Anda di halaman 1dari 17

1.

Pengkajian

a) Data Demografi Faktor-faktor yang mempengaruhi (Basic conditioning


factors)
Nama Tn. R

Usia 55 tahun

Status kesehatan Keluhan utama : klien masih dalam kondisi penurunan


kesadaran dengan tingkat kesadaran soporo coma, GCS = 7
(E1, V2, M4). TTV : TD 165/85 mmHg, N= 103 x/menit,
RR=22 x/menit, S=370C. Terapi oksigen kanul 3 L/menit.
IVFD Asering / 6 jam. Terpasang NGT dan kateter urin.

Riwayat penyakit :

Klien datang ke UGD RS X tadi pagi diantar oleh keluarga


dengan kondisi penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan,
klien demam dan mengeluh pusing sejak 1 hari yang lalu,
tangan dan kaki kiri lemas dan tidak dapat digerakkan.
Keluarga mengatakan, klien tidak mempunyai riwayat
hipertensi maupun diabetes mellitus. Pengkajian di UGD
didapatkan TTV : TD= 180/90 mmHg, N=114 x/menit,
RR=24 x/menit, S=380C. GDS=178 mg/dl. Terapi Oksigen
dengan nasal kanul 3 L/menit. IVFD Asering / 6 jam

Riwayat penyakit dahulu :

Keluarga mengatakan, klien tidak mempunyai riwayat


hipertensi maupun diabetes mellitus.

18
b) Self care requisites (Kebutuhan Perawatan diri secara umum)

Universal

Udara Pada Tn.R secara subyektif tidak dapat dikaji karena klien
mengalami penurunan kesadaran, Keluarga mengatakan
klien datang dengan kondisi tidak sadar dan klien demam
serta mengeluh pusing sejak 1 hari yang lalu. Pernafasan
klien normal RR 22 x/menit tetapi klien menggunakan
oksigen 3 lt/mnt. Thorax photo : cardiomegali,
atherosclerotic aorta. Tak tampak kelainan paru

Pernafasan adalah proses yang dikontrol oleh otak dan


batang otak. Gangguan pada system persyarafan yang
mengakibatkan penurunan kesadaran biasanya disertai
gangguan pernafasan. Perubahan kecepatan dan irama
pernafasan dapat disebabkan oleh proses yang berbeda-
beda. Kompresi pada medula dapat mengakibatkan
gangguan pernafasan dan kalau perluasan lesi cepat di
otak kecil dapat mengakibatkan henti nafas.

Obstruksi jalan nafas dan aspirasi merupakan komplikasi


yang umum terjadi pada klien dengan penurunan
kesadaran. Obstruksi jalan nafas mengakibatkan tidak
efektifnya pertukaran gas, yang selanjutnya
mengakibatkan retensi CO₂. Retensi CO₂ ini menyebabkan
vasodilatasi yang merupakan presipitasi terjadinya edema
otak dan akhirnya menyebabkan tekanan intrakranial
meningkat. Retensi ini juga menurunkan kadar O₂ di
arteri, juga yang dialirkan keotak. Gagal nafas dapat
terjadi jika klien mengalami insufisiensi pernafasan dan
tidak adekuatnya pertukaran gas. Gagal nafas dapat
dicegah dengan pemberian terapi oksigen dan bantuan
pernafasan.

Cairan Pada kasus Tn. R Terpasang IVFD Asering / 6 jam, ada


tanda dan gejala yang berkaitan dengan perubahan sistem
kordiovaskuler. Pada pemeriksaan TTV didapatkan TD
165/85 mmHg, N= 103 x/menit,. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb= 10,1 g/dl,. Hasil pemeriksaan
Radiologi Thorax photo didapatkan cardiomegali,
atherosclerotic aorta.

Pada klien dengan penurunan kesadaran umumnya


immobilisasi, maka dapat mengakibatkan terbentuknya
trombus pada vena, meningkatnya kerja jantung dan
hipotensi ortostatik. Pembentukan trombus dapat
disebabkan oleh statisnya pembuluh darah vena karena
kontraksi otot kaki tidak terjadi sehingga aliran balik vena
melambat yang menyebabkan terkumpulnya darah divena.

Peningkatan kerja jantung dapat disebabkan karena klien


cenderung berada pada posisi supine, jika posisi supine
diberikan dalam jangka waktu yang lama maka darah
yang biasanya terkumpul di ekstremitas akan berkumpul
didalam tubuh sehingga meningkatkan tahanan vaskuler
dan tekanan hidrostatik ke dalam jantung. Dampaknya
adalah isi sekuncup dan curah jantung meningkatkan yang
secara tidak langsung akan meningkatkan kerja jantung.

Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah


sistolik 25 mmhg dan diastolik 10 mmHg ketika klien
bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri.
Pada klien immobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi
volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas
bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-faktor
tersebut menyebabkan penurunan aliran balik vena, diikuti
oleh penurunan curah jantung yang terlihat pada
penurunan tekanan darah ( Perry & Potterr, 2006 )

Nutrisi Pada kasus Tn R, terpasang NGT. Diperoleh hasil


laboratorium GDS = 178.

Pengkajian pada sistem ini penting bagi perawat untuk


menentukan ada atau tidaknya disfungsi sistem
pencernaan. Perawat hendaknya menanyakan keluhan
yang berkaitan seperti adanya rasa nyeri, mual, muntah,
gas yang menumpuk ( begah ), perubahan pola BAB dan
karakteristik feces. Sedangkan pemeriksaan fisik untuk
mencari kesesuaian obyektif atas apa yang dikeluhkan
klien dengan membandingkan kondisi normal. Kelainan
pada sistem pencernaan dapat bersumber dari sistem
pencernaan sendiri atau dari luar sistem pencernaan
( Suzanne C. Smeltzer, 2005 ) pada klien stroke dapat
mengalami masalah nutrisi akibat penurunan kesadaran,
masalah eliminasi BAB karena immobilisasi, penurunan
kontraksi otot abdoment, dehidrasi. Komplikasi lain yang
dapat terjadi adalah perdarahan saluran cerna.
Perdarahan ini umumnya disebabkan karena produksi
asam lambung yang cukup banyak, iritasi asam lambung
akan menyebabkan perlukaan dan tidak jarang
mengakibatkan perdarahan saluran cerna.

Immobilisasi menggangu fungsi metabolik normal, antara


lain laju metabolik, metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, ketidakseimbangan cairan den elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium dan gangguan pencernaan.
Immobilisasi menyebabkan pelepasan kalsium kedalam
sirkulasi. ( perry & potter, 2006 ).

Eliminasi Pada kasus Tn R, klien terpasang kateter urine. Hasil


pemeriksaan laboratorium diperoleh Leukosit = 21,63
ribu/µI.

Pada klien stroke mungkin mengalami inkontinensia urin


sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Pada klien pasca stroke juga mengalami
atonik kandung kemih dengan kerusakan sensasi dalam
respon terhadap pengisian kandung kemih, bahkan dapat
terjadi kehilangan kontrol spingter urinarius eksternal
( www. pathophysiologystroke.com )

Eliminasi urin klien dapat berubah karena immobilisasi.


Pada posisi tegak lurus, urin mengalir keluar dari pelvis
ginjal lalu masuk kedalam ureter dan kandung kemih
dengan gaya gravitasi. Jika klien pada posisi datar, maka
ginjal dan ureter membentuk garis lurus sehingga
kontraksi peristeltik ureter tidak cukup kuat untuk
melawan gravitasi yang dapat menyebabkan statis urin,
kondisi ini memungkinkan klien immobilisasi mengalami
infeksi saluran kemih dan batu ginjal, batu ginjal dapat
terjadi karena pada klien immobilisasi terjadi gangguan
metabolisme kalsium. (( Perry & Potterr, 2006 )
Aktivitas istirahat Pada kasus Tn R, secara subjektif tidak dapat dikaji karena
klien mengalami penurunan kesadaran tetapi Keluarga
mengatakan, tangan dan kaki kiri lemas dan tidak dapat
digerakkan. Penurunan kekuatan otot

5555 0000
5555 0000

Pada klien stroke penting juga dikaji tentang kemampuan


motorik, karena stroke merupakan penyakit motor neurin
atas dan dapat mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Disfungsi motor paling sering
adalah hemiplegia ( paralisis pada salah satu
sisi ) karena lesi pada otak yang berlawanan Smeltzer &
bare, 2005 ). Pada klien dapat muncul pergerakan dan
postur motorik abnormal. Postur abnormal seperti fkeksi
dan ekstensi abnormal karena adanya hiperrefleksi, ini
disebabkan karena hilangnya kemampuan menghambat
dan mengontrol kontraksi otot. Postur abnormal lain
adalah dekortikasi yaitu dengan fleksi abnormal dari
telapak tangan, pergelangan tangan, dan jari-jari tangan
dalam posisi abduksi. Posisi kaki ekstensi penuh dan rotasi
internal, dengan telapak kaki fleksi. Deserebrasi
merupakan postur abnormal yang lain dimana kaki
ekstensi seperti kaki dekortikasi. Posisi lengan ekstensi
dan abduksi sedangkan tangan hiperpronasi.

Personal hygiene Keluarga mengatakan, klien demam dan mengeluh pusing


sejak 1 hari yang lalu, tangan dan kaki kiri lemas dan tidak
dapat digerakkan, Klien mengalami penurunan kesadaran
dengan tingkat kesadaran soporo coma, GCS = 7 (E1, V2,
M4).

Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui


kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi dan
penurunan stabilitas. Pengaruh lainnya terjadi pada
sistem skletal adalah gangguan metabolisme kalsium dan
gangguan mobilisasi sendi.

Immobilisasi menyebabkan 2 perubahan dalam sistem


sklelet: gangguan metabolisme kalsium dan kelainan
sendi. Immobilisasi dapat meningkatkan kecepatan
resorpsi tulang yang menyebabkan kalsium terlepas
kedalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya
hiperkalsemia.

Immobilisasi dapat mengakibatkan kontraktur sendi, yaitu


kondisi abnormal dan biasanya permanen yang ditandai
oleh sendi fleksi dan terfikasasi, hal ini disebabkan karena
sendi tidak digunakan, atrofi, dan pemendekan serat otot. (
Perry & Potter, 2006 )

Interaksi sosial Pada Kasus Tn R, klien datang ke RS dengan kondisi tidak


sadar. Untuk komunikasi klien terdengar hanya mengerang.
Hasil CT-Scan kepala : Infark lobus temporo occipital
kanan..

Kemampuan komunikasi penting juga untuk dikaji, karena


fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah
bahasa dan komunikasi. Gangguan komunikasi akibat
strioke adalah afasia, disatria dan apraksia tergantung
lokasi yang terganggu. Pengkajian persepsi juga penting
untuk dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan
disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang
pandang ) sisi yang terkena sama dengan sisi yang
mengalami paralysis ( Smeltzer & bare, 2005 ).

Pemeriksaan penunjang baik laboratorium, EKG dan


lainnya penting dilakukan karena untuk mengetahui sejauh
mana fungsi-fungsi organ tubuh mengalami gangguan dan
yang menjadi gold standar dari klien stroke yaitu CT Scan.
Karena dengan CT San kita dapat memastikan penyebab
terjadinya stroke dan area/lokasi/luas stroke yang terjadi
( Tjokronegoro & Hendra, 2002 dan Black & Hawk,
2005 )

Pencegahan bahaya a. Resiko Terhadap Cidera


Klien masih dalam kondisi penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Fisik : TTV : TD 165/85 mmHg, N= 103
x/menit, RR=22 x/menit, S=370C, Tingkat kesadaran
soporo coma, GCS = 7 (E1, V2, M4). Data Penunjang :
Hb= 10,1 g/dl, Leukosit = 21,63 ribu/µI. GDS = 178
mg/dl.
b. Upaya Pencegahan Cedera
Perawat memberikan perawatan total karena tingkat
ketergantungan pasien sangat tinggi
Kesejahteraan dan Penatalaksanaan pada kasus Tn R, diterapi dengan tirah
peningkatan fungsi baring dan penurunan rangsangan eksternal untuk
manusia
mengurangi kebutuhan oksigen serebrum. Dan dengan
Antikoagulan.

25

c) Developmental self care requisite


Developmental self care requisite

Memelihara Keluarga mengatakan, klien tidak mempunyai riwayat


lingkungan untuk hipertensi maupun diabetes mellitus. RR=22 x/menit,
proses penyembuhan S=370C. Hasil thorax foto Tak tampak kelainan paru.

Pencegahan terhadap Tn. R (55 tahun) datang ke UGD RS diantar oleh keluarga
kondisi yang dengan kondisi penurunan kesadaran.
mengancam
perkembangan normal
26

d) Health deviation self care requisite

Health deviation self care requisite

Kepatuhan regimentasi Keluarga mengatakan, klien tidak mempunyai riwayat


pengobatan hipertensi maupun diabetes mellitus. Hasil pengkajian
didapat TTV : TD 165/85 mmHg, N= 103 x/menit,
GDS=178 mg/dl.

Kesadaran terhadap Keluarga mengatakan, klien demam dan mengeluh pusing


masalah dan efek sejak 1 hari yang lalu, tangan dan kaki kiri lemas dan
samping pengobatan
tidak dapat digerakkan SMRS, klien tidak mempunyai
riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus, dan
keluarga membawa Tn R ke RS dalam kondisi penurunan
kesadaran.

Modifikasi gambaran Pada kasus Tn R, Tangan dan kaki kiri lemas dan tidak
diri terhadap perubahan dapat digerakkan, tingkat kesadaran soporo coma, GCS =
status kesehatan
7 (E1, V2, M4).

Penyesuaian gaya hidup Saat ini klien dirawat di ruang perawatan stroke. Hasil
terhadap perubahan pengkajian didapatkan klien masih dalam kondisi
status kesehatan dan
penurunan kesadaran dengan TTV : TD 165/85 mmHg,
regimentasi pengobatan
N= 103 x/menit, RR=22 x/menit, S=370C. Terapi oksigen
kanul 3 L/menit. IVFD Asering / 6 jam. Terpasang NGT
dan kateter urin. Pemeriksaan lab : Hb= 10,1 g/dl,
Leukosit = 21,63 ribu/µI. CT-Scan kepala : Infark lobus
temporo occipital kanan. Thorax photo : cardiomegali,
atherosclerotic aorta. Tak tampak kelainan paru. Klien
mendapat terapi Nifedipin 2 x 5 mg, Captopril 3 x 25 mg,
Paracetamol 3 x 500 mg, Brain act 2 x 500 cc, Levenox 2
x 1, Neuralgin 3 x 1 / kolf, Combivent 3 x 1 amp.

e) Diagnosa medis dan terapi

Diagnosa medis dan terapi

Diagnosa medis Stroke Non Hemorrage

Terapi Terapi yang diberikan, yaitu :

Nifedipin 2 x 5 mg,
Indikasi,. untuk pengobatan hipertensi sendiri atau dalam
kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya. pengobatan
dan pencegahan insufiensi koroner terutama angina
pektoris, hipertensi kronik dan hipertensi urgensis.

Dosis,. 30-60 mg sekali sehari (maksimum 90 mg / hari);


bila digunakan untuk hipertensi, nifedipine dapat
diberikan sampai maksimal 120 mg / hari.
Efek samping, Kadang-kadang mengakibatkan mual,
sakit kepala, palpilasi, takikardia, lemah, edema,
hipotensi, reaksi hipersensitif. Hiperplasia gingival,
Gangguan fungsi hati (intrahepalik cholestalis, kenaikan
transaminase) jarang terjadi dan reversibel pada
penghentian obat. Pada pria lanjut usia, pemberian jangka
panjang dapat menyebabkan pembesaran kelenjar
mammae (ginekomastia) yang hilang bila pengobatan
dihentikan.

Captopril 3 x 25 mg,

Indikasi, Hipertensi ringan – sedang, hipertensi berat


yang resisten terhadap pengobatan lain, gagal jantung
kongestif, post infark miokard, nefropati diabetik.

Dosis, pada hipertensi awal 12,5 mg 2x/hr; pada


gangguan ginjal awal 6,25 mg 2x/hr (dosis pertama
sebelum tidur); dosis pemeliharaan 25 mg 2x/hr,
maksimal 50 mg 2x/hr.

Efek samping, Hipotensi, pusing, letih, mual, diare, kram


otot, batuk kering, stomatitis, dipsnea, gangguan ginjal,
hiperkalemia, urtikaria dll.

Paracetamol 3 x 500 mg,


Indikasi,. obat penurun panas (analgesik) dan dapat
digunakan sebagi obat penghilang rasa sakit dari segala
jenis seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri pasca operasi,
nyeri sehubungan dengan pilek, nyeri otot pasca-trauma,
dll. Sakit kepala migrain, dismenore dan nyeri sendi

Dosis,.

Dosis Parasetamol Dewasa untuk Demam dan Nyeri:

 Pedoman umum: 325-650 mg diminum setiap 4


sampai 6 jam atau 1000 mg setiap 6 sampai 8 jam.

 Paling sering adalah Paracetamol 500mg tablet:


500 mg tablet oral setiap 4 sampai 6 jam

Dosis Paracetamol Anak untuk Demam dan Nyeri:

 <= 1 bulan: 10-15 mg/kg BB/dosis setiap 6


sampai 8 jam sesuai kebutuhan.

 > 1 bulan – 12 tahun: 10 – 15 m /kg BB/dosis


setiap 4 sampai 6 jam sesuai kebutuhan (maksimum: 5
dosis dalam 24 jam).

Efek samping, Ruam atau pembengkakan – ini bisa


menjadi tanda dari reaksi alergi, Hipotensi (tekanan darah
rendah), Kerusakan hati dan ginjal, gatal-gatal, kesulitan
bernapas, pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau
tenggorokan. Mual, sakit perut, dan kehilangan nafsu
makan, Air seni berwarna gelap, tinja berwarna tanah
liat, Jaundice (menguningnya kulit atau mata), Diare,
Keringat berlebihan, Kehilangan nafsu makan, Mual atau
muntah, Kram perut atau nyeri, Pembengkakan, atau
nyeri di perut atau perut daerah atas.

Brain act 2 x 500 cc,

Indikasi , Gangguan kesadaran yang menyertai


kerusakan/ cedera serebral.

Dosis, 100-500 mg 1-2 x/hari secara IV drip atau injeksi,


Pemberian : berikan pada saat makan atau diantara waktu
makan

Efek samping , hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala

Lovenox 2 x 1,
Indikasi,. Profilaksis gangguan tromboembolik vena
terutama pada bedah ortopedi atau bedah umum pada
pasien berisiko tinggi. Mencegah trombosis pada sirkulasi
ekstrakorporal selama hemodialisa. Terapi angina tidak
stabil & infark miokard gelombang non-Q jika diberikan
bersama dengan asetosal. Profilaksis penyakit
tromboembolik vena pada pasien yang hrs berbaring terus
di tempat tidur, dengan faktor risiko sedang sampai
tinggi.

Dosis,. Mencegah tromboemboli sehari 20 mg SK pada


pasien dengan risiko sedang & 40 mg/hari pada risiko
tinggi. Pd bedah umum suntikan awal diberikan 2 jam
sblm operasi. Pd bedah ortopedi suntikan awal hrs
diberikan 12 jam sblm operasi. Lanjutkan pengobatan 7-
10 hari stlh op. Hemodialisa 1 mg/kg BB ke dalam arteria
dr sirkuit dialisa pada 4 jam awal. Fresh injeksi 0.5-1
mg/kg BB hrs diberikan bila cincin fibrin terbentuk.
Terapi trombosis vena dlm 1 mg/kg SK 2 x/hari. Angina
tidak stabil & infark miokard non-Q wave 1 mg/kg SK
tiap 12 jam diberikan bersama asetosal oral 100-325 mg 1
x/hari. Terapi hrs diberikan min 2 hari s/d keadaan klinis
stabil (biasanya 2-8 hr). Profilaksis pada pasien yang hrs
berbaring terus di tempat tidur 4000 anti-Xa/0.4 mL 1
x/hari secara injeksi SK selama 6-14 hari.

Efek samping, Gejala perdarahan, trombositopenia.


Jarang: hematoma & nekrosis kulit pada tempat injeksi;
alergi pada kulit atau reaksi alergi sistemik.

Neuralgin 3 x 1
Indikasi,. Meringankan rasa nyeri pada sakit kepala, sakit
kepala pada migrain, nyeri otot, sakit gigi dan nyeri haid.
efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik
(menurunkan demam), dan anti-inflamasi (mengurangi
proses peradangan).

Dosis, Neuralgin tersedia dalam bentuk tablet. Satu tablet


neuralgin mengandung metamphiron 500 mg, vitamin B1
50 mg, vitamin B6 10 mg, vitamin B12 10mcg, dan
kafein 50 mg. Dosis untuk dewasa ialah satu hingga dua
tablet per hari, selama tiga hingga empat hari. Sedangkan
dosis untuk anak-anak di atas usia 14 tahun ialah setengah
hingga satu tablet per hari. Hindari pemberian untuk anak
di bawah usia 14 tahun..

Efek samping,

Alergi, Kemerah-merahan dan gatal pada kulit, Bengkak,


Sakit kepala, Mual, muntah, Nyeri ulu hati, Berdebar-
debar, Keringat berlebihan, Peningkatan tekanan darah,
Urine berwarna oranye.

Combivent 3 x 1 amp.

Indikasi, Bronkospasme yang berhubungan dengan


PPOK pada pasien-pasien yang diterapi dengan
ipratropium Br & salbutamol.
Dosis, Unit vial dosis Dws 1 unit vial dosis 3-4 x/hari.
Efek samping, Sakit kepala, pusing, gelisah, takikardi,
tremor halus pada otot rangka, palpitasi, hipokalemia
serius. mual, muntah, berkeringat, otot lemah,
mialgia/kram otot. Mulut kering, disfonia, komplikasi
pada mata, reaksi tipe alergi.

Terapi oksigen kanul 3 L/menit.


Indikasi,
Dosi,
Efek samping,

IVFD Asering / 6 jam.

Komposisi, Per L Na 130 mEq, K 4 mEq, Cl 109 mEq,


Ca 3 mEq, Asetat 28 mEq.

Indikasi, terapi cairan pengganti untuk kehilangan cairan


secara akut.

Dosis, individual.

Efek samping: demam, infeksi pada tempat injeksi,


thrombosis pada vena atau flebitis pada tempat injeksi,
hipervolemia.

Hasil pemeriksaan Pemeriksaan lab :


diagnostic
Hb= 10,1 g/dl, Leukosit = 21,63 ribu/µI.

CT-Scan kepala :

Infark lobus temporo occipital kanan. Thorax photo :


cardiomegali, atherosclerotic aorta. Tak tampak kelainan
paru.

a) Keseimbangan pemasukan oksigen


i) Pemasangan terapi oksigen sesuai kebutuhan
ii) Suction
iii) Fisioterapi dada
iv) Aspiration precautions
b) Keseimbangan pemasukan air
i) Pemasangan IV line
ii) Monitoring keseimbangan intake dan output cairan
iii) Monitoring keseimbangan elektrolit
iv) Precaution terhadap dehidrasi
c) Keseimbangan pemasukan makanan
i) Penatalaksanaan Total Parenteral Nutrition
ii) Monitoring keseimbangan intake dan output makanan
iii) Pemasangan Naso Gastric Tube
iv) Pemberian sonde feeding
v) Precaution terhadap kekurangan nutrisi
d) Pengeluaran melalui proses eliminasi
i) Pemasangan kateter
ii) Bowel management
e) Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
i) Ambulasi
ii) Exercise therapy joint mobility and muscle control (ROM pasif)
f) Pencegahan dan upaya menghadapi resiko yang mengancam kehidupan
dan kesehatan
i) Aspiration precautions
ii) Manjemen delirium
iii) Manajemen lingkungan yang aman
iv) Pencegahan terhadap cedera
v) Kontrol dan perlindungan terhadap infeksi

vi) Perawatan luka


vii) Monitor tanda-tanda vital
g) Memfasilitasi perawatan diri klien
i) Perawatan rambut, kuku dan kulit.
ii) Memandikan dan mencuci rambut klien
iii) Ganti pakaian klien
h) Manajemen obat
Medication administrasi parental

Anda mungkin juga menyukai