Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Proposal Konas II
Rabu, 23 Oktober 2019

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI


ADJUVAN TERHADAP PERBAIKAN GEJALA KLINIS DEPRESI

Dibawakan oleh :

Mirna M.Zain
( C106 216 206 )

Pembimbing :

dr. Hawaidah, Sp.KJ(K)

Penasehat Akademik :

dr. Rinvil Renaldi, M.Kes, Sp.KJ(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan Proposal Konas II “Pengaruh


Pemberian Probiotik Sebagai Terapi Adjuvan Terhadap Perbaikan Gejala Klinis Depresi” di
Konferensi Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 23 Oktober 2019

Jam : 08.00 – Selesai

Tempat : Ruang Pertemuan Psikiatri RSKD Prov. Sulsel

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Depresi adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkembang.1 Depresi


adalah gangguan mental yang umum, yang bisa berlangsung lama atau berulang, secara
substansial mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-
hari mereka. Orang-orang dengan suasana hati yang tertekan dapat merasa sedih,
cemas, kosong, putus asa, tidak berdaya, tidak berharga, bersalah, mudah tersinggung,
malu atau gelisah. Mereka mungkin kehilangan minat dalam aktivitas fisik, kehilangan
nafsu makan atau makan berlebihan, memiliki masalah berkonsentrasi, mengingat
detail atau membuat keputusan dan, bahkan lebih serius, dapat mencoba atau bunuh
diri. Hampir 20% dari populasi, pada titik tertentu dalam hidup mereka, akan menderita
depresi. Saat ini, ada 350 juta orang yang dilanda depresi, dan ruang lingkup populasi
yang terpengaruh oleh depresi semakin meluas.2 Organisasi Kesehatan Dunia saat ini
memperkirakan bahwa depresi mempengaruhi lebih dari 350 juta orang di seluruh
dunia dan menyebabkan sekitar 7,5% dari tahun-tahun sehat hilang karena cacat
(WHO, 2017).1 Riset Kesehatan Dasar Kemenkes 2018 mencatat, angka prevalensi
depresi di Indonesia untuk kelompok usia lebih dari 15 tahun sebesar 6,1 persen atau
11.315.500 orang.

Pada tahun 2001, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa


probiotik, sebagai mikroorganisme hidup, ketika dikonsumsi dalam jumlah tertentu,
menyebabkan manfaat kesehatan bagi inang.2 Menurut Abhari dan Hosseini (2018),
serta Kane dan Kinzel (2018), usus dapat mempengaruhi otak dengan cara yang
berbeda. Salah satu pengaruh tersebut adalah melalui kemampuan probiotik untuk
mengeluarkan neurotransmiter seperti asam gamma-aminobutyric (GABA), serotonin
dan katekolamin yang mampu menghambat transmisi impuls saraf pada sistem saraf
pusat (SSP). Kedua, probiotik memiliki kemampuan untuk memperbaiki sumbu
hipotalamus-hipofisis-adrenal disfungsional (HPA axis). Ketika dalam kondisi stres,
HPA axis akan diaktifkan dan menyebabkan kelenjar adrenal untuk mengeluarkan
kortisol. Probiotik dapat mengubah disfungsi ini dan membantu untuk menurunkan
Depresi.3

3
Meskipun ada strain probiotik berbeda, Bifidobacterium dan strain
Lactobacillus yang umum digunakan dalam produksi komersial.3 Banyak penelitian
telah dilakukan selama satu dekade menggunakan sampel manusia dan hewan untuk
menyelidiki hubungan antara probiotik dengan depresi, tetapi hasil yang didapatkan
tidak konsisten. Pada penelitian yang dilakukakan oleh Akkash et.al. didapatkan adanya
penurunan skor BDI pada kelompok perlakuan yang mendapatkan probiotik.4 Tetapi
pada penelitian yang dilakukan oleh chung et.al didapatkan tidak ada efek yang
signifikan pada kelompok probiotik. Meskipun beberapa penelitian didapatkan hasil
yang signifikan tetapi dibeberapa penelitian tidak menimbulkan efek. 5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah pada


penelitian ini adalah:

Bagaimana pengaruh pemberian probiotik sebagai terapi adjuvan terhadap perbaikan


klinis depresi.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
probiotik sebagai terapi adjuvan terhadap perbaikan klinis depresi.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengukur Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) pada kelompok perlakuan


yakni pasien depresi yang mendapat terapi antidepresan fluoxetine sebelum
mendapat terapi adjuvan probiotik.

b. Mengukur Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) pada kelompok kontrol


yakni pasien depresi yang mendapat terapi antidepresan fluoxetine tanpa
adjuvan probiotik.

4
c. Mengukur Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) pada kelompok perlakuan
setelah minggu 4 dan 8.

d. Mengukur Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) pada kelompok kontrol


setelah minggu 4 dan 8.

e. Membandingkan penurunan Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) pada


kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

1.4. Hipotesis Penelitian

Terdapat penurunan nilai Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) yang


mendapat terapi Adjuvan probiotik lebih baik dibandingkan tanpa terapi adjuvan.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah terutama pada
bidang psikofarmakoterapi tentang pengaruh probiotik sebagai terapi adjuvan
terhadap perbaikan gejala klinis depresi.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam
memberikan terapi farmakologik adjuvan pada pasien depresi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Derpresi

Depresi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh setidaknya satu episode depresi
yang berlangsung setidaknya 2 minggu dan melibatkan perubahan yang jelas dalam
suasana hati, minat dan kesenangan, perubahan dalam kognisi dan gejala vegetatif.6
Gangguan depresi mayor memiliki prevalensi 12 bulan sebesar 6,6% dan prevalensi
seumur hidup 16,2%, dua kali lebih umum pada wanita dibandingkan pada pria, dan
menyebabkan kerusakan yang cukup besar. Gangguan tidak hanya menghasilkan
penurunan kesehatan yang setara dengan penyakit kronis lainnya (misalnya, angina,
radang sendi, asma, dan diabetes), tetapi juga memburuk. berarti skor kesehatan secara
substansial lebih banyak ketika komorbiditas dengan penyakit-penyakit ini, daripada
ketika penyakit terjadi sendiri. 7

Tidak ada penyebab tunggal dalam depresi. Setiap orang dapat mengalami
depresi karena berbagai penyebab dan karena berbagai pencetus yang berbeda. Individu
yang mengalami depresi dapat dilihat dari faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor
sosial dalam berbagai variasi kualitas dan derajat serta proporsi antara ketiga faktor
tersebut. 8

2.1.1. Neurobiologi Depresi

Penelitian genetik, molekuler, dan neuroimaging terus berkontribusi terhadap


kemajuan dalam pemahaman kita tentang dasar neurobiologis dari gangguan depresi
mayor. Namun, sejauh mana temuan dari studi neurobiologis dapat membantu
meningkatkan hasil klinis dan fungsional individu dengan gangguan masih belum pasti.
Dengan demikian, dalam 5 tahun terakhir, penelitian neurobiologis depresi telah
menjadi dua tingkat untuk: (1) memahami patofisiologi penyakit; dan (2)
mengidentifikasi tindakan neurobiologis untuk memandu pilihan pengobatan.7

Menurut studi sebelumnya, saluran limbic-cortical-striatal-pallidal-thalamic, yang


terhubung ke hippocampus, amygdala, nukleus caudatus, putamen, dan frontal korteks,
dianggap sebagai sirkuit neuroanatomikal kunci dalam depresi. 9

6
Teori neurobiologik depresi memfokuskan pada abnormalitas neurotransmitter
golongan monoamin yaitu norepinefrin (NE) dan serotonin (5HT). Serotonin (5-
hydroxytryptamine: 5‐HT) disintesis oleh neuron 5HT di batang otak dorsal dan raphe
nuclei medial. Triptofan merupakan prekursor dari serotonin. Pada pasien depresi
ditemukan penurunan tritofan, sehingga terdapat penurunan serotonin. Selain itu, dari
penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor post-sinap
5HT1A dan 5HT2A pada pasien depresi. 6.8

Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh rendahnya


kadar norepinefrin otak. Pada beberapa pasien depresi ditemukan kadar 3-metoxy-4-
hydroxy-phenilglicol (MHPG) yang rendah. MHPG merupakan metabolit utama
norepinefrin. Selain itu pada pasien depresi juga ditemukan dopamin yang rendah. Pada
beberapa penelitian ditemukan gangguan depresi lebih tinggi pada anggota keluarga
dengan gangguan depresi dibanding populasi umum. 10

Pada depresi terjadi disregulasi Hypothalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA)


dan menyebabkan terjadinya hiperaktivitas HPA, yang ditandai dengan pelepasan
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) dari hipotalamus. Pelepasan CRH dari
hipotalamus juga dirangsang oleh noradrenergik, serotonin, dan kolinergik, serta
dihambat oleh gamma-aminobutyric-acid (GABA) dan α-adrenergik agonis.
Peningkatan CHR menyebabkan peningkatan rangsang pada hipofisis anterior untuk
mensekresikan adrenocorticotropin hormone (ACTH). Pelepasan ACTH selain oleh
CRH juga ditentukan oleh konsentrasi kortisol plasma, stres fisik atau patologik, dan
siklus tidur bangun. ACTH merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.
Hipersekresi ACTH yang berlangsung lama dapat menimbulkan hiperaktivitas kelenjar
adrenal, sehingga dapat terjadi penambahan volume dan berat kelenjar adrenal. Sekitar
95% kortisol yang ada dalam sirkulasi terikat dengan α-globulin dan disebut transkortin
atau corticosteroid-binding globulin (CBG). Sebagian kecil kortisol bebas yang ada
dalam plasma berfungsi untuk memberikan efek umpan balik negatif terhadap sekresi
CRH dan ACTH, dan berfungsi menghambat sintesis dan pelepasan CRH dan
ACTH.6.9.10

7
Gambar 1. System biologi pada depresi mayor6

2.1.2. Penggunaan Fluoxetine Pada Depresi

Fluoxetine merupakan anti depresan golongan Serotonin Selective Reuptake


Inhibitor (SSRI) yang memiliki efek samping gastrointestinal paling kecil. Obat ini
mempunyai profil efek samping yang lebih baik dengan efek sedasi minimal, hipotensi,
dan efek antikolinergik, dan mungkin dapat menyebabkan penurunan berat badan
daripada penambahan berat badan. Fluoxetine memiliki waktu paruh yang panjang
sehingga tidak menimbulkan efek withdrawal. Dosis terapeutik Fluoxetine antara 20-60
mg/hari dengan waktu paruh 24 sampai 72 jam. Pada pasien ini diberikan Fluoxetine
dengan dosis 20 mg/hari, dengan alasan dosis tersebut adalah dosis terapeutik, dengan
dosis terapeutik yang kecil maka efek samping ke gastrointestinal juga akan lebih
kecil.11

8
Kemampuan fluoxetine menghambat ambilan serotonin 23 kali lebih kuat
dibandingkan dengan menghambat ambilan norepinefrin. Afinitas muskarinik
kolinergik, histamine,5-HT1 atau 5-HT2 kurang.8

2.2. Probiotik

Tubuh manusia terdiri dari sistem biologis yang kompleks; dengan lebih dari
90% sel mikrobiota dan 10 juta gen mikrobiota, memiliki lebih dari 100 triliun
bakteri, 10 kali jumlah sel tubuh manusia, 150 kali jumlah gen manusia, 1.000
spesies, dan lebih dari 7.000 strain. Saluran usus adalah daerah yang paling banyak
dengan konsentrasi bakteri mulai dari 10 hingga 1.000 bakteri per gram di bagian atas
jalur usus, hingga 1011-1012 bakteri per gram di usus besar, di antaranya Firmicutes
dan Bacteroidetes menghadirkan kelompok utama. Sebaliknya, usus janin steril,
kolonisasi bakteri awal saat lahir berasal dari mikrobiota ibu, dan mikrobiota usus
orang dewasa terdiri dari kg 1 kg bakteri, virus, protozoa, jamur, dan archaea.12

Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang


menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup
dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal pada saat masuk dalam
saluran pencernaan. Menurut Food and Agriculture Organization/World Health
Organization (FAO/WHO) (2001), idealnya strain probiotik seharusnya tidak hanya
mampu bertahan melewati saluran pencernaan tetapi juga memiliki kemampuan untuk
berkembang biak dalam saluran pencernaan, tahan terhadap cairan lambung dan cairan
empedu dalam jalur makanan yang memungkinkan untuk bertahan hidup melintasi
saluran pencernaan dan terkena paparan empedu. Selain itu probiotik juga harus
mampu menempel pada sel epitel usus manusia, mampu membentuk kolonisasi pada
saluran pencernaan, mampu menghasilkan zat anti mikroba (bakteriosin), dan
memberikan pengaruh yang menguntungkan kesehatan manusia. Syarat lainnya adalah
tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi. Strain probiotik juga harus tahan dan
tetap hidup selama proses pengolahan makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan
pada produk makanan, dan tahan terhadap proses psikokimia pada makanan. Jenis
mikroorganisme yang dominan terdapat pada saluran pencernaan manusia. Dapat
dilihat pada tabel berikut.13

9
Tabel 1. Distribusi dan Komposisi mikroflora intestinal

Microbiota dapat mengeluarkan banyak jenis neurotransmiter, misalnya


subspesies Lactobacillus dapat mengeluarkan asetilkolin (mengatur memori,
perhatian, pembelajaran dan suasana hati), Streptococcus, Escherichia coli dan
Enterococcus dapat mensekresi 5-HT, dan Bacilli dan Serratia dapat mensekresi
dopamin.14 Lactobacillus dan Bifidobacterium saat ini dikatakan memiliki efek yang
menguntungkan pada respon stress dan depresi.15 Beberapa mikrobiota usus seperti
Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium infantis, Streptococcus telah membuktikan
efek terapi penyakit mental melalui sekresi neurotransmiter (asam gamma-
aminobutirat [GABA], 5HT, glycine, ekspresi catabolekul atau regulator). Molekul
neuroaktif yang dikeluarkan oleh mikrobiota usus memiliki kemampuan mengatur
sinyal neuron dan dapat memengaruhi parameter neuropsikiatrik seperti tidur, nafsu
makan, suasana hati, dan kognisi. 14

Pada laporan kasus pada tahun 1924, Pasien dengan gangguan kesehatan
mental tampaknya memiliki tingkat Lactobacillus acidophilus yang sangat rendah
sehingga dokter di Illinois melaporkan bahwa Lactobacillus acidophilus oral
meningkatkan corak pada gangguan kesehatan mental, dinyatakan bahwa pada pasien
tertentu bahkan tampaknya berkontribusi terhadap perbaikan mental.16 Penelitian pada

10
tikus menunjukkan B. Longum subspesialis longum strain dapat menormalkan
perilaku seperti depresi dan kecemasan dan factor neurotropik yang berasal dari
Hipocampal otak. 17

Dosis probiotik yang memiliki efek yang signifikan dari probiotik belum
diketahui (Minelli & Benini, 2008). Namun, seperti Minelli dan Benini (2008)
menyebutkan bahwa probiotik dosis 1 × 10 7-9 CFU / mg per hari efektif pada manusia
untuk konsumsi sehari-hari. Berbagai macam dosis untuk Lactobacillus sp. dan
probiotik lain telah dipelajari dalam uji klinis. Sebagian besar penelitian meneliti
dosis dalam kisaran 1 hingga 20 miliar CFU per hari, meskipun dosis tepat untuk
indikasi spesifik bervariasi dalam kisaran ini. Umumnya, dosis probiotik yang lebih
tinggi (mis., Lebih dari 5 miliar CFU per hari pada anak-anak dan lebih dari 10 miliar
CFU per hari pada orang dewasa) dikaitkan dengan hasil penelitian yang lebih
signifikan. Tidak ada bukti bahwa dosis yang lebih tinggi tidak aman; Namun, mereka
mungkin lebih mahal dan tidak perlu.3

2.2.1 Neurobiologi Probiotik

Hubungan dua arah antara usus dan otak telah disebut sebagai gut-brain axis,
yang dimediasi melalui sistem saraf otonom dan saraf enterik (ENS). Selain itu, jalur
monoaminergik, Axis simpatis-adrenal dan Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA)
memediasi antara usus dan otak. Output ke gut dari brain dihasilkan oleh amigdala
dan hipotalamus, yang pada gilirannya menerima sinyal dari jaringan kortikal yang
mencakup medial prefrontal cortex dan anterior cingulate cortex. Jaringan ini
bertanggung jawab untuk integrasi dan transmisi informasi tentang homeostasis di

11
saluran pencernaan, nyeri visceral dan asupan makanan. ENS terdiri dari 200-600 juta
neuron, sebagai mekanisme untuk mengkomunikasikan kebutuhan homeostatis ke
otak, termasuk distensi mekanis dan kebutuhan nutrisi. Neuron aferen primer, sel
enteroendokrin, dan sel imun terdiri dari mekanisme melalui mana informasi
dikodekan dalam usus. Usus dipersarafi oleh aferen vagal, banyak di antaranya
berakhir di dekat sel enteroendokrin dan merespons neuropeptida; terminal saraf ini
dikeluarkan sebagai respons terhadap kejadian mekanik dan kimia di lumen,
menyebabkan rasa kenyang atau lapar. Usus juga dipersarafi oleh aferen tulang
belakang, yang memberikan informasi yang diperlukan untuk melakukan peristaltik
dan refleks tulang belakang lainnya.18

Aferen primer intrinsik adalah jalur komunikasi utama dalam usus. Pada
gilirannya, modulasi otak fisiologi usus sangat luas, dengan sejumlah jalur, misalnya
jalur nosiseptif, jalur yang bertanggung jawab atas homeostasis, dan konsumsi
makanan. Sel enteroendokrin adalah yang pertama untuk mengintegrasikan informasi
dari berbagai rangsangan yang berasal dari distensi mekanis usus dan perubahan
kimia, memberikan hasil pengaturan penting untuk proses ENS pencernaan.
Pensinyalan terkait kekebalan memiliki fungsi penyeimbangan penting sebagai
responsif terhadap organisme patogen asing, namun toleran terhadap bakteri
komensal. Aferen vagal tertentu memiliki reseptor yang memungkinkan mereka
untuk merespon produk yang berasal dari sel mast dan makrofag, yang mengarah ke
aktivasi respon imun. Ini termasuk histamin, serotonin dan hormon pelepas
kortikotropin (CRH) serta subtipe sitokin yang berbeda Selain itu sejumlah katabolit
triptofan, seperti kynurenine dan asam quinolinic mungkin memiliki efek
depresogenik, ansiogenik dan neurotoksik. 18

12
Gambar 2. Gut – Brain Axis16

2.3 Depresi dan Probiotik

Mekanisme relatif probiotik adalah mengatur kapasitas mikrobiota usus, menjaga


integritas penghalang usus, mencegah translokasi bakteri dan mengatur reaksi
peradangan lokal melalui sistem kekebalan terkait usus. Probiotik dapat mengatur
konstitusi mikrobiota usus.3

Stres akut berkaitan dengan pelepasan kortison melalui HPA axis, respons
biologis terhadap stresor mendadak, sementara stres kronis terkait dengan peningkatan
keseimbangan HPA aksis. Efek stres akut terbatas karena keadaan stabil relatif lama
mikrobiota, tetapi stres kronis dapat mengganggu keseimbangan jenis ini.12

Stres dapat menyebabkan perubahan mikrobiota dan perubahan mood melalui


HPA axis. Corticotrophin-releasing factor (CRF) dan reseptor CRF dapat memainkan
peran penting dalam perubahan permeabilitas usus yang disebabkan oleh stres. Untuk
stres akut, permeabilitas kolon meningkat dan berhubungan dengan perkembangan
sensitivitas hipersensitvisvisal. O'Mahony et al. menemukan bahwa mikrobiota dalam
tinja tikus maternal berubah, di samping itu tingkat kortison meningkat, proinflamatori

13
sitokin tumor necrosis factor alpha (TNFα), Interferon-γ (IFN-γ) meningkat dan
Interluekin-6 (IL-6) juga mengalami peningkatan Sitokin proinflamatori, IL-6 adalah
aktivator HPA axis, aktivasi yang konsisten dari aksis ini dapat menyebabkan down
regulation dari reseptor glukokortikoid, yang berhubungan dengan mekanisme umpan
balik dari HPA axis, dan lebih jauh mengarah pada aktivasi berlebihan HPA axis yang
membuatnya lebih sulit untuk menghambat reaksi peradangan, ini mungkin menjelaskan
peningkatan kortison dan inflamasi. Sitokin. Park et al. menemukan bahwa tikus model
depresi dan kegelisahan menunjukkan perubahan dalam pergerakan kolon dan
mikrobiota usus, sementara itu neuropeptida motorik, hormon usus, serotonin (5-HT)
juga meningkat yang bisa menjadi faktor dugaan perubahan dalam pergerakan usus. Pada
tikus-tikus ini, ekspresi hormon pelepas kortikotropin (CRH) meningkat di daerah inti
paraventrikular hipotalamus. Sebaliknya, pemberian CRH ke tikus normal menunjukkan
perubahan perilaku dan usus mirip dengan perubahan yang disebabkan oleh stres, sangat
menunjukkan bahwa depresi adalah hasil dari perubahan mikrobiota usus melalui HPA
axis. 12

Mikrobiota dapat meredakan depresi dan kecemasan. Bravo et al. menemukan


bahwa Lactobacillus rhamnosus dapat mengurangi peningkatan kortison yang
disebabkan oleh stres. Studi lain menemukan hasil yang serupa bahwa penggunaan
antidepresan dapat mencegah peningkatan kortison yang disebabkan oleh uji stres renang
paksa. Ada juga penelitian yang melaporkan bahwa Lactobacillus dan Bifidobacterium
dapat membalikkan regulasi HPA axis.Semua studi ini menunjukkan bahwa stres
mengaktifkan aksis HPA dan meningkatkan level kortison yang menyebabkan
peningkatan tingkat depresi, pergerakan usus dan perubahan mikrobiota usus. Namun,
mikrobiota usus juga dapat menghambat peningkatan kortison melalui sumbu HPA untuk
mengurangi depresi. Oleh karena itu, aksis HPA memainkan peran penting dalam
regulasi dua arah aksis usus.12

Microbiota dapat mengeluarkan banyak jenis neurotransmiter, misalnya


subspesies Lactobacillus dapat mengeluarkan asetilkolin (mengatur memori, perhatian,
pembelajaran dan suasana hati), Candida, Streptococcus, Escherichia coli dan
Enterococcus dapat mensekresi 5-HT, dan Bacilli dan Seratia dapat mensekresi dopamin.
Beberapa mikrobiota usus seperti Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium infantis,
Candida, Streptococcus telah membuktikan efek terapi penyakit mental melalui sekresi
neurotransmiter (asam gamma-aminobutirat [GABA], 5HT, glycine, ekspresi catabolekul

14
atau regulator). Molekul neuroaktif yang dikeluarkan oleh mikrobiota usus memiliki
kemampuan mengatur sinyal saraf dan dapat memengaruhi parameter neuropsikiatrik
seperti tidur, nafsu makan, suasana hati, dan kognisi. 12

Beberapa perubahan neurotransmitter dalam keadaan stres mungkin tidak


disebabkan oleh stres itu sendiri, tetapi oleh mikrobiota usus. Depresi dikaitkan dengan
penurunan regulasi metabolisme triptofan yang ditunjukkan oleh peningkatan rasio
plasma kynurenine/triptofan.12

Faktor intrinsik adalah sistem saraf usus yang juga disebut otak kedua yang
terdiri dari 200-600 juta neuron. Sistem saraf usus juga dikontrol oleh faktor ekstrinsik
termasuk cabang saraf simpatis dan cabang saraf simpatis visceral. Nervus vagus adalah
koneksi utama antara otak dan saluran usus proksimal, saraf parasimpatis
menghubungkan sepertiga bagian distal kolon ketiga. Sambungan humoral termasuk
aksis HPA, yang bertanggung jawab untuk mengatur respons stres dan sel endokrin usus,
mensekresi neuropeptida dan peptida usus yang bertindak secara lokal dan melalui
nervus vagus dan sumsum tulang belakang berbeda atau sawar darah otak untuk
bertindak pada otak. Bravo et al. menunjukkan bahwa L. rhamnus mengatur reaksi
perilaku dan fisik melalui nervus vagus, dengan mengatur GABA. Penelitian sebelumnya
telah menunjukkan Amigdala dapat mengatur perilaku ketakutan dan kegelisahan, yang
mengindikasikan bahwa berkurangnya subtipe reseptor GABA yang diinduksi oleh L.
rhamnush sebagai keuntungan adaptif dalam keadaan stres, dan perbedaan ekspresi
GABA pada tikus hippocampus setelah pemberian L. rhamnus juga bisa menjelaskan
perilaku kecemasan dan depresi yang diamati. Ketidakseimbangan ekologis patologis
dapat meningkatkan aktivitas saraf vagus usus, memicu reaksi peradangan usus tingkat
rendah yang mengarah pada perilaku seperti kecemasan dan depresi pada hewan, tetapi
pada hewan vagotomi gangguan perilaku semacam ini tidak terlihat. Beberapa studi
menunjukkan bahwa pemberian probiotik Bifidobacterium longum pada tikus yang
memiliki saraf vagus yang utuh dapat mencegah reaksi peradangan usus yang
berhubungan dengan perilaku seperti kecemasan dan depresi, tetapi bagi mereka yang
melakukan vagotomi setelah reaksi inflamasi kronis tingkat rendah, efek antidepresan
tidak diamati. Dengan kata lain, saraf vagus dapat dilihat sebagai jalur perubahan
perilaku, mengalami kecemasan dan depresi (melalui reaksi peradangan usus) melalui
probiotik.12

15
Ketidakseimbangan dalam saluran usus dan perubahan permeabilitas
menyebabkan produksi sejenis endotoksin proinflamatori - lipopolysaccharide (LPS),
yang dapat memasuki sistem darah. LPS penting untuk mengatur sistem saraf,
meningkatkan aktivitas amigdala yang bertanggung jawab untuk mengatur emosi,
memengaruhi aktivitas fisik otak dan mengatur produksi neuropeptida lebih lanjut. LPS
bila diberikan kepada orang sehat dapat menghasilkan peradangan. sitokin dan
meningkatkan norepinefrin dalam plasma, yang telah dikaitkan dengan mortalitas depresi
yang tinggi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil LPS
dapat menyebabkan gejala kecemasan akut dan depresi, defisit kognisi dan peningkatan
sensitivitas nyeri visceral. 12

Peradangan yang diinduksi oleh LPS dapat meningkatkan ketekolamine 2,3


dioksigenase (sejenis enzim penguraian tryptophan melalui jalur kynurenine), yang
berkorelasi positif dengan gejala depresi. Bukti menegaskan bahwa depresi disertai
dengan aktivasi respon inflamasi, sitokin proinflamatori, dan LPS juga dapat
menyebabkan gejala depresi. Peningkatan migrasi bakteri Gram-negatif memicu
disfungsi mukosa usus memainkan peran penting dalam peradangan perubahan patologis
depresi. 12.18

Stres dapat menyebabkan perubahan fungsi penghalang usus, memungkinkan


molekul berbeda untuk masuk ke dalam darah dan sistem kekebalan tubuh. Stres dapat
menghasilkan reaksi proinflamatori dan menghasilkan proinflamatori IL-1 dan IL6
tingkat tinggi. Sebuah penelitian mengklaim bahwa depresi berhubungan dengan
peningkatan penanda bio inflamasi seperti IL-6, TNF-α dan protein C-reaktif. Baru-baru
ini depresi didefinisikan kembali menjadi ekspresi klinis dari peradangan kekebalan yang
diaktifkan, stres oksidatif dan nitrosatif, termasuk jalur tryptophan metabolisme jalur
autoimun dan gut-brain. 12

Winther et al. menunjukkan bahwa tikus yang diberi diet kekurangan magnesium
selama 6 minggu menunjukkan karakteristik perilaku yang lebih sedikit terkait dengan
depresi dalam tes berenang paksa, mikrobiota usus mereka berubah, dan IL-6 menurun
pada hippocampus. Hasil ini mungkin karena sel-sel yang memproduksi sitokin berada
dalam keadaan metabolisme rendah karena kekurangan Mg. Sebuah studi sebelumnya
telah mengindikasikan bahwa IL-6 dalam hippocampus dapat menyebabkan perilaku
seperti depresi dalam tes berenang paksa. Menariknya, konstitusi mikrobiota tikus-tikus

16
yang kekurangan magnesium ini sangat terkait dengan tingkat IL-6 di hippocampus,
yang menunjukkan bahwa diet dapat menyebabkan perubahan dalam konstitusi
mikrobiota dan mengubah perilaku melalui regulasi imun. Beberapa mengusulkan bahwa
selain bekerja pada zat monoamina sentral, antidepresan juga dapat menghambat reaksi
peradangan dan menghasilkan regulasi kekebalan yang kuat dari sitokin IL-1.
Menariknya, mikrobiota probiotik mengatur sistem kekebalan melalui kerja pada sel
pengatur T dan sekresi IL-1. Beberapa penelitian sebelumnya mengusulkan bahwa
pemberian bakteri pada tikus dapat menyebabkan penyerapan sel dendritik lokal dan
berubah menjadi fenotipe yang mendorong produksi sel pengatur T dan sintesis IL-1,
pemberian Lactobacillus juga terbukti mampu meningkatkan IL-1 pada beberapa
pasien.12

17
BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Stress

HPA Axis
Hipocampus Hipothalamus

CRH
Glucocorticoid ACTH
reseptor Glucocorticoid

Inflamasi Proinflamasi cytokine IL-1 dan IL-6

Kynurenine pathway

Trypthopan N. Vagal
Perbaikan Gejala
Klinis Depresi
Serotonin Pathway

Probiotik Intestinal

SSRI

18
3.2 Kerangka Konsep

Probiotik

Terapi
Antidepresan
(SSRI)
Pola hidup
Jenis Kelamin (caffeine, merokok,
makanan dan
Neurotransmiter
lainnya),
Pendidikan Neuroinflamasi
Faktor Stressor
Penyakit kronik

Genetik
Umur

Perbaikan Gejala
klinis Depresi

Keterangan

Variabel Kendali Hubungan variabel kendali

Variabel Bebas Hubungan variabel bebas

Variabel Perancu Hubungan variabel perancu

Variabel Tergantung Hubungan variabel tergantung

Variabel Antara

19
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Analitik Eksperimental dengan pendekatan Kohort


Prospektif.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan diadakan pada November -Desember 2019.

4.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan dilakukan di Poliklinik Psikiatri RSUP Dr.


Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RS jejaringnya.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien depresi pada di Poliklinik
Psikiatri RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RS jejaringnya.

4.3.2. Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah semua pasien depresi yang berobat di
Poliklinik Psikiatri RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RS
jejaringnya yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

20
4.3.3. Perkiraan Besar Sampel

n1=n2= (Z𝛼+Z𝛽 )SD 2


X1-X2

= ( 1,960 + 1,282) x 6,8 2

8
= 9,02
Dari rumus di atas, maka didapatkan besar sampel minimal adalah 10 orang.

4.3.4. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel untuk masing-masing kelompok dilakukan


dengan cara Consecutive Sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria
penelitian sampai sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.3.5 Kriteria Seleksi

Kriteria Inklusi :

a. Pasien yang mangalami depresi menurut DSM V


b. Pasien berusia 18-45 tahun
c. HDRS awal minimal 14
d. Mendapatkan terapi fluoxetine 20-40 mg/hari
e. Bersedia mengikuti penelitian

Kriteria Ekslusi :

a. Menderita penyakit penyerta organik


b. Mendapatkan terapi antipsikotik
c. Mengkonsumsi Alkohol dan Zat Aditif Lainnya

4.4. Jenis Data dan Instrument Penelitian

4.4.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung
dari subjek penelitian.

21
4.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari


lembar penilaian yang terdiri dari lembar kuisioner, lembar HDRS, obat
fluoxetine 20-40 mg/hari dan kapsul probiotik (Lactobacillius acidophilus 5x109,
Bifidobacterium longum 5x109).

4.5. Manajemen Penelitian

4.5.1. Alokasi Subjek

Pada penelitian ini subjek penelitian terbagi atas 2 kelompok, yaitu:

a. Kelompok perlakuan : pasien depresi yang mendapatkan terapi fluoxetine 20-


40 mg/hari dan terapi adjuvan probiotik.

b. Kelompok kontrol : pasien depresi yang mendapatkan terapi fluoxetine 20-40


mg/hari tanpa terapi adjuvan probiotik.

4.5.2. Cara Kerja

a. Pasien yang berobat di Poliklinik Psikiatri RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo


yang memenuhi kriteria inklusi dicatat sebagai subjek penelitian setelah
melakukan informed-consent.

b. Melakukan pengukuran HDRS (Hamilton Depression Rating Scale).

c. Subjek penelitian kemudian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok,


yakni kelompok perlakuan atau kelompok kontrol.

d. Kelompok perlakuan mendapatkan terapi fluoxetine 20-40 mg/hari dan


terapi adjuvan probiotik, dan kelompok kontrol hanya mendapatkan terapi
fluoxetine 20-40 mg/hari.

e. Pemeriksaan HDRS dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-8 pada kedua
kelompok, kemudian hasilnya dibandingkan.

22
4.5.3. Teknik Pengolaan Data

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik yang dibutuhkan


ke dalam kuisioner dengan menggunakan program komputer SPSS
23.0 dan Microsoft Excel untuk memperoleh hasil statistik yang diharapkan.

4.5.4 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram,
serta nilai kebermaknaannya.

4.6. Etik Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Sebelum melakukan penelitian ini, terlebih dahulu akan meminta keterangan


kelayakan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian Biomedis Pada
Manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan meminta persetujuan
dari partisipan

2. Melakukan informed-consent sebelum subjek berpartisipasi dalam penelitian, dan


berusaha menjaga kerahasiaan identitas subjek penelitian, sehingga diharapkan
tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang
terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

4.7. Identifikasi dan klasifikasi variable

a. Variabel bebas : Probiotik.

b. Variabel tergantung : Depresi (Skala HDRS).

c. Variabel antara : Neurotransmiter, Neuroinflamasi.

d. Variabel kendali : Umur, jenis kelamin, pendidikan, penyakit kronik, obat anti-
depresan, alkohol.

23
e. Variabel perancu : Pola hidup (cafein, merokok, makanan dan lainnya),
genetik, faktor stressor.

4.8. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

4.8.1. Definisi Operasional

a. Depresi adalah sekelompok penderita gangguan jiwa yang kriteria


diagnosisnya memenuhi kriteria gangguan depresi mayor sesuai DSM-V.

b. HDRS (Hamilton depression rating scale) merupakan alat ukur berupa


kuesioner yang digunakan untuk menilai derajat depresi.

c. Probiotik adalah organisme yang terdapat dalam obat/minuman/makanan


yang berinteraksi dengan host.

d. Fluoxetine adalah jenis SSRI yang digunakan dengan dosis 20-40 mg/ hari

4.8.2. Kriteria Objektif

a. Merupakan salah satu skala untuk depresi yang paling awal. Skala ini
ditujukan untuk menilai derajat depresi pada pasien dan penilaiannya
dilakukan oleh klinis. Skala HDRS terdiri dari 21 item. Masing-masing nilai
angka (skor) dijumlahkan, dan dari hasil penjumlahan dapat diketahui
derajat depresi seseorang sebagai berikut :

▪ Skor HDRS 0-7 : Tidak depresi


▪ Skor HDRS 8-13 : Depresi ringan
▪ Skor HDRS 14-18 : Depresi sedang
▪ Skor HDRS 19-22 : Depresi berat
▪ Skor HDRS ≥ 23 : Depresi sangat berat

24
4.9 Alur Penelitian

Populasi Penelitian

Memenuhi kriteria inklusi Memenuhi kriteria eksklusi

Mengisi identitas sampel Dikeluarkan

Melakukan penilaian HDRS awal

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol


 Fluoxetine 20-40mg/hari  Fluoxetine 20-40mg/hari
 Kapsul Probiotik

Melakukan penilaian kembali HDRS minggu ke 4


dan minggu ke 8 pada kedua kelompok

Analisis Data

Hasil

Kesimpulan

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Qin Xiang Ng, Christina Peters, Collin Yih Xian Ho, Donovan Lim Yutong, Wee-
Song Yeo. A Meta-Analysis of the Use of Probiotics to Alleviate Depressive
Symptoms. Journal of Affective Disorders. November,2017.
2. Ruixue Huang, Ke Wang and Jianan Hu. Effect of Probiotics on Depression: A
Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Nutrients,
August 2016, 483(8);1-12.
3. A.M.G.C.P. Adikari, Mahenderan Appukutty1, Garry Kuan. Psychotropic Properties
of Probiotics: A Systematic Review, International Journal of Public Health and
Clinical Sciences. July/August 2019,4 (6);18-34
4. Akkasheh G, Kashani-Poor Zahra, et.al. Clinical and metabolic response to probiotic
administration in patients with major depressive disorder: a randomized, double-
blind, placebo-controlled trial. September 2015
5. Caroline J. K. Wallace Caroline J. K. Wallace. The effects of probiotics on depressive
symptoms in humans: a systematic review. Annals of General Psychiatry, 2017.
16(14). 1-10
6. Christian Otte, Stefan M. Gold, Brenda W. Penninx, et.al. Major depressive disorder.
Nature Reviews.Disease Primers, September 2016,Vol 2; 1-20
7. David J Kupfer, Ellen Frank, Mary L Ph. Major depressive disorder: new clinical,
neurobiological, and treatment perspectives. Thelancet, March, 2012, 379(17); 1045-
1055
8. Amir, N. 2005. Depresi Aspek Neurologi, Diagnosis dan Tatalaksana. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
9. Sang Won Jeon and Yong-Ku Kim. Molecular Neurobiology and Promising New
Treatment in Depression. International Journal of MOleculer Science. March, 2016,
381(17);1-17
10. Kaplan HI, Saddock BJ, Greb JA. Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences /
Clinical Psychiatry. 11th ed. USA : Lippincott Williams & Wilkins. 2015
11. Arana, G.W and Rosenbaum, J.F; Handbook of Psychiatric Drug Therapy, Fourth
Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, 2000
12. Liu Liu, Gang Zhu. Gut-Brain, Mood Disorder. Frontier in Psychiatri, May 2018,
223(9); 1-8

26
13. Yuniastuti A. Buku Monograf Probiotik. Unness Press, Semarang, April 2015
14. Alan C Logan, Martin Katzman. Major Depresive Disorder, Probiotic May be an
adjuvant Therapy. Elsevier, Medical Hypotesa, Agust, 2004; 533-538.
15. Emiko Aizawa, Hirokazu Tsuji, Takashi Asahara et.al. Possible association of
Bifidobacterium and Lactobacillus in the gut microbiota of patients with major
depressive disorder. Journal of Affective Disorders. May 2016, 1-21
16. Singh PK, Chopra K Kuhad A. Role of Lactobacillus acidophilus loaded floating
beads in chronic fatigue syndrome: behavioral and biochemical evidences.
Neurogastroenterol Motil. Blackwell Publishing Ltd.2002. 24. 366-376
17. Maria Ines Pinto-Sanchez, Geoffrey B. Hall, Kathy Ghajar, et al. Probiotic
Bifidobacterium longum NCC3001 Reduces Depression Scores and Alters Brain
Activity: a Pilot Study in Patients With Irritable Bowel Syndrome. Gastroenterology.
May 2017. 1-54
18. Anastasiya Slyepchenko, Andre F. Carvalho, Danielle S, Siegfried Kasper and Roger
S. McIntyre. Gut Emotions - Mechanisms of Action of Probiotics as Novel
Therapeutic Targets for Depression and Anxiety Disorders. Bentham Science
Publishers, 2014, 1770-1786.

27
Lampiran

HAMILTON RATING SCALE FOR DEPRESSION (HRSD)

Nama :
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Pernikahan :
Tgl Pemeriksaan :

1. Keadaan perasaan sedih (sedih, putus asa, tidak berdaya, tidak berguna).
0. Tidak ada
1. Perasaan ini hanya ada bila ditanya
2. Perasaan ini dinyatakan spontan secara verbal
3. Perasaan yang dinyatakan tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk suara dan
kecenderungan menangis
4. Perasaan yang sesungguhnya ini dinyatakan dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal secara
spontan

2. Perasaan bersalah
0. Tidak ada
1. Menyalahkan diri sendiri, merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain
2. Ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu
3. Sakit ini adalah hukuman, waham bersalah atau berdosa
4. Suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya

3. Bunuh diri
0. Tidak ada
1. Merasa hidup tidak ada gunanya
2. Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain ke arah itu
3. Ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu
4. Percobaan bunuh diri

4. Gangguan Pola tidur (initial insomnia)


0. Tidak ada kesulitan untuk tertidur
1. Keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur, misalnya lebih dari setengah jam baru tidur
2. Keluhan tiap malam sukar masuk tidur

28
5. Gangguan Pola tidur (Middle Insomnia)
0. Tidak ada kesulitan
1. Pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam
2. Terjadi sepanjang malam, bangun dari tempat tidur, kecuali untuk BAK.

6. Gangguan Pola tidur (late insomnia)


0. Tidak ada kesulitan
1. Bangun di waktu dini hari tetapi dapat tidur lagi
2. Bangun dini hari dan tidak dapat tidur lagi

7. Kerja dan aktifitas


0. Tidak ada kesulitan
1. Pikiran/perasaan ketidakmampuan, keletihan/kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau
hobi
2. Hilangnya minat terhadap pekerjaan/hobi atau kegiatan lainnya, baik langsung atau tidak, pasien
menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang (merasa harus memaksakan diri untuk bekerja
atau beraktifitas)
3. Berkurangnya waktu yang digunakan untuk beraktifitas sehari-hari atau produktifitas menurun.
4. Tidak bekerja karena sakitnya sekarang.

8. Kelambanan (lambat berpikir, berbicara, gagal berkonsentrasi, aktivitas motorik menurun).


0. Bicara dan berpikir secara normal
1. Sedikit lamban dalam wawancara
2. Jelas lamban dalam wawancara
3. Sukar diwawancarai
4. Stupor (diam sama sekali)

9. Kegelisahan (agitasi)
0. Tidak ada
1. Kegelisahan ringan
2. Memainkan tangan/jari-jari, rambut, dll
3. Bergerak terus dan tidak dapat duduk tenang
4. Meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir

10. Kecemasan (ansietas psikik)


0. Tidak ada kesulitan
1. Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
2. Mengkhawatirkan hal-hal kecil
3. Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah dan pembicaraannya
4. Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya

29
11. Kecemasan (Ansietas somatik) : Penyerta fisiologis ansietas (misalnya efek hiperaktifitas otonom, indigesti,
kram perut, bersendawa, diare, palpitasi, hiperventilasi, parestesi, berkeringat, muka merah, gemetar, sakit
kepala, sering berkemih,sakit/nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil,
telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah atau pucat)
0. Tidak ada
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Tidak tertanggungkan

12. Gejala Somatik (pencernaan)


0. Tidak ada
1. Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan orang lain.
2. Sukar makan tanpa dorongan orang lain. Selera dan makanan yang dimakan berkurang secara
bermakna.

13. Gejala somatik (umum)


0. Tidak ada
1. Anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat
2. Sakit punggung, kepala, dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan

14. Kelamin (genital) : (gejala seperti hilangnya libido, performa seksual kurang, gangguan haid)
0. Tidak ada
1. Ringan
2. Berat

15. Hipokondriasis (keluhan somatik/fisik yang berpindah-pindah


0. Tidak ada
1. Dihayati sendiri
2. Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri
3. Sering mengeluh, membutuhkan pertolongan orang lain
4. Delusi hipokondriasis

16. Kehilangan berat badan (A dan B)


0. Tidak ada penurunan berat badan
1. Berat badan berkurang berhubungan dengan gejala-penyakitnya sekarang
2. Jelas penurunan berat badan
3. Tidak terjelaskan lagi penurunan berat badan

17. Insight (pemahaman diri)

30
0. Menyadari dirinya mengalami depresi dan sakit
1. Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan penyebab-penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus,
perlu istirahat, dll
2. Penyangkalan penuh bahwa dirinya sakit.

18. Variasi harian


A. Adakah Perubahan atau Gejala yang lebih berat pada waktu pagi atau malam hari?
0. Tidak ada variasi
1. Memberat pada pagi hari
2. Memberat pada malam hari

B. Jika ada variasi, seberapa berat variasi tersebut?


0. Tidak ada
1. Ringan
2. Berat

19. Depersonalisasi dan Derealisasi


0. Tidak ada
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Tidak tertanggungkan

20. Gejala-gejala Paranoid


0. Tidak ada
1. Ideas of reference
2. waham Kejaran

21. Gejala-gejala Obsesi dan kompulsi


0. Tidak ada
1. Ringan
2. Berat

Interpretasi

Nilai Total ≤ 7 = Normal

Nilai Keseluruhan 8 – 13 = Depresi Ringan

Nilai Keseluruhan14 – 18 = Depresi Sedang

Nilai Keseluruhan 19 – 22 = Depresi Berat

Nilai Keseluruhan ≥ 23 = Depresi Sangat Berat

31

Anda mungkin juga menyukai