Penentuan Flavonoid Total Ekstrak Daun Gedi


Penentuan kadar flavonoid total menggunakan metode yang
dikembangkan oleh Wan et al. (2014) dengan sedikit modifikasi. 0,5 mL larutan
ekstrak daun gedi yang mengandung flavonoid, dicampur dengan 0,5 mL NaNO2
5% (b/b) dan dibiarkan selama 6 menit. Larutan kemudian ditambahkan 0,5 mL
AlCl3 10% (b/b), setelah 6 menit hasil dari larutan yang telah dicampur tersebut
ditambahkan 5 mL NaOH 1 mol l-1. Setelah 15 menit larutan di ukur
absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer UV/Vis dengan panjang
gelombang 510 nm. Kisaran kurva kalibrasi dengan menggunakan standar
quercetin adalah sebesar 5 - 50 mg dengan fungsi y= 0,0125x -0,01613
(R=0,9993) (Lampiran 3) dimana y adalah nilai dari absorbansi dan x adalah nilai
quercetin (mg ml-1). Penentuan nilai flavonoid akhir dilakukan berdasarkan
formula yang dikembangkan oleh Pan et al. (2012) yaitu :

( )

Y merupakan konsentrasi Flavonoid contoh yang dihitung dengan


menggunakan persamaan kurva standard (mg ml-1), N adalah nilai pengenceran, V
merupakan volume hasil ekstraksi (ml) dan w adalah bobot simplisia daun gedi
(g)

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Gedi


Aktivitas antioksidan ekstrak daun gedi ditentukan dengan menggunakan
metode yang dikembangkan oleh Locatelli et al. (2004) dengan sedikit modifikasi.
Ekstrak daun gedi dibuat larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda berkisar
antara 200-800 µg ml-1 dengan pelarut metanol. Quercetin digunakan sebagai
pembanding dengan konsentrasi 2-8 µg ml-1 . Larutan DPPH yang akan digunakan,
dibuat dengan melarutkan DPPH dalam pelarut methanol dengan konsentrasi 1
mM. sebanyak 4,5 ml larutan uji atau pembanding direaksikan dengan 500 µl
larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Campuran larutan di aduk dan
diinkubasi pada suhu 37oC dalam kondisi gelas selama 30 menit. Serapan
kemudian diukur pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm.
Aktivitas antioksidan dari setiap sampel dan quercetin dinyatakan dalam persen
inhibisi, dan dihitung dengan rumus :
( )
( )
A adalah absorban kontrol (larutan DPPH dalam etanol) dan B adalah
absorbans contoh (larutan DPPH dalam larutan ekstrak dan quercetin). Hubungan
antara setiap konsentrasi dan aktivitas penangkapan radikal bebas diplotkan, dan
dihitung nilai IC50. Nilai IC50 dinyatakan sebagai besarnya konsentrasi larutan
sampel (ekstrak maupun quercetin) (Lampiran 4) yang dibutuhkan untuk
mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50% (Molyneux 2004)
11

Hasil dan Pembahasan

Parameter Standarisasi Simplisia


Tanaman gedi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman gedi
yang berasal dari Malang Jawa Timur (7°54'-8°03'LS 112°34'-112°41'BT). Daun
tanaman gedi yang diambil merupakan daun yang telah berwarna hijau tua
(Gambar 1), hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya variasi sumber
bahan baku. Daun gedi yang telah dipetik kemudian dilakukan pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari. Untuk menjaga kandungan flavonoid yang
terdapat didalam daun gedi, pengeringan dengan sinar matahari dilakukan mulai
pukul 8.00 hingga 10.00 WIB kemudian diangin-anginkan. Menurut Sutjipto et al.
(2009) metode pengeringan yang paling baik untuk menjaga kandungan flavonoid
dalam simplisia adalah dengan diangin-anginkan dan tidak terlalu lama kontak
dengan sinar matahari, hal ini dibuktikan dengan tingginya kandungan flavonoid
(0,88%) simplisia daun kumis kucing (Orthopison stamineus Benth) yang
diangin-anginkan dibandingkan dengan sinar matahari penuh (0,55%).

(a) (b)
Gambar 2 Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) (a) dan daun tanaman
gedi (b)
Hasil analisis parameter standariasi simplisia daun gedi dapat dilihat pada
Tabel 1. Berdasarkan data terlihat bahwa kadar air simplisia daun gedi yang
dihasilkan adalah sebesar 7,45 ± 0,28 % bk, hal ini menunjukkan bahwa kadar air
simplisia serbuk daun gedi telah memenuhi standar MMI. Menurut Amponsah et
al. (2014) kadar air dalam simplisia merupakan senyawa yang bertanggungjawab
terhadap terjadinya dekomposisi komponen utama, baik yang disebabkan oleh
mikroba maupun perubahan struktur kimia. Kadar air yang tinggi pada simplisia
akan menyebabkan aktivasi enzim tertentu dan menyebabkan tumbuhnya mikroba
dalam simplisia tersebut (Arora et al. 2013).
12

Tabel 1 Parameter uji standarisasi simplisia daun gedi

Parameter Uji Nilai Standar MMI1)


Kadar air (% bk) 7,45 ± 0,28 ≤ 10,00
Kadar abu total (% bk) 10,46 ± 0,33 ≤ 10,00
Kadar abu tidak larut asam (% bk) 0,96 ± 0,03 ≤ 2,60
Kadar sari larut air (% bk) 12,80 ± 0,20 ≥ 18,00
Kadar sari larut etanol (% bk) 17,44 ± 0,16 ≥ 6,30
Keterangan : 1) Berdasarkan Kemenkes RI No 661/Menkes/SK/VII/2006
2) bk = bobot kering

Kadar abu total dan kadar abu total larut asam merupakan senyawa
anorganik yang tidak diinginkan dalam proses pengobatan (Gupta dan Rao 2012).
Standar yang ditetapkan dalam MMI adalah ≤ 10% untuk kadar abu total dan ≤
2,60 % untuk kadar abu tidak larut asam. Dalam penelitian ini simplisia daun gedi
memiliki nilai kadar abu total sebesar 10,46 ± 0,33 % bk, sedangkan kadar abu
tidak larut asam sebesar 0,96 ± 0,03 % bk. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu
simplisia daun gedi belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh MMI, namun
kadar abu tidak larut asam telah sesuai dengan standar MMI. Kadar abu yang
tinggi menunjukkan bahwa simplisia tersebut mengandung senyawa anorganik
yang tinggi, Mandey et al. (2014) menyatakan bahwa senyawa anorganik yang
terdapat dalam daun gedi di Sulawesi rata-rata sebesar 11-14%.
Kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol merupakan indikator yang
menunjukkan senyawa penting yang larut dalam pelarut polar maupun semi polar
(Thomas et al. 2008, Kumar et al. 2011). Simplisia daun gedi memiliki kadar sari
larut air sebesar 12,80 ± 0,20 % bk dan kadar sari larut etanol sebesar 17,44 ±
0,16 % bk. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia serbuk daun gedi sebagai tidak
dapat digunakan bahan baku untuk sediaan jamu, yang disajikan dalam bentuk
infusia, karena kadar sari larut air ≤ 18% bk, namun simplisia daun gedi telah
memenuhi standar sebagai bahan sediaan ekstrak etanol karena memiliki kadar
sari larut etanol > 6,3 % bk. Berdasarkan pada data tersebut, produk esktrak etanol
daun gedi merupakan produk yang lebih sesuai untuk digunakan sebagai bahan
sediaan obat dan bentuk ekstrak etanol.

Parameter Standarisasi Spesifik Ekstrak Etanol Daun Gedi


Parameter spesifik merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam
standarisasi bahan obat-obatan yang berasal dari bahan simplisia nabati (Depkes
2000). Berdasarkan pada standar MMI parameter standarisasi spesifik diantaranya
adalah organoleptik, kadar senyawa terlarut dalam bahan baik air maupun etanol,
kadar senyawa terlarut dalam air dan etanol, pola kromatogram, penetapan kadar
total flavanoid dan penetapan aktivitas antioksidan. Hasil penelitian (Tabel 2)
menunjukkan bahwa uji organoleptik ekstrak daun gedi pada konsentrasi 70% dan
96% tidak mengalami perbedaan. Warna ekstrak etanol daun gedi hijau kehitaman,
berbau khas, memiliki rasa sepat dan berbentuk kental. Hal ini disebabkan karena
pelarut yang digunakan adalah sama yaitu etanol, sehingga bahan yang terekstrak
memiliki karakteristik organoleptik yang sama pula. Menurut Canals et al. (2005)
konsentrasi etanol dalam proses ekstraksi akan mempengaruhi kuantitas dari
bahan yang diekstrak, namun tidak berpengaruh terhadap karakteristik
organoleptik bahan tersebut.
13

Tabel 2 Parameter spesifik ekstrak daun gedi

Konsentrasi Etanol
Parameter Spesifik
70% 96%
Organoleptik Warna : Hijau kehitaman Warna : Hijau kehitaman
Bau : Khas Bau : Khas
Rasa : Sepat Rasa : Sepat
Bentuk : Kental Bentuk : Kental
Kadar ekstrak daun
gedi terlarut dalam :
a. Air (% b/b) 7,46 ± 0,02 6,35 ± 0,65
b. Etanol (% b/b) 21,12 ± 0,21 30,65 ± 0,65

Analisis kadar senyawa terlarut dalam air dan etanol dilakukan untuk
mengetahui polaritas dari ekstrak etanol daun gedi. Berdasarkan pada hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% dan 96% memiliki
kecenderungan bersifat semi polar. Hal ini ditunjukkan dengan kelarutan dalam
air relatif kecil yaitu sebesar 7,46 ± 0,02 % b/b untuk pelarut etanol 70% dan 6,35
± 0,65 % b/b untuk pelarut etanol 96%. Tingkat kepolaran hasil ekstraksi dapat
digunakan untuk mengestimasi senyawa spesifik yang terdapat didalam bahan
seperti golongan flavonoid, alkaloid dan tannin (Gupta dan Rao 2012; Thomas et
al. 2008; Kumar et al. 2011).

Parameter Standarisasi Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Gedi


Parameter standarisasi non spesifik yang diuji dalam penelitian ini
meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, bobot jenis ekstrak,
total cemaran bakteri, total cemaran kapang dan uji cemaran logam timbal
(Depkes RI 2009). Berdasarkan pada hasil penelitian (Tabel 3), kadar air ekstrak
etanol 96% memiliki kadar air yang lebih rendah (5,60 ± 0,37 % b/b) jika
dibandingkan dengan kadar air ekstrak etanol 70% (7,35 ± 0,86 % b/b), Hal ini
terjadi karena pelarut etanol 96% memiliki konsentrasi air yang lebih kecil (4%
air) jika dibandingkan dengan pelarut etanol 70% (30% air), sehingga ekstrak
yang dihasilkan memiliki kadar air yang berbeda. Meskipun demikian kedua
ekstrak tersebut telah standar yang diperbolehkan dalam bahan ekstrak yaitu
sebesar 10% (PerKa BPOM No. 12 Tahun 2014). Berdasarkan pada kadar air
tersebut, ekstrak daun gedi telah memenuhi standar BPOM sebagai sediaan obat
dalam bentuk ekstrak.
Kadar abu total ekstrak etanol 96% juga memiliki nilai yang lebih rendah,
jika dibandingkan dengan kadar abu total ekstrak etanol 70%, dimana masing-
masing adalah sebesar 12, 82 ± 0,44 % b/b dan 20,12 ± 0,37 % b/b. Rendahnya
kadar abu total pada ekstrak etanol 96% menunjukkan bahwa pelarut etanol 96%
lebih banyak mengekstrak senyawa organik jika dibandingkan dengan senyawa
anorganik maupun mineral. Menurut Durling et.al. (2007) peningkatan
konsentrasi etanol berpengaruh signifikan terhadap peningkatan senyawa organik
yang dihasilkan, hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan konsentrasi etanol
akan menurunkan kadar abu hasil ekstraksi.
14

Tabel 3 Parameter standarisasi non spesifik ekstrak etanol daun gedi pada
konsentrasi etanol 70% dan 96%.

Konsentrasi Etanol Perka BPOM No


Parameter Non Spesifik 12 Tahun 2014
70% 96%
a
Kadar air ( % b/b) 7,35 ± 0,86 5,60 ± 0,37b <10
Kadar Abu Total (% b/b) 20,12 ± 0,37a 12, 82 ± 0,44b ≤ 10,00
Kadar Abu Tidak Larut Asam 0,79 ± 0,04a 0,24 ± 0,05b ≤ 2,60
(% b/b)
Bobot Jenis Ekstrak (g ml-1)
a. Pada pengenceran 5% 0,76 ± 0,05b 0, 83 ± 0,01a -
b. Pada pengenceran 10% 0,79 ± 0,03b 0,85 ± 0,02a -
Total Cemaran Bakteri (koloni 2,39 x 103a 2,16 x 103a <106
g-1)
Total Cemaran Kapang 3,26 x 103a 3,51 x 103a <104
-1
(koloni g )
Uji Cemaran logam timbal 4,56 ± 0,04a 4,66 ± 0,03a ≤ 10
(mg kg-1)
Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan bahwa nilai tersebut berbeda
nyata pada uji t dengan P-value < 0,5

Bobot jenis ekstrak etanol 70% memiliki nilai yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan bobot jenis ekstrak etanol 96%. Hal ini disebabkan karena
senyawa organik yang terekstrak lebih banyak pada pelarut etanol 96% jika
dibandingkan dengan pelarut 70%. Bobot jenis merupakan bobot ekstrak per
satuan volume, sehingga dengan volume yang sama akan menghasilkan bobot
jenis yang berbeda ketika kandungan dalam ekstrak tersebut berbeda.
Total cemaran bakteri pada kedua jenis pelarut telah memenuhi standar
yang ditetapkan untuk ekstrak sediaan obat, dimana dari total cemaran bakteri
adalah sebesar 2,36 x 103 koloni g-1 untuk pelarut etanol 70% dan 2,16 x 103
koloni/g untuk pelarut etanol 96%, sementara standar yang ditetapkan oleh BPOM
melalui Perka BPOM No 12. Tahun 2014 sebesar < 104 koloni g-1. Sedangkan
untuk total cemaran kapang, masih belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh BPOM, hal ini disebabkan karena kedua ekstrak etanol tersebut berada lebih
besar dari 103 koloni g-1.
Cemaran logam berat yang diuji dalam penelitian ini adalah cemaran
logam timbal (Pb), batas maksimum logam Pb yang diijinkan untuk produk
sediaan obat tradisional adalah sebesar ≤ 10 mg kg-1, sedangkan hal penelitian
menunjukkan bahwa cemaran logam Pb adalah 4,56 ± 0,04 mg kg-1untuk ekstrak
etanol 70% dan 4,66 ± 0,03 mg kg-1 untuk ekstrak etanol 96%.
Hasil uji t dengan P-value < 0,5 menunjukkan bahwa parameter total
cemaran bakteri (Lampiran 5), total cemaran kapang (Lampiran 6) dan uji
cemaran logam (Lampiran 7) tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan bahwa
bahan ekstrak daun gedi adalah homogen, karena ketiga parameter non spesifik
tersebut tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut etanol yang digunakan.
15

Golongan Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Daun Gedi


Uji fitokimia yang terdapat didalam ekstrak etanol daun gedi, digunakan
untuk mendeteksi awal, senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun gedi, uji
ini merupakan uji kualitatif yang ditujukan untuk menunjukkan keberadaan
senyawa tertentu ketika direaksikan dengan senyawa lain. Uji fitokimia yang
dilakukan meliputi uji flavonoid, uji alkaloid, uji tannin dan uji saponin.
Berdasarkan pada hasil penelitian, konsentrasi etanol tidak mempengaruhi
perbedaan senyawa fitokimia yang terdapat didalam ekstrak etanol daun gedi.

Tabel 4 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun gedi pada konsentrasi pelarut
etanol 70% dan 96%

Konsentrasi Etanol
Golongan Senyawa Kimia
70% 96%
Flavonoid + +
Alkaloid + +
Tannin + +
Saponin - -

Berdasarkan pada Tabel 4 terlihat bahwa golongan senyawa kimia yang


menunjukkan positif terdapat didalam daun gedi adalah senyawa flavonoid,
alkaloid dan tannin, sementara senyawa saponin memberikan respon yang negatif.
Respon senyawa flavonoid ini ditunjukkan dengan berubahnya larutan menjadi
berwarna agak kekuningan (Gambar 3a), sedangkan untuk uji senyawa alkaloid
(Gambar 3b) larutan membentuk endapan putih dan endapan coklat kekuningan
terbentuk ketika larutan diuji terhadap kandungan tanin (Gambar 3c). Pengujian
terhadap saponin negatif karena tidak terbuntuk busa yang stabil (Gambar 3d).

a b c d

(a) (b) (c) (d)


Gambar 3 Hasil uji penapisan terhadap ekstrak etanol 96% daun Gedi (a)
flavonoid, (b) alkaloid, (c)tanin, (d) saponin
16

Flavonoid Total dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Gedi


Keberadaan senyawa flovonoid yang terdapat didalam daun gedi selanjutnya
dianalisis secara kuantitatif dengan menentukan kadar flavonoid totalnya dan
aktivitas antioksidan dari flavonoid tersebut. Hasil analisis Uji t menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan nyata antara hasil ekstrak dengan menggunakan etanol
96% dengan etanol 70% (Tabel 5). Kondisi ini menunjukkan bahwa pelarut etanol
96% memiliki polaritas yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan etanol 70%.
Peningkatan konsentrasi etanol akan menurunkan polaritas pelarut, sehingga
mendekati polaritas senyawa flavonoid yang bersifat semi polar (Vongsak et al.
2013). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pine et.al.
(2011) ekstrak daun gedi hasil penelitian memiliki nilai flavonoid total yang lebih
rendah dengan tanaman gedi asal Palu (41,56 ± 0,120 mg g-1), namun dengan
tanaman gedi asal Gorontalo (23,63±0,06 mg g-1) masih lebih tinggi.
Flavonoid merupakan salah satu antioksidan alami yang mampu
memberikan efek biologis terhadap beberapa penyakit seperti anti bakteri, anti
imflamasi, anti virus dan anti alergi (Cook dan Samman 1996; Velioglu et al.
1998). Flavonoid yang terdapat didalam daun gedi juga memiliki aktivitas sebagai
antioksidan (Xue et al. 2011). Penghambatan radikal bebas dengan metoda DPPH
merupakan salah satu metode untuk menentukkan aktivitas antioksidan. Parameter
yang digunakan dalam uji DPPH adalah IC50, yaitu konsentrasi yang diperlukan
untuk menghambat 50% dari radikal bebas DPPH. Nilai IC50 diperoleh dari
persamaan hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persen inhibisi
(penghambatan). Nilai IC50 yang kecil berarti kemampuan dalam menghambat
radikal bebas dari DPPH sangat besar. Hal ini menunjukkan kuatnya suatu bahan
sebagai antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun gedi
menggunakan pelarut etanol 96% memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi
dengan nilai IC50 sebesar 512,41 ± 3,44 µg ml-1 dibandingkan dengan pelarut
etanol 70% (IC50 = 625,14 ± 2,65 µg ml-1). Hasil uji t menunjukkan bahwa
keduanya berbeda nyata (Lampiran 8 dan 9), sehingga dapat disimpulkan bahwa
faktor konsentrasi mempengaruhi nilai kadar flavonoid total dan aktivitas
antioksidan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Qian et al. (2004)
bahwa peningkatan konsentrasi etanol akan meningkatkan kadar flavonoid dan
aktivitas antioksidannya.

Tabel 5 Hasil analisis uji flavonoid total dan aktivitas antioksidan ekstrak etanol
daun gedi pada konsentrasi pelarut 70% dan 96%.

Konsentrasi Etanol
No Golongan Senyawa Kimia
70% 96%
-1
1 Flavonoid Total (mg g ) 27,19 ± 0,78a 37,29 ± 0,40b
2 Aktivitas antioksidan (IC50) 625,14 ± 2,65a 512,41 ± 3,44b
Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan bahwa nilai tersebut berbeda
nyata pada uji t dengan nilai P < 0,5
17

Simpulan dan Saran

Simpulan
Simplisia daun gedi tidak memenuhi standar MMI jika digunakan sebagai
sediaan obat untuk infusia, namun sebagai sediaan obat untuk produk esktrak
telah memenuhi, karena memiliki kadar sari larut etanol diatas 6,3% bk.
Ekstrak etanol daun gedi telah memenuhi standar Perka BPOM No 12.
Tahun 2014 tentang persyaratan mutu sediaan obat, dimana ekstrak etanol yang
dihasilkan memiliki kadar air 5,60 ± 0,37 % b/b, kadar abu total 12, 82 ± 0,44 %
b/b, kadar abu tidak larut asam 0,24 ± 0,05 %b/b, bobot jenis ekstrak pada
pengenceran 5% 0, 83 ± 0,01 g ml-1 , bobot jenis ekstrak pada pengenceran 10%
0,85 ± 0,02 g ml-1, total cemaran bakteri 2,1 x 103 koloni g-1, total cemaran
kapang 3,6 x 103 koloni g-1, dan kadar timbal sebesar 4,67 ± 0,03 mg kg-1.
Konsentrasi pelarut yang paling baik untuk mengekstrak flavonoid dari daun
gedi adalah pelarut etanol konsentrasi 96% dan menghasilkan flavonoid total
sebesar 37,29 ± 0,40 mg g-1 dengan aktivitas antioksidan pada nilai IC50 sebesar
512,41 ± 3,44 µg ml-1

Saran
Untuk diaplikasikan sebagai bahan sediaan obat, perlu dilakukan analisis
lanjutan terhadap parameter ekstrak daun gedi yang lainnya, yaitu kadar sisa
pelarut dan viskositas dari ekstrak.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh umur tanaman
terhadap metabolit sekunder yang dihasilkan, untuk memperoleh senyawa aktif
yang optimal. Disamping itu, perlu dilakukan optimasi pada proses ekstraksi
untuk mendapatkan rendemen ekstrak yang optimal.
18

4 OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN


GEDI (Abelmoschus manihot L. Medik) MENGGUNAKAN
METODE CENTRAL COMPOSITE DESIGN (CCD) DAN
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDANNYA

Pendahuluan

Meningkatnya penyakit degeneratif seperti kanker, penurunan sistem imun,


disfungsi hati, disfungsi otak dan katarak disebabkan karena kekurangan
antioksidan, hal ini menyebabkan terjadinya kondisi stress oksidatif, yaitu suatu
kondisi dimana antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak mampu menetralisir
peningkatan konsentrasi radikal bebas, sehingga berdampak pada kerusakan
komponen sel seperti DNA, lipid, dan protein (Ames et al. 1993; Chen et al.
1996; Valko et al. 2004). Oleh karena itu, tubuh membutuhkan asupan
antioksidan yang berasal dari luar, menurut Peter et al. (2007) asupan harian
antioksidan yang dibutuhkan oleh tubuh berkisar antara 20 – 1000 mg hari-1.
Umumnya pemenuhan kebutuhan antioksidan tubuh menggunakan buah, sayuran
dan minuman dengan jumlah vitamin C, E, dan β-karotin yang bervariasi (Mullie
et al. 2007), ditambah dengan beberapa antioksidan sintetik. Beberapa peneliti
mengungkapkan bahwa penggunaan antioksidan sintetik akan memberikan efek
buruk bagi kesehatan dan bersifat toksik (Chen et al. 1992; Kahl dan Kappus
1993). Oleh karena itu, antioksidan alami menjadi salah satu alternatif yang sangat
dibutuhkan.
Flavonoid merupakan salah satu antioksidan alami yang dibutuhkan oleh
tubuh, menurut Heim et al. (2002) kebutuhan flavonoid tubuh setiap harinya
mencapai 23 mg hari-1. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak
diteliti (Rice-Evan et al. 1996; Pourmorad et al. 2006 Procházková et al. 2011).
Flavonoid memiliki kemampuan mengubah atau mereduksi radikal bebas dan juga
sebagai anti radikal bebas (Zuhra 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pine
et al. (2011) menunjukkan bahwa daun gedi (Abelmoschus manihot L. Medik)
memiliki kandungan flavonoid yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 23-41%,
hal ini menunjukkan bahwa daun gedi memiliki potensi sebagai sumber
antioksidan. Potensi daun gedi sebagai sumber antioksidan telah diketahui dalam
penelitian Pine et al. (2011) dimana aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun gedi
meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi total flavonoid, aktivitas
antioksidan tertinggi dihasilkan dari daerah palu dengan nilai IC50 sebesar 575 µg
ml-1
Besarnya kandungan flavonoid dalam daun gedi mendorong untuk
dilakukan suatu usaha optimalisasi potensi tersebut. Oleh karena itu, perlu
dilakukan optimasi proses ekstraksi daun gedi. Terdapat beberapa teknik ekstraksi
yang dapat digunakan untuk mengisolasi senyawa aktif dari bahan alam, di
antaranya adalah metode maserasi, Soxhlet, refluks, dan distilasi (Veličković
2007). Namun, banyak bahan alam yang tidak stabil secara termal dan dapat
terdegradasi selama proses ekstraksi seperti pada ekstraksi Soxhlet. Metode
ekstraksi dengan maserasi merupakan salah satu metode yang sesuai untuk
mengekstrak senyawa aktif, namun metode maserasi konvensional membutuhkan
waktu yang lama (Pine et al. 2011). Untuk itu, perlu dikembangkan metode
19

ekstraksi baru dengan maseri dinamis yang bertujuan untuk meningkatkan proses
ekstraksi lebih efektif dan efisien, serta mampu mengurangi degradasi bahan aktif
selama proses ekstraksi. Efektivitas ekstraksi sangat dipengaruhi oleh beberapa
hal diantaranya adalah waktu ekstraksi, suhu ekstraksi, jenis pelarut dan kecepatan
pengadukan. Berdasarkan pada beberapa faktor tersebut, dalam penelitian ini
dilakukan optimasi proses ekstraksi daun gedi untuk mendapatkan total flavonoid
yang paling optimal sehingga dapat dikembangkan dalam skala komersial.

Metode Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Agro Kimia Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya, mulai bulan Januari 2014
sampai dengan bulan Desember 2014.

Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan antara lain daun tanaman gedi yang telah
berumur lebih dari 3 bulan, aquades, etanol 96%, NaOH, DPPH (1,1-Diphenyl-2-
picryl hydrazyl) , NaNO2, AlCl2 (Merck), standar quercetin (Sigma Aldrich).
Alat yang digunakan adalah labu Erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur,
kondensor, magnetic stirrer, timbangan analitik GR 200 (AND), vacuum
evaporator tipe RV 10D (IKA), Hotplate/stirrer HP220, pompa vacuum jenis
CVC 3000 Vacuubrand, spektrofotometer UV/Vis Plus (Bio Rad). Software
Design Expert Ver. 9 versi trial.

Persiapan contoh
Daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman gedi yang
berumur 3 bulan, dan bagian yang diambil adalah daun yang berwarna hijau tua.
Daun yang akan diekstrak dikeringkan hingga mendapatkan kadar air yang relatif
rendah (< 10%), kemudian daun gedi kering digiling hingga berukuran 40 mesh.

Karakterisasi Serbuk Daun Gedi


Karakterisasi serbuk daun gedi dilakukan untuk memastikan bahwa
komponen yang terdapat dalam daun gedi, tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Parameter yang dikarakterisasi diantaranya adalah kadar air, kadar sari
larut air dan kadar sari larut etanol serta total flavonoid. Prosedur analisis kadar
air, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol dilakukan sesuai dengan
prosedur analisis simplisia pada Lampiran 1.

Ekstraksi Flavonoid Daun Gedi


Proses esktrasi senyawa flavonoid glikosida yang berasal dari daun gedi
dilakukan dengan menggunakan Erlenmeyer yang berukuran 1 liter dan diletakkan
di atas digital hot plate magnetic stirrer, pelarut yang digunakan adalah etanol
96%. Sebanyak 50 g simplisia daun gedi dimasukkan kedalam Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 500 ml etanol 96%. Perbandingan antara simplisia daun
gedi dengan pelarut sebesar 1 : 10 g ml-1. Kondisi operasi divariasikan pada suhu
30 hingga 40 oC, kecepatan pengadukan antara 200 rpm hingga 400 rpm, dan
lama waktu ekstraksi antara 4-6 jam.
20

Rancangan Percobaan Dengan Central Composite Design (CCD)


Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan Central
Composite Design (CCD), dimana metode ini akan membantu dalam
menyelidiki pengaruh linear, kuadrat dan interaksi antar faktor dari proses
ekstraksi daun gedi (Chow dan Liu 1995). CCD terdiri dari 20 run percobaan
dengan 6 ulangan pada titik pusat (centre point). Adapun matrik faktor dan taraf
dalam rancangan central composite design disusun seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Matrik faktor dan taraf dalam rancangan central composite design ekstrak
daun gedi

X2
X1 X3
Kecepatan
Run suhu Waktu
Pengadukan
(oC) (jam)
(rpm)
1 30 200 3
2 40 200 3
3 30 400 3
4 40 400 3
5 30 200 6
6 40 200 6
7 30 400 6
8 40 400 6
9 26,59 300 4,5
10 43,41 300 4,5
11 35 131.82 4,5
12 35 468.18 4,5
13 35 300 1,98
14 35 300 7,02
15 35 300 4,5
16 35 300 4,5
17 35 300 4,5
18 35 300 4,5
19 35 300 4,5
20 35 300 4,5

Analisis regresi dan keragaman dilakukan dengan menggunakan software


Design Expert Ver. 9.0. Trial. Setiap respon dari proses ekstraksi digunakan
untuk mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan
flavonoid total menurut persamaan polinomial berikut (Montgomery et al. 2012) :

∑ ∑ ∑∑
21

y adalah hasil perkiraan respon yang diinginkan (flavonoid total ), xi, xj mewakili
peubah-peubah yang meliputi suhu ekstraksi, lama waktu ekstraksi dan kecepatan
pengadukan, βO merupakan koefisien model, βi adalah pengaruh linier peubah
terhadap respon, βij pengaruh interaksi antar peubah terhadap respon, βii adalah
pengaruh kuadratik peubah terhadap respon dan adalah derajat error
Penentuan Flavonoid Total Ekstrak Daun Gedi
Penentuan kadar flavonoid total dengan menggunakan metode yang
digunakan oleh Wan et al. (2014) dan telah dijelaskan dalam Bab 2 .

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Gedi


Aktivitas antioksidan ekstrak daun gedi ditentukan dengan menggunakan
metode yang dikembangkan oleh Locatelli et al. (2004) dan telah dijelaskan
dalam Bab 2

Hasil Dan Pembahasan

Karakteristik Serbuk Daun Gedi


Simplisia daun gedi dikarakterisasi terhadap kadar air, kadar sari larut air,
kadar sari larut etanol dan kandungan flavonoid total sebelum dilakukan proses
ekstraksi. Kadar air merupakan parameter fisikokimia yang berhubungan langsung
dengan stabilitas senyawa aktif bahan herbal selama proses penyimpanan. Kadar
air yang berlebihan akan memudahkan pertumbuhan mikroba yang akan
menghidrolisis senyawa aktif (Czech et al. 2001; List dan Smith 1984) sehingga
bahan tersebut cepat mengalami kerusakan. Disisi lain, bahan herbal yang terlalu
kering ( kadar air < 5%) akan menyebabkan struktur sel menjadi lebih sulit untuk
diekstraksi (Souza et al. 2007).
Sebelum dilakukan proses ekstraksi daun gedi, serbuk daun gedi
dikarakteriasi ulang untuk memastikan kualitas daun gedi. Hasil karakterisasi
menunjukkan bahwa kadar air serbuk daun gedi adalah 8,1 ± 0,5 % bk. Hal ini
menunjukkan bahwa serbuk daun gedi masih berada dalam batas yang ditetapkan
yaitu sebesar 6-14 % bk untuk bahan herbal yang disimpan dalam kondisi tidak
kedap udara (List dan Smith 1984; Souza et al. 2007).

Tabel 7. Hasil karakterisasi serbuk daun gedi

Parameter Nilai
Kadar Air (% bk) 8,1 ± 0,50
Kadar sari larut air (% bk) 9,1 ± 0,08
Kadar sari larut etanol (% bk) 17,87 ± 0,60
Total flavonoid (mg/g) 56,2 ± 0,09

Pada pengujian parameter sari larut air, rendemen ekstrak serbuk daun gedi
memiliki nilai yang lebih rendah 9,1 ± 0,08 % bk jika dibandingkan dengan kadar
sari larut etanol (17,87 ± 0,6 % bk). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
senyawa aktif yang bersifat semi polar dari daun gedi proporsinya lebih banyak
dibandingkan dengan senyawa aktif yang bersifat polar, sehingga penggunaan
etanol sebagai pelarut semi polar dalam proses ekstraksi daun gedi adalah tepat.
Kondisi ini berbeda dengan hasil penelitian Pine et al. (2011), dimana rendeman
22

ekstrak daun gedi dengan pelarut air lebih tinggi (9,50 ± 0,3 % bk), jika
dibandingkan dengan pelarut etanol 70 % (8,31 ± 0,3% bk). Konsentrasi etanol
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen ekstrak, hasil penelitian
Mandey et al. (2014) menunjukkan bahwa pada ekstraksi daun gedi dengan
pelarut etanol 96% mendapatkan rendemen ekstrak sebesar 15%.
Kadar flavonoid total serbuk daun gedi sebelum dilakukan ekstraksi adalah
56,2 ± 0,09 mg g-1 bahan setara quercetin. Jika dibandingkan dengan kadar
flavonoid total sebelumnya (37,29 ± 04 mg g-1), maka kadar flavonoid total
ektsrak daun gedi telah mengalami degradasi, diduga disebabkan karena proses
ekstraksi. Menurut Biesaga (2011) salah satu faktor yang mempengaruhi
degradasi flavonoid adalah lama waktu ekstraksi dan struktur kimia dalam sistem,
metode maserasi yang dilakukan lebih dari 24 jam berpotensi untuk mendegradasi
kandungan flavonoid dalam bahan.

Pembentukan Model Persamaan Ekstraksi Daun Gedi


Ekstrasi flavonoid dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, mulai
dari metode konvensional hingga metode baru diantaranya adalah ekstraksi CO2
superkritis (Wang et al. 2008), gelombang mikro (Routray dan Orsat 2012) dan
ekstraksi fluida superkritis (Bimakr et al. 2011). Sampai saat ini, metode yang
digunakan untuk melakukan ekstraksi senyawa aktif didominasi oleh metode
konvensional, karena metode ini dianggap merupakan metode yang sederhana dan
aplikatif (Grigonis et al. 2005). Gupta et al. (2013) menyatakan bahwa metode
maserasi merupakan metode yang paling sederhana dan tidak membutuhkan suhu
ekstraksi yang tinggi sehingga senyawa flavonoid glikosida yang terdapat dalam
bahan tidak banyak mengalami kerusakan. Namun kelemahan dari metode ini
adalah membutuhkan pelarut yang relatif banyak (Bimakr et al. 2011). Untuk
mengoptimalkan proses ekstraksi daun gedi, metode yang digunakan adalah
metode maserasi dinamis. Faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi dengan
maserasi dinamis menurut Xu et al. (2013) adalah waktu ekstraksi, suhu ekstraksi,
komposisi pelarut dan rasio padatan terlarut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
faktor yang dioptimalkan adalah waktu ekstraksi, kecepatan pengadukan dan lama
waktu ekstraksi.
Berdasarkan pada hasil penelitian (Tabel 8), flavonoid total yang didapatkan
berkisar antara 48,66 – 55,40 mg g-1. Analisis dengan menggunakan regresi
berganda menghasilkan persamaan orde dua sebagai berikut :

Total Flavonoid = 55.138 -0.229X1+ 0.430X2 + 1.273X3 - 1.553X12 - 1.465X22 -


0.829X32
Penentuan tingkat signifikansi dan kesesuaian model dilakukan dengan
menggunakan analisis ANOVA (Tabel 9). Berdasarkan pada Tabel 9 terlihat
bahwa nilai F dari model adalah sebesar 19,79 dan P-value sangat kecil (<
0,0001), hal ini menunjukkan bahwa model memiliki tingkat signifikansi yang
tinggi dan hanya 0,01% peluang dari model mengalami penyimpangan. Nilai
koefisien determinasi (R2) merupakan proporsi dari ketidakpastian dari model,
hasil dari analisis menunjukkan bahwa nilai dari R2 sebesar 0,9013, kondisi ini
menunjukkan bahwa model dapat diterima. Menurut Xu et al. (2013) dan Le et al.
(2010) model optimasi yang dapat diterima adalah model yang memiliki R2 > 0,75
23

Tabel 8 Matrik faktor dan taraf dalam optimasi dengan central composite design
dan hasil flavonoid total

Flavonoid
No X1 X2 X3 Total
(mg g-1)
1 0 0 0 55,40
2 -1 -1 -1 48,66
3 0 0 0 55,06
4 0 1.68 0 51,78
5 0 0 0 55,23
6 1.68 0 0 49,25
7 -1.68 0 0 52,90
8 0 0 0 54,77
9 1 -1 -1 49,55
10 1 1 1 53,69
11 0 0 0 54,95
12 1 -1 1 52,19
13 0 -1.68 0 50,86
14 -1 1 -1 49,71
15 0 0 1.68 54,71
16 -1 -1 1 51,69
17 0 0 0 55,31
18 -1 1 1 52,69
19 0 0 -1.68 51,52
20 1 1 -1 50,32

Variabel yang sangat signifikan terhadap hasil flavonoid total adalah


variable linear X3(waktu) dan variable kuadratik X12, X22 karena memiliki P-value
< 0,0001.Variabel yang memiliki pengaruh signifikan adalah variable kuadratik
X32 dan variabel yang tidak berpengaruh terhadap hasil ekstraksi flavonoid total
adalah variabel linear X1(Suhu), X2(kecepatan pengadukan) dan variabel interaksi
antara X1X2, X1X3, X2X3. Berdasarkan pada hasil analisis tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi respons flavonoid total pada
proses ekstraksi daun gedi adalah sebagai berikut : waktu ekstraksi > kecepatan
pengadukan > suhu ekstraksi.
Metode maserasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah termasuk
dalam metode maserasi dinamis (Costa-Machado et al. 2013). Pada maserasi
dinamis, terdapat waktu minimum yang digunakan oleh pelarut untuk
mengembangkan jaringan tumbuhan dan melarutkan senyawa aktif didalamnya
sehingga mencapai keseimbangaan tertentu untuk dapat larut dalam pelarut etanol
(Pompeu et al. 2009). Lama ekstraksi antara 3-6 jam diduga merupakan waktu
yang tepat bagi tercapainya keseimbangan antara pelarut dengan senyawa aktif
yang terdapat pada daun gedi, sehingga rentang antara 3-6 jam berpengaruh
terhadap rendemen total flavonoid yang dihasilkan.
24

Tabel 9 Hasil analisis ANOVA ekstraksi flavonoid daun gedi

Sum of Mean F P-value


Source Squares Df Square Value Prob > F
Model 89.66 6 14.94 19.79 < 0.0001 Signifikan
X1-Suhu 0.71 1 0.71 0.94 0.3488
X2-Rpm 2.52 1 2.52 3.34 0.0908
X3-Waktu 22.13 1 22.13 29.3 0.0001
X1X2 6.43E-03 1 6.43E-03 6.59E-03 0.9369
X1X3 1.38E-06 1 1.38E-06 1.42E-06 0.9991
X2X3 0.059 1 0.059 0.06 0.8107
X12 34.74 1 34.74 46 < 0.0001
X22 30.94 1 30.94 40.98 < 0.0001
X32 9.91 1 9.91 13.12 0.0031
Residual 9.82 13 0.76
Lack of Fit 9.54 8 1.19 21.14 0.0019 signifikan
Pure Error 0.28 5 0.056
Cor Total 99.48 19

Analisis Respon Permukaaan

Respon permukaan tiga dimensi dan dua dimensi dari fungsi regresi
ditampilkan seperti pada Gambar 4. Berdasarkan pada Gambar 4a dan 4b, terlihat
bahwa variabel bebas (kecepatan pengadukan dan suhu ekstraksi) pada level
rendah dan tinggi akan menghasilkan total flavonoid yang rendah, kondisi tersebut
menunjukkan bahwa interaksi antara kecepatan pengadukan dan suhu ekstraksi
berpengaruh terhadap total flavonoid yang dihasilkan. Kecepatan pengadukan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi, hal ini
berkaitan dengan perpindahan massa konvektif dari bahan yang diekstrak kepada
pelarut (List dan Schmidt 1989). Pada maserasi statis perpindahan massa dari
bahan ke pelarut hanya ditentukan oleh kecepatan difusi dan koefisien osmosis
antara lapisan tipis daun gedi dengan pelarut (List dan Schmidt 1989). Sedangkan
pada maserasi dinamis, kecepatan pengadukan menyebabkan terjadinya
peningkatan pengaruh konvektif sehingga menurunkan tegangan permukaan
bahan untuk menuju keseimbangan dengan pelarut etanol (Jacques et al. 2007).
Hal yang sama juga terjadi ketika variabel bebas yang nilainya tetap adalah
kecepatan pengadukan, berdasarkan pada Gambar 4c dan 4d terlihat bahwa
semakin meningkatnya suhu dan waktu ekstraksi akan memberikan pengaruh
peningkatan dan penurunan total flavonoid, sehingga dapat disimpulkan bahwa
variable bebas suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh terhadap total flavonoid
yang dihasilkan. Pada saat variabel bebas suhu ekstraksi tetap (Gambar 4e dan 4f),
total flavonoid juga mengalami peningkatan dan penurunan hasil, hal ini
mengindikasikan bahwa variabel bebas lama waktu ekstraksi dan kecepatan
pengadukan berpengaruh terhadap total flavonoid yang dihasilkan.
25

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
Gambar 4 Respon permukaan tiga dimensi dan dua dimensi yang menunjukkan
perbedaan pengaruh pada beberapa variabel bebas

Optimasi dan Verifikasi

Hasil optimasi dengan menggunakan software Design Expert Ver. 9 Trial


menunjukkan bahwa kondisi optimal yang direkomendasikan pada proses
ekstraksi flavonoid total daun gedi adalah waktu ekstraksi 4,83 jam, suhu
ekstraksi 34,33 oC dan kecepatan pengadukan 322 rpm. Kondisi ini diprediksi
akan mendapatkan total flavonoid sebesar 55,41 mg g-1.
Reliabilitas dari model kemudian dilakukan validasi kembali pada kondisi
optimum, dimana waktu ekstraksi dilakukan selama 4 jam 50 menit, suhu
ekstraksi 34 ± 2oC dan kecepatan pengadukan 322 rpm. Hasil ekstraksi
menunjukkan bahwa total flavonoid yang dihasilkan sebesar 53,34 mg g-1, kondisi
26

tersebut mengindikasikan bahwa tingkat akurasi model, sangat akurat mencapai


96% dan nilai tersebut masih berada dibawah standar margin error sebesar 5%.
Berdasarkan pada hasil analisis respon permukaan baik tiga maupun dua
dimensi menunjukkan bahwa total flavonoid yang dihasilkan dalam proses
ekstraksi dengan metode maserasi sangat dipengaruhi oleh waktu ekstraksi,
kecepatan pengadukan dan suhu ekstraksi. Hal ini sesuai dengan yang telah
ditemukan pada analisis dengan menggunakan ANOVA.
Berdasarkan pada kondisi tersebut, teknik ekstraksi dengan maserasi
dinamis memiliki prospek untuk dikembangkan lebih lanjut dalam skala yang
lebih besar, karena teknik maserasi ini merupakan teknis ekstraksi yang sederhana
dan user friendly (Sithisarn et al. 2006; Vongsak et al. 2013). Beberapa ekstraksi
yang lebih modern seperti ekstraksi dengan menggunakan microwave (Hayat et al.
2009), ekstraksi dengan menggunakan tekanan tinggi (Xi et al. 2011) dan
ekstraksi dengan menggunakan karbondioksida superkritis (Bimakr et al. 2011)
memang memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah meningkatkan
penetrasi pelarut terhadap bahan, menurunkan suhu dan dapat mempersingkat
waktu, namun teknik ini masih membutuhkan peralatan khusus sebelum dilakukan
ekstraksi, hal ini menyebabkan biaya yang lebih mahal dan tidak dapat diadopsi
oleh industri skala usaha kecil menengah (UKM) (Vongsak et al., 2013).

Aktivitas Antioksidan Daun Gedi

Hasil uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH menunjukkan


bahwa ekstrak etanol daun gedi hasil validasi memiliki nilai IC50 sebesar 383,49
ppm, jika dibandingkan dengan hasil ekstraksi daun gedi yang dilakukan oleh
Pine et al.(2011), dimana nilai IC50 sebesar 575 µg ml-1, maka hasil penelitian ini
memiliki nilai IC50 yang lebih baik. Meskipun demikian, nilai IC50 ekstrak etanol
daun gedi masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan nilai IC50 quercetin,
hasil analisis menunjukkan bahwa nilai IC50 quercetin sebesar 3,12 µg ml-1
(Lampiran 4).

Simpulan

Ekstraksi daun gedi yang optimal dengan menggunakan metode maserasi


didapatkan pada kondisi proses waktu ekstraksi 4,83 jam, suhu ekstraksi 34,33 oC
dan kecepatan pengadukan 322 rpm dengan total flavonoid yang dihasilkan
sebesar 55,41 mg g-1. Faktor yang paling berpengaruh pada proses ekstraksi ini
adalah waktu ekstraksi > kecepatan pengadukan > suhu ekstraksi. Nilai IC50
aktivitas antioksidan ekstrak daun gedi hasil validasi sebesar 383,49 µg ml-1.

Saran

Optimasi yang dilakukan pada penelitian ini hanya dilakukan pada total
flavonoid. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut tentang rendemen ekstrak
daun gedi yang dihasilkan sehingga diperoleh informasi yang lebih komprehensip.
Metode maserasi dinamis merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana,
untuk meningkatkan efektivitas proses ekstraksi dapat dilakukan dengan pre-
treatment serbuk daun gedi. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas proses maserasi. Flavonoid total ekstrak daun gedi memiliki aktivitas
antioksidan yang masih rendah, sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut agar
flavonoid ekstrak daun gedi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik.
27

5 PRODUKSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN GEDI


(Abelmoschus manihot L. Medik) DENGAN TEKNIK
KOMBINASI HOMOGENISASI DAN EVAPORASI

Pendahuluan

Ekstrak etanol daun gedi telah diidentifikasi memiliki kandungan senyawa


flavonoid (Pine et al 2011; Mandey et al. 2014). Menurut Lako et al (2007) daun
gedi yang diekstrak dengan cara dikukus memiliki kandungan total flavonoid
sebesar 1mg g-1 bahan dengan quercetin sebesar 80 µg g-1 bahan dan β-karotin
sebesar 280 µg g-1 bahan. Penelitian tersebut semakin memperkuat data bahwa
esktrak daun gedi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu
sediaan obat yang berfungsi sebagai antioksidan. Namun dalam dosis yang terlalu
tinggi, ekstrak etanol daun geni dilaporkan memiliki sifat toksik walaupun
toksisitasnya tergolong dalam toksisitas rendah (Assagaf et al. 2013).
Flavonoid adalah kelompok terbesar dari fenolik dengan kapasitas
antioksidan yang kuat (Aberoumand dan Deokule 2008). Flavonoid termasuk
kelompok benzo-γ-piron dengan struktur umum difenilpropan (C6-C3-C6) terdiri
dari 2 (dua) cincin aromatis yang dihubungkan oleh 3 (tiga) atom karbon
membentuk heterosiklik teroksigenasi, ditandai dengan A, B, C (Filipiak
2001). Efektivitas flavonoid sebagai penangkap radikal dan pengkelat ion logam
ditentukan oleh adanya struktur (katekol) ortho dihidroksi pada cincin B, ikatan
rangkap pada C2-3 yang terkonjugasi dengan gugus fungsi C4 okso, gugus
-OH pada C3 di cincin C, dan gugus -OH pada C5 di cincin A (Tapas et
al. 2008). Kombinasi gugus C3-OH dan C5-OH dengan C4-karbonil dan ikatan
rangkap C2-3 dapat meningkatkan aktivitas penangkap radikal bebas (Amic et al.
2003). Selain itu kemampuan senyawa flavonoid sebagai antioksidan juga
ditentukan oleh potensial reduksinya, peningkatan aktivitas antioksidan
flavonoid disebabkan karena terjadi penurunan potensial reduksinya (Rice-Evans
et al. 1997).
Bioaviabilitas dari senyawa flavonoid cenderung rendah pada kondisi
ukuran partikel yang besar. Hal ini dinyatakan oleh Lante dan Friso (2013) pada
pengamatan ukuran partikel katekin, biovaliabilitas katekin mengalami penurunan
pada saat ukuran partikel dan ikatan hydrogen yang semakin besar. Berdasarkan
pada kondisi tersebut, untuk meningkatkan biovaiabilitas flavonoid ekstrak daun
gedi perlu dilakukan pengecilan ukuran partikel. Nanoemulsi merupakan salah
satu delivery system yang optimal, karena dapat diformulasikan dengan semua
bahan alami, serta berpotensi meningkatkan bioaviabilitas dari flavonoid, sejalan
dengan peningkatan aktivitas antioksidannya (Sessa et al. 2013).
Berdasarkan pada tingkat konsumsi energinya, nanoemulsi dapat diproduksi
dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu metode high energy dan metode low
energy (Acosta 2009; Leong et al. 2009; Tadros et al. 2004). Menurut Tadros et al
(2004) pembentukan nanoemulsi dengan pendekatan high-energy dan metode
homogenisasi tekanan tinggi, masih kurang efisien karena energi yang
dialokasikan untuk pembentukan nanoemulsi hanya 0,1% sedangkan 99,9%
dialihkan untuk memanaskan larutan. Kondisi ini akan berpengaruh pada saat
proses penggandaan skala, dimana kesalahan perhitungan energi akan
28

menyebabkan bias yang sangat signifikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu menggabungkan antara high energy dan
low energy. Penggabungan kedua pendekatan tersebut, dimaksdukan agar, proses
produksi nanoemulsi dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu
tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mendapatkan kondisi proses terbaik
berdasarkan pada ukuran partikel, flavonoid total dan aktivitas antioksidan, 2)
mengetahui stabilitas nanoemulsi terhadap ukuran partikel, flavonoid total, dan
akivitas antioksidan selama 14 hari. Beberapa parameter lain yang diteliti adalah
pH, konduktivitas dan lama penyimpanan, karena parameter-parameter tersebut
mempengaruhi sifat fisikokimia dari nanoemulsi (Ananingsih et al. 2013;. Heertje
2013).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Homogenizer IKA Ultra-
Turax Model T25 Digital dengan speed range antara 3.000-25.000 rpm dan
diameter 13 mm, Particle Size Distribution CILAS 1090 Liquid, Rotary
Evaporator IKA RV 10 Digital, Accela LC system (Thermo)LC MS/MS, labu
ukur, gelas piala, thermometer, spektofotometer UV-VIS. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah ekstrak daun gedi dalam bentuk cair, Tween® 80, aquades, dan
etanol

Metode

Pembuatan Nanoemulsi
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggabungkan dua pendekatan yaitu
high energy dan low energy. Untuk metode high energy yang digunakan adalah
menggunakan alat pendispersi dan metode low energy dengan menggunakan
metode evaporasi. Metode yang digunakan berdasarkan pada hasil penelitian Silva
et al. (2011) yang dimodifikasi. Hasil ekstrak daun gedi yang diperoleh dari
maserasi dilarutkan kembali dalam etanol 96% dengan perbandingan ekstrak
daun gedi dan etanol adalah 1:99 b/v yang nantinya disebut sebagai fase minyak.
Sedangkan untuk fase air dilarutkan Tween 80 sebanyak 6% dan basa fosfat
sebanyak 94%. Kedua fasa minyak dan air kemudian dicampurkan dengan
perbandingan fase minyak dan air adalah 1:9. Larutan ini kemudian di
homogenisasi menggunakan Ultra Turrax T25 dan divariasikan pada kecepatan
putaran antara 5.000 – 20.000 rpm, sedangkan lama waktu homogenisasi
divariasikan antara 5 - 10 menit. Pemilihan kedua faktor ini berdasarkan pada
penelitian Silva et al. (2011) yang menyatakan bahwa ukuran partikel nano dan
kestabilan ukuran partikel sangat dipengaruhi olah kecepatan putaran
homogenisasi dan lama waktu homogenisasi. Setelah dihomogenisasi, larutan di
evaporasi dengan tekanan rendah untuk menghilangkan etanol, setelah dievaporasi
dilakukan pengamatan terhadap beberapa sifat fisik dan kimiawi nanoemulsi,
diantaranya adalah ukuran partikel, pH, konduktivitas, kadar flavonoid total dalam
emulsi dan aktivitas antioksidan. Stabilitas nanoemulsi juga diukur dengan
parameter pada ukuran partikel, pH, konduktivitas, kadar flavonoid dan aktivitas
antioksidan. Diagram alir penelitian disajikan dalam Gambar 5.
29
Basa Fosfat
Ekstrak Etanol Tween 80 pH 7
Daun Gedi 96% (6%) (94%)
(1%) (99%)

Pencampuran Pencampuran
(Suhu 30oC) (Suhu 30oC)

Larutan
Larutan
fase
fase Air
minyak

Pencampuran
(Minyak : Air = 1 : 9) v/v

Homogenisasi

Kecepatan
Homogenisisasi
(5.000-20.000) rpm
Lama Homogenisasi
(5-10) menit

Evaporasi
(suhu 40oC, Tekanan Etanol
vacuum, 30 menit)

Nanoemulsi Ekstrak Daun


Gedi

 Uji Ukuran Partikel


 Uji Stabilitas partikel nano
emulsi
 pH
 Konduktivitas
 Uji flavonoid total
 Uji Aktivitas antioksidan

Gambar 5 Diagram alir proses pembentukan nanoemulsi senyawa flavonoid


glikosida dari daun gedi (Silva et al. 2011) yang dimodifikasi
30

Analisis Distribusi Ukuran Partikel


Distribusi ukuran nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi diukur menggunakan
alat pengukur partikel nano (Particle Size Distribution CILAS 1090). Prinsip kerja
dari CILAS 1090 menggunakan laser diffraction sebanyak 2 buah, kemudian
diolah dengan dengan menggunakan software, untuk lebih jelasnya skema dari
prinsip kerja CILAS 1090 disajikan dalam Lampiran 10. Nanoemulsi hasil
perlakuan diukur distribusi sebaran partikel yang terbentuk (dalam satuan nm).
Sebanyak 2 ml larutan nanoemulsi tanpa pengenceran dimasukkan kedalam kuvet,
kemudian dimasukkan kedalam alat dan diukur distribusi partikelnya.
Pengambilan sample dilakukan pada hari ke 0, 5, 9 dan 14. Sebaran distribusi
ukuran partikel dipetakan dalam bentuk grafik.

Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan mengambil nanoemulsi hasil pengukuran
kemudian di uji nilai pH dengan alat pH meter ( C861 multi-parameter analyser
Consort United Kingdom ) pada suhu 27 ± 1oC. Pengukuran pH dilakukan secara
periodik pada hari ke-0, 5, 9 dan 14.

Analisis Konduktivitas
Analisis konduktivitas digunakan untuk mengetahui jumlah ion yang
terdapat didalam cairan atau larutan. Konduktivitas listrik diukur secara langsung
dengan menggunakan konduktivitas meter (C861 multi-parameter analyser
Consort United Kingdom ) pada suhu 27 ± 1oC. Pengukuran konduktivitas
dilakukan secara periodik pada hari ke- 0, 5, 9 dan 14.

Penentuan Flavonoid Total Ekstrak Daun Gedi


Penentuan kadar flavonoid total dengan menggunakan metode yang
digunakan oleh Wan et al. (2014) seperti yang telah dijelaskan pada Bab II

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Gedi


Aktivitas antioksidan ekstrak daun gedi ditentukan dengan menggunakan
metode yang dikembangkan oleh Locatelli et al. (2004) seperti yang telah
dijelaskan pada Bab II

Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
faktorial dan dievaluasi secara statistik dengan menggunakan ANOVA α = 0,05.
Terdapat 2 variabel perlakuan yang digunakan dalam proses produksi nanoemulsi
yaitu kecepatan homogenisasi (A), dan lama waktu homogenisasi (B). Kecepatan
homogenisasi dinyatakan dalam 5 taraf yaitu
a. Perlakuan A1 = 5.000 rpm
b. Perlakuan A2 = 10.000 rpm
c. Perlakuan A3 = 15.000 rpm
d. Perlakuan A4 = 20.000 rpm
dan perlakuan untuk lama waktu homogenisasi dilakukan dalam 2 taraf yaitu :
a. Perlakuan B1 = 5 menit
31

b. Perlakuan B2 = 10 menit
Setiap kombinasi perlakuan di ulang sebanyak 3 kali, model matematik
yang digunakan adalah (Montgomery et al. 2012) :

Dimana :
Yij = Variabel respon (ukuran partikel, konduktivitas, pH, flavonoid
total dan aktivitas antioksidan) karena pengaruh faktor A taraf ke-
i, faktor B taraf ke- j dan ulangan ke-k
μ = Pengaruh rata-rata sebenarnya
Ai = Pengaruh faktor A (kecepatan homogenisasi) taraf ke-i
Bj = Pengaruh faktor B (lama waktu homogenisasi) taraf ke-j
ABij = Pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j
ijk = Pengaruh galat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan
ke-k
i = Jumlah taraf A = 6
j = Jumlah taraf B =2

Perhitungan G-Force Homogenisasi


Perhitungan G-force homogenisasi dilakukan dengan menggunakan metode
yang dikembangkan oleh Gleason (2012). Menurut Gleason (2012) Sebuah gaya
yang diberikan pada partikel dalam sentrifugasi adalah fungsi sederhana dari
kecepatan rotasi sentrifugasi dan jari-jari rotasi. Berdasarkan pada manual
Homogenizer IKA Ultra-Turax Model T25 Digital (www.ika.com) peralatan
homogenizer yang digunakan memiliki diameter 13 mm, sehingga nilai r adalah
6,5 mm, maka G-force homogenisasi dapat di tentukan dengan persamaan :

G-force= 1.12 x R x (RPM/1000)²

Dimana : R = Jari-jari dari homogenizer (mm)


RPM = Kecepatan putar (rpm)

Hasil Dan Pembahasan

Karakteristik Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi


Nanoemulsi dapat dibuat dengan dua pendekatan yang berbeda, yang
biasanya dikategorikan sebagai metode energi tinggi atau rendah energi (Tadros et
al 2004). Metode energi tinggi memanfaatkan perangkat mekanik yang mampu
mengganggu dan membaurkan minyak dan fase air menjadi tetesan minyak kecil
tersebar di dalam air. Saat ini metode ini paling banyak digunakan untuk
memproduksi makroemulsi dalam industri dengan menggunakan peralatan
homogenizer katup tekanan tinggi, mikrofluidizer dan sonikator (Tadros et al.
2004; Date et al. 2010). Metode rendah energi mengandalkan kontrol fenomena
batas antarmuka antara fase air dan minyak serta sangat bergantung pada sifat
permukaan dari setiap molekul aktif, seperti kelarutan dan geometri molekul (Date
et al. 2010). Metode ini tidak banyak digunakan dalam industri karena kurangnya
32

informasi mengenai kinerja dari sistem ini. Walaupun beberapa penelitian


menunjukkan bahwa sistem ini lebih efisien dibandingkan dengan metode energi
tinggi (Tadros et al. 2004; Anton et al. 2008; Anton dan Vandamme 2009).
Pada penelitin ini, proses pembuatan nanoemulsi ekstrak daun gedi
dilakukan dengan kombinasi antara metode energi tinggi dan metode energi
rendah. Kombinasi ini dilakukan untuk mengefisienkan energi yang dibutuhkan
untuk membentuk droplet dalam ukuran nano. Penambahan etanol 96% sebanyak
99% pada 1 % ekstrak daun gedi, berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan yang terdapat didalam esktrak daun gedi (Saberi et al. 2013) pada fase
ini yang terjadi hanya penurunan viskositas dari larutan dan konduktivitasnya
(Silva et al. 2011).
Berdasarkan pada tahapan penelitian (Gambar 5) terdapat 3 (tiga)
mekanisme terbantuknya nanoemulsi ekstrak daun gedi. Mekanisme pertama
adalah pencampuran ekstrak daun gedi dengan menggunakan pelarut etanol (co-
solvent), pada tahap ini mekanisme yang terjadi adalah co-solvent mengadsorsi
ekstrak daun gedi pada antarmuka minyak dan air, yang berdampak pada
penuruan tegangan permukaan ekstrak daun gedi, sehingga ekstrak daun gedi
terlarut dalam co-solvent etanol. Menurut Wang dan Pal (2015) co-solvent etanol
dapat mendorong molekul-molekul ekstrak untuk terpisah sehingga terpecah
dalam partikel-partikel yang lebih kecil. Mekanisme kedua adalah pembentukan
fase air, dimana surfaktan Tween 80 yang terlarut dalam basa fosfat pH 7. Tween
80 merupakan molekul amfifilik yang memiliki afinitas ganda (Rosen dan
Kunjapa 2012), dimana pada satu sisi bersifat polar dan pada sisi yang lain
bersifat non polar, ketika diinteraksikan dengan basa fosfat, maka sisi polar akan
berikatan dengan molekul basa fosfat, sehingga terdispersi dalam basa fosfat,
terdispersinya Tween 80 ini menjadi monomer-monomer aktif pada sisi non polar,
hal inilah yang biasa disebut sebagai misela (Wang dan Pal 2015). Mekanisme
ketiga adalah pencampuran antara fase minyak dan fase air, fase pembentukan
partikel nano diawali pada saat fase minyak dilarutkan pada fase air yang telah
bercampur dengan surfaktan (Tween 80), pada tahap ini surfaktan bergerak kearah
fase minyak untuk membentuk keseimbangan (Tadros et al. 2004), hal ini
menyebabkan terbentuknya partikel-partikel kecil yang membawa fase minyak
(Bouchemal et al. 2004). Proses homogenisasi dilakukan untuk mempercepat dan
mengurangi tegangan permukaan antar fase minyak dan air, sehingga ukuran nano
dapat dibentuk dengan cepat (Silva et al. 2011).
Sistem nanoemulsi esktrak etanol daun gedi adalah sistem nanoemulsi
minyak dalam air, oleh karena itu untuk menstabilkan larutan diperlukan surfaktan.
Devarajan dan Ravichandran (2011) menyatakan bahwa surfaktan yang sesuai
dengan sistem nanoemulsi minyak dalam air adalah surfaktan yang memiliki
hydrophilic-hydrophobic balance (HLB) yang tinggi, yaitu berkisar antara 8-18.
Dalam penelitian ini surfaktan yang digunakan adalah Tween 80, karena surfaktan
ini memiliki HLB pada suhu 25oC sebesar 15 (Bouchemal et al. 2004) yang sesuai
dengan karakteristik sistem nanoemulsi minyak dalam air. Fase air yang
digunakan dalam penelitian ini adalah buffer fosfat dengan pH 7, tujuan dari
penggunaan buffer fosfat pH 7 adalah untuk menghindari terjadinya proses
penyabunan pada Tween 80 ketika dicampur dengan larutan. Menurut Rowe et al.
(2009) Tween 80 merupakan elektrolit yang stabil pada kondisi larutan asam dan
33

basa rendah, namun akan mengalami penyabunan pada kondisi larutan asam dan
basa kuat.

Ukuran Partikel Nanoemulsi Ekstrak Etanol Daun Gedi


Hasil pembuatan nanoemulsi ekstrak daun gedi yang dilakukan dengan
dua tahap yaitu dilusi dan homogenisasi memberikan hasil ukuran partikel yang
berkisar antara 100 ± 4 nm hingga 385 ± 7 nm pada nilai D90. Menurut
McClement (2005) ukuran partikel yang dihomogenisasi dengan kecepatan tinggi
memiliki ukuran partikel berkisar antara 2.000 nm hingga 10.000 nm, sementara
itu Ultra Turrax pada proses homogenisasi hanya mampu menghasilkan ukuran
partikel sebesar 1µm (Benita dan Levy 1993; Sing et al. 1999), ini menunjukkan
bahwa teknik dilusi dengan menggunakan etanol 96% mampu membantu proses
difusi fase minyak kedalam fase air.

(a)

(b)
Gambar 6. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi (a) dan lama waktu homogenisasi
(b)
34

Ukuran partikel yang paling kecil (100 ± 4 nm) didapatkan pada perlakuan
homogenisasi pada kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 nm dan lama waktu
homogenisasi selama 10 menit, sedangkan ukuran partikel yang paling besar (385
± 7 nm) didapatkan pada proses homogenisasi dengan kecepatan 5.000 rpm dan
dilakukan selama 5 menit. Lee dan McClement (2010) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya nanoemulsi adalah kecepatan
homogenisasi dan lama waktu homogenisasi.
Berdasarkan pada Gambar 6a dan 6b terlihat bahwa homogenisasi yang
dilakukan selama 5 menit memiliki ukuran partikel yang lebih besar jika
dibandingkan dengan ukuran partikel yang dihomogenisasi selama 10 menit.
Sedangkan kecepatan homogenisasi berpengaruh terhadap penurunan ukuran
partikel nanoemulsi ektrak daun gedi. Silva et al. (2011) menyatakan bahwa pada
produksi nanoemulsi β-karotin dengan homogenizer tekanan tinggi, faktor yang
paling dominan adalah lama waktu homogenisasi dan kecepatan homogenisasi.
Penambahan surfaktan Tween 80 juga memberikan kontribusi terhadap
pembentukan ukuran partikel nanoemulsi, karena surfaktan mampu mengurangi
tegangan permukaan antara fase minyak dan fase cair (Shah dan Moudgil 2003).
Penurunan tegangan antar muka ini akan memudahkan deformasi partikel menjadi
lebih kecil, sehingga dengan menggunakan homogenizer sudah mampu
membentuk partikel dalam ukuran nano (Fernandez et al. 2004). Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Morales et al. (2003) yang menyatakan bahwa
penambahan surfaktan Tween 80 sebesar 4% telah mampu merubah ukuran
partikel dari 2 µm menjadi 80 nm dengan teknik homogenisasi.

Tabel 10 Hasil Uji lanjut Tukey ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi
pada berbagai perlakuan

Kecepatan Lama Waktu


Ukuran Partikel
Homogenisasi Homogenisasi
(nm)
(rpm) (menit)
5.000 5 385 ± 7a
5.000 10 348 ± 14a
10.000 5 287 ± 16b
10.000 10 225 ± 16c
15.000 5 203 ± 22cd
15.000 10 182 ± 9cd
20.000 5 175 ± 9d
20.000 10 100 ± 4e
Keterangan : huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai
berbeda nyata (P-value < 0,05)

Hasi analisis ANOVA dengan parameter P-value, menunjukkan bahwa


kecepatan homogenisasi, lama homogenisasi dan interaksi keduanya memiliki P-
value < 0,05 (Lampiran 12). Kondisi ini menunjukkan bahwa interaksi antara
faktor kecepatan homogenisasi dan lama waktu homogenisasi memberikan
pengaruh yang nyata terhadap ukuran partikel. Hasil uji lanjut Tukey (Tabel 10)
menunjukkan bahwa kondisi terbaik diperoleh pada kondisi kecepatan
homogenisasi sebesar 20.000 rpm atau setara dengan nilai G-force sebesar 2.912
35

× g dengan lama waktu 10 menit dinama ukuran partikel yang dihasilkan sebesar
100 ± 4 nm (Lampiran 13). Ukuran partikel tersebut masih lebih kecil jika
dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh Deepa et al. (2012) yang menghasilkan
nanoemulsi ekstrak Phyllantus amarus sebesar 213 nm, namun masih lebih besar
dari yang dihasilkan oleh Wang et al. (2008) yang menghasilkan nanoemulsi
ekstrak kurkumin dengan ukuran partikel sebesar 79,5 nm.

Konduktivitas Nanoemulsi Ekstrak Etanol Daun Gedi


Konduktivitas merupakan parameter fisik yang digunakan untuk
menentukan pelapasan elektrolit yang terdapat didalam larutan (Gadkari dan
Balaraman 2015). Parameter konduktivitas telah banyak digunakan sebagai salah
satu bentuk perubahan fisik dari larutan makroemulsi menjadi nanoemulsi (Rao
dan McClement 2012; Mayer et al. 2013; Gadkari dan Balaraman 2015).
Perubahan didasarkan pada jumlah ion dan konsentrasi padatan yang terlarut
didalamnya, sebagai perbandingan nilai konduktivitas air murni adalah 0,055 µS
cm-1, sementara itu air minum sebesar 500 µS cm-1 dan air laut adalah 5 mS cm-1.
Ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel akan merubah sifat
konduktivitas emulsi menjadi lebih rendah.

Tabel 11 Hasil Uji lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
berbagai perlakuan

Kecepatan Ukuran Partikel Konduktivitas


Homogenisasi Rata-rata rata-rata
(rpm) (nm) (µS cm-1)
5.000 367 ± 21 264,838a
10.000 256 ± 34 263,737ab
15.000 193 ± 19 262,362b
20.000 138 ± 38 259,417c
Keterangan : huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai
berbeda nyata (P-value < 0,05)

Ekstrak daun gedi sebelum dibentuk menjadi nanoemulsi memiliki nilai


konduktivitas sebesar 325 mS cm-1, namun setelah dilakukan proses dilusi dan
homogenisasi mengalami perubahan nilai konduktivitas berkisar antara 259,55 ±
0,59 µS cm-1 hingga 265,32 ± 0,71 µS cm-1 (Gambar 7). Hal ini menunjukkan
bahwa secara fisik larutan tersebut telah mengalami perubahan jumlah ion dan
total padatan terlarut yang terdapat didalamnya. Perubahan ini disebabkan karena
adanya pengaruh ukuran dari partikel yang terbentuk (Masmoudi et al. 2005).
Menurut Lee et al. (2011) nilai konduktivitas pada nilai pH yang sama berkorelasi
dengan kekuatan ion, jadi semakin tinggi konduktivitas memberikan nilai
kekuatan ion semakin tinggi. Namun, peningkatan kekuatan ion akan menurunkan
zeta potensial dari larutan (McClement 2005). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi nilai konduktivitas akan memberikan nilai zeta potensial yang
semakin rendah, sehingga nilai konduktivitas telah mampu digunakan sebagai
salah satu parameter untuk menentukan perubahan sifat listrik dari larutan
nanoemulsi.
36

265
Konduktivitas (µS/cm)

y = -0.0001x2 + 0.086x + 249.77


R² = 0.976

260

Konduktivitas
Poly. (Konduktivitas)
255
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400
Ukuran Partikel (nm)

Gambar 7. Hubungan antara ukuran partikel dengan konduktivitas nanoemulsi


ekstrak daun gedi

pH Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi


pH emulsi dalam makanan maupun minuman bervariasi tergantung pada
sifat produknya (Lee et al. 2011). Menurut Debnath et al. (2011) pada
nanoemulsi yang digunakan sebagai sediaan obat, pH sangat menentukan dalam
interaksi dengan lingkungan, terutama jika mekanisme yang digunakan adalah
Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems (SNEDDS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pH yang dihasilkan berkisar antara 6,67 ± 0,01 hingga 6,86 ±
0,01. Nilai pH terendah didapatkan pada kondisi operasi kecepatan homogenisasi
sebesar 5.000 rpm dengan lama waktu 10 menit, sedangkan pH tertinggi pada
kondisi operasi kecepatan homogenisasi sebesar 10.000 rpm selama 5 menit.

Tabel 12 Hasil Uji lanjut Tukey pH nanoemulsi ekstrak daun gedi pada berbagai
perlakuan

Kecepatan Lama Waktu Ukuran Partikel


Homogenisasi Homogenisasi (nm) pH
(rpm) (menit)
5.000 5 385 ± 7 6,77 ± 0,01c
5.000 10 348 ± 14 6,67 ± 0,01e
10.000 5 287 ± 16 6,86 ± 0,01a
10.000 10 225 ± 16 6,77 ± 0,01c
15.000 5 203 ± 22 6,83 ± 0,01b
15.000 10 182 ± 9 6,78 ± 0,00c
20.000 5 175 ± 9 6,75 ± 0,01cd
20.000 10 100 ± 4 6,73 ± 0,00d
Keterangan : huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai
berbeda nyata (P-value < 0,05)
37

Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa kecepatan homogenisasi, lama


waktu homogenisasi dan interaksi keduanya memberikan P-value < 0,05
(Lampiran 16), sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi antara kecepatan
homogenisasi dan lama waktu homogenisasi memberikan pengaruh yang nyata.
Hasil uji lanjut Tukey (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan dibagi menjadi 6
kelompok yang berbeda nyata yaitu kelompok a, b, c, cd, d dan e (Lampiran 17).
Kelompok yang memiliki pH paling kecil adalah kelompok e (5.000 rpm, 10
menit) dengan nilai pH sebesar 6,67 dan yang paling besar adalah kelompok a
dengan nilai pH sebesar 6,86 (10.000 rpm, 5 menit). Fluktuasi nilai pH hingga
saat ini masih belum teridentifikasi dengan jelas, menurut Rocha-Filho et al.
(2014) pH nanoemulsi merupakan hasil dari disosiasi ion antar bahan
penyusunnya dengan lingkungan, sehingga pengaruh perlakuan yang bersifat fisik
tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk mendeteksi pengaruhnya, termasuk
ukuran partikel dari nanoemulsi.

Flavonoid Total dan Aktivitas Antiosidan Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi


Penggunaan homogenisasi dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan
peningkatan suhu larutan dan pergerakan partikel yang sangat cepat sehingga
berdampak pada kerusakan flavonoid yang terdapat didalam larutan (Bidone et al.
2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan homogenisasi
dan lama waktu homogenisasi dapat menurunkan kadar flavonoid total yang
terdapat didalam larutan (Gambar 8). Flavonoid total yang paling tinggi (0,457 ±
0,004 mg ml-1) didapatkan pada kondisi operasi kecepatan homogenisasi 5.000
rpm dan lama waktu 5 menit, sedangkan flavonoid total yang paling rendah (0,396
± 0,001 mg ml-1).
0.48
Total Flavonoid (mg ml-1)

0.46 y = -0.0164x + 0.4763


R² = 0.9423
0.44

0.42
5 menit
0.40 y = -0.012x + 0.4455 10 menit
R² = 0.8848
0.38

0.36
5,000 10,000 15,000 20,000
Kecepatan Homogenisasi (rpm)

Gambar 8 Rata-rata kadar flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
kombinasi kecepatan homogenisasi dan lama waktu homogenisasi
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa kecepatan homogenisasi, lama
waku homogenisasi dan interaksi keduanya memberikan perbedaan yang nyata
terhadap kadar flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi (Lampiran 18). Hasil
38

uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kadar flavonoid total yang paling tinggi
didapatkan pada kondisi operasi kecepatan homogenisasi sebesar 5.000 rpm
dengan lama waktu proses 5 menit (0,457 ± 0,004 mg ml-1) dan kadar terendah
pada kondisi operasi kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 rpm dengan lama
waktu proses selama 10 menit (0,396 ± 0,001 mg ml-1) (Lampiran 19). Prediksi
fungsi flavonoid pada lama waktu 5 menit adalah y = -0,0164x + 0,4763 dan lama
waktu 10 prediksi fungsi liniernya adalah y= -0,012x + 0,4455. Hal ini
mengindikasikan bahwa flavonoid total akan mengalami penurunan sejalan
dengan peningkatan kecepatan homogenisasi. Penurunan total flavonoid paling
besar terjadi pada lama waktu 5 menit karena memiliki nilai slope yang lebih
besar.
Perubahan ukuran partikel ternyata berdampak pada aktivitas antioksidan
nanoemulsi ekstrak daun gedi yang terbentuk. Hal ini dapat dilihat dari hasil
penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 9. Berdasarkan pada Gambar 9
terlihat bahwa kecenderungan nilai IC50 mengalami peningkatan, yang berarti
bahwa aktivitas antioksidan mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan
ukuran partikel. Fungsi prediksi terhadap peningkatan IC50 adalah y = 0,0691x +
463,32. Menurut Sessa et al. (2013) ukuran partikel nanoemulsi berpengaruh
terhadap aktivitas antioksidan, penurunan ukuran partikel akan meningkatkan
kelarutan flavonoid dan memperbesar luas permukaan flavonoid per satuan
volume untuk berinteraksi dengan radikal bebas DPPH. Kondisi ini dapat dilihat
pada Gambar 9, dimana pada ukuran partikel 100 nm memiliki nilai IC50 sebesar
468 µg ml-1, sedangkan pada ukuran 385 nm nilai IC50 meningkat sebesar 491 µg
ml-1. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap bioaviabilitas flavonoid nanoemulsi
ekstrak daun gedi menjadi lebih baik. Lante dan Frisco (2013) menyatakan bahwa
bioaviabilitas katekin (flavonoid) pada ukuran partikel yang besar mengalami
penurunan, jika dibandingkan dengan ukuran partikel yang lebih kecil.
Berdasarkan pada kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan
nanoemulsi ekstrak daun gedi sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel
nanoemulsi.

500
Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm)

y = 0.0691x + 463.62
490 R² = 0.9006

480

470

460
0 100 200 300 400 500
Ukuran Partikel

Gambar 9 Rata-rata Aktivitas antioksidan IC50 nanoemulsi ekstrak daun gedi


pada berbagai kandungan flavonoid total.
39

Stabiltas Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi


Nanoemulsi merupakan sistem emulsi yang memiliki kecenderungan
mengalami ketidakstabilan dalam termodinamiknya, terutama nanoemulsi yang
dihasikan dari homogenisasi tekanan tinggi (Gadkari dan Balaraman 2015).
Namun menurut McClement (2011) jika dibandingkan dengan sistem emulsi
konvensional, nanoemulsi relatif memiliki stabilitas yang tinggi terhadap agregasi
droplet yang disebabkan oleh faktor gravitasi. Stabilitas nanoemulsi dapat dilihat
dari perubahan fisikokimia selama jangka waktu tertentu. Beberapa indikator
fisikokimia yang digunakan diantaranya adalah ukuran partikel, pH dan
konduktivitas emulsi (Ananingsih et al. 2013; Heertje 2014).

450.00

400.00 y = 0.4403x + 384.83


R² = 0.9901
y = 0.4245x + 347.53
350.00 R² = 0.8728
5.000 rpm - 5 menit
Ukuran Partikel (nm)

300.00 y = 0.4969x + 286.86


R² = 0.9058 5.000 rpm - 10 menit
250.00 y = 0.4308x + 224.9 10.000 rpm - 5 menit
y = 0.4906x + 202.9 R² = 0.9092
200.00 10.000 rpm - 10 menit
R² = 0.9896 y = 0.4057x + 175.66
R² = 0.9075 y = 0.3522x + 181.45 15.000 rpm - 5 menit
150.00 R² = 0.9191
15.000 rpm - 10 menit
y = 0.3365x + 100.06
100.00 R² = 0.9251 20.000 rpm - 5 menit
50.00 20.000 rpm - 10 menit

-
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 10. Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi pada
berbagai kondisi perlakuan selama 14 hari
Hasil penyimpanan dan pengamatan selama 14 hari menunjukkan bahwa
semua perlakuan cenderung mengalami peningkatan ukuran, hal ini ditunjukkan
dengan nilai slope yang bernilai positif pada setiap perlakuan (Gambar 10).
Peningkatan ukuran partikel terbesar selama 14 hari terdapat pada kondisi proses
kecepatan homogenisasi 10.000 rpm dan lama waktu 5 menit dengan slope
sebesar 0,497, sedangkan yang paling rendah pada kondisi proses kecepatan
homogenisasi sebesar 20.000 rpm dengan lama waktu 10 menit dengan nilai slope
sebesar 0,335. Meskipun demikian, hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa
lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata karena P-value > 0,05
(Lampiran 20). Beberapa penelitian nanoemulsi juga mengalami peningkatan
ukuran partikel namun tidak berbeda nyata (Gadkari dan Balaraman 2015;
Shakeel et al. 2008; Bernardi et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa
nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi memiliki kestabilan yang baik selama 14 hari
pada suhu 25 ± 1 oC. Peningkatan ini disebabkan karena interaksi surfaktan
40

Tween 80, droplet ekstrak etanol daun gedi dan tegangan permukaan emulsi tidak
mampu menahan fenomena koalesensi yang bertanggungjawab terhadap
peningkatan ukuran partikel (Roland et al. 2003)

Stabilitas Konduktivitas Nanoemulsi Ekstrak Etanol Daun Gedi


Konduktivitas nanoemulsi merupakan salah satu parameter yang
menentukan dalam stabilitas nanoemulsi (Rao dan McClement 2012). Hasil
analisis ANOVA menunjukkan bahwa lama penyimpanan berbeda nyata karena
P-value < 0,05 (Lampiran 21). Kecenderungan yang terjadi adalah nilai
konduktivitas mengalami peningkatan sejalan dengan lama waktu penyimpanan,
hal ini dapat dilihat dari nilai slope yang positif pada semua fungsi (Gambar 11).
Nilai slope yang paling kecil (0,077) terdapat pada ukuran partikel yang paling
kecil (100 nm), hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil partikel maka
peningkatan konduktivitas akan semakin kecil. Konduktivitas merupakan
banyaknya ion yang terdapat didalam larutan per satuan sentimeter, semakin kecil
konduktivitas, ion bebas yang terdapat dalam larutan semakin rendah, hal ini
dapat terjadi jika ukuran partikel didalam larutan semakin kecil (Gadkari dan
Balaraman 2015). Faktor lain yang menyebabkan perubahan konduktivitas adalah
surfaktan, pada saat terjadi peningkatan nilai konduktivitas maka yang terjadi
adalah pelemahan sifat emulsifier dari surfaktan tersebut, hal ini disebabkan oleh
peningkatan fase air yang berdampak pada peningkatan nilai konduktivitas (Rao
dan McClement 2010) Kondisi ini juga terjadi pada Gadkari dan Balaraman
(2015) dimana nilai konduktivitas nanoemulsi katekin mengalami peningkatan
akibat pengaruh dari sifat emulsifier surfaktan Tween 20 dan Tween 80.

273
272
y = 0.4014x + 265.89
271 R² = 0.8487
Konduktivitas (µS/cm)

270 385 nm
269 y = 0.2507x + 264.4
268 R² = 0.7553
348 nm
267 287 nm
266 y = 0.1659x + 264.66
265 R² = 0.5224
y = 0.1592x + 262.87 y = 0.1652x + 262.65
225 nm
264
263 R² = 0.7096 R² = 0.9685 203 nm
262 y = 0.085x + 260.27
261 R² = 0.1625 182 nm
260 y = 0.1531x + 259.2
R² = 0.9899 y = 0.0775x + 259.26 175 nm
259 R² = 0.5201
258 100 nm
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 11 Rata-rata konduktivitas nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi pada


berbagai kondisi perlakuan selama 14 hari
Hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 22) menunjukkan bahwa kondisi operasi
yang berbeda nyata hanya terdapat pada perlakuan dengan kecepatan
homogenisasi 5.000 rpm selama 5 menit, sementara perlakuan yang lain tidak
memberikan hasil yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum
nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi memiliki nilai konduktivitas yang stabil.
41

Stabilitas pH Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi


Pemantauan nilai pH selama proses penyimpanan sangat penting untuk
dilakukan dalam rangka menentukan stabilitas emulsi, hal ini disebabkan karena
perubahan pH menunjukkan terjadinya reaksi kimia yang dapat membahayakan
kualitas produk akhir (Bernardi et al. 2011). Perubahan pH akan berdampak pada
perubahan ukuran partikel dari nanoemulsi, hal ini disebabkan karena perubahan
jarak elektrostatik antar partikel yang bermuatan (Rao dan McClement 2011).
Namun dalam penelitian ini perubahan pH tidak memberikan tren pada perubahan
partikel karena nilainya yang berfluktuasi, hal ini diduga terjadi karena belum
optimalnya konsentrasi surfaktan yang ditambahkan kedalam sistem, menurut
Hategekimana et al. (2015) nilai pH sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan
penyusunnya, bukan ukuran partikel yang terbentuk, kondisi ini terjadi pada
nanoemulsi vitamin E.

6.90

6.80
385
6.70 348
287
pH

6.60
225

6.50
203
182
6.40 175
100
6.30
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 12. Rata-rata pH nanoemulsi ekstrak daun gedi pada berbagai kondisi
perlakuan selama 14 hari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH nanoemulsi ekstrak daun gedi


cenderung mengalami penurunan, hal ini ditunjukkan dengan nilai slope yang
negatif (Gambar 12), hasil uji ANOVA mengindikasikan bahwa nilai pH selama
penyimpanan mengalami perubahan yang nyata (P-value < 0,05) (Lampiran 23).
Hal ini memberi arti bahwa didalam nanoemulsi terjadi degradasi senyawa kimia
yang mengarah pada produksi asam terhadap bahan yang digunakan (Gadkari dan
Balaraman. 2015).

Stabilitas Flavonoid Total dan Aktivitas Antioksidan Nanoemulsi Ekstrak


Daun Gedi
Stabilitas flavonoid total dan aktivitas antioksidan merupakan salah satu
komponen yang paling penting dalam produksi nanoemulsi ekstrak daun gedi.
Hasil pengukuran terhadap kadar flavonoid total (Tabel 13) menunjukkan bahwa
42

kadar flavonoid total mengalami penurunan kadar flavonoid total. Analisis


ANOVA terhadap kadar flavonoid total selama penyimpanan, menunjukkan
bahwa lama waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penurunan flavonoid
total dan aktivitas antioksidan, karena P-value < 0,005 (Lampiran 24). Rata-rata
penurunan kadar flavonoid total sebesar 1-3%, sedangkan penurunan yang paling
rendah terjadi pada kondisi proses dengan kecepatan homogenisasi 20.000 rpm
selama 10 menit dengan ukuran partikel sebesar 100 nm, dan penurunan kadar
flavonoid total yang paling tinggi pada kondisi operasi kecepatan homogenisasi
5.000 rpm dengan lama waktu 10 menit dengan ukuran partikel sebesar 385 nm.
Pada Tabel 13 terdapat kenderungan bahwa ukuran partikel yang lebih kecil
memiliki stabilitas yang lebih baik, menurut Bali et al. (2010) ukuran nano akan
memberikan luas permukaan yang lebih besar terhadap volume, hal ini dapat
mengurangi proses degradasi dari senyawa aktif tersebut.

Tabel 13 Perbandingan kadar flavonoid selama proses penyimpanan

Ukuran Flavonoid Total (mg ml-1)


Persentase Penurunan
Partikel
0 hari 14 hari (%)
(nm)
385 ± 7 0,457 ± 0,004 0,443 ± 0,004 3.06
348 ± 14 0,436 ± 0,003 0,426 ± 0,001 2.25
287 ± 16 0,444 ± 0,002 0,435± 0,007 2.03
225 ± 16 0,414 ± 0,001 0,406± 0,003 1.93
203 ± 22 0,434 ± 0,001 0,427± 0,002 1.61
182 ± 9 0,414 ± 0,002 0,407± 0,001 1.57
175 ± 9 0,406 ± 0,003 0,399± 0,001 1.50
100 ± 4 0,396 ± 0,001 0,391± 0,001 1.14

Aktivitas antioksidan selama proses penyimpanan juga mengalami


penurunan, hal ini ditandai dengan peningkatan nilai IC50 nanoemulsi,
peningkatan nilai IC50 berkisar antara 0,38 % hingga 2,70% (Tabel 14), meskipun
besarnya penurunan aktivitas antioksidan ini bervariasi pada masing-masing
kondisi proses, Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa lama waktu
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai IC50 yang berarti
bahwa terjadi penurunan yang signifikan karena P-value < 0,05 (Lampiran 25).
Penurunan aktivitas antioksidan ini disebabkan karena terjadinya penurunan kadar
flavonoid total yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan selama proses
penyimpanan. Penurunan ini disebabkan karena kondisi penyimpanan yang tinggi
pada suhu kamar (25 ± 1 oC) dan pengaruh cahaya. Gadkari dan Balaraman
(2015) juga mengalami hal yang sama terhadap produksi nanoemulsi katekin,
dimana penurunan kadar flavonoid total disebabkan oleh suhu penyimpanan yang
tinggi dan pengaruh cahaya.
43

Tabel 14 Perbandingan aktivitas antioksidan selama proses penyimpanan

Ukuran Aktivitas Antioksidan (IC50) Persentase Peningkatan


Partikel 0 hari 14 hari nilai IC50
-1
(nm) (µg ml ) (µg ml-1) (%)
385 ± 7 490,82 ± 0,40 492,68 ± 0,32 0,38
348 ± 14 486,66 ± 0,41 499,79 ± 0,36 2,70
287 ± 16 480,71 ± 0,28 483,52 ± 0,29 0,58
225 ± 16 479,74 ± 0,35 480,92 ± 0,30 0,25
203 ± 22 480,61 ± 0,45 482,71 ± 0,51 0,44
182 ± 9 478,72 ± 0,41 480,45 ± 0,39 0,36
175 ± 9 475,79 ± 0,40 478,71 ± 0,43 0,61
100 ± 4 467,55 ± 0,36 470,66 ± 0,41 0,67

Simpulan dan Saran

Simpulan
Nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang terbaik diperoleh pada kondisi
kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 rpm (2.912 × g) selama 10 menit dengan
ukuran partikel yang dihasilkan adalah 100 ± 4 nm, sedangkan nilai konduktivitas
dan pH sebesar 259,55 ± 0,59 µS cm-1 dan 6,73 ± 0,00. Kadar flavonoid total pada
kondisi proses terbaik lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol daun gedi,
namun memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi pada konsentrasi yang sama
(IC50 = 467,55 ± 0,36 µg ml-1). Stabilitas ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun
gedi selama 14 hari tidak berbeda nyata, namun untuk parameter konduktivitas,
pH, flavonoid total dan aktivitas antioksidan berbeda nyata.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap beberapa konsentrasi
surfaktan dan co-solvent sehingga diperoleh formulasi nanoemulsi ekstrak daun
gedi yang memiliki kestabilan lebih baik. Penelitian ini belum menganalisis
pengaruh nanoemulsi terhadap bioaviabilitas senyawa aktif, oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aplikasi nanoemulsi secara in vivo
44

6 KAJIAN POTENSI NANOEMULSI EKSTRAK DAUN


GEDI (Abelmoschus manihot L. Medik) SEBAGAI
HEPATOPROTEKTOR

Pendahuluan

Beberapa zat aktif yang telah berhasil diisolasi dan terbukti memiliki
aktivitas hepatoprotektor adalah kurkumin dari rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhizol) dan kunyit (Curcuma domestica). Selain itu, filantin dari herba
meniran (Phylanthus spp), silymarin dari biji widuran (Silybum marianum),
aukobosida dari herba daun sendok (Plantago mayor), minyak atsiri dari
bawang putih (Allium sativum), gingerol dari rimpang jahe (Zingiber officinalis),
wedelolakton dari herba urang-aring (Eclipta alba), serta andrografolid dari herba
sambiloto (Andrographis paniculata) juga telah berhasil diisolasi (Kumar et al.
2004). Dilihat dari strukturnya, senyawa yang bersifat hepatoprotektor meliputi
senyawa golongan fenil propanoid, kumarin, lignan, minyak atsiri, terpenoid,
saponin, flavonoid, alkaloid, dan xantin (Patrick-Iwuanyanwu dan Wegwu 2008).
Kelemahan tanaman tersebut adalah waktu panen yang relatif lama, sehingga
memerlukan waktu untuk memproduksi dalam jumlah yang besar.
Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) merupakan salah satu
tanaman yang memiliki kandungan senyawa kimia yang berupa quercetin-3-o-
robinobiosid, hyperin, isoquercetin, gossipetin-8-o-glukuronid, dan myricetin
yang berfungsi sebagai antioksidan alami (Liu et al. 2006). Menurut Wu et al.
(2007) senyawa aktif yang paling dominan di tanaman gedi adalah golongan
flavonoid glikosida, dimana hasil penelitian yang dilakukan pada bunga tanaman
gedi menunjukkan bahwa senyawa bioaktif hiperin dapat berfungsi sebagai
hepatoprotektor.
Permasalahan dalam melakukan pengobatan secara oral dengan
menggunakan ekstrak kasar adalah tingkat kelarutan yang masih rendah dalam
darah (Mao et al. 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi terhadap sifat
fisik bahan, agar memiliki kelarutan dan bioaviabilitas yang lebih baik (Ahmed et
al. 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan dosis nanoemulsi
ekstrak etanol daun gedi yang terbaik sebagai senyawa yang dapat melindungi hati
(hepatoprotektor) yang diujicobakan pada tikus Wistar dengan diinduksi
parasetamol.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah LC-MS-MS Acella


Instrument (ThermoFisher Scientific, Bremen, Germany), Blood Analyser,
kandang percobaan, reagen kit SGPT, SGOT, Total bilirubin, total albumin, ,
paracetamol 500 mg, etanol 96%, parafin, pewarna hematoksilin-Eosin (HE)
45

Metode

Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi


Prosedur pembuatan nanoemulsi ekstrak daun gedi dilakukan seperti pada
Bab 5, proses yang dipilih adalah kecepatan homogenisasi 20.000 rpm (G-force
2.912 × g) dengan lama waktu 10 menit.

Analisis Kandungan Flavonoid Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi


Analisis kandungan flavonoid dalam nanoemulsi dilakukan dengan
menggunakan peralatan LC-MS-MS Acella Instrument (ThermoFisher Scientific,
Bremen, Germany). Tahap preparasi sampel dilakukan dengan Accela Instrument
Method, volume injeksi sebesar 5µl, volume pencucian 400 µ panjang jarum
injeksi 2 mm, kecepatan flush 2 µl s-1, tipe injeksinya loop partial, dan dikontrol
pada suhu 10oC. Sedangkan untuk analisis komponen flavonoid dilakukan dengan
metode TSQ Quantum Instrument Method, tipe metodenya adalah reguler, lama
waktu running selama 5 menit, sedangkan instrumen yang digunakan adalah
Accela 1250 Pump, fase gerak yang digunakan adalah air dengan 0,1% asam
formiat dan acetonitril dengan 0,1 asam formiat, instrumen disetting dengan
Accela AS injection logic pada tekanan rendah (0..~7000 PSI).

Rancangan Percobaan
Metode pengujian nanoemulsi ekstrak daun gedi dilakukan secara in-vivo
dengan menginduksi nanoemulsi ekstrak daun gedi kedalam tubuh tikus jenis
jantan gaur Wistar seperti yang dilakukan oleh Santoso (2009) yang dimodifikasi.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5
kelompok perlakuan dengan 6 ulangan, sehingga diperlukan 30 tikus putih jantan
galur Wistar dengan umur 8-9 minggu. Pemeliharaan tikus percobaan dilakukan
pada kandang pemiliharaan (bukan kandang metabolik) dengan pelaksanaan
sebagai berikut :
1. Setiap tikus ditempatkan pada kandang terpisah
2. Pakan diberikan secara adlibitum (sampai kondisi kenyang), dilakukan 2 hari
sekali (pagi jam 8-9, dan sore jam 16-17)
3. Pergantian sekam dilakukan setiap 2 hari sekali
4. Suhu ruangan berkisar 25 ± 1 oC
5. Penerangan ruangan menggunakan lampu dan jendela yang cukup
6. Air minum
Sedangkan pengelompokan perlakuan dilakukan sbagai berikut
1. Kelompok I, tikus diberikan ransum standard
2. Kelompok II, tikus diberi ransum standar dan diinduksi dengan parasetamol
dosis 500 mg kg-1 bb hari-1
3. Kelompok III, tikus diberikan ransum standard dan larutan ekstrak daun gedi
sebanyak 2 ml kg-1 bb hari-1secara sonde serta diinduksi dengan parasetamol
dosis 500mg kg-1 bb hari-1
46

4. Kelompok IV, tikus diberi ransum standar dan larutan nanoemulsi ekstrak
daun gedi sebanyak 2 ml kg-1 bb hari-1serta diinduksi dengan parasetaol dosis
500 mg/kgbb/hari
5. Kelompok V. Tikus diberi ransum standar dan larutan nanoemulsi ekstrak
daun gedi sebanyak 1 ml kg-1 bb hari-1serta diinduksi dengan parasetamol
dosis 500 mg kg-1 bb hari-1

Induksi Parasetamol
Induksi parasetamol dosis 500 mg kg-1 bb hari-1 dilakukan selama 7 hari
berturut-turut melalui sonde. Pada hari ke 8 (24 jam setelah perlakuan terakhir)
dilakukan pembiusan dan pembedahan untuk pengambilan darah dan
pengangkatan hati. Pembedahan dimulai jam 8 pagi. Pembiusan dilakukan dengan
menggunakan kloroform.

Pengukuran Fungsi Hati


Darah hasil pengambilan dari tikus Wistar disentrifugasi dengan kecepatan
3500 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serum kemudian dianalisis SGOT,
SGPT (ALT), total billirubin dan albumin

Evaluasi Hispatologi
Organ hati dicuci dengan larutan fisiologis kemudian di fiksasi dengan
larutan formalin 10% untuk persiapan pembuatan preparat histologi. Organ
terfiksasi distoping point dengan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan dehidrasi,
penjernihan dengan silol, infiltrasi dan embedding dalam parafin. Setelah
pemotongan dengan mikroton setelah 5 µm, sediaan diwarnai dengan pewarnaan
hematoksilin-Eosin (HE) dan dianalisis secara kualitataif tingkat degenerasi sel
yang terjadi dan dihitung jumlah sel-sel radang yang terakumulasi dalam jaringan
hati tikus percobaan.

Analisis Data
Data SGOT, SGPT, dan aktivitas antioksidan serum dan jumlah sel-sel
radang dalam jaringan hati dilakukan analisis dengan uji statistik ANOVA satu
arah menggunakan model linier Yij = µ +Ai + ɛij. Apabila analisis ANOVA
menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh nyata (p < 0.05) atau sangat nyata
(p < 0.01) terhadap respon pengamatan, maka perlu dilanjutkan dengan uji beda
lanjut BNT. Tingkat degradasi sel-sel jaringan hati dianalisis secara kualitatif
dengan membandingkan besar kecilnya tingkat degenerasi pada jaringan hati
tikus.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Nanoemulsi Esktrak Etanol Daun Gedi


Berdasarkan pada hasil penelitian, nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi
yang dihasilkan memiliki ukuran partikel sebesar 100 ± 4 nm, sedangkan nilai
konduktivitas dan pH sebesar 259,55 ± 0,59 µS cm-1 dan 6,73 ± 0,00. Kadar total
flavonoid yang dihasilkan sebesar 0,396 ± 0,001 mg ml-1 dan aktivitas
antioksidan IC50 sebesar 467,55 ± 0,36 µg ml-1. Hasil analisis dengan
47

menggunakan metode LC/MS/MS telah diidentifikasi beberapa senyawa


flavonoid yang terdapat didalam nanomulsi ekstrak etanol daun gedi, diantaranya
yang paling dominan adalah quercetin yang ditunjukkan dengan nilai berat
molekul sebesar 301(m/z) (Gambar 13). Hal ini sesuai dengan yang telah
diidentifikasi oleh Lai et al. 2009 dan Wang et al. 2004 bahwa senyawa dominan
yang terdapat pada bunga tanaman gedi diantaranya adalah quercetin, hyperin,
isoquercetin, quercetin-3-O-glucoside, hibifolin and myricetin. Menurut
Domitrović et al. (2012) senyawa quercetin mampu mengurangi aktivitas
transaminase plasma dan memperbaiki histologis kerusakan hati tikus yang telah
di induksi dengan CCl4. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Cheng et al.
(2013) dalam hasil penelitiannya pada tikus yang telah dirusak hatinya dengan
CCl4, quercetin dan hesperitin mampu memperbaiki kerusakan hati akut.

Gambar 13. Hasil spektrum ionisasi LC MS/MS nanoemulsi ekstrak daun gedi

Evaluasi Biokimia
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat yang berkhasiat
analgetik antipiretik turunan para aminofenol. Parasetamol bersifat aman jika
dikonsumsi pada dosis terapi, sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan
nekrosis pada hati tikus, mencit, dan manusia. Parasetamol cepat diserap
secara sempurna oleh saluran pencernaan dan tersebar ke seluruh cairan tubuh.
Biotransformasi parasetamol akan terjadi di dalam hati. Sebagian besar akan
terkonjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat, sedangkan sisanya
akan dioksidasi oleh sistem P-450 mikrosomal sehingga terbentuk metabolit N-
asetil-p-benzokuinon (NAPKI). Senyawa ini merupakan bentuk peralihan yang
bersifat reaktif dan toksik, serta mudah bereaksi dengan membran sel
protein dan asam nukleat sehingga dapat merusak sel (Klaassen 2013). Dosis
parasetamol untuk merusak hati tikus galur Wistar adalah 750 mg kg-1 bb
(Murugesh et al. 2005), namun menurut Santoso (2009) dosis sebesar 500 mg kg-1
bb sudah mampu untuk merusak hati tikus galur Wistar.
Sel hati mengandung enzim-enzim intraseluler transaminase dalam jumlah
besar. Jika sel hati mengalami kerusakan atau nekrosis, enzim- enzim tersebut
akan keluar dari sel hati sehingga kadarnya akan meningkat di dalam darah.
Enzim yang dapat dijadikan indikator kerusakan hati adalah alanin
aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST). Kedua enzim ini
48

merupakan indikator terbaik untuk mengidentifikasi kerusakan hati karena


peningkatan kedua enzim ini terjadi lebih awal dan umumnya peningkatannya
lebih drastis dari enzim lainnya (Fung et al. 2008).
Enzim ALT atau disebut juga serum glutamate piruvat transaminase
(SGPT) terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh tetapi enzim ini paling banyak
ditemukan di sel-sel hati dan terikat dalam sitoplasma. Enzim ini berperan dalam
mengatalisis pemindahan gugus amino dari alanin ke asam α-ketoglutarat
membentuk asam glutamat dan asam piruvat. Berdasarkan pada Tabel 15 kadar
SGPT yang terdapat didalam tikus berkisar antara 41,17 ± 5,69 U ml-1 hingga
109,41 ± 9,60 U ml-1. Kadar SGPT terendah didapatkan pada kelompok I yaitu
kelompok tikus yang hanya diberikan asupan standar (kontrol positif) dan kadar
SGPT tertinggi didapatkan pada kelompok II (kontrol negatif) yaitu kelompok
tikus yang diberikan asupan standar dan paracetamol dosis 500 mg kg-1 bb.

Tabel 15 Pengaruh pemberian nanoemulsi ekstrak daun gedi dan parasetamol


pada parameter biokimia darah tikus
SGPT SGOT Total Billirubin Total Albumin
Kelompok
(U ml-1) (U ml-1) (µg ml-1) (mg ml-1)
I 41,17 ± 5,69d 55,72 ± 7,72d 60,3 ± 4,6c 14,7 ± 1,7a
II 109,41 ± 9,60a 106,44 ± 4,33a 116,2 ± 4,9a 6,9 ± 0,3c
III 83,05 ± 11,46b 91,43 ± 3,06b 94,5 ± 4,4a 11,1 ± 0,5b
IV 60,87 ± 8,65c 76,16 ± 1,94c 67,3 ± 7,9c 15,9 ± 1,0a
V 76,83 ± 4,03b 94,91 ± 3,42b 88,7 ± 4,6b 11,6 ± 0,6b
Keterangan :
Data diekspresikan dalam rata-rata ± standart deviasi, huruf yang berbeda dalam kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada P-value < 0,05. SGOT: Serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase; SGPT: Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

Hasil analisis dengan menggunakan uji lanjut perbandingan Tukey


menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberikan dosis 1 ml nanoemulsi
ekstrak etanol daun gedi (kelompok IV) tidak berbeda nyata dengan kelompok
tikus yang diberikan 2 ml ekstrak kasar daun gedi (kelompok III) dimana rata-rata
nilai SGOT yang dihasilkan adalah sebesar 76,83 ± 4,03 U ml-1 dan 83,05 ± 11,46 U
ml-1. Hal ini menunjukkan bahwa bioaviabilitas dari nanoemulsi ekstrak etanol
daun gedi lebih baik jika dibandingkan dengan ekstrak kasar daun gedi dalam
menjaga kerusakan hati. Nanoemulsi terbukti mampu meningkatkan kelarutan dan
bioviabilitas dalam proses reaksi biokimia untuk pengobatan (Ahmed et al. 2014;
Parveen et al. 2010). Enzim ALT merupakan indikator terbaik dalam melihat
kerusakan hati karena bersifat khas dan spesifik (Kaplan dan Pesce 1996). Hal ini
menunjukkan bahwa nanoemulsi esktrak daun gedi memiliki potensi sebagai
hepatoprotektor.
Enzim AST atau disebut juga serum glutamate oksaloasetat
transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi
mengatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α-
oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Enzim AST tidak
spesifik sebagai indikator disfungsi hati karena banyak ditemukan pada otot
rangka, pankreas, jantung dan ginjal. Berdasarkan pada Tabel 15 kadar SGOT
yang paling tinggi adalah pada perlakuan tikus yang diinduksi paracetamol
49

sebesar 500 mg kg-1 bb (106,44 ± 4,33 U ml-1), hal ini menunjukkan bahwa
paracetamol telah menyebabkan kerusakan fungsi hati yang merangsang
terbentuknya SGOT. Kadar SGOT akan meningkat apabila terjadi kerusakan sel
yang akut seperti nekrosis hepatoseluler seperti gangguan fungsi hati dan saluran
empedu, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan fungsi ginjal dan
pankreas (Kaplan dan Pesce 1996).
Hasil analisis uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa perlakuan kelompok V
yang diberikan nanoemulsi 1 ml kg-1 bb tidak berbeda nyata dengan kelompok III
yang diberikan 2 ml kg-1 bb dan larutan ekstrak kasar daun gedi. Hal ini
menunjukkan bahwa parameter SGOT juga memberikan indikasi bahwa kelarutan
dan bioaviabilitas dari nanoemulsi ekstrak daun gedi memiliki kinerja yang lebih
baik jika dibandingkan dengan larutan ekstrak kasar daun gedi. Kelompok kontrol
negatif juga berbeda nyata dengan kelompok perlakuan dengan larutan ekstrak
etanol daun gedi, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun gedi memiliki
kemampuan sebagai hepatoprotektor.
Menurut Parveen et al. (2010) kerusakan fungsi hati tidak hanya ditandai
dengan perubahan peningkatan serum SGOT maupun SGPT namun ada indikator
lain yang dapat digunakan penanda, diantaranya adalah total bilirubin dan
penurunan kadar albumin dalam darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total
bilirubin pada tikus yang normal sebesar 6,03 ± 0,46 mg ml-1 (kelompok 1),
setelah diinduksi dengan paracetamol 500 mg kg-1 bb mengalami peningkatan
sebesar 11,62 ± 0,49 mg ml-1. Hasil uji lanjut Tukey pada P-value < 0,5
menunjukkan bahwa penggunaan 2 ml ekstrak kasar daun gedi memberikan hasil
yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif, namun penggunaan nanoemulsi
ekstrak daun gedi sebesar 1 mg ml-1bb (Kelompok V) memberikan hasil berbeda
nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pada parameter total bilirubin ekstrak kasar
daun gadi masih belum memiliki kemampuan sebagai hepatoprotektor.
Pada parameter total albumin peningkatan pemberian paracetamol akan
menurunkan kadar total albumin, hal ini terjadi pada kelompok kontrol negatif
(Kelompok II), dimana pemberian parasetamol sebesar 500 ml kg-1 bb
mengakibatkan penurunan total albumin dari 14,7 ± 1,7 mg ml-1 (kontrol positif)
menjadi 6,9 ± 0,3 mg ml-1 (kontrol negatif), namun dengan penambahan 2 ml
ekstrak kasar daun gedi total albumin telah mampu mengalami peningkatan
sebesar 11,1 ± 0,5 mg ml-1. Perlakuan terbaik pada parameter total albumin adalah
pada konsentrasi 2 ml kg-1 bb larutan nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi dengan
kadar total albumin sebesar 15,9 ± 1,0 mg ml-1.

Evaluasi Hispatologi
Setiap lobus pada hati terdiri atas sekitar seratus ribu lobulus. Lobulus
hampir menyerupai bentuk heksagonal dan terpisah oleh interlobular septum
antara lobulus satu dan lobulus lainnya. Sel-sel hati, atau sering disebut hepatosit,
tersusun rapi seperti melingkar menuju vena sentral. Batas antara tiga lobulus
yang berdekatan membentuk triad portal yang terdiri atas arteri, cabang vena
hepatik, dan empedu.
Hasil uji histopatologi menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan hati
tikus, terutama pada jaringan hati tikus kelompok II dan III. Gambaran
histopatologi jaringan hati tikus kelompok IV dan V menunjukkan hasil yang
sama dengan kelompok I, yaitu sedikit kerusakan yang terjadi (Gambar 14).
50

Hasil uji ini mendukung hasil uji SGPT, SGOPT, total bilirubin dan total albumin
yang menunjukkan bahwa nanoemulsi ekstrak etanol memiliki kemampuan
sebagai hepatoprotektor.

I II

III IV

Gambar 14 Hispatologi hati tikus dari berbagai perlakuan, (I) kontrol positif
yang hanya diberikan asupan rangsum, (II) kontrol negatif, diberikan
parasetamol 500 mg kg-1 bb, (III) larutan ekstrak daun gedi 2 ml kg-1 bb,
(IV) nanoemulsi ekstrak daun gedi 2 ml kg-1 bb, (V) nanoemulsi ekstrak
daun gedi 1 ml kg-1 bb
Berdasarkan pada Gambar 14 jaringan hati tikus kelompok II terjadi
proliferasi sel oval, fibrosis, infiltrasi sel radang, degenerasi hepatosit, dan mitosis
hepatosit dengan pola acak (random). Begitu pula dengan kelompok III dan V,
kecuali mitosis hepatosit, semua parameter kerusakan terjadi dengan pola
midzonal (terjadi di tengah-tengah lobus). Proliferasi sel oval akan terjadi jika
terjadi kerusakan pada hepatosit. Sel oval merupakan prekursor hepatosit sehingga
51

akan menjadi lebih banyak ketika adanya sinyal kerusakan hati. Fibrosis terjadi
ketika adanya peradangan atau luka pada hepatosit akibat virus, konsumsi
alkohol berlebihan, trauma, dan zat yang bersifat hepatotoksik. Pada hepatosit
normal tidak terdapat jaringan ikat (fibrosa), namun jika terjadi luka pada
hepatosit, jaringan ikat akan mengganti sel-sel yang rusak dan bersifat
irreversible. Pada sel hati normal, sintesis fibrosa (fibrogenesis) dan penghancuran
fibrosa (fibrolisis) terjadi secara seimbang. Fibrosis terjadi jika pembentukan
fibrosa lebih cepat dibandingkan proses penghancuran dan pembuangannya dari
hati

Simpulan dan Saran

Simpulan
Berdasarkan pada hasil evaluasi biokimia dan histopatologi, menunjukkan
bahwa nanoemulsi mampu meningkatkan bioaviabilitas ekstrak daun gedi sebagai
hepatoprotektor. Dimana perlakuan terbaik sebagai hepatoprotektor adalah larutan
nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang diberikan sebanyak 2 ml kg-1 bb, dan
nilai SGPT, SGOT, total bilirubin dan total albumin masing-masing sebesar 60,87
± 8,65 U ml-1, 76,16 ± 1,94 U ml-1, 67,3 ± 07,9 µg ml-1, 15,9 ± 1,0 mg ml-1.

Saran
Perlu dilakukan uji toksisitas akut untuk menentukan seberapa besar
konsentrasi nanoemulsi ekstrak daun gedi bersifat toksik, sehingga dapat
digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan daun gedi sebagai hepatoprotektor
yang aman dikonsumsi.
52

7 PEMBAHASAN UMUM

Tanaman gedi merupakan salah satu tanaman obat yang belum banyak
dikenal oleh masyarakat luas, hal ini dibuktikan dengan belum masuknya tanaman
gedi sebagai salah satu tanaman obat yang telah diketahui standarisasinya (Depkes
2009). Padahal tanaman ini telah dimanfaatkan secara tradisional sebagai salah
satu tanaman obat bagi masyarakat Mamahit et al. (2010). Potensi tanaman gedi
sebagai salah satu sumber tanaman obat, perlu di eksplorasi dan digali lebih
mendalam. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya adalah (1)
karakterisasi simplisia, (2) uji fitokimia, (3) teknologi ekstraksi, (4) modifikasi
produk, (5) uji pra klinik serta (6) uji klinik (Depkes 2013).
Berdasarkan pada tahapan tersebut, penelitian ini dilakukan mulai dari
karakterisasi simplisia hingga pada tahap uji pra klinis. Kegiatan dari masing-
masing tahapan telah disampaikan dari BAB III hingga BAB VI. Tahap pertama
yang dilakukan adalah melakukan uji determinasi terhadap tanaman gedi, uji
determinasi tanaman gedi dilakukan di Kebun Raya Purwodadi Pasuruan, dan
dinyatakan bahwa tanaman tersebut adalah memiliki nama ilmiah Abelmoschus
manihot L. Medik. Uji determinasi penting untuk dilakukan, agar standarisasi
senyawa aktif dalam tumbuhan tersebut dapat dibandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya.
Penelitian ini diawali dengan melakukan karakterisasi simplisia dan ekstrak
tanaman gedi (BAB III) dengan maksud untuk mengetahui beberapa senyawa
makro maupun mikro yang terdapat didalam daun gedi. Karakterisasi dilakukan
sesuai dengan Kepmenkes No. 261/MENKES/SK/IV/2009 tentang Farmakope
Herbal Indonesia, berdasarkan pada peraturan tersebut, yang dimaksud dengan
sediaan obat adalah ekstrak tumbuhan obat baik yang berupa bahan kering
maupun cairan yang didapatkan dari simplisia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa,
setiap tumbuhan obat yang akan digunakan sebagai sediaan obat, harus dilakukan
standariasi, dengan tujuan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang
terdapat didalam tanaman obat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam
menentukan takaran (dosis) yang sesuai dengan kondisi pasien yang akan
ditangani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia tanaman gedi sebagian besar
telah memenuhi standar MMI untuk tanaman obat, namun pada parameter uji
kadar sari larut air nilai yang didapatkan sebesar 12,80 ± 0,20 %bk, masih berada
dibawah standar MMI (≥ 18,00 %bk). Hal ini memberikan kesimpulan bahwa
simplisia tanaman gedi tidak sesuai untuk sediaan obat secara infusia, karena
rendemen senyawa aktif yang didapatkan kurang maksimal. Kondisi ini diduga
disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan serta umur tanaman, menurut
Trisilawati dan Pitono (2012) kondisi cekaman dan umur tanaman sangat
mempengaruhi pembentukan bahan aktif dalam tanaman, dalam hasil
penelitiannya tanaman purwoceng yang paling baik untuk menghasilkan senyawa
aktif adalah pada umur 5 bulan. Disisi lain, nilai uji kadar sari larut etanol adalah
sebesar 17,44 ± 0,16 %bk, yang berada jauh diatas standar yang dipersyaratkan
MMI (≥ 6,00 %bk). Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa simplisia daun gedi,
lebih sesuai digunakan sebagai ekstrak etanol dibandingkan sebagai ekstrak
infusia.
53

Karakterisasi ekstrak daun gedi dilakukan pada parameter spesifik dan non
spesifik. Pada tahap ini, dilakukan pemilihan konsentrasi pelarut yang terbaik
dalam menghasilkan flavonoid total dan aktivitas antioksidan. Hasil karakteriasi
terhadap parameter standarisasi spesifik menunjukkan bahwa secara organoleptik
kedua ekstrak yang dihasilkan tidak berbeda yaitu berwarna hijau kehitaman
(Gambar 15), berbau khas daun gedi, berasa sepat dan berbentuk kental. Namun
untuk parameter senyawa yang larut dalam air maupun etanol, rendemen yang
dihasilkan berbeda, dimana rendeman yang terbesar didapatkan pada ekstrak daun
gedi yang menggunakan pelarut 96%. Ini menunjukkan bahwa pelarut 96%
memiliki efektivitas yang lebih baik dalam mengekstrak senyawa aktif simplisia
daun gedi jika dibandingkan dengan pelarut 70%.

Gambar 15 Ekstrak etanol simplisia daun gedi


Hasil terhadap uji fitokimia menunjukkan bahwa, senyawa aktif yang
terdapat dalam ekstrak daun gedi adalah flavonoid, alkaloid dan tannin. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara kualitatif ekstrak daun gedi memiliki potensi
sebagai sumber antioksidan alami. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang
berpotensi sebagai antioksidan, karena senyawa ini memiliki gugus -OH untuk
menyeimbangkan radikal bebas dalam tubuh. Senyawa flavonoid berperan sebagai
amulititude dalam aktivitas biologis, sehingga mampu berperan sebagai anti
peradangan, anti alergi dan anti bakteri (Rice-Evans et al. 1996). Hasil analisis
parameter non spesifik yang meliputi kadar air, kadar abu total, kada abu tidak
larut asam, bobot jenis ekstrak, total cemaran bakteri, kapang dan total cemaran
logam berat, telah memenuhi standar Perka BPOM No 12. Tahun 2014 tentang
persyaratan mutu sediaan obat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun gedi
dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi obat herbal.
Potensi ekstrak daun gedi sebagai bahan baku sediaan obat, tentu akan
dinilai secara ekonomis dari rendemen ekstrak yang dihasilkan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan optimasi proses ekstraksi untuk menghasilkan rendemen ekstrak
dan senyawa aktif yang optimal. Metode ekstraksi senyawa aktif dapat dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya adalah maserasi, perkolasi dan soxlet (Vongsak
et al. 2013). Bahkan ada beberapa metode baru yang banyak dikembangkan
diantaranya adalah CO2–superkritis (Bimakr 2011) dan mikrofluidisasi dinamis
54

tekanan tinggi (Huang et al. 2010). Pemilihan metode ekstrakasi mengacu pada
dua hal yaitu efisiensi dan efisasi. Efisiensi mengacu pada rendemen ekstraksi,
sedangkan efisasi mengacu pada keampuhan (besarnya bioaktivitas / kapasitas
untuk menghasilkan efek) dari ekstrak. Untuk melakukan isolasi komponen
biologis, terutama komponen flavonoid glikosida, ekstraksi yang bersumber dari
tanaman merupakan salah satu pendekatan yang lebih berkelanjutan (Jadhav et al.,
2009). Pada penelitian ini metode ekstraksi yang dipilih adalah ekstraksi maserasi
dinamis, karena metode ini tidak menghasilkan panas dan tekanan yang tinggi
yang berpotensi untuk menurukan rendemen dari flavonoid total (Tacon dan
Freitas 2013).
Untuk mendapatkan flavonoid total yang optimal, rancangan penelitian
ekstraksi daun gedi dilakukan dengan metode central composite design (CCD)
(Montgomery et al. 2012) yang terdiri dari 20 run dengan 6 pengulangan di center
point. Faktor yang dioptimasi adalah suhu, kecepatan pengadukan dan lama waktu
maserasi. Hasil dari titik yang optimal kemudian divalidasi kembali dan diukur
aktivitas antioksidannya.
Hasil optimasi menunjukkan bahwa lama waktu ekstraksi merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap flavonoid total yang dihasilkan, kemudian
disusul dengan faktor kecepatan pengadukan dan suhu. Hal ini diduga terjadi
karena keseimbangan difusi antara pelarut dengan senyawa aktif yang terdapat
didalam daun gedi berlangsung kurang dari 3 jam, sehingga rentang waktu antara
3 hingga 6 jam memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap flavonoid
total yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Pompeu et al.
2009 bahwa pelarut etanol akan segera mencapai keseimbangan tertentu jika di
stimulasi dengan gerakan mekanis.
Kondisi proses optimum didapatkan pada waktu ekstraksi 4,83 jam dengan
suhu ekstraksi sebesar 34,3 oC dan kecepatan pengadukan sebesar 322 rpm.
Kondisi proses tersebut menghasilkan flavonoid total sebesar 55,41 mg g-1 dengan
aktivitas antioksidan pada saat proses validasi sebesar 383,49 µg ml-1. Rendemen
yang dihasilkan oleh proses ekstraksi ini jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan maserasi biasa yang dilakukan pada penelitian BAB III, dimana pada
maserasi konvensional yang dilakukan selama 18 jam menghasilkan flavonoid
total sebesar 37,29 ± 0,4 mg g-1. Hal ini berarti bahwa optimasi proses ekstrasi
telah berhasil meningkatan flavonoid total sebesar 48,5%.
Senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak daun gedi memiliki ukuran
partikel yang sangat besar. Hasil dari analisis dengan menggunakan particle size
analyser (PSA) menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel pada D90 sebesar
2µm. Menurut Spigno et al. (2013) kemampuan senyawa aktif dalam
mendegradasi radikal bebas sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, semakin
kecil ukuran partikel akan memberikan pengaruh pada meningkatnya luas
permukaan terhadap volume senyawa tersebut. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan efektivitas dari ekstrak daun gedi sebagai antioksidan perlu
dilakukan pengecilan ukuran, salah satunya adalah dalam bentuk nanoemulsi.
Pembahasan lebih mendalam terhadap proses produksi nanoemulsi telah
disajikan dalam BAB V. Hasil penelitian menunjukan bahwa nanoemulsi ekstrak
daun gedi yang mampu diproduksi adalah pada kisaran D90 sebesar 100 nm. Pada
ukuran partikel tersebut telah mampu merubah sifat fisik konduktivitas yang
sebelumnya sebesar 325 mS cm-1 menjadi 0,59 µS cm-1. Perubahan nilai
55

konduktivitas menunjukkan bahwa ion bermuatan yang larut dalam nanoemulsi


per sentimeternya adalah sangat sedikit, sehingga stabilitas sistem nano berpotensi
dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan sistem emulsi biasa. Secara fisik,
nanoemulsi ekstrak daun gedi terjadi perubahan warna dari yang tidaknya tidak
tembus cahaya (Gambar 16 a) menjadi tembus cahaya (Gambar 16b).

(a) (b)
Gambar 16. Perbandingan penampakan ektrak etanol pada pengenceran 1:100 (a)
dengan produk nanoemulsi ekstrak etanol (b)
Produk nanoemulsi ekstrak daun gedi pada penyimpanan selama 14 hari
mengalami perubahan beberapa parameter, diantaranya adalah konduktivitas, pH,
flavonoid total dan aktivitas antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa nanoemulsi
selama proses penyimpanan pada suhu kamar (25 ± 1oC) mengalami perubahan
sistem. Menurut Lante dan Fristo (2013) faktor utama yang menyebabkan
ketidakstabilan nanoemulsi adalah komposisi bahan penyusun nanoemulsi dan
suhu selama proses penyimpanan. Komposisi penyusun nanoemulsi diantaranya
adalah surfaktan, fase minyak dan fase air. Perubahan ukuran partikel yang
berdampak pada perubahan nilai konduktifitas, sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi surfaktan yang digunakan. Pada saat terjadi peningkatan ukuran
partikel, maka kemampuan interaksi surfaktan dengan droplet yang terbentuk
tidak mampu menahan koalesense yang berpengaruh dalam peningkatan ukuran
partikel (Roland et al. 2003). Sehingga interaksi tersebut membentuk droplet baru
yang lebih besar. Oleh karena itu, untuk perbaikan terhadap stabilitas nanoemulsi
perlu dilakukan reformulasi terhadap komponen penyusun nanoemulsi sehingga
memiliki tingkat kestabilan yang lebih baik.
Untuk menguji efektivitas nanoemulsi yang dihasilkan, maka dilakukan uji
pra-klinis dengan menggunakan teknik in vivo pada hewan percobaan.
Pembahasan lebih rinci terhadap uji in vivo, telah dibahas pada BAB VI. Uji
efektivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi sebagai antioksidan, dilakukan secara in
vivo sebagai hepatoprotektor. Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh
dari nanoemulsi terhadap bioaviabilitasnya selama proses pengrusakan hati
dengan menggunakan parasetamol dosis tinggi. Berdasarkan pada hasil analisis
menunjukkan bahwa nanoemulsi mampu sebagai hepatoprotektor dan memiliki
56

bioaviabilitas yang lebih baik, hal ini dasarkan pada konsentrasi penggunaan
nanoemulsi yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan ekstrak
daun gedi.
Berdasarkan pada hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daun gedi
berpotensi sebagai sumber antioksidan baru, dan nanoemulsi ekstrak daun gedi
mampu berfungsi sebagai hepatoprotektor. Untuk melakukan pengembangan lebih
lanjut maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai reformulasi nanoemulsi
yang tepat untuk menjaga stabilitas nanoemulsi, sehingga dapat diproduksi secara
massal.
57

8 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia daun gedi tidak memenuhi


standar MMI jika digunakan sebagai bahan sediaan obat infusia, namun jika
digunakan sebagai sediaan obat dalam bentuk ekstrak, simplisia daun gedi telah
memenuhi standar MMI. Parameter ekstrak daun gedi juga telah memenuhi
standar yang ditetapkan oleh Perka BPOM No 12. Tahun 2014 tentang
persyaratan mutu sediaan obat.
Proses ekstraksi yang optimal didapatkan pada kondisi proses waktu
ekstraksi 4,83 jam, suhu ekstraksi 34,33 dan kecepatan pengadukan 322 rpm
dengan total flavonoid yang dihasilkan sebesar 55,41 mg g-1. Faktor yang paling
berpengaruh pada proses ekstraksi ini adalah waktuk ekstraksi > kecepatan
pengadukan > suhu ekstraksi.
Nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang terbaik diperoleh pada kondisi
proses kecepatan homogenisasi sebesar 20.000 rpm (G-force 2.912 × g) selama
10 menit dengan ukuran partikel yang dihasilkan adalah 100 ± 4 nm, sedangkan
nilai konduktivitas dan pH sebesar 259,55 ± 0,59 µS cm-1 dan 6,73 ± 0,00.
Stabilitas ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi selama 14 hari tidak
berbeda nyata, namun untuk parameter konduktivitas, pH, kadar flavonoid total
dan aktivitas antioksidan cenderung tidak stabil.
Berdasarkan pada hasil evaluasi biokimia dan histopatologi, nanoemulsi
ekstrak daun gedi mampu meningkatkan bioaviabilitas ekstrak daun gedi sebagai
hepatoprotektor.

Saran

Tahapan proses produksi nanoemulsi ekstrak daun gedi hingga uji


hepatoprotektor secara in vivo menunjukkan potensi yang sangat baik, namun
kedepan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai beberapa hal
diantaranya adalah penentuan waktu panen daun gedi yang paling baik untuk
mendapatkan rendemen total flavonoid yang optimal, kemungkinan
penammbahan tahapan proses pre-treatment simplisia untuk meningkatkan
rendemen ekstraksi senyawa aktif dari daun gedi, serta reformulasi komponen
penyusun nanoemulsi ekstrak daun gedi agar memiliki stabilitas yang lebih baik
dan mampu diaplikasikan pada skala industri.
58

DAFTAR PUSTAKA

Aberoumand A, Deokule SS. 2008. Comparison of phenolic compounds of some


edible plants of Iran and India. Pakistan Journal of Nutrition. 7 (4) :582-585
Acosta E. 2009. Bioavailability of nanoparticles in nutrient and nutraceutical
delivery. Current Opinion in Colloid & Interface Science, 14(1): 3–15
Ahmed K, Yan L, David JM, Hang X. 2012. Nanoemulsion and emulsion based
delivery systems for curcumin. Encapsulation and release properties Food
Chemistry 132 : 799–807
Ananingsih VK, Sharma A, Zhou W, 2013. Green tea catechins during food
processing and storage: a review on stability and detection. Food Research
International 50:469–479.
Arafah E, Muchtadi D, Zakaria F, Wresdiyati T. 2004. Pengaruh perlindungan
ekstrak rimpang bangle (Zingiber cassumunar ROXB) terhadap kerusakan hati
tikus yang diinduksi CCL4. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 15 (3): 214-
220.
Ai G, Liu Q, Hua W, Huang Z, Hang D, 2013. Hepatoprotective evaluation of the
total flavonoids extracted from flowers of Abelmoschus manihot (L.) Medic: In
vitro and in vivo studies. Journal of Ethnopharmacology. 146: 794–802.
Ames BN, Mark K, Shigenaga, Tory MH. 1993. Oxidants, antioxidants, and the
degenerative diseases of aging. Proceedings of the National Academy of
Sciences. 90:7915-7922.
Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D, Trinajsti N. 2003. Structure radical
scavenging activity relationships of flavonoids. Croatica Chemica Acta.
76(1) :55-61
Amponsah IK, Mensah AY, Otoo A, Mensah MLK, Jonathan J. 2014.
Pharmacognostic standardisation of Hilleria latifolia (Lam.) H. Walt.
(Phytolaccaceae). Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 4(12):941-
946
Anton N, Benoit JP, Saulnier P. 2008. Design and production of nanoparticles
formulated from nano-emulsion templates - a review. Journal of Controlled
Release. 128(3):185-199.
Anton N, Vandamme TF. 2009. The universality of low energy nano
emulsification. International Journal of Pharmaceutics. 377(1): 142-147.
Arora M, Siddiqui AA, Paliwal S, Mishra R. 2013. Pharmacognostical and
phytochemical investigation of Salvadora oleoides. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 5 :128-130.
Assagaf F, Adeanne W, Adithya Y. 2013. Uji toksisitas akut (lethal dose50)
ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot L.) terhadap tikus putih
jantan galur Wistar (Rattus norvegicus L.). Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi.
2(01) :2302 – 2493
Bali V, Ali M, Ali J. 2010. Study of surfactant combinations and development of
a novel nanoemulsion for minimising variations in bioavailability of ezetimibe.
Colloids and Surfaces B: Biointerfaces. 76(2): 410-420.
Bernardi DS, Pereira TA, Maciel NR, Bortoloto J, Viera GS, Oliveira GC,
Rocha-Filho PA. 2011. Formation and stability of oil-in-water nanoemulsions
59

containing rice bran oil: in vitro and in vivo assessments. Journal


Nanobiotechnol. 9(44): 1-9.
Benita S, Levy MY. 1993. Submicron emulsions as colloidal drug carriers for
intravenous administration: comprehensive physicochemical characterization.
Journal of Pharmaceutical Sciences. 82(11): 1069-1079.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2015. Statistik produk yang
mendapat persetujuan izin edar [diacu 2013 Agustus 28] Tersedia dari http://
http://ceknie.pom.go.id/
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2014. Persyaratan mutu obat
tradisional [diacu 2013 September 28] Tersedia dari
http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=824
Bidone J, Argenta DF, Kratz J, Pettenuzzo LF, Horn AP, Koester LS,Teixeira HF.
2015. Antiherpes activity and skin/mucosa distribution of flavonoids from
Achyrocline satureioides extract incorporated into topical nanoemulsions.
BioMed Research International. Article ID 238010.
Biesaga M. 2011. Influence of extraction methods on stability of flavonoids.
Journal of Chromatography A. 1218(18): 2505-2512.
Bimakr M, Rahman RA, Taip FS, Ganjloo A, Salleh LM, Selamat J, Hamid A,
Zaidul ISM. 2011. Comparison of different extraction methods for the
extraction of major bioactive flavonoid compounds from spearmint (Mentha
spicata L.) leaves. Food and Bioproducts Processing. 89:67–72.
Bouchemal K, Briançon S, Perrier E, Fessi H. 2004. Nano-emulsion formulation
using spontaneous emulsification: solvent, oil and surfactant optimisation.
International Journal of Pharmaceutics. 280(1):241-251.
Boumendjel A, Pietro AD, Dumontet C, Barron D. 2002. Recent advances in the
discovery of flavonoids and analogs with high-affinity binding to p-
glycoprotein responsible for cancer cell multidrug resistance. Medicinal
Research Review. 22: 512-529.
Bourdy G, Walter A. 1992. Maternity and medicinal plants in Vanuatu. I. The
cycle of reproduction. Journal of Ethnopharmacology. 37: 179–196.
Branen AL. 1975. Toxicology and biochemistry of butylated hydroxyanisole and
butylated hydroxytoluene. Journal of the American Oil Chemists’ Society.
52:59–63.
Canals R, Llaudy MC, Valls J, Canals JM, Zamora F. 2005. Influence of ethanol
concentration on the extraction of color and phenolic compounds from the skin
and seeds of Tempranillo grapes at different stages of ripening. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. 53(10): 4019-4025.
Chaudhury RR, Rafei UM. 2002. Traditional medicine in Asia. World health
organization (WHO). Regional office for South-East Asia.
Charrier, A. 1984. Genetic resources of the genus Abelmoschus Med. (Okra)
[internet]. [diacu tanggal 13 September 2013] tersedia dari
http://agris.fao.org/agris-search/search.do?recordID=XF8551769.
Chen C, Pearson AM, Gray JI. 1992. Effects of synthetic antioxidant (BHA,
BHT, and PG) on the mutagenicity of IQ-like compounds. Food Chemistry. 43:
177-183
Chen HM, Muramoto K, Yamauchi F, Nokihara K. 1996. Antioxidant activity of
designed peptides based on the antioxidative peptide isolated from digests of a
60

soybean protein. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 44(9): 2619-


1613.
Cheng N, Ren N, Gao H, Lei X, Zheng J, Cao W. 2013. Antioxidant and
hepatoprotective effects of Schisandra chinensis pollen extract on CCl4 induced
acute liver damage in mice. Food and Chemical Toxicology. 55: 234-240.
Chen S, Ben-Hong W, Jin-Bao F, Yan-Ling L, Hao-Hao Z, Lin-Chuan F, Le
G, Shao-Hua L. 2012. Analysis of flavonoids from lotus (Nelumbo
nucifera) leaves using high performance liquid chromatography/ photodiode
array detector tandem electrospray ionization mass spectrometry and an
extraction method optimized by orthogonal design. Journal of
Chromatography A. 1227:145– 153
Chow, SC, Jen-Pie L. 1995. Statistical Design and analysis in Pharmaceutical :
Validation, Process Control and Stability. Marcel Dekker Inc. New York
Cook NC, Samman S. (1996). Flavonoids : chemistry, metabolism,
cardioprotective effects, and dietary sources. The Journal of Nutritional
Biochemistry. 7(2):66-76
Costa-Machado AR, Bastos JK, de Freitas LA. 2013. Dynamic maceration of
Copaifera langsdorffii leaves: a technological study using fractional factorial
design. Revista Brasileira de Farmacognosia. 23(1): 79-85.
Czech E, Kneifel W, Koop B. 2001. Microbiological Status of Commercially
Available Medicinal Herbal Drugs - A Screening Study. Planta Medica. 67(3):
263-269
Date AA, Desai N, Dixit R, Nagarsenker M. 2010. Self-nanoemulsifying drug
delivery systems: formulation insights, applications and advances.
Nanomedicine. 5(10):1595-1616.
Deepa V, Sridhar R, Goparaju A, Reddy PN, Murthy PB. 2012. Nanoemulsified
ethanolic extract of Pyllanthus amarus Schum & Thonn ameliorates CCl4
induced hepatotoxicity in Wistar rats. Indian Journal of Experimental Biology.
50 :785-794
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peta jalan
pengembangan bahan obat [diacu 2013 Agustus 28] Tersedia dari
binfar.kemkes.go.id/?wpdmact=process&did=NzMuaG90bGluaw==
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope herbal
Indonesia edisi pertama [diacu 2013 Agustus 31] Tersedia dari
http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=824
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Materia medika
Indonesia. Jilid VI. Jakarta.
Devarajan V, Ravichandran V. 2011. Nanoemulsions: As modified drug delivery
tool. International Journal Of Comprehensive Pharmacy. 2(04): 1-6
Debnath S, Satayanaraya, Kumar GV. 2011. Nanoemulsion-A method to improve
the solubility of lipophilic drugs. An International Journal of Advances In
Pharmaceutical Sciences. 2 (3): 2231-0541
Domitrović R, Jakovac H, Marchesi VV, Vladimir-Knežević S, Cvijanović O,
Tadić Z, Rahelić D. 2012. Differential hepatoprotective mechanisms of rutin
and quercetin in CCl4-intoxicated BALB/cN mice. Acta Pharmacologica
Sinica. 33(10):1260-1270.
61

Durling NE, Catchpole OJ, Grey JB, Webby RF, Mitchell KA, Foo LY, Perry NB.
2007. Extraction of phenolics and essential oil from dried sage (Salvia
officinalis) using ethanol–water mixtures. Food Chemistry. 101(4):1417-1424.
Ekka NR, Namdeo KP, Samal PK. 2008. Standardization strategies for herbal
drugs - an overview. Research Journal of Pharmacy and Technology. 1(4):
310-312
Fernandez P, André V, Rieger J, Kühnle A. 2004. Nano-emulsion formation by
emulsion phase inversion. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and
Engineering Aspects. 251(1):53-58.
Filipiak M. 2001. Electrochemical analysis of polyphenolic compounds.
Analytical Sciences. 17 : i1667-i1670.
Forgiarini A, Esquena J, González C, Solans C. 2000. Studies of the relation
beTween phase behavior and emulsification methods with nanoemulsion
formation. Trends in Colloid and Interface Science. 14: 36-39.
Fung J, Lai CL, Fong DYT, Yuen JCH, Wong DKH, Yuen MF. 2008. Correlation
of liver biochemistry with liver stiffness in chronic hepatitis B and
development of a predictive model for liver fibrosis. Liver International.
28(10): 1408-1416.
Gadkari PV, Balaraman M. 2015. Catechins: Sources, extraction and
encapsulation: A review. Food and Bioproducts Processing. 93: 122-138.
Gleason K. 2012. How to convert Centrifuge RPM to RCF or G-force?.
[internet][diacu tanggal 23 Agustus 2015]. Tersedia dari
http://clinfield.com/2012/07/how-to-convert-centrifuge-rpm-to-rcf-or-g-force/
Gupta PC, Rao CV. 2012. Pharmacognostical studies of Cleome viscosa Linn.
Indian Journal of Natural Product Resources. 3:527-534.
Gupta PC, Sharma N, Rao CV. 2013. Pharmacognostic studies of the leaves and
stem of Careya arborea Roxb. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine.
2(5): 404-408.
Grigonis D, Venskutonis PR, Sivik B, Sandahl M, Eskilsson CS. 2005.
Comparison of different extraction techniques for isolation of antioxidants
from sweet grass (Hierochloe odorata). The Journal of Supercritical Fluids.
33(3): 223-233.
Hamon S, Sloten van DH 1995. Okra. In: Evolution of crop plants, Smartt J,
Simmonds NW (eds.). John Wiley & Sons. 605 Third Avenue. New York: 350-
357.
Harbone JB, Williams CA. 2000. Advances in flavonoid research since 1992.
Phytochemistry. 55( 6): 481–504.
Hayat K, Hussain S. Abbas S, Farooq U, Ding B, Xia S, Jia C, Zhang X, Xia W,
2009. Optimized microwave-assisted extraction of phenolic acids citrus
mandarin peels and evaluation of antioxidant activity in vitro. Separation and
Purification Technology .70: 63–70.
Hategekimana J, Chamba MV, Shoemaker CF, Majeed H, Zhong F. 2015.
Vitamin E nanoemulsions by emulsion phase inversion: Effect of
environmental stress and long-term storage on stability and degradation in
different carrier oil types. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and
Engineering Aspects. 483(20): 70–80
62

Heim KE, Tagliaferro, AR, Bobilya DJ. 2002. Flavonoid antioxidants: chemistry,
metabolism and structure-activity relationships. The Journal of Nutritional
Biochemistry.13(10) :572–584
Heertje I. 2014. Structure and function of food products: a review. Food Structure.
1: 3–23
Hidayati S, Ma’ruf A. 2003. Peranan antioksidan bawang putih (Allium sativum)
sebagai hepatoprotektor. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. 4 (1) :38-43
Huang B, Xiaoquan B, Jingsheng H, Jing T, Jun T, Youwei W. 2010.
Hepatoprotective and antioxidant activity of ethanolic extracts of edible lotus
(Nelumbo nucifera Gaertn.) leaves. Food Chemistry. 120:873–878
Jadhav D, Rekha BN, Gogate PR, Rathod VK. 2009. Extraction of vanillin from
vanilla pods: A comparison study of conventional soxhlet and ultrasound
assisted extraction. Journal of Food Engineering. 93(4):421-426
Jain PS, Bari SB. 2009. Isolation of stigmasterol and γ – sitosterol from
petroleum ether extract of woody stem of Abelmoschus manihot. Asian Journal
of Biological Sciences. 2(4) :112-117
Jacques RA, Freitas LS, Pérez VF, Dariva C, Oliveira AP,Oliveira JV, Caramão
EB 2007. The use of ultrasound in the extraction of Ilex paraguariensis leaves:
a comparison with maceration. Ultrasonics Sonochemistry. 14:6-12.
Kaplan LA, Pesce AJ (Eds.), 1996. Clinical chemistry: theory, analysis,
correlation. Third Edition. Mosby. St. Louis. United States : 1211
Kahl R, Kappus H. 1993. Toxicology of the synthetic antioxidants BHA and BHT
in comparison with the natural antioxidant vitamin E. Zeitschrift fur
Lebensmittel Untersuchung und-Forschung. 196(4): 329–338.
Kale S, Mohd AK, Yusufuddin I, Verana GA. 2012. Hepatoprotective potential of
ethanolic and aqueous extract of flowers of Sesbania grandiflora (Linn)
induced by CCl4 . Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine : S670-S679
Keatinge JDH. 2009. Ensuring slippery cabbage won’t slip away. AVRDC -The
World Vegetable Center Newsletter. 31:1-2
Klaassen CD. (Ed.). 2013. Casarett and Doull's Toxicology: The Basic Science of
Poisons. McGraw-Hill. New York (NY): 1236
Kumar RA, Sridevi K, Kumar NV, Nanduri S, Rajagopal S. 2004. Anticancer and
immunostimulatory compounds from Andrographis paniculata. Journal of
Ethnopharmacology. 92(2): 291-295.
Kumar S, Kumar V, Prakash OM. 2011. Pharmacognostic study and anti-
inflammatory activity of Callistemon lanceolatus leaf. Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine. 1(3): 177-181
Lako JV, Craige T, Mark W, Naiyana W, Subramanium S, Robert P. 2007.
Phytochemical flavonols, carotenoids and the antioxidant properties of a wide
selection of Fijian fruit, vegetables and other readily available foods. Food
Chemistry. 101(4): 1727–174.
Lai XY, Zhao YY, Liang H, Bai YJ, Wang B, Guo DA. 2007. SPE-HPLC method
for the determination of four flavonols in rat plasma and urine after oral
administration of Abelmoschus manihot extract. Journal of Chromatography
and Biology . 852(1): 108-11
Lai X, Liang H, Zhao Y, Wang B. 2009. Simultaneous determination of seven
active flavonols in the flowers of Abelmoschus manihot by HPLC. Journal of
Chromatographic Science. 47 : 206-210.
63

Lai XY, Zhao YY, Liang H. 2007. A flavonoid glucuronide from Abelmoschus
manihot (L.) Medik. Biochemical Systematics and Ecology. 35(12):891-893.
Lante A, Friso D. 2013. Oxidative stability and rheological properties of
nanoemulsions with ultrasonic extracted green tea infusion. Food Research
International. 54(1) :269–276.
Lin CC, Lin WC, Chang CH, Namba T. 1995. Antiinflammatory and
hepatoprotective effects of Ventilago leiocarpa. Phytotherapy Research. 9(1):
11-15
Leong TSH, Wooster TJ, Kentish SE, Ashokkumar M. 2009. Minimising oil
droplet size using ultrasonic emulsification. Ultrasonics Sonochemistry. 16(6):
721–727.
Lee SJ, McClements DJ. 2010. Fabrication of protein-stabilized nanoemulsions
using a combined homogenization and amphiphilic solvent
dissolution/evaporation approach. Food Hydrocolloids. 24(6):560-569.
Lee KC, Maturo C, Rodriguez R, Nguyen HL, Shorr R. 2011. Nanomedicine–
Nanoemulsion Formulation Improves Safety and Efficacy of the Anti-Cancer
Drug Paclitaxel According to Preclinical Assessment. Journal of Nanoscience
and Nanotechnology. 11(8): 6642-6656.
Liu, Y, Xianyin L, Xiaomei L, Yuying Z, Jingrong C. 2006. Interactions
BeTween Thrombin with Flavonoids from Abelmoschus manihot (L.)
Medicus by CZE. Chromatographia. (64): 45
List PH, Schmidt PC. 1989. Phytopharmaceutical Technology. CRC Press Inc.
United States of America : 370
Locatelli M, Grindro R, Travaglia F, Coisson J, Rinaldi M, Arlorio M. 2009.
Study of the DPPH-scavenging activity: Development of a free software for the
correct interpretation of data. Food Chemistry. 114 : 889–897
Maduka HC, 2005. The theoretical mechanistic concept of sacogolottis
gabonensis, A Nigerian alcoholic beverage additive as an antioxidant protector
against hepatotoxicity. The Internet Journal of Gastroenterology. 3 :2. [diacu
2013 Februari 2]. Tersedia dari https://ispub.com/IJGE/3/2/3119.
Mandey JS, Soetanto H, Sjofjan O, Tulung B. 2014. Genetics characterization,
nutritional and phytochemicals potential of gedi leaves (Abelmoschus manihot
(L.) Medik) growing in the North Sulawesi of Indonesia as a candidate of
poultry feed. Journal of Research in Biology. 4(2):2231 - 6299.
Mamahit LP, Soekamto NH, 2010. Satu senyawa asam organik yang diisolasi dari
daun gedi (Abelmoschus manihot L. Medik) asal Sulawesi Utara. Chemistry
Progress. (3) 1 : 42-45. [diacu 2013 Januari 15] Tersedia dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/chemprog/article/viewFile/73/69.
Mao L, Xu D, Yang J, Yuan F, Gao Y, Zhao J. 2009. Effects of small and large
molecule emulsifiers on the characteristics of b-carotene nanoemulsions
prepared by high pressure homogenization. Food Technology and
Biotechnology. 47(3): 336-342.
Masmoudi H, Le Dréau Y, Piccerelle P, Kister J. 2005. The evaluation of
cosmetic and pharmaceutical emulsions aging process using classical
techniques and a new method: FTIR. International Journal of Pharmaceutics.
289(1): 117-131.
64

Mayer S, Weiss J, McClements DJ. 2013. Vitamin E-enriched nanoemulsions


formed by emulsion phase inversion: Factors influencing droplet size and
stability. Journal of Colloid and Interface Science. 402:122-130.
McClements DJ. 2005. Food Emulsions: Principles, Practices, And Techniques.
Second Edition. CRC press. Inc. United States of America : 664
Mei Z, Xu J, Sun D. 2011. O/W nano-emulsions with tunable PIT induced by
inorganic salts. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering
Aspects. 375(1):102-108.
Morales D, Gutiérrez JM, Garcia-Celma MJ, Solans YC. 2003. A study of the
relation be Tween bicontinuous microemulsions and oil/water nano-emulsion
formation. Langmuir. 19(18):7196-7200.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal of Science
and Technology. 26(2): 211–219.
Montgomery DC, Peck EA, Vining GG. 2012. Introduction to Linear Regression
Analysis. Fifth Edition. John Wiley & Sons. Hoboken. New Jersey :389
Mullie P, Clarys P, Deriemaeker P, Hebbelinck M. 2007. Estimation of daily
human intake of food flavonoids. International Journal of Food Sciences and
Nutrition. 59(4), 291-298.
Nikam PH, Kareparamban J, Jadhav A, Kadam V. 2012. Future Trends in
Standardization of Herbal Drugs. Journal of Applied Pharmaceutical Science.
02 (06): 38-44
Nugraha AS, Hadi NS, Siwi SU. Efek hepatoprotektif ekstrak buah merah
(Pandanus conoideus Lam.) pada hati mencit jantan galur swiss induksi
dengan CCl4. Jurnal Natur Indonesia. 11(1): 24-30
Pine ATD, Alam G, Attamin F. 2011. Standardisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi
( Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek Antioksidan dengan Metode
DPPH. [diacu 2012 Maret 12] Tersedia dari
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/d1043b1ce802ee8dbcb6f1dbb5626d55.pdf.
Pan G, Yu G, Zhu C, Qiao J. 2012. Optimization of ultrasound-assisted extraction
(UAE) of flavonoids compounds (FC) from hawthorn seed (HS). Ultrasonics
Sonochemistry. 19 : 486–490.
Parveen R, Baboota S, Ali J, Ahuja A, Vasudev SS, Ahmad S. 2011. Effects of
silymarin nanoemulsion against carbon tetrachloride-induced hepatic damage.
Archives of Pharmacal Research. 34(5):767-774.
Patra KC, Pareta SK, Harwansh RK, Jayaram KK. 2010. Traditional approaches
towards standardization of herbal medicines - A review. Journal of
Pharmaceutical Science and Technology. 2(11):372-379
Patrick-Iwuanyanwu KC, Wegwu MO. 2008. Prevention of carbon tetrachloride
(CCl4)-induced liver damage in rats by Acanthus montanus. Asian Journal of
Biochemistry. 3(4), 213.
Peter C, Peter D, Marcel H. 2007. Estimation of daily human intake of food
flavonoids. Plant for Food Human Nutrition. 62:93–98
Pompeu DR, Silva EM, Rogez H. 2009. Optimisation of the solvent extraction of
phenolic antioxidants from fruits of Euterpe oleracea using Response Surface
Methodology. Bioresource technology. 100(23): 6076-6082.
65

Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity,


phenol, and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants.
African Journal of Biotechnology. 5(11): 1142-1145
[PPHI] Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. 2013. Artikel Umum: Hepatitis C
[diacu 2013 Agustus 27] Tersedia dari http://pphi-online.org/alpha/?p=533.
Procházková D, Boušová I, Wilhelmová N. 2011. Antioxidant and prooxidant
properties of flavonoids. Fitoterapia. 82:513–523.
[Plantamor]. 2006. Informasi Spesies Abelmoschus manihot L. [diacu 2013
Agustus 30] Tersedia dari http://www.plantamor.com/index.php?plant=2.
Qian JY, Liu D, Huang AG. 2004. The efficiency of flavonoids in polar extracts
of Lycium chinense Mill fruits as free radical scavenger. Food Chemistry.
87(2): 283-288.
Quintanilla-Carvajal M, Camacho-Díaz B, Meraz-Torres L, Chanona-Pérez J,
Alamilla-Beltrán L, Jimenéz-Aparicio. 2010. Nanoencapsulation: A new trend
in food engineering processing. Food Engineering Reviews. 2(1):39–50.
Raina MK. 2003. Quality control of herbal and herbo-mineral formulations.
Indian Journal of Natural Products. 19:16-23
Rice-Evans CA, Miller NJ, Paganga, G, 1996. Structure–antioxidant activity
relationships of flavonoids and phenolic acids. Free Radical Biology and
Medicine. 20 :933–956.
Rice-Evans CA, Miller NJ, Paganga G. 1997. Antioxidant properties of phenolic
compounds . Trends in Plants Science. 2(4) : 152-159.
Rao J, McClements DJ. 2011. Formation of flavor oil microemulsions,
nanoemulsions and emulsions: influence of composition and preparation
method. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 59(9):5026-5035.
Rao J, McClements DJ. 2012. Food-grade microemulsions and nanoemulsions:
Role of oil phase composition on formation and stability. Food Hydrocolloids.
29(2):326-334.
Rocha-Filho PA, Camargo MFP, Ferrari M, Maruno M. 2014. Influence of
lavander essential oil addition on passion fruit oil nanoemulsions: stability and
and in vivo study. Journal of Nanomedicine Nanotechnology. 5 (2) :1-11
Roland I, Piel G, Delattre L, Evrard B. 2003. Systematic characterization of oil-in-
water emulsions for formulation design. International Journal of
Pharmaceutics. 263(1):85-94.
Rosen MJ, Kunjapu. 2012. Surfactants and Interfacial Phenomena, Fourth
Edition. John Wiley & Son. Hoboken. New Jersey: 303-331.
Routray W, Orsat V. 2012. Microwave-assisted extraction of flavonoids: a review.
Food and Bioprocess Technology. 5(2): 409-424
Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME. (Eds.). 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Six Edition. Pharmaceutical press. London
Saberi AH, Fang Y, McClements DJ. 2013. Fabrication of vitamin E-enriched
nanoemulsions: factors affecting particle size using spontaneous
emulsification. Journal of Colloid and Interface Science. 391:95-102.
Sessa M, Balestrieri ML, Ferrari G, Servillo L, Castaldo D, D’Onofrio N, Donsì F,
Tsao R. 2013. Bioavailability of encapsulated resveratrol into nanoemulsion-
based delivery systems. Food Chemistry. 147: 42-50
Shah DO, Moudgil BM. 2003. Higlight of research on molecular interaction at
interface for the University of Florida. Absorption and Aggregation of
66

Surfactants in Solution : Surfactan Science Series. Mittal KL, Shah DO (eds).


109: 1-20.
Shakeel F, Baboota S, Ahuja A, Ali J, Faisal MS, Shafiq S. 2008. Stability
evaluation of celecoxib nanoemulsion containing Tween 80. Thai Journal of
Pharmaceutical Science. 32:4-9.
Sithisarn P, Supabphol R, Gritsanapan W. 2006. Comparison of free radical
scavenging activity of Siamese neem tree (Azadirachta indica A. Juss
siamensis Valeton) leaf extracts prepared by different methods of extraction.
Medical Principles and Practice. 15: 219–222
Sing AJF, Graciaa A, Lachaise J, Brochette P, Salager JL. 1999. Interactions and
coalescence of nanodroplets in translucent O/W emulsions. Colloids and
Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects. 152(1):31-39
Silva HD, Cerqueira MA, Souza BW, Ribeiro C, Avides MC, Quintas MA,
Vicente AA. 2011. Nanoemulsions of β-carotene using a high-energy
emulsification–evaporation technique. Journal of Food Engineering. 102(2):
130-135.
Spigno G, Donsì F, Amendola D, Sessa M, Ferrari G, De Faveri, DM. 2013.
Nanoencapsulation systems to improve solubility and antioxidant efficiency of
a grape marc extract into hazelnut paste. Journal of Food Engineering. 114(2):
207-214.
Sutjipto S, Widiyastuti Y. 2009. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Perubahan
Fisikokimia Daun Kumis Kucing (Orthosipon stamineus Benth). Jurnal
Tumbuhan Obat Indonesia. 2(1) : 24-27.
Tacon LA, Freitas LA. 2013. Box-Behnken design to study the bergenin content
and antioxidant activity of Endopleura uchi bark extracts obtained by dynamic
maceration. Revista Brasileira de Farmacognosia. 23(1):65-71.
Tadros T, Izquierdo P, Esquena J, Solans C. 2004. Formation and stability of
nano-emulsions. Advances in Colloid and Interface Science. 108–109
(20) :303–318.
Tapas A, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals: a review.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 7(3) : 1089-1099
Thomas S, Patil DA, Patil AG, Chandra N. 2008. Pharmacognostic evaluation and
physicochemical analysis of Averrhoa carambola L. fruit. Journal of Herbal
Medicine and Toxicol. 2 (2): 51-54.
Tedesco D, Domeneghini C, Scianniamanio D, Tameni M, Steidler S, Galletti S.
2004. Silymarin, a possible hepatoprotector in dairy cows : biochemical and
histological observation. Journal of Veterinary Medicine Series A. 51 (2): 85-
89
Valko M, Izakovic M, Mazur M, Rhodes CJ, Telser J. 2004. Role of oxygen
radicals in DNA damage and cancer incidence. Molecular and Cellular
Biochemistry. 266 :37–56.
Veličković DT, Nikolova MT, Ivancheva SV, Stojanović JB, Veljković VB. 2007.
Extraction of flavonoids from garden (Salvia officinalis L.) and glutinous
(Salvia glutinosa L.) sage by ultrasonic and classical maceration. Journal of the
Serbian Chemical Society. 72(1): 73-80.
Velioglu YS, Mazza G, Gao L, Oomah BD. 1998. Antioxidant activity and total
phenolics in selected fruits, vegetables, and grain products. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. 46(10):4113-4117.
67

Vongsak B, Pongtip S, Supachoke M, Suchitra T, Yuvadee W, Wandee G. 2013.


Maximizing total phenolics, total flavonoids contents and antioxidant
activity of Moringa oleifera leaf extract by the appropriate extraction
method. Industrial Crops and Products. 44:566–571
Wan P, Sheng Z, Han, Zhao Y, Cheng G, Li Y. 2014. Enrichment and purification
of total flavonoids from Flos Populi extracts with macroporous resins and
evaluation of antioxidant activities in vitro. Journal of Chromatography B,
945– 946: 68– 74
Wang X, Jiang Y, Wang YW, Huang MT, Ho CT, Huang Q. 2008. Enhancing
anti-inflammation activity of curcumin through O/W nanoemulsions. Food
Chemistry. 108(2): 419-424.
Wang XR, Zhou ZH, Du AQ, Huang ZM. 2004. Studies on the flavonol
constituents of Abelmoschus manihot L. Medic. Chinese Journal of Natural
Medicine. 2: 91–92.
Wang Z, Pal R. 2015. Microemulsion and their application in drug delivery..
Handbook of Surface and Colloid Chemistry. Birdi KAS (Ed.). Fourth Edition.
CRC Press. Taylor & Francis Group. United Kingdom : 583-600
Williams CA, Harborne JB. 1994. The flavonoids. Advances in Research Since
1986. Harborne J.B.( ed.). Chapman & Hall. London : 337 – 85
Woo HH, Kuleck G, Hirsch AM, Hawes MC. 2002. Flavonoids: signal molecules
in plant development. Flavonoids in Cell Function. Bela SB, Michael EB.
(eds.). , Kluwer Academic/ Plenum Publishers. New York :51-60
Wooster TJ, Golding M, Sanguansri P. 2008. Impact of oil type on nanoemulsion
formation and Ostwald ripening stability. Langmuir. 24(22):12758–12765
Wu L, Yang X, Huang Z, Liu Z, Wu G. 2007. In vivo and in vitro antiviral
activity of hyperoside extracted from Abelmoschus manihot (L) medic. Acta
Pharmacologica Sinica. 28:404–409.
Xi J, Shen D, Li Y, Zhang R, 2011. Ultra high pressure extraction as a tool to
improve the antioxidant activity of green tea extracts. Food Research
International. 44: 2783-2787.
Xue C, Guo J, Qian D, Duan JA, Shang E, Shu Y, Lu Y. 2011. Identification of
the potential active components of Abelmoschus manihot in rat blood and
kidney tissue by microdialysis combined with ultra-performance liquid
chromatography/quadrupole time-of-flight mass spectrometry. Journal of
Chromatography B. 879(5): 317-325.
Xu Q, Shen Y, Wang H, Zhang N, Xu S, Zhang L. 2013. Application of response
surface methodology to optimise extraction of flavonoids from fructus
sophorae. Food chemistry. 138(4):2122-2129.
Yao LH, Jiang YM, Shi J. 2004. Flavonoids in food and their health benefits.
Plant Foods Human Nutrition. 59: 113-122
Yin LJ, Chu BS, Kobayashi I, Nakajima M. 2009. Performance of selected
emulsifiers and their combinations in the preparation of [beta]-carotene
nanodispersions. Food Hydrocolloids. 23(6): 1617–1622
Yuan Y, Gao Y, Zhao J, Mao L. 2008. Characterization and stability evaluation of
[beta]-carotene nanoemulsions prepared by high pressure homogenization
under various emulsifying conditions. Food Research International. 41(1): 61–
68
68

Zarena A, Bhattacharya S, Kadimi US. 2012. Mangosteen oil-in-water emulsions:


rheology, creaming, and microstructural characteristics during storage. Food
and Bioprocess Technology. 5: 3007-3013
Zhou G, Yuxin C, Song L, Xingcheng Y, Youwei W. 2013. In vitro and in vivo
hepatoprotective and antioxidant activity of ethanolic extract from Meconopsis
integrifolia (Maxim.) Franch Journal of Ethnopharmacology .148:664–670
Zhuang H, Zhang JH. 2003. Epidemiology of alcoholic liver disease. Chinese
Journal of Gastroenterol. 8: 294-297.
Zuhra CF, Tarigan JB, Sihotang H. 2008. Aktivitas antioksidan senyawa
flavonoid dari daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.). Jurnal Biologi
Sumatera. 4: 7-10
69

Lampiran 1 Prosedur karakterisasi simplisia daun gedi

Penentuan kadar air

Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan pada prosedur Depkes (2000).


Sejumlah 100 mg ekstrak ditimbang dalam krus porselen bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan
telah ditera. Ekstrak diratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan
setebal 10 – 15 mm dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap,
tutupnya dibuka, dibiarkan krus dalam keadaan tertutup dan mendingin
dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh
untuk menghitung persentase susut pengeringannya. Kadar air dihitung dalam
persen berat sampel awal. Dilakukan sebanyak tiga kali replikasi

( )

Penentuan kadar abu

Prosedur penentuan kadar abu simplisia dilakukan sesuai dengan prosedur


Depkes (2000). Sejumlah 200 mg ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus
yang telah ditera, dipijarkan perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara
bertahap hingga 600 ± 250C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan
dalam desikator, serta ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen
berat sampel awal. Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, kemudian
dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer P selama 5 menit, bagian yang
tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci
dengan air panas, disaring dan ditimbang, ditentukan kadar abu yang tidak larut
asam dalam persen terhadap berat sampel awal. Kadar abu dihitung dalam persen
berat sampel awal. Dilakukan sebanyak tiga kali replikasi.

Penentuan Kadar Abu Tidak Larut Asam


Prosedur analisis kadar abu tidak larut asam dilakukan sesuai dengan
prosedur Depkes (2000). Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan
dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, kemudian bagian yang tidak
larut asam dikumpulkan, bagian tersebut disaring melalui krus kaca masir atau
kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air panas dan dipijarkan hingga
bobot tetap,setelah itu ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung
dalam persen berat sampel awal. Perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali replikasi.
.
Penentuan Kadar Sari Larut Air
Penentuan kadar sari larut dilakukan sesuai dengan prosedur Depkes
(2000). Sejumlah 500 mg ekstrak disari selama 24 jam dengan10 ml air-kloroform
LP, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 2
ml filtrat hingga kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan pada suhu
70

105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam
air terhadap berat ekstrak awal. Perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali replikasi

Penentuan Kadar Sari Larut Etanol


Penentuan kadar sari larut etanol dilakukan sesuai dengan prosedur
Depkes (2000). Sejumlah 500 mg ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 10
ml etanol 95% menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok
selama 6, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Larutan di saring, kemudian uapkan
20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal yang telah ditera, panaskan
residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa
yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal.

Lampiran 2 Prosedur analisis parameter spesifik dan non spesifik daun gedi
Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air ekstrak etanol daun gedi dilakukan berdasarkan
prosedur AOAC (AOAC 1995, 950.46). Cawan kosong bersih dikeringkan pada
suhu 105oC selama 15 menit, kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sebanyak 5 g sampel dimasukkan kedalam cawan dan dikeringkan pada suhu
105oC selama 6 jam. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator,
kemudian didinginkan. Bila berat belum konstan, maka proses pengeringan
dilakukan secara berulang sampai didapatkan berat yang konstan yang disebut
sebagai berat akhir sampel. Kadar air dihitung berdasarkan pada kehilangan berat
yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel dengan menggunakan
rumus :
( )
a merupakan bobot sampel awal (g) dan b adalah bobot sampel akhir (g)

Penentuan Kadar Abu


Penentuan kadar abu dilakukan berdasarkan prosedur penentuan parameter
standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Ditimbang sampel sebanyak 2 g
hingga 3 g, kemudian digerus dan dimasukkan kedalam krus silikat yang telah di
pijarkan dan ditera. dipijarkan perlahan- lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara
bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon, Selanjutnya, didinginkan
dalam desikator, serta ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen berat
sampel awal. Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan.

Penentuan Kadar Abu Tidak Larut Asam


Penentuan kadar abu tidak larut asam dilakukan berdasarkan prosedur
penentuan parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Abu yang
diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P
selama 5 menit, kemudian bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, bagian
tersebut disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, kemudian
dicuci dengan air panas dan dipijarkan hingga bobot tetap,setelah itu ditimbang.
Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung dalam persen berat sampel awal.
Perlakuan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan.
71

.
Penentuan Kadar Sari Larut Air
Penentuan kadar sari larut air dilakukan berdasarkan prosedur penentuan
parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Dilakukan maserasi
sejumlah 5 g sampel selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform LP
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Larutan kemudian disaring dan diuapkan
20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditera,
kemudian residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari larut
air dihitung dalam persen terhadap sampel awal. Perlakuan dilakukan sebanyak 3
(tiga) kali ulangan

Penentuan Kadar Sari Larut Etanol


Penentuan kadar sari larut etanol dilakukan berdasarkan prosedur
penentuan parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Maserasi
sejumlah 5 g ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan
labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol,
kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung
kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap
ekstrak awal.

Penentuan Susut Kering


Penentuan susut kering dilakukan berdasarkan prosedur penentuan
parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Ekstrak ditimbang secara
seksama sebanyak 1 sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit
dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang,
dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5
sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan
bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka
tutupnya, keringkan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator
hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan,
ditambahkan 1 g silika pengering yang telah ditimbang seksama setelah
dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silika
tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali
pada suhu penetapan hingga bobot tetap

Penentuan Bobot Jenis


Penentuan bobot jenis dilakukan berdasarkan prosedur penentuan
parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Disiapkan piknometer
bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan menetapkan bobot piknometer dan
bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C. Suhu ekstrak cair diatur lebih
kurang 20°C, kemudian dimasukkan ke dalam piknometer. Piknometer yang telah
diisi diatur suhunya hingga suhu 25°C, kelebihan ekstrak cair dibuang dan
ditimbang. Bobot piknometer kosong dikurangkan pada bobot piknometer yang
72

telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25°C.

Penentuan Total Cemaran Kapang


Penentuan total cemaran kapang dilakukan berdasarkan prosedur
penentuan parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Disiapkan 3
buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml (Air Suling Agar) ASA. Dari
hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke
dalam tabung ASA pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2, dan dikocok
sampai homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-g. Dari masing-
masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA, segera
digoyang sambil diputar agar suspensi tersebar merata dan dibuat duplo. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer, dilakukan uji blangko. Ke dalam satu
cawan petri dituangkan media dan dibiarkan memadat. Ke dalam cawan petri
lainnya dituangkan media dan pengencer, kemudian dibiarkan memadat. Seluruh
cawan petri diinkubasi pada suhu 20-25°C selama 5-7 hari. Sesudah 5 hari
inkubasi, dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada
inkubasi 7 hari. Koloni ragi dibedakan karena bentuknya bulat kecil-kecil putih
hampir menyerupai bakteri. Lempeng Agar yang diamati adalah lempeng dimana
terdapat 40 - 60 koloni Kapang/Khamir.

Uji Cemaran Logam Timbal (Pb)


Penentuan Uji cemaran logam timbal (Pb) dilakukan berdasarkan prosedur
penentuan parameter standar umum tanaman obat (Depkes 2000). Sebanyak 5000
mg serbuk daun gedi di timbang dalam cawan porselen. Dibuat kontrol positif Pb
(spiked). Pembuatan spiked 50 µg kg-1 Pb dilakukan dengan menambahkan 0,25
ml larutan standar Pb 1 mg l-1 kedalam contoh sebelum dimasukkan ke tungku
pengabuan. Spiked diuapkan diatas hot plate pada suhu 100oC sampai kering.
Contoh dan spiked dimasukkan kedalam tungku pengabuan dan permukaannya
ditutup separuh. Suhu tungku pengabuan secara bertahap dinaikkan dari 100oC
setiap 30 menit sampai mencapai 450oC dan dipertahankan selama 18 jam.
Contoh dan spiked dikeluarkan dari tungku pengabuan dan dinginkan dalam suhu
kamar. Setelah dingin ditambahkan 1 ml HNO3 65%, digoyang-goyangkan secara
hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam dan selanjutnya diuapkan dalam
hot plate pada suhu 100oC sampai kering. Kemudian dimasukkan kembali contoh
dan spiked kedalam tungku pengabuan, suhunya dinaikkan secara bertahap 100oC
setiap 30 menit sampai mencapai 450 oC dan dipertahankan selama 3 jam. Setelah
terbentuk abu sempurna berwarna putih, contoh dan spiked didinginkan pada suhu
ruang. Ditambahkan 5 ml HCl 6 M kedalam masing-masing contoh dan spiked,
digoyang-goyang secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Contoh
dan spiked diuapkan diatas hot plate pada suhu 100 oC sampai kering.
ditambahkan 10 ml HNO3 0,1 M dan dinginkan pada suhu ruang selama 1 jam,
larutan dipindahkan kedalam labu takar polypropylene 50 ml dan ditambahkan
matrik modifier, hingga tepat sampai tanda batas dengan menggunakan HNO3 0,1
M.
Pembacaan kurva kalibrasi dan contoh pada Atomic Absorbtion
Spectroscopi (AAS). Disiapkan larutan standar kerja Pb masing-masing 5 titik
konsentrasi. Kemudian larutan kerja standar, contoh dan spiked dibaca pada alat
73

spektrofotometer serapan atom graphite furnace pada panjang gelombang 283,3


nm. Perhitungan dilakukan dengan rumus :

( )
( )
Dimana :
D = Konsentrasi contoh µg l-1 dari hasil pembacaan AAS
E = Kosentrasi blanko contoh µg l-1 dari hasil pembacaan AAS
Fp = Faktor pengenceran
V = Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml)
W = Berat contoh (g)

Lampiran 3 Persamaan kurva standar quercetin

0.7
Absorbansi (Panjang Gelombang 510 nm)

y = 0.0125x - 0.0161
0.6 R² = 0.9995

0.5

0.4

0.3 Absorbansi
Linear (Absorbansi)
0.2

0.1

0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi quercetin (mg/mL)

Persamaan kurva standar quercetin adalah

Y = 0,0125x -0,0161

Dimana Y = Nilai absorbansi pada panjang gelombang 510


74

Lampiran 4 Grafik persen inhibisi untuk menentukan IC50 quercetin


75

Lampiran 5 Hasil uji t parameter cemaran bakteri

Two-Sample T-Test and CI: 70.00%, 96.00%

Two-sample T for 70.00% vs 96.00%

SE
N Mean StDev Mean
70.00% 3 2391.7 39.6 23
96.00% 3 2167 145 83

Difference = μ (70.00%) - μ (96.00%)


Estimate for difference: 225.0
95% CI for difference: (-147.2, 597.2)
T-Test of difference = 0 (vs ≠): T-Value = 2.60 P-value = 0.121 DF = 2

Individual Value Plot of 70.00%, 96.00%

Individual Value Plot of 70.00%, 96.00%

2400

2300
Data

2200

2100

2000
70.00% 96.00%

Boxplot of 70.00%, 96.00%


Boxplot of 70.00%, 96.00%

2400

2300
Data

2200

2100

2000
70.00% 96.00%
76

Lampiran 6 Hasil uji t parameter cemaran kapang/jamur

Two-Sample T-Test and CI: 70.00%, 96.00%

Two-sample T for 70.00% vs 96.00%

SE
N Mean StDev Mean
70.00% 3 3265.3 40.8 24
96.00% 3 3513.7 56.2 32

Difference = μ (70.00%) - μ (96.00%)


Estimate for difference: -248.3
95% CI for difference: (-375.9, -120.7)
T-Test of difference = 0 (vs ≠): T-Value = -6.19 P-Value = 0.008 DF = 3

Individual Value Plot of 70.00%, 96.00%


Individual Value Plot of 70.00%, 96.00%
3600

3500
Data

3400

3300

3200
70.00% 96.00%

Boxplot of 70.00%, 96.00%


Boxplot of 70.00%, 96.00%
3600

3500
Data

3400

3300

3200
70.00% 96.00%
77

Lampiran 7 Hasil uji t parameter cemaran logam

Two-Sample T-Test and CI: 70.00%, 96.00%

Two-sample T for 70.00% vs 96.00%

N Mean StDev SE Mean


70.00% 3 4.5467 0.0603 0.035
96.00% 3 4.6633 0.0702 0.041

Difference = μ (70.00%) - μ (96.00%)


Estimate for difference: -0.1167
95% CI for difference: (-0.2867, 0.0534)
T-Test of difference = 0 (vs ≠): T-Value = -2.18 P-Value = 0.117 DF = 3

Individual Value Plot of 70.00%, 96.00%


Individual Value Plot of 70.00%, 96.00%
4.75

4.70

4.65
Data

4.60

4.55

4.50

70.00% 96.00%

Boxplot of 70.00%, 96.00%


Boxplot of 70.00%, 96.00%
4.75

4.70

4.65
Data

4.60

4.55

4.50

70.00% 96.00%
78

Lampiran 8 Hasil uji t parameter flavonoid total

Two-Sample T-Test and CI: 70%; 90%

Two-sample T for 70% vs 90%

N Mean StDev SE Mean


70% 3 27,190 0,892 0,52
90% 3 37,297 0,497 0,29

Difference = μ (70%) - μ (90%)


Estimate for difference: -10,107
95% CI for difference: (-11,983; -8,230)
T-Test of difference = 0 (vs ≠): T-Value = -17,14 P-Value = 0,000
DF = 3

Individual Value Plot of 70%; 90%


Individual Value Plot of 70%; 90%

37,5

35,0

32,5
Data

30,0

27,5

25,0
70% 90%

Boxplot of 70%; 90%


Boxplot of 70%; 90%

37,5

35,0

32,5
Data

30,0

27,5

25,0
70% 90%
79

Lampiran 9 Hasil uji t parameter aktivitas antioksidan

Two-Sample T-Test and CI: 70%; 90%

Two-sample T for 70% vs 90%

N Mean StDev SE Mean


70% 3 625,14 3,24 1,9
90% 3 512,41 4,23 2,4

Difference = μ (70%) - μ (90%)


Estimate for difference: 112,73
95% CI for difference: (102,95; 122,51)
T-Test of difference = 0 (vs ≠): T-Value = 36,67 P-Value = 0,000
DF = 3

Individual Value Plot of 70%; 90%


Individual Value Plot of 70%; 90%
640

620

600

580
Data

560

540

520

500
70% 90%

Boxplot of 70%; 90%


Boxplot of 70%; 90%
640

620

600

580
Data

560

540

520

500
70% 90%
80

Lampiran 10 Prinsip kerja Particle Size Distribution CILAS 1090

Kombinasi dua teknologi dioptimalkan (CILAS paten) memungkinkan


instrumen untuk menutupi seluruh permukaan dalam satu ukuran tunggal, tanpa
penyesuaian mekanis atau penataan optik kembali. Partikel halus diukur dengan
menangkap pola difraksi, dan menerapkan Fraunhofer atau teori Mie. Partikel
kasar diukur secara real time menggunakan Fast Fourier Transform menjadi
gambar yang diperoleh dengan kamera CCD dilengkapi dengan unit pengolahan
digital (DSP).
81

Lampiran 11 Data ukuran partikel pada berbagai pelakuan

Kecepatan Ukuran Partikel (nm)


Waktu
homogenisasi Ulangan
(menit) 0 5 9 14
(rpm)
5,000 5 1 385 387 386 391
5,000 5 2 394 398 401 378
5,000 5 3 376 375 380 404
5,000 10 1 348 345 350 351
5,000 10 2 331 364 340 347
5,000 10 3 365 340 360 365
10,000 5 1 287 287 289 291
10,000 5 2 268 299 274 298
10,000 5 3 307 282 307 295
10,000 10 1 225 227 226 229
10,000 10 2 245 211 220 226
10,000 10 3 206 243 237 240
15,000 5 1 203 205 214 217
15,000 5 2 176 225 217 222
15,000 5 3 230 185 192 190
15,000 10 1 181 180 179 190
15,000 10 2 171 181 195 196
15,000 10 3 194 186 180 174
20,000 5 1 175 182 176 180
20,000 5 2 164 181 186 166
20,000 5 3 186 172 178 196
20,000 10 1 100 101 103 103
20,000 10 2 106 108 112 111
20,000 10 3 95 94 96 100
82

Lampiran 12 ANOVA ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi

General Linear Model: Ukuran Partikel versus Kecepatan


Homogenisasi; Waktu Homogenisasi

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Waktu Homogenisasi (X2) Fixed 2 5; 10

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value


X1 3 173911 57970,3 216,31 0,000
X2 1 14211 14210,7 53,02 0,000
X1*X2 3 2633 877,7 3,27 0,048
Error 16 4288 268,0
Total 23 195042

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


16,3707 97,80% 96,84% 95,05%

Coefficients

Term Coef SE Coef T-Value P-Value VIF


Constant 238,25 3,34 71,30 0,000
X1
5000 128,25 5,79 22,16 0,000 1,50
10000 18,08 5,79 3,12 0,007 1,50
15000 -45,75 5,79 -7,90 0,000 1,50
X2
5 24,33 3,34 7,28 0,000 1,00
X1*X2
5000 5 -5,83 5,79 -1,01 0,329 1,50
10000 5 6,67 5,79 1,15 0,266 1,50
15000 5 -13,83 5,79 -2,39 0,029 1,50

Regression Equation

Ukuran Partikel = 238,25 + 128,25 X1_5000


+ 18,08 X1_10000 - 45,75 X1_15000
- 100,58 X1_20000 + 24,33 X2_5
- 24,33 X2_10
- 5,83 X1*X2_5000 5
+ 5,83 X1*X2_5000 10
+ 6,67 X1*X2_10000 5
- 6,67 X1*X2_10000 10
- 13,83 X1*X2_15000 5
+ 13,83 X1*X2_15000 10
+ 13,00 X1*X2_20000 5
- 13,00 X1*X2_20000 10
83

Fits and Diagnostics for Unusual Observations

Ukuran
Obs Partikel Fit Resid Std Resid
14 176,00 203,00 -27,00 -2,02 R
15 230,00 203,00 27,00 2,02 R

R Large residual

Lampiran 13 Uji lanjut Tukey ukuran partikel nanoemulsi ekstrak etanol

Comparisons for Ukuran Partikel

Tukey Pairwise Comparisons: Response = Ukuran Partikel, Term =


Kecepatan Homogenisasi*Waktu Homogenisasi

Grouping Information Using the Tukey Method and 95% Confidence

Kecepatan
Homogenisasi*Waktu
Homogenisasi N Mean Grouping
5000 5 3 385,000 A
5000 10 3 348,000 A
10000 5 3 287,333 B
10000 10 3 225,333 C
15000 5 3 203,000 C D
15000 10 3 182,000 C D
20000 5 3 175,000 D
20000 10 3 100,333 E

Means that do not share a letter are significantly different.

Tukey Simultaneous 95% CIs


84

Lampiran 14 ANOVA konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi

General Linear Model: Konduktivitas versus Kecepatan Homogenisasi;


Waktu Homogenisasi

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Waktu Homogenisasi (X2) Fixed 2 5; 10

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value


X1 3 98,952 32,984 21,86 0,000
X2 1 5,078 5,078 3,37 0,085
X1*X2 3 10,860 3,620 2,40 0,106
Error 16 24,143 1,509
Total 23 139,034

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


1,22840 82,63% 75,04% 60,93%

Coefficients

Term Coef SE Coef T-Value P-Value VIF


Constant 262,588 0,251 1047,23 0,000
X1
5000 2,250 0,434 5,18 0,000 1,50
10000 -0,227 0,434 -0,52 0,609 1,50
15000 1,148 0,434 2,64 0,018 1,50
X2
5 -0,460 0,251 -1,83 0,085 1,00
X1*X2
5000 5 0,942 0,434 2,17 0,046 1,50
10000 5 -0,582 0,434 -1,34 0,199 1,50
15000 5 -0,690 0,434 -1,59 0,132 1,50

Regression Equation

Konduktivitas = 262,588 + 2,250 X1_5000


- 0,227 X1_10000 + 1,148 X1_15000
- 3,172 X1_20000 - 0,460 X2_5
+ 0,460 X2_10
+ 0,942 X1*X2_5000 5
- 0,942 X1*X2_5000 10
- 0,582 X1*X2_10000 5
+ 0,582 X1*X2_10000 10
- 0,690 X1*X2_15000 5
+ 0,690 X1*X2_15000 10
+ 0,330 X1*X2_20000 5
- 0,330 X1*X2_20000 10
85

Fits and Diagnostics for Unusual Observations

Obs Konduktivitas Fit Resid Std Resid


14 260,360 262,587 -2,227 -2,22 R

R Large residual

Lampiran 15 Uji lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi

Comparisons for Konduktivitas

Tukey Pairwise Comparisons: Response = Konduktivitas, Term =


Kecepatan Homogenisasi

Grouping Information Using the Tukey Method and 95% Confidence

Kecepatan
Homogenisasi N Mean Grouping
5000 6 264,838 A
15000 6 263,737 A B
10000 6 262,362 B
20000 6 259,417 C

Means that do not share a letter are significantly different.

Tukey Simultaneous 95% CIs


86

Lampiran 16 ANOVA pH nanoemulsi ekstrak daun gedi

General Linear Model: pH versus Kecepatan Homogenisasi; Lama


Homogenisasi

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Lama Homogenisasi (X2) Fixed 2 5; 10

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value


X1 3 0,040133 0,013378 128,43 0,000
X2 1 0,026667 0,026667 256,00 0,000
X1*X2 3 0,006067 0,002022 19,41 0,000
Error 16 0,001667 0,000104
Total 23 0,074533

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


0,0102062 97,76% 96,79% 94,97%

Coefficients

Term Coef SE Coef T-Value P-Value VIF


Constant 5,76833 0,00208 2768,80 0,000
X1
5000 -0,05000 0,00361 -13,86 0,000 1,50
10000 0,04667 0,00361 12,93 0,000 1,50
15000 0,03333 0,00361 9,24 0,000 1,50
X2
5 0,03333 0,00208 16,00 0,000 1,00
X1*X2
5000 5 0,01833 0,00361 5,08 0,000 1,50
10000 5 0,01167 0,00361 3,23 0,005 1,50
15000 5 -0,00833 0,00361 -2,31 0,035 1,50

Regression Equation

pH = 5,76833 - 0,05000 X1_5000 + 0,04667 X1_10000


+ 0,03333 X1_15000 - 0,03000 X1_20000
+ 0,03333 X2_5 - 0,03333 X2_10
+ 0,01833 X1*X2_5000 5
- 0,01833 X1*X2_5000 10
+ 0,01167 X1*X2_10000 5
- 0,01167 X1*X2_10000 10
- 0,00833 X1*X2_15000 5
+ 0,00833 X1*X2_15000 10
- 0,02167 X1*X2_20000 5
+ 0,02167 X1*X2_20000 10
87

Lampiran 17 Uji lanjut Tukey pH nanoemulsi ekstrak daun gedi

Comparisons for pH

Tukey Pairwise Comparisons: Response = pH, Term = Kecepatan


Homogenisasi*Lama Homogenisasi

Grouping Information Using the Tukey Method and 95% Confidence

Kecepatan
Homogenisasi*Lama
Homogenisasi N Mean Grouping
10000 5 3 6,86000 A
15000 5 3 6,82667 B
15000 10 3 6,77667 C
5000 5 3 6,77000 C
10000 10 3 6,77000 C
20000 5 3 6,75000 C D
20000 10 3 6,72667 D
5000 10 3 6,66667 E

Means that do not share a letter are significantly different.

Tukey Simultaneous 95% CIs


88

Lampiran 18 ANOVA flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi

General Linear Model: Flavonoid Total versus Kecepatan


Homogenisasi; Waktu Homogenisasi

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Waktu Homogenisasi (X2) Fixed 2 5; 10

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value


X1 3 64,204 21,4015 260,72 0,000
X2 1 23,483 23,4828 286,07 0,000
X1*X2 3 3,262 1,0875 13,25 0,000
Error 16 1,313 0,0821
Total 23 92,263

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


0,286509 98,58% 97,95% 96,80%

Coefficients

Term Coef SE Coef T-Value P-Value VIF


Constant 42,5308 0,0585 727,23 0,000
X1
5000 2,153 0,101 21,25 0,000 1,50
10000 0,376 0,101 3,71 0,002 1,50
15000 -0,096 0,101 -0,95 0,358 1,50
X2
5 0,9892 0,0585 16,91 0,000 1,00
X1*X2
5000 5 0,028 0,101 0,27 0,789 1,50
10000 5 0,517 0,101 5,11 0,000 1,50
15000 5 -0,021 0,101 -0,21 0,840 1,50

Regression Equation

Flavonoid Total = 42,5308 + 2,153 X1_5000


+ 0,376 X1_10000 - 0,096 X1_15000
- 2,433 X1_20000 + 0,9892 X2_5
- 0,9892 X2_10
+ 0,028 X1*X2_5000 5
- 0,028 X1*X2_5000 10
+ 0,517 X1*X2_10000 5
- 0,517 X1*X2_10000 10
- 0,021 X1*X2_15000 5
+ 0,021 X1*X2_15000 10
- 0,524 X1*X2_20000 5
+ 0,524 X1*X2_20000 10
89

Fits and Diagnostics for Unusual Observations

Flavonoid
Obs Total Fit Resid Std Resid
3 45,130 45,700 -0,570 -2,44 R

R Large residual

Lampiran 19 Uji lanjut Tukey flavonoid total nanoemulsi ekstrak daun gedi

Comparisons for Flavonoid Total

Tukey Pairwise Comparisons: Response = Flavonoid Total, Term


= Kecepatan Homogenisasi*Waktu H

Grouping Information Using the Tukey Method and 95% Confidence

Kecepatan
Homogenisasi*Waktu
Homogenisasi N Mean Grouping
5000 5 3 45,7000 A
10000 5 3 44,4133 B
5000 10 3 43,6667 B C
15000 5 3 43,4033 C
15000 10 3 41,4667 D
10000 10 3 41,4000 D
20000 5 3 40,5633 E
20000 10 3 39,6333 F

Means that do not share a letter are significantly different.

Tukey Simultaneous 95% CIs


90

Lampiran 20 Analisis ANOVA ukuran partikel nanoemulsi ekstrak daun gedi


selama proses penyimpanan

General Linear Model: Ukuran Parti versus Kecepatan Ho; Waktu


Homoge; Lama Penyimp

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Waktu Homogenisasi (X2) Fixed 2 5; 10
Lama Penyimpanan (X3) Fixed 4 0; 5; 9; 14

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value


X1 3 695497 231832 1429,32
X2 1 59004 59004 363,78
X3 3 458 153 0,94
X1*X2 3 10518 3506 21,62
X1*X3 9 22 2 0,02
X2*X3 3 7 2 0,02
X1*X2*X3 9 8 1 0,01
Error 64 10381 162
Total 95 775896

Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,426
X1*X2 0,000
X1*X3 1,000
X2*X3 0,997
X1*X2*X3 1,000
Error
Total

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


12,7357 98,66% 98,01% 96,99%

Coefficients

Term Coef SE Coef T-Value P-Value


Constant 240,98 1,30 185,39 0,000
X1
5000 128,23 2,25 56,96 0,000
10000 18,15 2,25 8,06 0,000
15000 -45,85 2,25 -20,37 0,000
X2
5 24,79 1,30 19,07 0,000
X3
0 -2,73 2,25 -1,21 0,230
5 -1,06 2,25 -0,47 0,639
91
9 0,60 2,25 0,27 0,789
X1*X2
5000 5 -6,08 2,25 -2,70 0,009
10000 5 6,42 2,25 2,85 0,006
15000 5 -13,58 2,25 -6,03 0,000
X1*X3
5000 0 0,02 3,90 0,01 0,996
5000 5 0,02 3,90 0,01 0,996
5000 9 -0,31 3,90 -0,08 0,936
10000 0 -0,06 3,90 -0,02 0,987
10000 5 0,10 3,90 0,03 0,979
10000 9 -0,90 3,90 -0,23 0,819
15000 0 0,10 3,90 0,03 0,979
15000 5 -0,40 3,90 -0,10 0,919
15000 9 0,44 3,90 0,11 0,911
X2*X3
5 0 -0,46 2,25 -0,20 0,839
5 5 0,13 2,25 0,06 0,956
5 9 0,29 2,25 0,13 0,897
X1*X2*X3
5000 5 0 0,25 3,90 0,06 0,949
5000 5 5 -0,33 3,90 -0,09 0,932
5000 5 9 0,50 3,90 0,13 0,898
10000 5 0 0,25 3,90 0,06 0,949
10000 5 5 -0,17 3,90 -0,04 0,966
10000 5 9 -0,33 3,90 -0,09 0,932
15000 5 0 -0,25 3,90 -0,06 0,949
15000 5 5 0,00 3,90 0,00 1,000
15000 5 9 0,00 3,90 0,00 1,000

Term VIF
Constant
X1
5000 1,50
10000 1,50
15000 1,50
X2
5 1,00
X3
0 1,50
5 1,50
9 1,50
X1*X2
5000 5 1,50
10000 5 1,50
15000 5 1,50
X1*X3
5000 0 2,25
5000 5 2,25
5000 9 2,25
10000 0 2,25
10000 5 2,25
10000 9 2,25
15000 0 2,25
15000 5 2,25
15000 9 2,25
X2*X3
5 0 1,50
5 5 1,50
5 9 1,50
X1*X2*X3
5000 5 0 2,25
5000 5 5 2,25
5000 5 9 2,25
10000 5 0 2,25
92
10000 5 5 2,25
10000 5 9 2,25
15000 5 0 2,25
15000 5 5 2,25
15000 5 9 2,25

Regression Equation

Ukuran Partikel = 240,98 + 128,23 X1_5000


+ 18,15 X1_10000 - 45,85 X1_15000
- 100,52 X1_20000 + 24,79 X2_5
- 24,79 X2_10 - 2,73 X3_0
- 1,06 X3_5 + 0,60 X3_9
+ 3,19 X3_14
- 6,08 X1*X2_5000 5
+ 6,08 X1*X2_5000 10
+ 6,42 X1*X2_10000 5
- 6,42 X1*X2_10000 10
- 13,58 X1*X2_15000 5
+ 13,58 X1*X2_15000 10
+ 13,25 X1*X2_20000 5
- 13,25 X1*X2_20000 10
+ 0,02 X1*X3_5000 0
+ 0,02 X1*X3_5000 5
- 0,31 X1*X3_5000 9
+ 0,27 X1*X3_5000 14
- 0,06 X1*X3_10000 0
+ 0,10 X1*X3_10000 5
- 0,90 X1*X3_10000 9
+ 0,85 X1*X3_10000 14
+ 0,10 X1*X3_15000 0
- 0,40 X1*X3_15000 5
+ 0,44 X1*X3_15000 9
- 0,15 X1*X3_15000 14
- 0,06 X1*X3_20000 0
+ 0,27 X1*X3_20000 5
+ 0,77 X1*X3_20000 9
- 0,98 X1*X3_20000 14
- 0,46 X2*X3_5 0
+ 0,13 X2*X3_5 5
+ 0,29 X2*X3_5 9
+ 0,04 X2*X3_5 14
+ 0,46 X2*X3_10 0
- 0,13 X2*X3_10 5
- 0,29 X2*X3_10 9
- 0,04 X2*X3_10 14
+ 0,25 X1*X2*X3_5000 5 0
- 0,33 X1*X2*X3_5000 5 5
+ 0,50 X1*X2*X3_5000 5 9
- 0,42 X1*X2*X3_5000 5 14
- 0,25 X1*X2*X3_5000 10 0
+ 0,33 X1*X2*X3_5000 10 5
- 0,50 X1*X2*X3_5000 10 9
+ 0,42 X1*X2*X3_5000 10
14 + 0,25 X1*X2*X3_10000
5 0 - 0,17 X1*X2*X3_10000
5 5 - 0,33 X1*X2*X3_10000
5 9 + 0,25 X1*X2*X3_10000
5 14
- 0,25 X1*X2*X3_10000 10
0 + 0,17 X1*X2*X3_10000
10 5
+ 0,33 X1*X2*X3_10000 10
9 - 0,25 X1*X2*X3_10000
93
10 14
- 0,25 X1*X2*X3_15000 5 0
+ 0,00 X1*X2*X3_15000 5 5
+ 0,00 X1*X2*X3_15000 5 9
+ 0,25 X1*X2*X3_15000 5
14 + 0,25 X1*X2*X3_15000
10 0
- 0,00 X1*X2*X3_15000 10
5 - 0,00 X1*X2*X3_15000
10 9
- 0,25 X1*X2*X3_15000 10
14 - 0,25 X1*X2*X3_20000
5 0 + 0,50 X1*X2*X3_20000
5 5 - 0,17 X1*X2*X3_20000
5 9 - 0,08 X1*X2*X3_20000
5 14
+ 0,25 X1*X2*X3_20000 10
0 - 0,50 X1*X2*X3_20000
10 5
+ 0,17 X1*X2*X3_20000 10
9 + 0,08 X1*X2*X3_20000
10 14

Fits and Diagnostics for Unusual Observations

Ukuran
Obs Partikel Fit Resid Std Resid
14 176,00 203,00 -27,00 -2,60 R
15 230,00 203,00 27,00 2,60 R

R Large residual

Lampiran 21 ANOVA konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses


penyimpanan

General Linear Model: Konduktivita versus Kecepatan Ho; Waktu


Homoge; Lama Penyimp

Method
Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Waktu Homogenisasi(X2) Fixed 2 5; 10
Lama Penyimpanan (X3) Fixed 4 0; 5; 9; 14

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value


X1 3 699,23 233,077 321,80
X2 1 7,18 7,183 9,92
X3 3 85,65 28,551 39,42
X1*X2 3 133,47 44,491 61,43
X1*X3 9 42,95 4,773 6,59
X2*X3 3 2,37 0,789 1,09
X1*X2*X3 9 14,30 1,589 2,19
Error 64 46,35 0,724
Total 95 1031,52
94
Source P-Value
X1 0,000
X2 0,002
X3 0,000
X1*X2 0,000
X1*X3 0,000
X2*X3 0,360
X1*X2*X3 0,034
Error
Total

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


0,851047 95,51% 93,33% 89,89%

Coefficients
Term Coef SE Coef T-Value
Constant 263,669 0,087 3035,58
X1
5000 3,562 0,150 23,68
10000 -1,244 0,150 -8,27
15000 1,311 0,150 8,72
X2
5 -0,2735 0,0869 -3,15
X3
0 -1,081 0,150 -7,18
5 -0,559 0,150 -3,71
9 0,209 0,150 1,39
X1*X2
5000 5 1,681 0,150 11,18
10000 5 -1,290 0,150 -8,58
15000 5 -0,900 0,150 -5,98
X1*X3
5000 0 -1,312 0,261 -5,04
5000 5 1,261 0,261 4,84
5000 9 -0,622 0,261 -2,39
10000 0 1,017 0,261 3,90
10000 5 -0,749 0,261 -2,87
10000 9 -0,266 0,261 -1,02
15000 0 -0,163 0,261 -0,63
15000 5 -0,464 0,261 -1,78
15000 9 0,706 0,261 2,71
X2*X3
5 0 -0,186 0,150 -1,24
5 5 0,159 0,150 1,06
5 9 -0,124 0,150 -0,83
X1*X2*X3
5000 5 0 -0,740 0,261 -2,84
5000 5 5 -0,224 0,261 -0,86
5000 5 9 0,501 0,261 1,92
10000 5 0 0,709 0,261 2,72
10000 5 5 -0,284 0,261 -1,09
10000 5 9 -0,327 0,261 -1,25
15000 5 0 0,210 0,261 0,81
15000 5 5 0,490 0,261 1,88
15000 5 9 -0,204 0,261 -0,78

Term P-Value VIF


Constant 0,000
X1
5000 0,000 1,50
10000 0,000 1,50
15000 0,000 1,50
X2
95
5 0,002 1,00
X3
0 0,000 1,50
5 0,000 1,50
9 0,170 1,50
X1*X2
5000 5 0,000 1,50
10000 5 0,000 1,50
15000 5 0,000 1,50
X1*X3
5000 0 0,000 2,25
5000 5 0,000 2,25
5000 9 0,020 2,25
10000 0 0,000 2,25
10000 5 0,006 2,25
10000 9 0,311 2,25
15000 0 0,534 2,25
15000 5 0,080 2,25
15000 9 0,009 2,25
X2*X3
5 0 0,220 1,50
5 5 0,295 1,50
5 9 0,411 1,50
X1*X2*X3
5000 5 0 0,006 2,25
5000 5 5 0,394 2,25
5000 5 9 0,059 2,25
10000 5 0 0,008 2,25
10000 5 5 0,281 2,25
10000 5 9 0,214 2,25
15000 5 0 0,423 2,25
15000 5 5 0,065 2,25
15000 5 9 0,438 2,25

Regression Equation

Konduktivitas = 263,669 + 3,562 X1_5000


- 1,244 X1_10000 + 1,311 X1_15000
- 3,630 X1_20000 - 0,2735 X2_5
+ 0,2735 X2_10 - 1,081 X3_0
- 0,559 X3_5 + 0,209 X3_9
+ 1,430 X3_14
+ 1,681 X1*X2_5000 5
- 1,681 X1*X2_5000 10
- 1,290 X1*X2_10000 5
+ 1,290 X1*X2_10000 10
- 0,900 X1*X2_15000 5
+ 0,900 X1*X2_15000 10
+ 0,509 X1*X2_20000 5
- 0,509 X1*X2_20000 10
- 1,312 X1*X3_5000 0
+ 1,261 X1*X3_5000 5
- 0,622 X1*X3_5000 9
+ 0,674 X1*X3_5000 14
+ 1,017 X1*X3_10000 0
- 0,749 X1*X3_10000 5
- 0,266 X1*X3_10000 9
- 0,002 X1*X3_10000 14
- 0,163 X1*X3_15000 0
- 0,464 X1*X3_15000 5
+ 0,706 X1*X3_15000 9
- 0,079 X1*X3_15000 14
+ 0,459 X1*X3_20000 0
- 0,049 X1*X3_20000 5
96
+ 0,182 X1*X3_20000 9
- 0,592 X1*X3_20000 14
- 0,186 X2*X3_5 0
+ 0,159 X2*X3_5 5
- 0,124 X2*X3_5 9
+ 0,152 X2*X3_5 14
+ 0,186 X2*X3_10 0
- 0,159 X2*X3_10 5
+ 0,124 X2*X3_10 9
- 0,152 X2*X3_10 14
- 0,740 X1*X2*X3_5000 5 0
- 0,224 X1*X2*X3_5000 5 5
+ 0,501 X1*X2*X3_5000 5 9
+ 0,462 X1*X2*X3_5000 5 14
+ 0,740 X1*X2*X3_5000 10 0
+ 0,224 X1*X2*X3_5000 10 5
- 0,501 X1*X2*X3_5000 10 9
- 0,462 X1*X2*X3_5000 10 14
+ 0,709 X1*X2*X3_10000 5 0
- 0,284 X1*X2*X3_10000 5 5
- 0,327 X1*X2*X3_10000 5 9
- 0,098 X1*X2*X3_10000 5 14
- 0,709 X1*X2*X3_10000 10 0
+ 0,284 X1*X2*X3_10000 10 5
+ 0,327 X1*X2*X3_10000 10 9
+ 0,098 X1*X2*X3_10000 10
14 + 0,210 X1*X2*X3_15000 5
0 + 0,490 X1*X2*X3_15000 5
5 - 0,204 X1*X2*X3_15000 5
9 - 0,496 X1*X2*X3_15000 5
14 - 0,210 X1*X2*X3_15000
10 0 - 0,490 X1*X2*X3_15000
10 5 + 0,204 X1*X2*X3_15000
10 9 + 0,496 X1*X2*X3_15000
10 14
- 0,179 X1*X2*X3_20000 5 0
+ 0,017 X1*X2*X3_20000 5 5
+ 0,029 X1*X2*X3_20000 5 9
+ 0,133 X1*X2*X3_20000 5 14
+ 0,179 X1*X2*X3_20000 10 0
- 0,017 X1*X2*X3_20000 10 5
- 0,029 X1*X2*X3_20000 10 9
- 0,133 X1*X2*X3_20000 10
14

Fits and Diagnostics for Unusual Observations

Obs Konduktivitas Fit Resid Std Resid


8 259,780 261,320 -1,540 -2,22 R
9 262,920 261,320 1,600 2,30 R
11 264,860 263,403 1,457 2,10 R
14 260,360 262,587 -2,227 -3,20 R
15 264,110 262,587 1,523 2,19 R
84 267,200 265,363 1,837 2,64 R

R Large residual
97

Lampiran 22 UJi lanjut Tukey konduktivitas nanoemulsi ekstrak daun gedi


selama proses penyimpanan

Comparisons for Konduktivitas

Tukey Pairwise Comparisons: Response = Konduktivitas, Term =


Kecepatan Homogenisasi*Waktu Hom

Grouping Information Using the Tukey Method and 95% Confidence

Kecepatan
Homogenisasi*Waktu
Homogenisasi*Lama
Penyimpanan N Mean Grouping
5000 5 14 3 271,357 A
5000 5 5 3 269,277 A B
5000 5 9 3 268,603 B
15000 10 14 3 267,850 B C
15000 10 9 3 267,397 B C D
5000 10 14 3 267,313 B C D
5000 10 5 3 266,590 B C D E
10000 10 14 3 265,363 C D E F
5000 5 0 3 265,320 C D E F G
5000 10 9 3 265,033 D E F G H
15000 10 0 3 264,887 D E F G H
15000 5 14 3 264,813 D E F G H
15000 10 5 3 264,483 E F G H
15000 5 9 3 264,393 E F G H
10000 10 9 3 264,383 E F G H
5000 10 0 3 264,357 E F G H
15000 5 5 3 263,433 F G H I
10000 10 0 3 263,403 F G H I
10000 10 5 3 262,807 F G H I J
15000 5 0 3 262,587 G H I J K
10000 5 14 3 262,343 H I J K
20000 5 14 3 261,397 I J K L
10000 5 0 3 261,320 I J K L
20000 5 9 3 260,570 J K L
20000 10 14 3 260,357 J K L
10000 5 9 3 260,353 J K L
20000 10 9 3 260,290 J K L
20000 5 5 3 259,843 K L
20000 10 0 3 259,547 L
10000 5 5 3 259,430 L
20000 5 0 3 259,287 L
20000 10 5 3 259,020 L

Means that do not share a letter are significantly different.

* NOTE * Cannot draw the interval plot for the Tukey procedure. Interval
plots for
comparisons are illegible with more than 45 intervals.
98

Lampiran 23 ANOVA pH nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses


penyimpanan

General Linear Model: pH versus Kecepatan Homogenisasi; Lama


Homogenisasi; Lama Penyimpanan

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Lama Homogenisasi (X2) Fixed 2 5; 10
Lama Penyimpanan (X3) Fixed 4 0; 5; 9; 14

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value


X1 3 0,05659 0,018865 220,86
X2 1 0,06253 0,062526 732,01
X3 3 1,46448 0,488159 5715,04
X1*X2 3 0,04467 0,014890 174,32
X1*X3 9 0,08094 0,008994 105,29
X2*X3 3 0,01239 0,004129 48,34
X1*X2*X3 9 0,05213 0,005793 67,82
Error 64 0,00547 0,000085
Total 95 1,77920

Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,000
X1*X2 0,000
X1*X3 0,000
X2*X3 0,000
X1*X2*X3 0,000
Error
Total

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


0,0092421 99,69% 99,54% 99,31%

Coefficients
Term Coef SE Coef T-Value
Constant 6,63177 0,00094 7030,62
X1
5000 -0,03552 0,00163 -21,74
10000 0,03240 0,00163 19,83
15000 0,00615 0,00163 3,76
X2
5 0,025521 0,000943 27,06
X3
0 0,13656 0,00163 83,59
5 0,08031 0,00163 49,16
9 -0,02969 0,00163 -18,17
X1*X2
5000 5 0,02823 0,00163 17,28
99
10000 5 0,01198 0,00163 7,33
15000 5 -0,02760 0,00163 -16,90
X1*X3
5000 0 -0,01448 0,00283 -5,12
5000 5 -0,02823 0,00283 -9,98
5000 9 0,00344 0,00283 1,21
10000 0 0,01427 0,00283 5,04
10000 5 0,01552 0,00283 5,48
10000 9 0,03052 0,00283 10,79
15000 0 0,02719 0,00283 9,61
15000 5 0,02844 0,00283 10,05
15000 9 -0,04823 0,00283 -17,04
X2*X3
5 0 0,00781 0,00163 4,78
5 5 -0,00510 0,00163 -3,12
5 9 -0,01594 0,00163 -9,75
X1*X2*X3
5000 5 0 -0,00990 0,00283 -3,50
5000 5 5 -0,03031 0,00283 -10,71
5000 5 9 -0,00115 0,00283 -0,40
10000 5 0 -0,00031 0,00283 -0,11
10000 5 5 0,01094 0,00283 3,87
10000 5 9 0,03344 0,00283 11,82
15000 5 0 0,01927 0,00283 6,81
15000 5 5 0,02719 0,00283 9,61
15000 5 9 -0,03198 0,00283 -11,30

Term P-Value VIF


Constant 0,000
X1
5000 0,000 1,50
10000 0,000 1,50
15000 0,000 1,50
X2
5 0,000 1,00
X3
0 0,000 1,50
5 0,000 1,50
9 0,000 1,50
X1*X2
5000 5 0,000 1,50
10000 5 0,000 1,50
15000 5 0,000 1,50
X1*X3
5000 0 0,000 2,25
5000 5 0,000 2,25
5000 9 0,229 2,25
10000 0 0,000 2,25
10000 5 0,000 2,25
10000 9 0,000 2,25
15000 0 0,000 2,25
15000 5 0,000 2,25
15000 9 0,000 2,25
X2*X3
5 0 0,000 1,50
5 5 0,003 1,50
5 9 0,000 1,50
X1*X2*X3
5000 5 0 0,001 2,25
5000 5 5 0,000 2,25
5000 5 9 0,687 2,25
10000 5 0 0,912 2,25
10000 5 5 0,000 2,25
10000 5 9 0,000 2,25
15000 5 0 0,000 2,25
100
15000 5 5 0,000 2,25
15000 5 9 0,000 2,25

Regression Equation

pH = 6,63177 - 0,03552 X1_5000 + 0,03240 X1_10000


+ 0,00615 X1_15000 - 0,00302 X1_20000
+ 0,025521 X2_5 - 0,025521 X2_10
+ 0,13656 X3_0 + 0,08031 X3_5 - 0,02969 X3_9
- 0,18719 X3_14 + 0,02823 X1*X2_5000 5
- 0,02823 X1*X2_5000 10
+ 0,01198 X1*X2_10000 5
- 0,01198 X1*X2_10000 10
- 0,02760 X1*X2_15000 5
+ 0,02760 X1*X2_15000 10
- 0,01260 X1*X2_20000 5
+ 0,01260 X1*X2_20000 10
- 0,01448 X1*X3_5000 0
- 0,02823 X1*X3_5000 5
+ 0,00344 X1*X3_5000 9
+ 0,03927 X1*X3_5000 14
+ 0,01427 X1*X3_10000 0
+ 0,01552 X1*X3_10000 5
+ 0,03052 X1*X3_10000 9
- 0,06031 X1*X3_10000 14
+ 0,02719 X1*X3_15000 0
+ 0,02844 X1*X3_15000 5
- 0,04823 X1*X3_15000 9
- 0,00740 X1*X3_15000 14
- 0,02698 X1*X3_20000 0
- 0,01573 X1*X3_20000 5
+ 0,01427 X1*X3_20000 9
+ 0,02844 X1*X3_20000 14
+ 0,00781 X2*X3_5 0
- 0,00510 X2*X3_5 5
- 0,01594 X2*X3_5 9
+ 0,01323 X2*X3_5 14
- 0,00781 X2*X3_10 0
+ 0,00510 X2*X3_10 5
+ 0,01594 X2*X3_10 9
- 0,01323 X2*X3_10 14
- 0,00990 X1*X2*X3_5000 5 0
- 0,03031 X1*X2*X3_5000 5 5
- 0,00115 X1*X2*X3_5000 5 9
+ 0,04135 X1*X2*X3_5000 5 14
+ 0,00990 X1*X2*X3_5000 10 0
+ 0,03031 X1*X2*X3_5000 10 5
+ 0,00115 X1*X2*X3_5000 10 9
- 0,04135 X1*X2*X3_5000 10 14
- 0,00031 X1*X2*X3_10000 5 0
+ 0,01094 X1*X2*X3_10000 5 5
+ 0,03344 X1*X2*X3_10000 5 9
- 0,04406 X1*X2*X3_10000 5 14
+ 0,00031 X1*X2*X3_10000 10 0
- 0,01094 X1*X2*X3_10000 10 5
- 0,03344 X1*X2*X3_10000 10 9
+ 0,04406 X1*X2*X3_10000 10 14
+ 0,01927 X1*X2*X3_15000 5 0
+ 0,02719 X1*X2*X3_15000 5 5
- 0,03198 X1*X2*X3_15000 5 9
- 0,01448 X1*X2*X3_15000 5 14
- 0,01927 X1*X2*X3_15000 10 0
- 0,02719 X1*X2*X3_15000 10 5
+ 0,03198 X1*X2*X3_15000 10 9
+ 0,01448 X1*X2*X3_15000 10 14
101
- 0,00906 X1*X2*X3_20000 5 0
- 0,00781 X1*X2*X3_20000 5 5
- 0,00031 X1*X2*X3_20000 5 9
+ 0,01719 X1*X2*X3_20000 5 14
+ 0,00906 X1*X2*X3_20000 10 0
+ 0,00781 X1*X2*X3_20000 10 5
+ 0,00031 X1*X2*X3_20000 10 9
- 0,01719 X1*X2*X3_20000 10 14

Fits and Diagnostics for Unusual Observations

Obs pH Fit Resid Std Resid


4 6,65000 6,66667 -0,01667 -2,21 R
90 6,43000 6,44667 -0,01667 -2,21 R

R Large residual

Lampiran 24 ANOVA Flavonoid nanoemulsi ekstrak daun gedi selama proses


penyimpanan

General Linear Model: Flavonoid To versus Kecepatan Ho; Waktu


Homoge; Lama Penyimp

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Waktu Homogenisasi(X2) Fixed 2 5; 10
Lama Penyimpanan (X3) Fixed 2 0; 14

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value


X1 3 138,619 46,2065 685,75
X2 1 43,586 43,5864 646,86
X3 1 13,377 13,3774 198,53
X1*X2 3 4,855 1,6183 24,02
X1*X3 3 0,197 0,0657 0,97
X2*X3 1 0,063 0,0631 0,94
X1*X2*X3 3 0,786 0,2619 3,89
Error 32 2,156 0,0674
Total 47 203,640

Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,000
X1*X2 0,000
X1*X3 0,417
X2*X3 0,341
X1*X2*X3 0,018
Error
Total
102
Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


0,259579 98,94% 98,44% 97,62%

Coefficients

Term Coef SE Coef T-Value


Constant 42,0029 0,0375 1121,06
X1
5000 2,2337 0,0649 34,42
10000 0,4004 0,0649 6,17
15000 -0,1063 0,0649 -1,64
X2
5 0,9529 0,0375 25,43
X3
0 0,5279 0,0375 14,09
X1*X2
5000 5 -0,1479 0,0649 -2,28
10000 5 0,4488 0,0649 6,92
15000 5 0,1104 0,0649 1,70
X1*X3
5000 0 -0,0812 0,0649 -1,25
10000 0 -0,0246 0,0649 -0,38
15000 0 0,0104 0,0649 0,16
X2*X3
5 0 0,0362 0,0375 0,97
X1*X2*X3
5000 5 0 0,1754 0,0649 2,70
10000 5 0 0,0687 0,0649 1,06
15000 5 0 -0,1312 0,0649 -2,02

Term P-Value VIF


Constant 0,000
X1
5000 0,000 1,50
10000 0,000 1,50
15000 0,111 1,50
X2
5 0,000 1,00
X3
0 0,000 1,00
X1*X2
5000 5 0,029 1,50
10000 5 0,000 1,50
15000 5 0,099 1,50
X1*X3
5000 0 0,220 1,50
10000 0 0,707 1,50
15000 0 0,873 1,50
X2*X3
5 0 0,341 1,00
X1*X2*X3
5000 5 0 0,011 1,50
10000 5 0 0,297 1,50
15000 5 0 0,052 1,50

Regression Equation

Flavonoid Total = 42,0029 + 2,2337 X1_5000


+ 0,4004 X1_10000 - 0,1063 X1_15000
- 2,5279 X1_20000 + 0,9529 X2_5
- 0,9529 X2_10 + 0,5279 X3_0
103
- 0,5279 X3_14
- 0,1479 X1*X2_5000 5
+ 0,1479 X1*X2_5000 10
+ 0,4488 X1*X2_10000 5
- 0,4488 X1*X2_10000 10
+ 0,1104 X1*X2_15000 5
- 0,1104 X1*X2_15000 10
- 0,4113 X1*X2_20000 5
+ 0,4113 X1*X2_20000 10
- 0,0812 X1*X3_5000 0
+ 0,0812 X1*X3_5000 14
- 0,0246 X1*X3_10000 0
+ 0,0246 X1*X3_10000 14
+ 0,0104 X1*X3_15000 0
- 0,0104 X1*X3_15000 14
+ 0,0954 X1*X3_20000 0
- 0,0954 X1*X3_20000 14
+ 0,0362 X2*X3_5 0
- 0,0362 X2*X3_5 14
- 0,0362 X2*X3_10 0
+ 0,0362 X2*X3_10 14
+ 0,1754 X1*X2*X3_5000 5
0 - 0,1754 X1*X2*X3_5000
5 14
- 0,1754 X1*X2*X3_5000 10
0 + 0,1754 X1*X2*X3_5000
10 14
+ 0,0687 X1*X2*X3_10000 5
0 - 0,0687 X1*X2*X3_10000
5 14
- 0,0687 X1*X2*X3_10000
10 0
+ 0,0687 X1*X2*X3_10000
10 14
- 0,1312 X1*X2*X3_15000 5
0 + 0,1312 X1*X2*X3_15000
5 14
+ 0,1312 X1*X2*X3_15000
10 0
- 0,1312 X1*X2*X3_15000
10 14
- 0,1129 X1*X2*X3_20000 5
0 + 0,1129 X1*X2*X3_20000
5 14
+ 0,1129 X1*X2*X3_20000
10 0
- 0,1129 X1*X2*X3_20000
10 14

Fits and Diagnostics for Unusual Observations

Flavonoid
Obs Total Fit Resid Std Resid
3 45,130 45,700 -0,570 -2,69 R
26 44,860 44,383 0,477 2,25 R

R Large residual
104

Lampiran 25 ANOVA aktivitas antioksidan nanoemulsi ekstrak daun gedi


selama proses penyimpanan

General Linear Model: Aktivitas an versus Kecepatan Ho; Lama


Homogen; Lama Penyimp

Method

Factor coding (-1; 0; +1)

Factor Information

Factor Type Levels Values


Kecepatan Homogenisasi (X1) Fixed 4 5000; 10000; 15000; 20000
Lama Homogenisasi (X2) Fixed 2 5; 10
Lama Penyimpanan (X3) Fixed 2 0; 14

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value


X1 3 2283,67 761,223 3453,70
X2 1 83,13 83,134 377,18
X3 1 155,99 155,988 707,72
X1*X2 3 144,81 48,271 219,01
X1*X3 3 62,77 20,923 94,93
X2*X3 1 16,82 16,815 76,29
X1*X2*X3 3 80,57 26,856 121,85
Error 32 7,05 0,220
Total 47 2834,81

Source P-Value
X1 0,000
X2 0,000
X3 0,000
X1*X2 0,000
X1*X3 0,000
X2*X3 0,000
X1*X2*X3 0,000
Error
Total

Model Summary

S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)


0,469477 99,75% 99,63% 99,44%

Coefficients

Term Coef SE Coef T-Value P-Value


Constant 381,877 0,068 5635,47 0,000
X1
5000 10,612 0,117 90,41 0,000
10000 -0,656 0,117 -5,59 0,000
15000 -1,256 0,117 -10,70 0,000
X2
5 1,3160 0,0678 19,42 0,000
X3
0 -1,8027 0,0678 -26,60 0,000
X1*X2
105
5000 5 -2,055 0,117 -17,51 0,000
10000 5 -0,422 0,117 -3,59 0,001
15000 5 -0,278 0,117 -2,37 0,024
X1*X3
5000 0 -1,945 0,117 -16,57 0,000
10000 0 0,805 0,117 6,86 0,000
15000 0 0,844 0,117 7,19 0,000
X2*X3
5 0 0,5919 0,0678 8,73 0,000
X1*X2*X3
5000 5 0 2,226 0,117 18,96 0,000
10000 5 0 -0,999 0,117 -8,51 0,000
15000 5 0 -0,684 0,117 -5,82 0,000

Term VIF
Constant
X1
5000 1,50
10000 1,50
15000 1,50
X2
5 1,00
X3
0 1,00
X1*X2
5000 5 1,50
10000 5 1,50
15000 5 1,50
X1*X3
5000 0 1,50
10000 0 1,50
15000 0 1,50
X2*X3
5 0 1,00
X1*X2*X3
5000 5 0 1,50
10000 5 0 1,50
15000 5 0 1,50

Regression Equation

Aktivitas antioksidan = 381,877 + 10,612 X1_5000


- 0,656 X1_10000
- 1,256 X1_15000
- 8,700 X1_20000 + 1,3160 X2_5
- 1,3160 X2_10 - 1,8027 X3_0
+ 1,8027 X3_14
- 2,055 X1*X2_5000 5
+ 2,055 X1*X2_5000 10
- 0,422 X1*X2_10000 5
+ 0,422 X1*X2_10000 10
- 0,278 X1*X2_15000 5
+ 0,278 X1*X2_15000 10
+ 2,755 X1*X2_20000 5
- 2,755 X1*X2_20000 10
- 1,945 X1*X3_5000 0
+ 1,945 X1*X3_5000 14
+ 0,805 X1*X3_10000 0
- 0,805 X1*X3_10000 14
+ 0,844 X1*X3_15000 0
- 0,844 X1*X3_15000 14
+ 0,295 X1*X3_20000 0
- 0,295 X1*X3_20000 14
+ 0,5919 X2*X3_5 0
106
- 0,5919 X2*X3_5 14
- 0,5919 X2*X3_10 0
+ 0,5919 X2*X3_10 14
+ 2,226 X1*X2*X3_500
0 5 0
- 2,226 X1*X2*X3_500
0 5 14
- 2,226 X1*X2*X3_500
0 10 0
+ 2,226 X1*X2*X3_500
0 10 14
- 0,999 X1*X2*X3_100
00 5 0
+ 0,999 X1*X2*X3_100
00 5 14
+ 0,999 X1*X2*X3_100
00 10 0
- 0,999 X1*X2*X3_100
00 10 14
- 0,684 X1*X2*X3_150
00 5 0
+ 0,684 X1*X2*X3_150
00 5 14
+ 0,684 X1*X2*X3_150
00 10 0
- 0,684 X1*X2*X3_150
00 10 14
- 0,543 X1*X2*X3_200
00 5 0
+ 0,543 X1*X2*X3_200
00 5 14
+ 0,543 X1*X2*X3_200
00 10 0
- 0,543 X1*X2*X3_200
00 10 14
107

Lampiran 26 Hasil uji particle size distribution CILAS pada kondisi terbaik
108

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mojokerto Jawa Timur pada tanggal 05 April 1979
sebagai anak bungsu dari pasangan Bapak Abdul Mu’in (Alm) dan Ibu
Muslikwakti. Pendidikan dari SD hingga SMU diselesaikan di Mojokerto hingga
tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi S-1 di Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya hingga tahun 2002. Pada
tahun 2003, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan jenjang S2 melalui
program BPPS di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB hingga tahun
2006. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya hingga sekarang. Pada Tahun
2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi S-3 di Program Studi
Teknologi Industri Pertanian IPB.
Selama menjalani studi di Pascasarjana IPB penulis telah mempublikasikan
1 (satu) buah jurnal yang berjudul “The Ethanol Extract Nanoemulsion Production
of Abelmoschus manihot L. Medic by the Combination of Homogenization and
Solvent Displacement Technique” pada International Journal of Sciences: Basic
and Applied Research (IJSBAR) (2015) Volume 24, No 1, pp 210-221
ISSN :2307-4531. Disamping itu penulis juga telah mensubmit hasil penelitian
yang berjudul “Optimasi ekstraksi flavonoid total daun gedi (Abelmoschus
manihot l.) Dan uji aktivitas antioksidan” pada buletin littro yang terakreditasi
LIPI dengan No.554/Akred/P2MI-LIPI/09/2013.

Anda mungkin juga menyukai