Unud 116 802375667 D Bab II PDF
Unud 116 802375667 D Bab II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
beton yang sudah ada telah berkembang pesat di beberapa negara seperti Amerika
Utara (Labossiere et.al. 1997; Hasen et.al. 1998; Grace and Abdel-Sayed 2003),
Eropa (Meier et.al. 1992; Steiner 1996; Nanni 1997; Matthys et.al. 2004; Blasi
et.al. 2004; Rostasy et.al. 2004) dan di Jepang (Ichimasu et.al. 1993; Katsumata
et.al. 2001). Teknik perkuatan seperti ini dapat dibuat efisien, tidak menyebabkan
karat seperti plat baja external. Fungsi perkuatan dengan sistim komposit FRP
lentur, geser, axial dan daktilitas, atau berbagai kombinasi diantaranya. Daya
tahan FRP yang tinggi lebih ekonomis digunakan pada lingkugan korosif dimana
baja akan mudah berkarat. Penggunaan FRP lebih populer mengingat banyaknya
keuntungan yang dapat diperoleh seperti bobot unit yang kecil, mudah
Kerugian yang paling prinsip penggunaan FRP sebagai sistim perkuatan adalah
harga material yang relatif lebih mahal. Pada situasi tertentu, bagaimanapun, FRP
memberikan jalan keluar yang paling ekonomis dalam masalah perkuatan karena
secara dramatis dapat menekan biaya tenaga kerja [Meier and Erki, 1997].
FRP dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser balok
beton bertulang, lentur pelat, desak, geser dan lentur kolom. FRP dalam bentuk
lembaran, plat atau batangan dapat dipasang pada permukaan balok atau plat yang
7
8
lembaran FRP dapat direkatkan pada sisi balok. Penggunaan pada kolom,
lembaran FRP atau pelapisan dapat ditempatkan pada bagian luar kolom untuk
dibandingkan dengan material lain seperti kayu, baja, aluminium atau plastik
karena beton bertulang adalah material konstruksi yang menggunakan dua jenis
gabungan yang logis dari dua jenis bahan: beton polos, yang memiliki kekuatan
tekan yang tinggi akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang rendah, dan
perencanaan struktur dari beton bertulang dalam beberapa hal berbeda dengan
prinsip-prinsip yang mengatur perencanaan struktur dari bahan yang terdiri dari
tulangan yang mampu menerima tekan dan tarik juga dimanfaatkan untuk
P Garis netral
A
Beton
Daerah tekan
Daerah tarik Baja Tulangan
Baja
A Tulangan
Potongan A-A
Gambar 2.1
Kedudukan batang-batang tulangan dalam balok beton bertulang
Baja dan beton dapat bekerja sama atas beberapa alasan yaitu (1) lekatan
(bond, atau interaksi antara batangan baja dengan beton keras disekelilingnya)
yang mencegah slip relatif antara baja dan beton, (2) campuran beton yang
memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah
karat baja dan (3) angka kecepatan muai yang hampir serupa yaitu dari 0,0000055
perekat mekanis dan tidak menyebabkan kerusakan pada material dasar atau
komposit adalah perekat yang mempunyai bahan dasar epoxy resin. Perekat ini
dibuat dari campuran dua komponen. Komponen utamanya adalah cairan organik
yang diisikan kedalam kelompok epoxy, mengikat susunan satu atom oksigen dan
dua atom karbon. Reaksi ini ditambahkan pada campuran untuk mendapatkan
mendapatkan lekatan yang efektif. Permukaan harus bersih dan kering, bebas dari
2.1.3 FRP
Material komposit dibentuk oleh dua material atau lebih yang mempunyai
sifat alami dan makroskopik yang berbeda. Pada fiber komposit, dua material itu
adalah fiber mutu tinggi dan resin. Sifat mekanik komposit adalah yang paling
bertanggung jawab pada jenis ini, tergantung dari arah dan jumlah serat.
Sedangkan fungsi resin adalah untuk mentransfer tegangan dari dan ke serat fiber.
2.1.4 Fiber
perkuatan dapat berupa serat kaca, karbon dan kevlar. Masing-masing mempunyai
kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Nilai karakteristik masing-
masing fiber diberikan pada Tabel 2.1. Nilai elastiknya linear untuk semua fiber,
tetapi nilai lelehnya tidak signifikan. Pemilihan tipe fiber untuk aplikasi tertentu
sangat tergantung pada beberapa faktor seperti: tipe struktur, beban yang
yang mempunyai arah serat biaxial dan triaxial, diatas lapisan bagian belakang
Tabel 2.1
Karakteristik fiber
Tensile Modulus of
Elongation Specific
Fibre strength Elasticity
(%) density
(N/mm2) (kN/mm2)
Carbon high strength 4300-4900 230-240 1.9-2.1 1.8
Carbon high module 2740-5490 294-329 0.7-1.9 1.78-1.81
Carbon ultra high
module 2600-4020 510-610 0.4-0.8 1.91-2.12
Aramid 3200-3600 424-430 2.4 1.44
Glass 2400-3500 70-85 3.5-4.7 2.6
Sumber: Simonelli (2005)
permukaan yang tertarik dapat meningkatkan kapasitas momen dari balok atau
pelat.
1. Kehancuran beton
h d
εsi εst fs Ts
Gambar 2.2
Diagram tegangan regangan penampang beton bertulang dengan perkuatan FRP
berikut:
frp bi
c s (2.1)
c (d c) ( h c)
,
C 1 frp c f 1 cb (2.2)
Ts s f s As untuk s y (2.3)
Ts s f y As untuk s y (2.4)
Pada kasus ini, mode kegagalan lentur dimulai oleh kehancuran beton (εc=
εcu= 0,0035 untuk struktur dan 0,003 untuk jembatan), regangan FRP dan baja
Jarak c dihitung dari permukaan penampang yang tertekan sampai ke garis netral.
Menurut Banthia (2003), jika tegangan tarik pada FRP terjadi lebih dahulu,
sementara regangan tarik baja lebih besar dari regangan lelehnya maka regangan
s ( frpu bi )( d c / h c ) (2.14)
( )( c ) (2.15)
s frpu bi h c
Jarak c dari garis netral ke permukaan atas penampang tertekan dihitung menurut
rumus:
(2.16)
(2.17)
Mekanisme transfer gaya antara beton dengan FRP pada bagian ini
Dalam dua dimensi mekanisme tersebut disebut sebagai mode I dan mode
II. Mode I adalah pergeseran relatif antara dua permukaan yang dilekatkan
umumnya simultan dalam proporsi yang berbeda. Pada kasus interaksi beton
dengan FRP pada elemen struktur yang mengalami lentur, mode II adalah
plat adalah:
d mfrp d mfrp
t frp t frp E frp (2.18)
d d
dimana: τ adalah tegangan geser, tfrp, Efrp, σmfrp,εmfrp, χ berturut-turut adalah tebal,
Modulus Young, tegangan axial rata-rata, regangan axial rata-rata dan panjang
FRP.
Rumus dasar tegangan geser lekatan antara FRP dan balok adalah:
VA frp y
(2.19)
Ib frp
dimana: τ = tegangan geser lekatan; V=gaya geser yang bekerja pada penampang;
Ap= luas penampang FRP; y =jarak antara garis netral penampang ke titik berat
FRP.
atau beberapa besaran dengan satu atau beberapa besaran lainnya. Hubungan ini
struktur yang sangat rumit sehingga solusi dari model struktur tidak dapat
diselesaikan dengan cara eksak, yaitu cara penyelesaian matematis yang solusinya
dihasilkan tidak eksak, tetapi dapat dibuat sangat dekat dengan hasil yang
sebenarnya.
finite difference, metode finite volume, metode boundary element dan metode
menjadi salah satu yang diterima dan dipakai secara luas dalam berbagai aplikasi
untuk dapat mengubah persamaan difrensial menjadi satu set persamaan aljabar
(diskrit) yang terdiri dari matrik kekakuan, vektor gaya (force vector), dan vektor
displacement yang belum diketahui. Prinsip dari diskritisasi pada metode elemen
mengacu pada titik-titik tersebut, bukan lagi pada struktur sesungguhnya yang
masih merupakan media kontinyu. Informasi dari titik nodal serta pendifinisian
“meshing”.
Akan tetapi karakteristik dan bentuk geometri struktur yang ditinjau dapat
(crack propagation) dan deformasi yang besar. Untuk mengatasi hal seperti ini
biasanya perlu dilakukan deskritisasi ulang, dalam kasus metode elemen hingga
Hasil analisis yang diperoleh dari analisis elemen hingga akan berbeda jika
dibandingkan dengan hasil analisis yang diperoleh dari eksperimen, terutama yang
respon struktur yang komplek dengan berbagai ketidak linearan yang dimiliki oleh
LUSAS versi 13.57 merupakan salah satu program yang berbasis elemen
hingga. Penyajian model adalah dalam bentuk grafis yang terdiri dari berbagai
18
macam geometri seperti titik, garis, bidang, volume dan pendifinisian atribut yang
berupa material, beban, tumpuan dan mesh. Program LUSAS menyediakan 100
tiga dimensi yaitu: surface forces, body forces dan concentrated load.
Di dalam analisis finit elemen benda dianggap sebagai kumpulan elemen kecil
yang terhubung pada titik nodal. Perpindahan setiap elemen merupakan interpolasi
tergantung dari kondisi batas, dan deformasi yang tergantung dari besarnya beban.
Gambar 2.3
Idealisasi hubungan tegangan-regangan untuk baja batangan
Gambar 2.3 menunjukkan linear pada batas elastis dimana Analisis Elastis
dapat memperkirakan konfigurasi deformasi yang akurat bila batas tegangan leleh
tidak dilampaui. Jika leleh terjadi diikuti dengan menurunnya kekakuan baja
Gambar 2.4
Contoh sederhana penggabungan dua material baja
cara pemodelan pisik material yang diijinkan termasuk baja elastis, beton, busa
dan tanah.
21
deformasi struktur kedalam kekakuan struktur dan posisi beban yang dikerjakan.
Gambar 2.5 adalah sebagai ilustrasi, balok diatas tumpuan sederhana dengan
momen lentur tumpuan dan gaya aksial nol. Tetapi kenyataannya, sebagai balok
yang mengalami lentur dan juga adanya sudut inklinasi balok pada tumpuan
menyebabkan terjadinya komponen gaya aksial. Gaya ini menjadi signifikan jika
Gambar 2.5
Respon Geometri Non Linear Balok dengan tumpuan sederhana
analisis tergantung pada bentuk deformasi struktur. Gambar 2.6 adalah sebagai
contoh ilustrasi, dimana masa sebagai subyek yang menerima beban P dan
diinisialkan berada diatas tumpuan pegas tunggal. Jika beban meningkat, kontak
22
dapat terjadi pada pegas kedua yang mana akan merubah respon beban-deformasi
struktur.
Gambar 2.6
Respon pegas-masa dengan kondisi tumpuan non linear
struktur, prosedur pentahapan waktu dan beban harus digunakan. Jika derajat
gaya luar. Konsekuensinya adalah terjadinya gaya residu (sisa). Maka koreksi
paling sederhana yang mungkin digunakan adalah pengembangan dari seri Taylor
dan ditunjukkan pada Gambar 2.7 yang juga menampilkan sifat pisik yang
Gambar 2.7
Ilustrasi Iterasi Newton-Raphson untuk Respon Derajat
Kebebasan Tunggal
24
kasus ini, Modifikasi Iterasi Newton mungkin lebih efektif. Dengan Iterasi
Newton modifikasi, tangen matrik kekakuan semula akan diganti dengan matrik
kekakuan sebelumnya, dinyatakan dari awal kenaikan. Hal ini dapat mengurangi
Gambar 2.8 (a), (b) dan (c) menunjukkan bentuk dasar Modifikasi
Newton-Raphson yang terdiri dari Initial Stiffness Method, KT1 Method dan KT2
Method.
prosedur pencarian baris bentuknya sebagai iterasi algoritma dan terutama sekali
Gambar 2.8a
Initial Stiffness Method
Gambar 2.8b
KT1 Method
Gambar 2.8c
KT2 Method
26
konvergensi antara Iterasi Newton Penuh dan Modifikasi. Teknik ini melibatkan
dengan jumlah pelacakan baris per iterasi yang telah dirancang terlebih dahulu
bersesuaian (Gambar 2.9). Pelacakan baris tidak dapat dilakukan bila interval
mendekati satuan, pelacakan baris masih sedikit diperlukan. Jika interval langkah
mendekati nol, telah dibuat sedikit pengembangan terhadap hasil, dan arah
kenaikan yang baru akan diberikan oleh pengulangan hasil yang bersifat
menguntungkan.
Gambar 2.9
Prosedur Pelacakan Baris
(3) Konvergensi
Pemilihan kriteria konvergensi yang sesuai adalah yang paling penting. Toleransi
yang sering terlalu ketat mungkin menghasilkan iterasi yang tidak perlu dan
toleransi terlalu longgar mungkin tidak akan menghasilkan jawaban yang akurat.
konvergensi yang ketat untuk menjaga hasil dalam keseimbangan yang akurat,
sedangkan toleransi yang longgar biasanya lebih efektif dengan sebagian besar
persoalan material nonlinear dimana residu lokal yang tinggi masih mungkin
ditoleransi.
Rheinboldt)
beban diaplikasikan kedalam inkrementasi tetap yang khas dan pilihan algoritma
beban. Dalam LUSAS, level beban mungkin lebih spesifik dilakukan secara
konvergen sebelumnya.
Gambar 2.10
Prosedur Inkrementasi/iteratif Level Beban Konstan
ikrementasinya akan direduksi dan konvergensinya dicari dalam level beban yang
baru. Tetapi reduksi beban ini mungkin juga diabaikan, sehingga hasilnya
selanjutnya.
29
Metode inkrementasi level beban konstan gagal jika solusi mencapai limit
point (Gambar 2.11) dan metode ini tidak bisa diterapkan pada pembebanan paksa
(pressure loading).
Gambar 2.11
Ilustrasi Limit Point untuk Respon Derajat Kebebasan Tunggal
Metode umum yang dapat mengikuti seluruh alur solusi limit point disebut
Program LUSAS mengikuti usulan Crisfield tetapi harus dimodifikasi untuk dapat
Yang khas dalam Metode Modifikasi Panjang Busur adalah bahwa tingkat beban
tidak tetap selama ikrementasi beban yaitu selama prosedur iterasi, beban
Hal ini mempunyai arti yang sangat penting pada saat menggunakan metode
30
iterasi Newton. Metode panjang busur mungkin juga dapat meningkatkan efisiensi
Gambar 2.12
Modifikasi Incrementasi Beban Panjang Busur untuk
Respon Derajat Kebebasan Tunggal
lendutan yang dapat diterapkan, secara phisik, persoalan ini tidak melibatkan
kontrol lendutan. Ini secara efektif dapat diterima dalam metode panjang busur
dengan modifikasi metode panjang busur adalah sangat komplek, sebab dalam
iterasi sampai mencapai energi minimum. Disamping itu, pelacakan baris harus
digunakan secara hati-hati pada saat menelusuri alur keseimbangan yang tidak
stabil, karena posisi keseimbangan tidak boleh bersamaan dengan status energi
minimumnya.
inkremen beban yang besar dapat digunakan untuk level beban dengan sedikit
linearitas, inkremen beban yang kecil akan digunakan untuk tingkat beban dimana
respon adalah sangat tidak linear. Hal ini dapat dicapai dengan mencoba
Analisis Finit Elemen secara lengkap terdiri dari 3 (tiga) langkah, yaitu:
Program Finit Elemen LUSAS, mengandung dua bagian pelaksanaan analisis finit
dalam bentuk grafis dengan dua bagian besar yaitu fitur geometri dan asign
atribut. Terdapat empat fitur geometri pada LUSAS yaitu titik, garis, permukaan
geometri harus dipastikan menurut sistim sumbu Cartesian demikian juga untuk
memasukkan data propertis model struktur. Yang termasuk didalam sistim atribut
Solver. Metode kekakuan akan diproses pada tahap ini dan menghasilkan file data
yang diperlukan. Tahap akhir adalah proses hasil dengan melibatkan penggunaan
perangkat untuk melihat dan menganalisis jawaban yang dihasilkan oleh LUSAS
Solver.
mempunyai fungsi untuk satu kordinat saja. Jenis elemen ini harus mempunyai
mempunyai 2 titik, 3 titik, 4 titik dan seterusnya, semakin banyak titik akan
memberikan hasil dengan akurasi yang lebih tinggi, tetapi pada saat yang sama
33
elemen linear quadratic dan elemen kubik. Gambar 2.13 menunjukkan elemen 1-
dimensi dan Gambar 2.14 menunjukkan penambahan beban yang bekerja pada
Gambar 2.13
Elemen 1-dimensi
Gambar 2.14
Penambahan beban yang bekerja pada model kantilever yang
menggunakan elemen 1-dimensi
fungsi untuk dua kordinat x dan y. Jenis elemen ini merupakan layer yang
mempunyai tiga titik penghubung atau lebih. Contoh untuk elemen 2-dimensi
adalah elemen linear triangular, yang paling mudah untuk dimodel, elemen linear
34
rektangular, elemen kurva triangular dan elemen kurva rektangular. Lihat Gambar
2.15.
Gambar 2.15
Elemen 2-dimensi
menentukan sebab tidak terdapat dimensi elemen yang lebih besar dari 2-dimensi
lainnya. Elemen 3-dimensi paling banyak diterapkan sampai saat ini sehubungan
dimensi.
Gambar 2.16
Beberapa variasi elemen 3-dimensi
35
pada FEA LUSAS yaitu spring stiffness only, general properties, elasto-plastic
with isoropic hardening, smooth contact with an initial gaps, dan frictional
Penelitian oleh Jumaat dan Alam (2006) mereview beberapa masalah yang
timbul dalam pemakaian lapisan perekat atau metode perekatan dalam perkuatan
balok beton bertulang. Bahwa setiap elemen struktur didisain menurut tipe
pembebanannya. Demikian pula pada sejumlah elemen struktur sipil, seperti balok
balok beton bertulang masih lebih baik dilakukan daripada penggantian. Material
dan metode yang berbeda seperti beton yang disemprotkan (sprayed concrete),
ferrocement, plat baja, dan Fibre Reinforced Polymer (FRP) dapat digunakan
sebagai perkuatan balok beton bertulang yang sudah ada, dimana metode
pelapisan dengan plat baja dan lembaran FRP adalah yang paling populer
meninjau kembali metode perkuatan yang sudah ada, perhatian terhadap perkuatan
menggunakan lembaran baja dan FRP dan perhatian terhadap masalah yang
Perkuatan plat baja adalah metode yang populer dalam kaitannya dengan
efektifitas dari metode ini tergantung dari penyiapan permukaan dan metode
balok beton bertulang dapat meningkatkan kekakuan lentur, mereduksi retak dan
mode peningkatan kapasitas lentur ultimit. Reduksi terhadap retak dan deformasi
walaupun bukan pada waktu yang bersamaan. Juga dilaporkan bahwa plat baja
memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap kontrol retak daripada kontrol
sangat baik dalam hal ketahanan terhadap korosi, ketahanan terhadap kelelahan
kepadatan yang rendah, kekakuan dan kekuatan yang tinggi dan mempunyai
koefisien muai panas yang sangat rendah searah serat. Material FRP mempuyai
sifat mekanis dan fisik diatas baja, terutama pada kekuatan terhadap regangan dan
kelelahan. Maka dari itu FRP banyak digunakan pada daerah dengan perbedaan
suhu yang tinggi. Tingkat kegagalan yang rendah selama pemakaian bertahun-
37
tahun dalam struktur teknik sipil menjadikan pemakaian FRP lebih efisien
dibandingkan dengan plat baja, walaupun harga material FRP lebih mahal dari
material baja.
dengan perkuatan geser sehubungan dengan sifat material yang unisotropic, FRP
sebagai perkuatan geser dapat digunakan dengan baik dengan mengubah arah
kekuatan lentur pada balok beton bertulang yang direhabilitasi dengan lembaran
GFRP. Hasil pengujian mendekati hasil teoritis menggunakan teori balok beton.
komplek dan juga merupakan masalah yang sangat penting dan ekstrim sebab
bertulang yang diperkuat dengan FRP dengan model finit-elemen 2D. Balok
disimulasi dengan tiga tipe, yaitu balok kontrol tanpa perkuatan FRP dan dua
balok yang masing-masing diperkuat dengan lapisan pultruded CFRP dan lembar
composite, lepasnya ikatan FRP atau lepasnya ikatan penutup beton memerlukan
38
titik beban, Gambar 2.17 dapat memberikan gambaran hasil percobaan mengenai
perilaku non linear balok beton bertulang, pola retak dalam balok, mekanisme
300
2800
Ø12
300
Ø20
Gambar 2.17
Balok beton bertulang: geometri dan pembebanan
Model finit element ini disajikan hanya dalam setengah model karena
simetris, pola retak didifinisikan dengan 14 retak vertikal yang dirancang masing-
masing berjarak 100 mm, jarak yang diperkirakan sama dengan hasil penelitian
yang telah dilaporkan. Hypotesa yang telah dibuat adalah plane strain dengan
Dari hasil penelitiannya, tampak bahwa retak yang terbatas pada suatu area
yang sangat kecil mempunyai efek signifikan dalam penentuan tegangan geser
39
pada permukaan beton dengan FRP, yang mana sesuai dengan model non linear
yang dikembangkan. Pada kasus retak tegangan geser pada permukaan beton
dengan FRP dengan cepat menghilang pada bagian sebelah kiri beban yang
lendutan rektangular balok beton bertulang yang diperkuat dengan FRP pada
Balok yang diuji adalah balok bentang tunggal diatas dua tumpuan sendi
d : 677 mm
tf : 3,00 mm
d2 : 73 mm
dengan memodel seperempat bagian balok yang mewakili keseluruhan balok dan
berikut:
Bidang datar tetap datar dan distribusi regangan elemen pada penampang
Tidak ada slip diantara baja tulangan dengan beton atau beton dengan FRP.
Beton hanya bekerja pada bagian desak saja dan hubungan antara teganga-
perbandingan antara metode variasi dan metode finit elemen. Dengan keseluruhan
Gambar 2.19
Hubungan beban-lendutan antara model variasi dengan model finit elemen
perilaku yang sangat baik dibandingkan dengan model variasi. Walaupun pada
tahap awal terjadi perbedaan perilaku beban-lendutan antara model finit elemen
dan model variasi, tetapi itu tidak terlalu signifikan. Perbedaan tersebut terjadi
karena tensile strength balok beton bertulang diperhitungkan pada model FE tetapi
pada model variasi diabaikan. Model variasi energi sangat efektif digunakan untuk
memprediksi besarnya lendutan pada setiap bagian balok beton yang diperkuat
dengan FRP.
M.Z. and Alam (2006), Raoof and Zang (1998), Alfano at.al. (2005), Garden et.al.
(1997), Changji at.al. (2003), Dewobroto (2005) dan Lamana at.al. (2004).
Berbagai konfigurasi penampang plat dan beban yang bekerja telah banyak diteliti
42
ultimit balok tetapi disisi lain mengurangi daktilitas. Lembaran yang direkatkan
namun kegagalan beton pada semua pengujian dan lepasnya perekat dari beton
Garden et.al. (1997) memodel balok beton bertulang dengan bentang satu
meter dengan empat titik beban seperti Gambar 2.20. Beton menggunakan semen
portland biasa dengan perbandingan air bebas : semen = 0,4 : 1 dan semen :
agregat kasar : agregat halus = 1 : 1,1 : 1,9. Diameter maksimum agregat kasarnya
variasi parameter yaitu aspek ratio plat (antara tebal dan lebar) dengan luas
Gambar 2.20
Geometri dan penampang melintang balok
balok tanpa plat perkuatan mengalami mode kegagalan biasa dengan retak karena
lendutan yang besar dengan momen yang konstan. Melelehnya baja tulangan
Retak geser juga terjadi, tetapi tidak begitu lebar sepanjang balok diberi tulangan
geser yang cukup. Semua kasus pada plat, kegagalan disebabkan oleh pemisahan
atau sisi lain dari balok beton bertulang menjadi sangat populer penggunaannya
sebagai perkuatan atau perbaikan. Mode kegagalan balok beton bertulang dengan
perkuatan bervariasi. Salah satu diantaranya yang paling kritis adalah putusnya
lembaran FRP. Penelitian oleh Changjie et.al. (2003) menyajikan metode numerik
menggunakan empat balok uji dan salah satu hasil pengujian dikomparasi dengan
balok beton bertulang dapat tersimulasi dengan baik dengan metode ini.
44
Dari empat balok uji, balok pertama diperkuat dengan lembaran Carbon
FRP (CB1), balok kedua dengan CFRP prategang (CB2), balok ketiga diperkuat
dengan lembaran CFRP dengan dua tulangan prategang didalam balok (PB1) dan
yang keempat diperkuat dengan lembaran CFRP prategang dan juga dengan dua
Gambar 2.21
Geometri dan penampang melintang balok
(Sumber: Changjie et.al., 2003)
bentang dengan pertimbangan geometri dan beban balok yang simetris. Beton
dimodel sebagai elemen yang solid, lembar FRP dan baja tulangan dimodel
sebagai elemen garis. Sebagai elemen garis (baja tulangan atau lembar CFRP)
dianggap melekat sempurna dengan beton, dan regangan baja tulangan (atau
pula untuk bantalan tumpuan dan beban dimodel sebagai elemen baja solid (pejal).
2.22 berikut:
Gambar 2.22
Komparasi antara pengujian dan pemodelan.
(Sumber: Changjie et.al., 2003)
keruntuhan balok beton bertulang dengan program yang berbasis metode elemen
dengan jelas dan material beton merupakan material heterogen dari semen, mortar
dan agregat batuan, yang properti mekaniknya bervariasi dan tidak terdefinisi
46
alasan pengujian ini mempunyai dokumentasi yang lengkap dan berkualitas tinggi.
Gambar 2.25
Setup Pengujian Balok Bench-mark (VecchioShim, 2004)
nol. Sedangkan pada keruntuhan geser menjadi berbeda, bagian kurva yang datar
menghasilkan kesulitan numerik yang sama. Proses perhitungan pada daerah itu
menjadi “fail”, yaitu iterasi yang menjadi tidak konvergen. Apabila hal tersebut
terjadi maka beban inkremental perlu diperkecil dan proses incremental ditambah.
47
kriteria kegagalan awal pada sistim perekatan, tujuan utama dari penelitiannya
adalah kegagalan desak beton setelah baja tulangan mengalami leleh pertama, dan
teoritis.
bertulang dengan disain mutu 21 MPa (C 21) dan 24 MPa (C 24). Bentang beton
spesimennya adalah 1220 mm, dengan luas penampang 153x153 mm2 dan dicetak
di laboratorium, disediakan oleh suplier lokal. Lembar FRP direkatkan sejauh 2.5
cm (1 inchi) dari tumpuan dan tidak mempunyai angker mekanis pada setiap
ujung FRP.
48
Gambar 2.26
Spesimen uji beton bertulang
(Sumber: Lamanna et.al., 2006)
Gambar 2.27
Skema pembebanan dan pengujian
(Sumber: Lamanna et.al., 2006)
Ukuran balok dan luas tulangan sama untuk semua pengujian, didisain
mengikuti peraturan ACI 138. Tulangan tariknya adalah 2 batang No. 4 grade 60,
untuk menjaga agar sengkang tetap berada pada posisinya selama proses
pengecoran.
FRP composite” yang bervariasi dan dibuat khusus untuk penelitian ini. Pengujian
untuk diaplikasikan dengan cepat sebagai perkuatan pada balok beton bertulang.
merupakan fungsi dari jenis perekat dan lebarnya, panjang dan jarak ujung ke
tumpuan. Awal retakan akibat penetrasi perekat dapat diamati hampir pada semua
pengujian, sampai pada jarak 76,2 mm. dari ujung balok uji. Retakan lebih
tertahan pada balok dengan perkuatan akibat meningkatnya momen ultimit yang
Pada beban batas, deformasi yang besar dan retak beton tampaknya
menurunkan efisiensi metode ini, tetapi pada semua pengujian beton dengan
dengan leleh sampai beban batas. Perkuatan beton bertulang dengan lembaran
balok T standar Bina Marga dengan variasi bentang 10, 15, 20 dan 25 meter.
Masing-masing bentang diberi perkuatan plat baja dengan variasi ketebalan 4,0
mm, 6,0 mm, 8,0 mm dan 10,0 mm. balok diuji dengan 3 (tiga) titik beban, dua
50
titik merupakan tumpuan sendi dan rol, sedangkan satu titik adalah posisi beban
titik di tengah bentang. Balok diuji sampai mencapai lendutan ijin. Balok, lem dan
plat dimodel dengan elemen bidang (surface element), sedangkan tulangan balok
kehandalan FEA LUSAS, Suta (2008) menggunakan model 2-D dan 3-D balok
sederhana yang diambil dari example FEA LUSAS dengan bentang 3300 mm,
antara 2-D dan 3-D yang diperoleh ditampilkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Perbandingan hasil beban-lendutan saat beban layan
bentang 10 m digunakan panjang plat 6000 mm dengan tebal 4,0 mm dan 6,0 mm
serta lebar 320 mm. Untuk bentang 15 m digunakan panjang 10200 mm, dengan
4,0 mm dan 6,0 mm tebal serta 350 mm lebar. Untuk bentang 20 m digunakan
panjang 13200 mm, dengan 6,0 mm dan 8,0 mm tebal serta 460 mm lebar. Untuk
bentang 25 m digunakan panjang 16200 mm, dengan tebal 8,0 mm dan 10,0 mm