Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN ISLAM MASA TIGA KERAJAAN ISLAM

(SYAFAWI, TURKI USMANI DAN MUGHAL)

Oleh, Alauddin

Abstrak: Kemajuan pendidikan Islam periode pertengahan (1500-1700 M) tidak


terlepas dari peran politik yang dimainkan oleh tiga kerajaan besar
yaitu; (1) Syafawi di Persia yang mencapai puncak kejayaannya pada
masa kekuasaan Abbas I, (2) Turki Usmani di Turki yang mencapai
masa keemasannya pada pemerintahan Sulaiman 1,dan (3) Mughal di
India, yang raja terakhirnya adalah Akbar yang merupakan cucu
Zahiruddin Babur pendiri kerajaan Mughal. Kerajaan Syafawi
langsung melakukan gerak politik keagamaan lewat tarekat safawi,
sedangkan kerajaan Turki Usmani sangat menghormati mufti yang
menganut thariqat Bektasi, dan kerajaan India yang sangat
menghormati qadi yang menganut thariqat Chistiyah dan juga thariqat
Naqsanbandiyah serta Qadiriyah. Dengan adanya hubungan langsung
dan tidak langsung antara kerajaan dengan ulama (mufti dan qadi)
ketika itu, maka dipastikan lembaga-lembaga pendidikan Islam bisa
berkembang yang mendukung perkembangan pendidikan Islam secara
lansgsung.

Kata Kunci: Kerajaan Syafawi, Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan


Mughal, Mufti, Qadi, pendidikan Islam.

A. Pendahuluan

Manusia dalam perjalanan hidupnya, pada hakekatnya mengemban


amanah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt., dalam
mengemban amanah tersebut maka manusia membutuhkan pendidikan
untuk membimbing dan mengarahkan (Muhaimin, 2002:20) Karena itu,
pendidikan memiliki arti penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan
mendorong manusia agar senantiasa berpikir maju dan selalu mengadakan
suatu perubahan dalam hidupnya.
Prestasi yang dicapai oleh umat Islam pada fase pertama periode
klasik (650-1000 SM) (Harun Nasution, 1975:5) tidak terlepas dari
implikasi pendidikan, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan
pada masa itu. Setelah umat Islam mengalami kemunduran pada fase

93
94 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

disintengrasi periode klasik (1000-1250) M) dan fase kemunduran periode


pertengahan (1250-1500 M), maka umat Islam kembali mengalami masa
kejayaan yaitu fase tiga kerajaan besar periode pertengahan (1500-1700
M) (Harun Nasution, 1975:5-6). Tiga kerajaan tersbut adalah kerajaan
Syafawi di Persia, kerajaan Turki Usmani (Ottoman Empire) di Turki, dan
kerajaan Mughal di India.
Walaupun kejayaan tersebut kembali ke pangkuan umat Islam,
namun tidak lagi secermerlang kejayaan pada masa silam (masa
pemerintahan Abbasiyah). Hal ini tentunya disebabkan oleh kurangnya
perhatian para penguasa pada masa itu terhadap ilmu pengetahuan. Mereka
lebih banyak mencurahkan perhatiannya terhadap perluasan wilayah
kekuasaannya.
Sejarah merupakan rangkaian kegiatan kejadian dan episode yang
terjadi di masa lampau dengan kaitannya dengan masa kini. (Murthada
Muthari, 1995:65) Setiap perputaran zaman, sejarah senantiasa
berhubungan dengan manusia masa lalu dan merupakan satu mata rantai
yang tidak dapat dipisahkan, sehingga dalam memahami peristiwa masa
lalu maka dapat dijadikan titik tolak.
Bagi manusia dalam memahami dirinya dan masa depannya.
Olehnya itu dapat dikatakan bahwa sejarah mengandung unsur pendidikan
bagi manusia.

B. Kerajaan Safawi di Persia

Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya,


kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan
cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan
Turki Usmani.
Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan
Mughal), kerajaan Safawi menyatakan Syi’ah sebagai mazhab negara.
karena itu, kerajaan ini dapa dianggap sebagai peletak pertama dasar
terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di
Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. (P.M.Holt, 1970:394) Tarekat ini
diberi nama Tarekat Safawi, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan
dengan berdirinya kerajaan Usmani. Nama Safawiyah, diambil dari nama
pendirinya. Safi al-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi itu terus
dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan polotik. Bahkan, nama
itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012 95

Safi al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih
sufi sebagai jalan hidupnya. ia keturunan dari imam Syi’ah yang keenam,
Musa al-Kazhim. Gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi
(1216-1301 M) (Allouche, 1985:96) yang dikenal dengan julukan Zahid
al-Gilani. karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi
al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut (Allouche, 1985:87) Safi al-
Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan
sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat
teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah
bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan
yang mereka sebut ahli-ahli bidah’. Tarekat yang dipimpin Safi al-Din ini
semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari
pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan
yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Di negeri-negeri di
luar Ardabil Safi al-Din menempatkan seorang yang memimpin murid-
muridnya. Wakil itu diberi gelar “khalifah”. (Hamka, 1981:60).
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap
kali menimbulkan keinginan di kalangan penganut ajaran itu untuk
berkuasa. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah
berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan
menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.
Kecendrungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud
kongkritnya pada masa kepemimpinan juneid (1447-1460 M). Dinasti
Safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik
keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara juneid
dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa
Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik itu tersebut Juneid
kalah dan diasingkan ke suatu tempat. di tempat baru ini ia mendapat
perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga
satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian besar Persia (P.M.Holt, 1970:396).
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah
dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik
dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang
saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M Juneid mencoba
merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M ia mencoba merebut
Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan ia
sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut (Carl Brockelmann, 1974:
494).
96 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

Ketika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun
Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan
kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan
Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang puteri
Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang dikemudian hari
menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia.
Kekuatan Safawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan Ismail.
Ia selama lima tahun mempersiapkan kekuatan dengan membentuk
pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang bermarkas di Gilan. Pada
tahun 1501 pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan AK Koyunlu dalam
peperangan di dekat Nakhchivan dan berhasil menaklukkkan Tibriz, pusat
kekuasaan Ak Koyunlu. Di kota ini Ismail memproklamirkan berdirinya
kerajaan Safawiyah dan menobatkan diri sebagai raja pertamanya.
Ismail berkuasa selama 23 tahun, yakni antara tahun 1501-1524
M. Beberapa tahun pertamanya ia berhasil menumpas sisa-sisa kekuatan
AK Koyunlu dan melancarkan gerakan ekspansi. Ekspansi ini berhasil
menaklukkan propinsi Caspia di Nazandaran, Gurgan, dan Yazd (1504 M),
Diyar Bakar (1505-1507 M), Baqdad dan wilayah barat daya ditaklukkan
pada tahun 1508, sedang Khurasan takluk pada tahun 1501 M. Hanya
dalam waktu sepuluh tahun, ismail berhasil memperluas wilayah
kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Persia.
Ambisi politik membuat Ismail meneruskan gerakan ekspansinya
untuk menguasai daerah-daerah lainnya sehingga kekuatan Safawiyah
harus berhadapan dengan kekuatan Turki Usmani di Chaldiran pada tahun
1415. Pasukan Usmani yang dipimpin oleh Sultan Salim lebih unggul dan
berhasil menguasai kota Tibriz. Keadaan Safawiyah terselamatkan dengan
kepulangan Sultan Salim ke negerinya karena di Turki sedang terjadi
perpecahan di tubuh militer (K.Ali, 1997:346).
Permusuhan antara Safawiyah dengan kerajaan Usmani tetap
berlangsung sepeninggal ismail, yakni pada masa Tahmasp I, Ismail II,
dan pada masa Muhammad Khudabanda. Dalam peperangan masa-masa
tersebut di atas Safawiyah selalu menjadi pihak yang terdesak.
Munculnya Abbas I (1588-1628) sebagai raja kelima berhasil
memulihkan kekuatan kerajaan Safawiyah. ia menempuh beberapa
kebijakan sebagai berikut :
Pertama mengurangi dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk
pasukan baru yang direkrut dari budak-budak tawanan perang yang berasal
dari bangsa Georgia, Armenia, Sircassia. Kedua, mengadakan perjanjian
damai dengan kerajaan Turki Usmani. Demi tercapainya perdamaian ini
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012 97

Abbas I berkenan melepaskan wilayah kekuasaan Azerbaijan, Georgia,


dan sebagian wilayah lainnya. Di samping itu Abbas berjanji tidak akan
mencaci tiga khalifah Islam pertama (Abu Bakar, Umar, Usman). Sebagai
jaminan atas perjanjian ini, ia bersedia menyerahkan saudara sepupunya
yang bernama Haidar Mirza sebagai Sandra di Istambul (Brockemann,
1974:503).
Setelah Abbas berhasil memperkokoh kekuatan Safawiyah, ia
selanjutnya mulai mengerahkan pasukannya untuk merebut kembali
beberapa wilayahnya. Pada tahun 1598 ia mulai menyerang dan
menundukkan Heralt. Kemudian ia segera merebut Marw dan Balkh, dan
beberapa wilyah kekuasaan Usmani berhasil dikuasainya. Maka
permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran ini berkobar kembali.
Pada tahun 1602, ketika Turki Usmani dalam kekuasaan Sultan Mahmud
III, serangan pasukan Abbas berhasil menguasai Tibriz, Sirwan dan
Bagdad, demikian kota-kota lain satu demi satu dapat ditaklukkan Abbas I.
Pada tahun 1622, pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz.
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan
Safawiyah. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang
mengganggu stabilitas negara, dan sekaligus berhasil merebut beberapa
wilayah kekuasaannya yang sebelumnya lepas terebut oleh kerajaan
Usmani.
Kemajuan ekonomi pada masa ini bermula dengan penguasaan atas
kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubahnya menjadi
Bandar Abbas. Dengan demikian Safawiyah menguasai jalur perdagangan
antara barat dan timur. Safawiyah juga mengalami kemajuan dalam bidang
pertanian, terutama hasil pertanian dari daerah Sabit yang sangat subur
(K.Ali, 1997:348).
Kemajuan ekonomi ini mengantarkan kerajaan Safawiyah
mencapai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan seni. Bahwa
bangsa Persia, sepanjang sejarah Islam dikenal sebagai bangsa yang telah
berperadaban tinggi dan telah berperan dalam mengantarkan kemajuan
ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah. Maka tradisi keilmuan seperti itu
tetap berlanjut pada masa kerajaan Safawiyah ini. Sejumlah ilmuan yang
dilahirkan oleh kerajaan Safawiyah antara lain ; Baha al-Din al-Syaerozi,
Sadar al-Din al-Saerozi, Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad,
masing-masing sebagai ilmuan dalam bidang filsafat, sejarah, teolog, dan
ilmu umum.
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah
bangunan megah yang memperindah ibukota kerajaan ini; sejumlah
98 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

mesjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang di atas Zende


Rudd an istana Chihil Sutun. Kota Isfahan turut diperindah dengan kebun
wisata yang sangat indah. Ketika Abbas I meninggal, di Isfahan terdapat
sejumlah 162 mesjid, 48 perguruan, 1802 penginapan, dan 273 tempat
pemandian umum (Marshal G.S.Hodgson, 1981:40).
Jadi dengan demikian kerajaan Safawi mengalami pasang Surut,
namun pada akhirnya banyak mengalami kemajuan, baik dalam aspek
keagamaan, politik, ekonomi maupun ilmu pengetahuan

C. Kerajaan Usmani di Turki

Kerajaan Turki Usmani diambil dari nama leluhurnya yaitu Usman


yang menjadi pendiri kerajaan ini, dalam bahasa Turki dan ejaan Eropa
menjadi “Osmali” dan akhirnya diterjemahkan dan menjadi “Ottoman”
(Akbar S.Ahmed, 2003:122).
Turki Usmani memiliki pangkal silsilah keturunan dari sebuah
suku Qayigh Oghuz yang pada mulanya mereka berdiam di sebelah utara
negeri Cina. Namun karena tekanan dari Mongol, maka mereka pun
bepindah ke arah Barat dan bergabung dengan saudara keturunan mereka
yakni Turki Saljuq di Asia Kecil (Anatolia) dan di bawah Erthogrul
mereka mengabdikan diri kepada Sultan Saljuq. Ketika itu Saljuq sedang
berperang melawan Bizantine, Erthogrul dan pasukannya pun ikut terlibat
dalam peperangan tersebut. Atas kerjasama yang baik, maka mereka pun
meraih kemenangan atas Bizantine, dan sebagai rasa terima kasih Sultan
maka Erthogrul diberi sebidang wilayah yang berada di perbatasan
Bizantine, daerah tersebut bernama Sugyat (Dewan Redaksi Ensiklopedi
Islam, 1994:114).
Pada tahun 1281-1324 M atas persetujuan Sultan Alauddin, Usman
menjadi pemimpin kelompok Turki Usmani tersebut, menggantikan
ayahnya Ertogrul yang meninggal dunia. Pada masa pemerintahan Sultan
Alauddin, Dinasti Saljuk mengalami kehancuran akibat serangan pasukan
Mongol dan menjadikan dinasti ini terpecah-pecah menjadi beberapa
kerajaan kecil.
Sejak runtuhnya dinasti Saljuq, maka kekuatan militer Usmani
menjadi benteng pertahanan bagi dinasti-dinasti kecil dari ancaman
serangan Mongol. Hal ini menunjukkan secara tidak langsung mereka
mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar “Padiansyah
Ali Usman” (K.Ali, 1997:362).
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012 99

Dan sejak itulah Turki Usmani menjadi sebuah dinasti Islam di


Turki dengan mewarisi wilayah kekuasaan yang pernah ditaklukkan oleh
dinasti Turki Saljuq dan penguasa pertamanya adalah Usman bin Erthogrul
atau dikenal dengan Usman I (Badri Yatim, 1995:130) Raja-raja Turki
Usmani memiliki gelar sultan sekaligus khalifah dan mereka mendapatkan
kekuasaan secara turun temurun. Dari sekian lamanya Turki Usmani
berkuasa, yang diperkirakan kurang dari 625 tahun lamanya, ada empat
puluh sultan yang bekuasa sebagai berikut:
1. Usman I 1281 M 21. Ibrahim 1640 M
2. Orkhan 1324 M 22. Muhammad IV 1648 M
3. Murad I 1360 M 23. Sulaiman II 1678 M
4. Bayazid I 1389 M 24. Ahmad II 1691 M
Peralihan kekuasaan 1402 M 25. Musthafa II 1695 M
5. Muhammad I 1413 M 26. Ahmad III 1703 M
6. Murad II 1421 M 27. Mahmud I 1730 M
7. Muhammad II 1444 M 28. Usman III 1754 M
8. Murad II (menjabat 29. Musthafa III 1757 M
yang kedua kalinya) 1446 M 30. Abdul Hamid I 1774 M
9. Muhammad II (menjabat 31. Salim III 1789 M
ketiga kalinya) 1451 M 32. Musthafa IV 1807 M
10.Bayazid II 1481 M 33. Mahmud II 1808 M
11.Salim I 1512 M 34. Abdul Majid I 1839 M
12.Sulaiman I 1520 M 35. Abdul Azis 1861 M
13.Salim II 1566 M 36. Murad V 1876 M
14.Murad III 1574 M 37. Abdul Hamid II 1876 M
15.Muhammad III 1594 M 38. Muhammad Rasyid 1909 M
16.Ahmad I 1603 M 39. Muhammad VI
17.Musthafa I 1617 M Wahid al-Din 1918 M
18.Usman II 1618 M 40. Abdul Majid II 1922 M.
(K.Ali, 1997 : 362-363).
19.Musthafa I (menjabat
kedua kalinya) 1622 M
20.Murad IV 1623 M
Semenjak masa kepemimpinan Ertogrul sampai dengan
kepemimpinan Orkhan merupakan masa-masa pembentukan kekuatan
militer Turki Usmani. mereka menjadikan Usmani sebagai negara yang
berdasarkan sistem dan prinsip kemiliteran. Pecahnya perang dengan
Bizantine pada masa Orkhan, mengilhami sang khalifah untuk mendirikan
pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah sebuah
100 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

kesatuan militer yang disebut Yennisary atau “inkisariyah”. Basis kesatuan


ini berasal dari pemuda-pemuda tawanan perang. Kebijakan kemiliteran ini
lebih dikembangkan oleh pengganti Orkhan yakni Murad dengan
membentuk sejumlah korp cabang-cabang Yennisary. Pembaharuan besar-
besaran dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I tidak
hanya dalam bentuk perombakan personil pimpinannya, tetapi juga
perombakan dalam keanggotaannya. Seluruh pasukan militer dididik dan
dilatih dalam asrama militer dengan pembekalan semangat perjuangan
Islam. Kekuatan militer Yennisary berhasil mengubah negara Usmani
yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling kuat, dan
memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri
non muslim. (Syed Mahmudunnasir, 1995:376).
Di samping Yennisary terdapat sejumlah prajurit tentara kaum
feodal. Para penggarap tanah diwajibkan mengikuti pendidikan dan latihan
militer sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan mereka harus siap menjadi
barisan militer. Selain itu kaum feodal diharuskan menyediakan kuda dan
peralatan perang lainnya. Pada masa ini dibentuk pula kesatuan angkatan
laut. Seluruh jajaran militer ini menopang keberhasilan gerakan ekspansi
Turki Usmani baik ekspansi ke Asia, Afrika maupun ekspansi ke Eropa
(Syed Mahmudunnasir, 1995:364).
Semula kerajaan Usmani hanya memiliki wilayah yang sangat
kecil, tetapi dengan dukungan militer yang kuat, tidak beberapa lama
Usmani menjadi sebuah kerajaan besar. Ekspansi Usmani tidak hanya
bergerak ke arah timur melainkan juga ke arah barat. Orkhan berhasil
menaklukkan kota Yunani Nicea, Nicomedia dan sejumlah daerah
disekitarnya. Murad semenjak naik tahta menggantikan ayahnya, Orkhan
segera meneruskan gerakan ekspansi. Adrian opel ditaklukkannya pada
tahun 1365. Kemudian secara berturut-turut dengan jatuhnya kota
Macedonia, Bulgaria dan Serbia ketangan Murad I. Bayazid I memperluas
wilyah Usmani ke Eropa dengan menaklukkan sebagian wilayah Yunani
dan beberapa wilayah Eropa Timur sampai kepada Hongaria. Gerakan
ekspansi ini sempat berhenti di penghujung pemerintahan Bayazid I akibat
tekanan dari pasukan timur Lenk pada tahun 1402 M. Namun penguasa-
penguasa Usmani berikutnya berhasil melanjutkan kembali gerakan
ekspansi ini, terutama pada masa Muhammad II. Gelar al-Fatih “sang
penakluk” pantas disandang Muhmmad II atas keberhasilannya
menaklukkan kekuatan akhir imperium Romawi Timur yang berpusat di
Konstantinopel (K.Ali, 1997:364).
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012 101

Pengepungan kota Konstantinopel pada tahun 1433 M, setelah


berlangsung pengepungan selama 53 hari, pasukan Usmani berhasil
memasuki benteng-benteng pertahanan konstantinopel. Pertahanan hancur
dan sang kaisar terbunuh bersama sejumlah pasukannya. Muhammad al-
Fatih kemudian melanjutkan penundukan semenanjung Maura, Serbia,
Albania sampai kepada perbatasan Bundukia.
Kemajuan ekspansi pada masa awal Turki Usmani sempat
menimbulkan kecemasan bangsa-bangsa Eropa sehingga mereka
belakangan mengerahkan kembali pasukan salib. Pada tahun 1396
kekuatan Eropa yang dipimpin oleh pasukan Usmani dalam peperangan di
Nicopolis dan kota Vinecia yang diduduki oleh pasukan Usmani. Pada
tahun 1444 M Uskup gereja bersamaan dengan persekutuan militer yang
digerakkan oleh raja polandia, Hungaria, Naples, Transylvania, Serbia,
Vinecia, dan Genoa melancarkan serangan pasukan salib yang kesekian
kalinya. Serangan mereka dapat dipatahkan di dalam peperangan di Varna.
kekalahan demi kekalahan Eropa ini menyebabkan tidak tersisanya
kekuatan Eropa sehingga mereka tidak mampu menahan serangan pasukan
muslim terhadap konstantinopel di tahun 1453 M. Dengan keberhasilan
penaklukan Konstantinopel ini, seluruh ambisi umat Islam untuk
menundukkan imperium Romawi tercapailah sudah (Lapidus, 1993 : 306).
Jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki Usmani menjadikan
tersebarnya pemeluk sampai di Eropa, dan banyaknya anggota masyarakat
berpindah agama. Pada abad ke 15 mayoritas dari masyarakat pada
wilayah menjadi muslim (K.Ali, 1997:367).
Dalam sistem sosial dan politik Turki Usmani, kehidupan
keagamaan merupakan bagian yang sangat urgen. pihak penguasa terikat
dengan syariat Islam. Ulama memiliki kedudukan tinggi dalam kehidupan
negara dan masyarakat. Mufti sebagai pelaksana tugas sultan/khalifah
dalam urusan keagamaan mempunyai wewenang untuk menyampaikan
fatwa resmi mengenai problematika keagamaan, hukum kerajaan pun tidak
dapat berjalan tanpa legitimasi Mufti.
Pada masa kerajaan Turki Usmani, tarekat mengalami
perkembangan dan pesat. Aliran tarekat yang paling besar yaitu Bektasi
yang sangat berpengaruh pada kalangan tentara Yennisary, sedangakan
tarekat Maulawi berpengaruh pada kalangan penguasa.
Dalam bidang arsitektur beberapa bangunan Islam ditata dengan
sangat indah, misalnya; mesjid jami’ Muhammad al-Fatah, Mesjid Agung
Sulaiman, mesjid Ayyub al-Anshori dan sebuah mesjid lagi yang semula
adalah bangunan gereja yang merupakan peninggalan arsitektur Usmani.
102 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

Kejayaan Islam yang sempat hilang dan menanamkan kepedihan


yang mendalam dihati sanubari umat Islam ketika Bagdad
dibumihanguskan oleh tentara Mongol, kini dapat terobati setelah
bangkitnya kekuatan Islam di Turki Usmani dengan membawa sejuta
kemenangan dan mengantarkan umat Islam pada puncak kejayaannya.
Masa keemasan kerajaan Turki Usmani terjadi pada masa pemerintahan
Sulaiman I karena didukung oleh beberapa faktor yaitu; (1) kemampuan
orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita
mereka untuk memperoleh ganimah, (2) sifat dan karakter orang Turki
yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang
sederhana, sehingga memudahkan tujuan penyerangan, (3) semangat jihad
dan ingin mengembangkam Islam, (4) letak Istambul yang sangat strategis
sebagai ibukota kerajaan dalam perluasan wilayah (terletak antara benua
Eropa dan benua Asia, dan (5) kondisi kerajaan-kerajaan disekitarnya yang
dalam keadaan kacau sehingga memudahkan dinasti Usmani
menaklukkannya (Dudung Abdurrahman, 2003 : 156).
Pada masa pemerintahan Usmani, kegiatan pendidikan senantiasa
dilaksanakan, seperti mendirikan beberapa madrasah oleh para Sultan
Usmani. Madrasah pertama didirikan pada masa pemerintahanm Orkhan,
lalu disusul oleh Sultan-sultan sesudahnya, madrasah-madrasah yang
termashur adalah madrasah-madrasah yang didirikan oleh Sulaiman al-
Qanuni (Mahmud Yunus, 1989:164).
Madrasah-madarasah yang dibangun oleh para Sultan Usmani
terutama di Istambul di Mesir, secara kuantitas memang banyak akan
tetapi tingkat pendidikan dan pengajaran tidak mengalami kemajuan. Hal
ini sangat dipengaruhui oleh sistem pengajaran yang diterapkan pada masa
itu yaitu dengan memakai sistem hapalan (Mahmud Yunus, 1989:168).
Kegiatan pendidikan lainnya pada masa itu, dibangun beberapa
perpustakaan meskipun hanya terdapat di Istambul dan sedikit di Mesir,
Damsyik, Halab dan Qudus. Jumlah perpustakaan pada masa itu kurang
lebih 26 buah, 22 buah di Istambul dan 4 di luar Istambul. Jumlah buku
yang ada pada perpustakaan tersebut kurang lebih 30.000 kitab. setiap
orang bebas membaca dan mempelajari isi kitab-kitab tersebut, bahkan
banyak pula ulama, guru-guru, ahli sejarah dan ahli syair. Adapun ulama-
ulama yang termasyhur pada masa Usmani di antaranya adalah Nurudin
Ali al-Buhairy (wafat 944 H = 1537 M), Abdurrahman al-Manawy (wafat
tahun 950 H= 1543 M), Ibnu Hajar al-Haitsamy (wafat tahun 975 H= 1567
M) pengarang Tuhfah dan Syamsuddin Ramaly (wafat tahun 1004 H =
1595 M) pengarang Nihayah (Mahmud Yunus, 1989:171).
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012 103

Namun hal tersebut tidak membuat ilmu pengetahuan pada masa


itu berkembang, karena mereka hanya mempelajari saja dan cendrung
bersikap taklid terhadap penemuan-penemuan yang telah ada sehingga
pemikiran mereka mengalami stagnasi dan tidak mengalami
perkembangan. Kalaupun ada kitab-kitab pada masa itu, hanyalah
penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya, misalnya kitab-kitab yang
dikarang pada masa Usmani merupakan kitab-kitab karangan ulama yang
memperluas syarah dahulu, sehingga menjadi lebih panjang dan lebih
besar dari kitab aslinya namanya Hasyiah dan Taqrir, maka lahirlah kitab-
kitab Hasyiah yang berjilid-jilid banyaknya dalam ilmu fiqhi, nahwu,
sharaf, balaghah, ilmu-ilmu kalam, dan lain-lain.
Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqhi, ilmu kalam, tafsir, dan
hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. para
penguasa lebih cendrung untuk menegakkan satu paham (mazahab)
keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abd al-Hamid II,
misalnya, begitu fanatik terhadap aliran ASy’ariyah. Ia merasa perlu
mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. ia memerintahkan
kepada Syekh Husein al-Jisri menulis kitab Al-Hushun al-Hamidiyah
(Benteng Pertahanan Abdul Hamid) untuk melestarikan aliran yang
dianutnya itu. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatik yang
berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis
buku dalam bentuk syarah dan semacam catatan terhadap karya-karya
masak klasik.

D. Kerajaan Mungal di India

Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur (1462-1530 M),


salah satu cucuTimur Lenk, dan dari garis ibunya masih sangat dekat
dengan Jenghis Khan. Ayahnya bernama Umar Mirza, Penguasa Farghana.
Babur mewarisi daerah kekuasaan ayahnya ketika masih berusia 11 tahun.
Sejak awal kekuasaan Babur Farghana, dia telah menunjukkan ambisi
yang besar untuk menaklukkan Samarkhand,`suatu kota penting di abad
itu, hingga kemudian tahun 1494, atas bantuan raja Safawi.
Sepeninggal Babur, tahta kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya
yang bernama Humayun. Sekalipun Babur berhasil menegakkan Mughal
dari serangan musuh, namun Humayun tetap saja menghadapi banyak
tantangan. Ia berhasil mengalahkan pemberontakan Bahadur Syah,
penguasa Gujarat yang bermaksud melepaskan diri dari Delhi. Pada tahun
1450 Humayun mengalami kekalahan dalam peperangan yang dilancarkan
104 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

oleh Sher Khan dari Afganistan. ia melarikan diri ke Persia. Di


pengasingan ini ia menyusun kekuatannya. pada saat itu Persia di pimpim
oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas
tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun
berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555
M. Ia mengalahkan kekuatan Khan Syah. Setahun kemudian yakni pada
tahun 1556 M ia meninggal (Syed Mahmudunnasir, 1995:253).
Sepeninggal Humayun, tahta kerajaan Mughal dijabat oleh
putranya yang bernama Akbar (1556-1603 M). ketika menerima tahta
kerajaan ini Akbar baru berusia 14 tahun, sehingga seluruh urusan
pemerintahan dipercayakan kepada Bairam Khan, seorang penganut
Syi’ah. Awal periode ini ditandai dengan muculnya berbagai
pemberontakan. Khan Syah yang menggalang sisa kekuatannya di Punjab
melancarkan pemberontakan. Di Agra timbul kekuatan Hindu yang
dipimpin oleh Hemu dan berhasil merebut Agra dan Delhi dari kekuasaan
Mughal. Di wilayah barat laut timbul gerakan yang dipimpin oleh Mirza
Muhammad Hakim, saudara seayah Akbar. kasmir juga berusaha
memerdekakan diri di bawah pimpinan muslim setempat. Hampir kota-
kota besar seperti Multan, Sind, Bengala, Gujarat, Bijafur dan lain-lain,
berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Imperium Mughal yang berpusat
di Delhi. Demikian Akbar menghadapi tugas besar untuk menegakkan
keutuhan dan kebesaran kerajaan Mughal (Syed Mahmudunnasir, 1995:
253).
Ketika dewasa, Akbar berusaha menyingkirkan Bairam Khan
karena terlalu memaksakan paham Syi’ah. Bairam mengadakan
pemberontakan yang segera dapat dipadamkan oleh Akbar dalam
pertempuran di Jullandur tahun 1561 M. Setelah berhasil menegakkan
kekuatannya di Delhi, Akbar melancarkan serangan memerangi sejumlah
penguasa yang mengklaim kemerdekaan dibeberapa wilayah.
Dalam mengendalikan kerajaan, Akbar berhasil menciptkan
stabilitas politik yang dapat mendukung pencapaian kemajuan di bidang
perekonomian kemajuan di bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan
sektor pertanian dan perindustrian. Pada masa ini dikembangkan
penanganan pertanian secara terstruktur. pada tingkat terendah setiap
petani bertanggung jawab atas tanah garapannya yang disebut Deh. Para
petani penggarap Deh disatukan dalam perikatan petani tingkat desa yang
dipimpin oleh seorang mukaddam. Mukaddam ini merupakan sarana
penghubung antara petani dengan pihak pemerintah, sehingga pemerintah
mendapatkan kemudahan dalam pembinaan dan dalam menuntut beberapa
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012 105

kewajiban petani, yakni pungutan sebesar sepertiga hasil pertanian setiap


musim panen.
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan
budaya juga berkembang. karya seni yang menonjol adalah karya sastra
gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa
India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi,
seorang sastrawan sufi yang mengasilkan karya besar berjudul Padmavat,
sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya
seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya arsitektur yang
indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri
di Sikri, vila dan mesjid-mesjid yang indah (S.M.Ikram, 1981:247).
Dalam bidang keagamaan, Akbar menyusun sebuah pola baru
mengenai sejumlah peringkat keagamaan dan mengenai kebijakan kultural.
Ketika ia menarik simpati ulama muslim dengan menghibahkan sejumlah
madrasah dan perpustakaan, ia juga sekaligus mensponsori sebuah kultural
yang lebih universalistik. Ia mendukung thariqat Chistiyah yang mentolerir
beberapa bentuk sintesa antara Hinduisme dan Islam dan melancarkan
sebuah bentuk pemujaan yang dinamakan Din Ilahi, atau agama
ketuhanan, di mana sang kaisar sendiri dipandang sebagai guru besar sufi
dari sebuah thariqat keagamaan tersebut (Lapidus, 1993:700).
Dalam masa periode kerajaan Mughal, ulama adalah ilmuwan-
ilmuwan Muslim yang mengabdi kepada negara. Mughal melanjutkan
sistem administrasi keagamaan birokratik kesultanan Delhi. Kekuasaan
peradilan sepenuhnya diserahkan kepada seorang kepala qadi. Sadr
Propinsial mengepalai para hakim, muhtashih, muballigh, iman shalat,
mua’azzim, dan administrator keuangan tingkat lokal. Ia juga bertanggung
jawab atas pengangkatan mufti dan atas hubungan antara pemerintah dan
ulama.
Pada periode Mughal, pengaruh thariqat Naqsabandiyah dan
Qadiriyah juga berpengaruh, di mana pengikutnya mengembangkan
sebuah disiplin spiritual yang mengarah pada penglihatan terhadap Allah,
tetapi mereka bersikeras akan pentingnya keterlibatan aktif dalam
berbagai urusan duniawi. Sejumlah syaikh dari tariqhat tersebut berusaha
terus menerus mewujudkan kesatuan di antara kaum muslim dengan
mengklaim diri sebagai ahli waris seluruh tradisi sufi (Lapidus, 1993:
705).
Pola pemikiran yang dikembangkan oleh aliran tarekat pada
periode Mughal menekankan pemujaan para wali, dan syari’ah hanyalah
106 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

merupakan langkah awal untuk menuju haqiqat, sedangkan kesadaran


terhadap Tuhan hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan asketik dan
pandangan batiniah, sejumlah thariqat, seperti thariqat Chistiyah biasanya
dibentuk berdasarkan pandangan religius pribadi sang guru pendiri dan
kebaktian pribadi dari para muridnya. Bahkan sebagaimana yang terjadi
masa-masa silam, kharisma para wali dianggap tersimpan dikuburan
mereka. Kemudian keturunan mereka bertugas mengelola makam keramat
mereka dan sebagai pengatur sejumlah thariqat yang bertebaran di sekitar
makam mereka. Pirzadas, keturunan dan pengelola makam keramat
seorang wali, memimpin berbagai perayaan dalam rangka memperingati
hari kelahiran dan kematian sang wali,menyediakan dapur umum,
memimpin doa missal, dan menawarkan berbagai azimat, juga
menyampaikan saran-saran sosial dan spiritual. Perkembangan makam
keramat sebagai pusat peribadatan menimbulkan akumulasi property
(kekayaan) yang diakui dan dipertahankan oleh pihak yang berwenang.
Rezim Mughal menghadiahkan sejumlah kekayaan berupa tanah kepada
kaum sufi, sebuah praktek untuk melegitimasi pihak pemberi (pemerintah)
dan juga pihak penerima (sufi) dan memungkinkan Mughal mencampuri
dalam perselisihan sukses kepemimpinan atas makam suci tersebut.
Mereka mengganti pirzadas dengan seorang pribadi saleh yang lebih peka
terhadap apa yang menjadi kehendak otoritas politik.

D. P e n u t u p

Dari berbagai uraian di atas, maka dapat diambil beberapa


kesimpulan sebagai berikut :

1. Kerajaan Safawi pada awalnya berasal dari sebuah gerakan tarekat


yang berdiri di Ardabil, di mana tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah.
Pendirinya adalah Safi al-Din (1252-1334 M), yang berasal dari keturunan
yang berada yang memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Pengikut tarekat
Safawiyah ini adalah sangat teguh memegang ajaran agama, dan memiliki
komitmen untuk memerangi orang-orang ingkar atau pun ahli-ahli bid’ah’.
Kegiatan awal yang dilakukan oleh gerakan tarekat ini adalah pengajian
tasawuf, namun lama-kelamaan mereka memiliki kecendrungan memasuki
dunia politik. Dalam memperluas gerakan politiknya pada masa
kepemimpinan Juneid (1447-1460 M), maka terjadi konflik antara Juneid
dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam) salah satu suku bangsa
Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik itu Juneid kalah,
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012 107

akhirnya ia diasingkan. Dalam pengasingannya ia mencoba menghimpun


kekuatan dengan beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan, karena
mempersunting dengan saudara perempuan Uzun Hasan. Juneid ini
memiliki keturunan yang bernama Haidar. Haidar ini juga mempersunting
salah seorang puteri Uzun Hasan, dari hasil perkawinan tersebut lahirlah
seorang anak yang bernama Ismail. pada masa kepemimpinan Ismail
kekuatan Safawiyah bangkit kembali setelah berhasil mengalahkan AK
Koyunlu dalam peperangan di Nakhchivan dan berhasil menaklukkan
Tibriz. Di kota inilah Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawi
dan menobatkan dirinya sebagai raja pertamanya.
2. Kerajaan Turki Usmani adalah sebuah dinasti Islam yang mewarisi
wilayah kekuasaan yang pernah ditaklukkan oleh dinasti Saljuq dan
penguasa pertamanya adalah Usman bin Erthogrul. Pada masa
kepemimpinan Erthogrul sampai pada masa kepemimpinan Orkhan
menjadikan Turki sebagai negara yang berdasarkan sistem dan prinsip
kemiliteran. Semula kerajaan Usmani hanyalah sebuah kerajaan yang
kecil, namun pada akhirnya menjadi sebuah kerajaan yang besar karena
mengadakan ekspansi terhadap wilayah-wilayah yang disekitarnya.
Kehidupan keagamaan dalam kerajaan Turki Usmani adalah sangat
diperhatikan, di mana ia terikat dengan syariat Islam.
3. Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur, salah satu cucu
Timur Lenk. Sepeninggal Babur ia digantikan oleh anaknya oleh
Humayun, dan setelah Humayun wafat ia digantikan oleh anaknya Akbar.
kepemimpinan Akbar di samping berhasil menciptakan kestabilan politik,
ekonomi, seni dan budaya, juga berhasil menyusun sebuah pola baru
mengenai sejumlah peringkat keagamaan, di mana ia berhasil menarik
simpati para ulama untuk mengabdi kepada negara berdasarkan prinsip
ajaran Islam.

Daftar Rujukan

Allouche. 1985. The Origins and development of the Ottoman-Safavid


Conflict, (Michigan, University Microfilms International, 1985)
Allouche, The Origins and development of the Ottoman-Safavid
Conflict. Michigan, University Microfilms International.
Abdurrahman, Dudung. 2003. Sejarah Peradaban Islam dan Masa Klasik
Hingga Modern. Cet. I; Yogyakarta : Fak.Adab IAIN Sunan
kalijaga.
Ali, K. 1997. Sejarah Islam. Cet. II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
108 Volume 14, Nomor 1, Januari 2012

Brockelman,Carl. 1974. Tarikh al-Syu’ub al- Islamiyah. Beirut: Dar al Ilm.


Dewan Redaksi Ensikplopdi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam, Cet. II,
(Jakarta : Ichtiar Baru Hoeve.
Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam. Jilid III Cet. IV; Jakarta: Bulan
Bintang.
Hodgson,Marshal G.S. 1981. The Ventur of Islam, V; The University of
Chicago Press.
Holt, P.M, dkk. 1970. The Cambridge History of Islam, Vol. IA .London:
Cambridge University Press.
Ikram, S.M. 1981. Muslim Civization in India. New York: Columbia
Uneversity Press.
Lapidus, Ira, M. 1993. A History of Islamic Society. Cambridge University
Press.
Muhaimin, dkk. 2002. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya
mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Cet. II,
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Muthari, Murthada. 1995. Society and History. Diterjemahkan oleh
M.Hasyim, Masyarakat dan Sejarah Kritik Islam atas Mekanisme
dan Teorinya, Cet.V, (Bandung : Mizan.
Nasution,Harun. 1975. PembaharuanDalam Islam : Sejarah Pendidikan
dan Peradaban, Cet. XIII, (Jakarta : Bulan Bintang.
S.Ahmad, Akbar. 2003. Rekonstruksi Sejarah Islam; Di tengah Pluralitas
Agama dan Peradaban, Cet. II, (Yogyakarta: Aba.
Syed Mahmudunnasir. 1975. Islam: Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Yatim, Badri. 1995. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah pendidikan Islam. Cet. V; Jakarta:
Hidayakarya Agung.

Anda mungkin juga menyukai