Anda di halaman 1dari 12

TUGAS AKHIR

PRAKTIKUM TERPADU TEKNIK PENGENDALIAN


LINGKUNGAN BIOSISTEM

Budidaya Sawi Sistem Hidroponik


Deep Flow Technique

Kelompok 5
Mala Ekawati F14160006
Angga Dwi S F14160008
Iqbal Nurhabib F14160023
Zakhirul M F14160061
Iklil Zulfan F14160057

Dosen:
Agus Ghautsun Ni’am, M.Si

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN
PEMBAGIAN TUGAS
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawi merupakan sayuran yang bermanfaat bagi tubuh manusia karena


kandungan gizinya. Masyarakat Indonesia umumnya lebih menyukai sayuran sawi
dalam keadaan yang masih segar, sehingga hal ini membutuhkan penanganan
proses distribusi yang tepat, agar produk sawi tidak mudah rusak atau layu.
Kebutuhan sayuran yang terus meningkat di masyarakat tidak didukung dengan
luas lahan yang digunakan untuk penanamannya. Lahan pertanian semakin sempit,
berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, sehingga
perlu ada media tanam yang dapat menggantikan atau meminimalisir penggunaan
tanah sebagai media tanamnya. Sistem bercocok tanam di perkotaan dapat menjadi
alternatif untuk penyediaan sayuran secara langsung untuk konsumen. Namun, lahan
di perkotaan yang semakin berkurang membutuhkan sistem bercocok tanam yang
tidak memerlukan lahan yang luas. Sehingga, sistem hidroponik bisa diandalkan
sebagai salah satu alternatif budidaya sayuran di lingkungan perkotaan (Renitaulli
2011).
Hidroponik merupakan sistem bercocok tanam menggunakan media selain
tanah (Mas’ud, 2009). Nutrisi terserap langsung oleh akar tanaman melalui media
tanam. Salah satu sistem hidroponik yang umum dilakukan adalah Deep Flow
Technique (DFT). Pada sistem hidroponik DFT, air bersirkulasi selama 24 jam terus
menerus (atau terputus). Sebagian akar terendam air dan sebagian lagi berada di
atas permukaan air (Untung, 2001). Keuntungan teknik DFT antara lain mampu
menyediakan air dan oksigen bagi tanaman, sehingga DFT sangat ideal untuk
menanam sayuran (leafy vegetables) (Marhaba, 1998). Penyerapan nutrisi tidak
akan berjalan baik apabila tidak didukung dengan aliran nutrisi yang kontinyu (atau
intermitten) dengan kecepatan aliran nutrisi yang sesuai. Debit aliran sangat
berpengaruh terhadap kecepatan aliran yang dihasilkan pada talang hidroponik.
Kecepatan aliran yang terlalu tinggi maupun terlalu lambat menyulitkan akar untuk
menyerap nutrisi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan untuk mengkaji
debit aliran yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman sawi sistem hidroponik DFT,
sehingga dapat menghasilkan kecepatan aliran yang optimal untuk pertumbuhan
tanaman.

Tujuan

Kegiatan budidaya sawi dengan sistem hidroponik bertujuan untuk


mengetahui proses penyemaian benih sawi, mempelajari proses budidaya sawi
menggunakan sistem hidroponik tipe deep flow technique (DFT), mengetahui
kualitas dan kuantitas hasil budidaya tanaman sawi menggunakan sistem
hidroponik tipe deep flow technique (DFT), dan memahami proses pertumbuhan
dan kebutuhan pertumbuhan tanaman sawi mulai dari proses pembibitan sampai
pemanenan.
TINJAUAN PUSTAKA

Hidroponik

Hidroponik berasal dari bahasa Yunani, yaitu hydro yang berarti air dan
ponics yang artinya daya atau tenaga atau tenaga kerja (Lingga 2011). Istilah
hidroponik digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Media hidroponik dapat berupa padat
dan air atau cairan larutan nutrisi. Media padat seperti pasir putih atau pasir kali,
arang kayu, pecahan genteng, dan kerikil. Beberapa kelebihan dari sistem
hidroponik adalah dapat dikembangkan dalam lahan yang terbatas, perawatan
tanaman lebih mudah karena gangguan hama dapat dikontrol dan dapat dikurangi,
kondisi tanaman dan lingkungan sekitar lebih bersih karena sistem hidroponik tidak
menggunakan tanah, tanaman tumbuh lebih cepat karena kebutuhan air, untur hara,
dan ketersediaan cahaya mudah diatur, pemberian pupuk dan penggunaan air lebih
efisien, harga jual produk hidroponik lebih tinggidibandingkan dengan produk non
hidroponik (Herwibowo K 2015). Selain keuntungan, sistem hidroponik juga
memeliki kekurangan serta kendala dari sistem hidroponik, yaitu investasi
pembuatan sistem hidroponik yang relatif lebih mahal, ketersediaan dan perawatan
perangkat hidroponik agak sulit, dan perlu keterampilan khusus dalam menimbang
dan merami bahan kimia sebagai larutan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman
(Tim Karya Tani 2010).
Jika dilihat berdasarkan media tanamnya, hidroponik dibedakan menjadi dua
macam, yaitu hidroponik non substrat dan hidroponik substrat. Hidroponik non
substrat adalah metode sistem hidroponik yang tidak menggunakan media tanam,
karena akar tanaman langsung ke dalam talang saluran air. Hidroponik tipe Nutrient
Film Technique (NFT) dan aeroponik adalah sebagian contoh hidroponik non
substrat, karena pada tipe aeroponik larutan nutrisi disemprotkan secara langsung
ke akar tanaman. Berbeda dengan hidroponik non substrat, hidroponik substrat
adalah sistem hidroponik yang menggunakan media padat (selain tanah) sebagai
media tanamnya dalam menyerap air, nutrisi, oksigen, serta mendukung
pertumbuhan akar tanaman seperti halnya fungsi pada tanah. Beberapa contoh
bahan yang dapat digunakan sebagai media taman pada hidroponik substrat adalah
arang, sekam padi, pasir, kerikil, cocopeat, rock wool, dan spons. Media tersebut
berfungsi sebagai tempat penyimpanan air nutrisi sementara dan berpijak akar,
untuk kebutuhan unsur hara disuplai dari air nutrisi yang disiramkan. Salah satu
jenis sistem hidroponik substrat yang dilakukan saat pengamatan adalah hidroponik
tipe deep flow technique (DFT) yang menggunakan rock wool sebagai media
tumpuan akar tanaman.

Deep Flow Technique

Sistem Hidroponik Deep Flow Technique merupakan metode budidaya


tanaman hidroponik dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dalam.
Kedalaman lapisan berkisar antara 4-6 cm. Prinsip kerja sistem hidroponik DFT
yaitu mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara terus menerus selama 24 jam.
Teknik hidroponik ini dikategorikan sebagai system hidroponik tertutup. Umumnya
penerapan teknik hidroponik ini digunakan pada budidaya tanaman daun dan buah
(Chadirin 2007).
Pada teknik DFT system pipa, aliran nutrisi dengan kedalaman 2-3 cm
mengalir pada pipa PVC berdiamaeter 10 cm dan pada pipa tersebut dikletakkan
tanaman dalam pot plastic, sehingga tanaman akan menerima nutisi yang mengalir
tersebut. Pot plastic tersebut mengandung material rock wool sebagai tumpuan akar
dan bagian bawah dari material tersebut menyentuh larutan nutrisi yang mengalir.
Pipa PVC dapat dirangkai dalam satu bidang atau zig zag, tergantung pada jenis
tanaman yang dibudidayakan. Sistem rangkaian pipa zigzag lebih memanfaatkan
tempat secara efisien, namun hanya dapat digunakan pada budidaya tanaman
dengan tinggi tanaman yang rendah. Sedangkan sistem rangkaian satu bidang dapat
dipraktikkan pada tanaman yang tinggi atau rendah. (Ruafasia 2010).

Gambar 1 Rangkaian sistem hidroponik tipe DFT

Tanaman Sawi Hijau

Sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga,
broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena
itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran,
struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Tanaman sawi hijau
merupakan tanaman herba atau terna semusim (annual) berakar serabut yang
tumbuh dan menyebar ke semua arah di sekitar permukaan tanah, tidak membentuk
krops. Perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm.Tanaman sawi
hijau memiliki batang sejati pendek dan tegap terletak pada bagian dasar yang
berada di dalam tanah (Cahyono 2003). Menurut Rukmana (2002) tanaman sawi
hijau dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Angiospermae
Ordo : Brassicales
Familia : Brassicaceae
Genus : Brassica
Species : Brassica rapa L. var. Parachinensis L. H Bailey

Syarat Tumbuh Sawi Hijau

Dalam budidaya tanaman sawi, unsur hara (nutrisi) dan kondisi iklim mikro
merupakan hal yang sangat berpengaruh. Unsur hara yang tersedia cukup akan
diserap oleh tanaman untuk pertumbuhannya, sedangkan iklim berkaitan dengan
faktor di luar tanaman dalam mendukung pertumbuhannya. Untuk itu harus
diketahui sifat-sifat tanaman terkait dengan ketinggian, pH, iklim, dan kelembaban
udara yang sesuai dengan pertumbuhannya. Daerah penanaman yang cocok adalah
mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter diatas permukaan laut.
Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100
meter sampai 500 meter dpl. Derajat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk
pertumbuhannya adalah pH 6 sampai pH 7 (Haryanto 2001).
Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6°C dan siang harinya 21,1°C serta
penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari. Kualitas penyinaran dengan sinar
matahari merupakan faktor utama di dalam pertumbuhan optimal tanaman sawi
(Telaumbanua, Purwantana, dan Sutiarso 2014). Beberapa varietas sawi ada yang
tahan terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah yang
suhunya antara 27°C-32°C (Rukmana 2002). Kelembaban udara yang sesuai untuk
pertumbuhan sawi hijau yang optimal berkisar antara 80-90%. Tanaman sawi hijau
tergolong tahan terhadap hujan. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan
tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Meskipun demikian tanaman
sawi hijau tidak tahan terhadap air yang menggenang (Cahyono 2003). Sawi mulai
dipanen setelah tanaman berumur 45-50 hari. Panen dilakukan dengan cara
mencabut atau memotong pangkal batang. Bila panen terlambat dapat
menyebabkan tanaman cepat berbunga. Sawi yang baru dipanen ditempatkan di
tempat yang teduh, agar tidak cepat layu. Untuk mempertahankan kesegaran
sayuran ini perlu diberi air dengan cara dipercik (Rieuwpassa 2011).

Penyemaian Benih Sawi

Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Benih
yang baik akan menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan baik. Benih sawi
berbentuk bulat, berukuran sangat kecil. Permukaannya licin mengkilap dan sedikit
keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Ada 2 cara penyemaian benih tanaman
sawi. Cara pertama, benih di semai di bedengan dengan luas ukuran bedeng
disesuaikan dengan kebutuhan bibit. Cara kedua, benih di semai pada wadah plastik
dengan luas ukuran wadah sesuai kebutuhan bibit. Benih yang akan kita gunakan
harus memiliki kualitas yang baik, perhatikan varietas, kadar air, suhu lama
penyimpanan, dan tempat menyimpannya apabila benih yang digunakan
merupakan benih kemasan. Sedangkan, apabila benih yang digunakan merupakan
benih dari hasil pananaman tanaman sawi maka benih kualitas benih juga harus
diperhatikan. Misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur
lebih dari 70 hari.

Pertumbuhan Tanaman Sawi

Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan


perubahan ukuran tanaman semakin besar. Pertumbuhan ukuran tubuh tanaman
secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian
(organ-organ) tanaman akibat dari pertumbuhan jaringan yang dinyatakan dalam
pertambahan ruang atau volume yang tidak dapat balik dan dapat diukur secara
kuantitatif (Nurwahidah 2016). Pertumbuhan yang dialami tamanan yaitu
pertumbuhan vegetatif dan generatif. Fase vegetatif berhubungan dengan
perkembangan akar, daun dan batang. Selain itu tanaman sawi mengalami
pertumbuhan kualitas yaitu tanaman yang akan tumbuh semakin besar dan semakin
berat. Beberapa parameter pertumbuhan sawi yang dapat terliat secara vegetatif
adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang akar, berat basah,
dan berat kering. Sedangkan fase generatif adalah fase pembentukan alat reproduksi
tanaman seperti, kuncup bunga, bunga buah, dan biji.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Proses penyemaian benih sawi dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2019,


sedangkan proses pemindahan tanaman ke dalam hidroponik dan dimulainya
kegiatan pengamatan pada tanaman sawi dilakukan tanggal 04 November – 29
November 2019. Tempat pengamatan budidaya tanaman sawi bertempat di
laboratorium Greenhouse Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin.

Gambar 2 Laboratorium Greenhouse Siswadhi Soepardjo


Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah wadah penyemaian, greenhouse,


Electrical Conductivity (EC), penggaris, saluran pipa, pompa, gelas plastik, benih
sawi, rock wool, larutan AB mix.

Prosedur Pelaksanaan

Tata Letak

Budidaya tanaman sawi yang dilakukan menggunakan hidroponic kit dengan


sistem deep flow nutrition. Letak dari hidroponic kit di sebelah selatan dekat dengan
pintu keluar. Di dalam greenhouse bagian selatan terdapat saluran air dan listrik.
Hidroponic kit membutuhkan asupan daya listrik untuk menggerakkan pompa
sehingga letak yang dekat dengan sumber listrik dianjurkan. Apabila terlalu jauh
dapat menggunakan kabel terminal. Cahaya untuk tanaman selalu tersedia karena
bangunan greenohouse yang memanjang dari arah utara ke selatan sedangkan arah
datangnya cahaya matahari dari timur ke barat. Tanaman akan mendapatkan cahaya
yang cukup dari pagi sampai sore. Bangunan greenhouse yang dindingnya terbuat
dari kasa atau kawat akan mempermudah aliran angin untuk menurunkan suhu di
dalam greenhouse. Hidroponic kit yang terletak di tengah sebelah belakang akan
mengalami pertukaran udara dengan baik. Denah tata letak budidaya hidroponik
tanaman sawi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Denah tata letak budidaya hidroponik tanaman sawi

Rona Lingkungan

Lokasi pembangunan greenhouse terletak di Leuwikopo, Bogor. dengan


koordinat 6°33'52"LS 106°43'31"BT. Secara umum Bogor terletak pada ketinggian
190 sampai 330 m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara
rata-rata setiap bulannya adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Pembahasan

PENUTUP

Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono. 2003. Tanaman Hortikultura. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.


Chadirin Y. 2007. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik. Bogor (ID): IPB
University.
Haryanto ET, Suhartini, Rahayu E. 2001. Sawi dan Selada. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Herwibowo, Kunto dan N.S. Budiana. Hidroponik Sayuran untuk Hobi & Bisnis.
Bogor: Penebar Swadaya. 2015.
Lingga, Pinus. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah Edisi Revisi. Jakarta:
Penebar Swadaya. 2011.
Mandiri, Tim Karya Tani. 2010. Pedoman Budi Daya secara Hidroponik.
Bandung (ID): Nuansa Aulia.
Marhaba, D. B. 1998. Hydroponic systems. Journal of Horticultural Engineering.
Vol 13 (4): 1-10.
Mas’ud H. 2009. Sistem hidroponik dengan nutrisi dan media tanam berbeda
terhadap pertumbuhan dan hasil selada. Jurnal Media Litbang Sulteng. Vol
2 (2) : 131-136.
Nurwahidah. 2016. Pengaruh Pemberian ekstrak serbuk batu baterai terhadap
tingkat pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea) varietas sawi
[skripsi]. Mataram (ID): IAIN Mataram.
Renitauli D. 2011. Uji kemiringan talang sistem fertigasi hidroponik Nutrient Film
Technique (NFT) pada budidaya tanaman sawi (Brassica rapa var.
parachinensis L.) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Rieuwpassa AJ. 2011. Teknologi budidaya sawi. Benih [Internet]. [diunduh 2019
Nov 28]. Tersedia pada: http://maluku.litbang.pertanian.go.id/ind/index.
php?option=com_content&view=article&id=289:teknologi-budidaya-
sawi&catid=15:benih.
Ruaf-asia Foundation, 2010. Hydroponics. Departement of Agriculture, Ministry
of Agriculture
Rukmana. 2002. Bertanam Sayuran Petsai dan Sawi. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Telaumbanua M, Purwantana B, Sutiarso L. 2014. Rancang bangun aktuator
pengendali iklim mikro di dalam greenhouse untuk pertumbuhan tanaman
sawi. Jurnal Agritech. Vol 34 (2): 213-222.
Untung O. 2001. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai