MAKALAH
THE SECOND AND THIRD LAW OF THERMODYNAMIC
KELOMPOK 2
Thoriqul Husna
NIM 17176016
Tiara Viodelf
NIM 17176017
Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Hukum Kedua dan Ketiga Termodinamika” ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 2
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan....................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Reversibel ................................................................................... 6
B. Proses Irreversible .................................................................................. 8
C. Entropi.................................................................................................... 10
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Entropi ......................................... 12
E. Hukum Ke Dua Termodinamika ............................................................ 18
F. Hukum Ke Tiga Termodinamika ........................................................... 23
G. Energi Gibss dan Perubahan Energi Bebas Standar .............................. 24
H. Aplikasi Hukum Ke Dua dan Ke Tiga Termodinamika ....................... 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Termodinamika adalah nama yang diberikan untuk studi proses di mana energi
ditransfer sebagai kalor dan sebagai kerja. Dalam termodinamika terdapat beberapa
konservasi energi, bahwa energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Dengan
kata lain, energi semesta tetap. Walaupun energi total sistem dan lingkungan tetap, tetapi
berbagai bentuk energi dapat dipertukarkan diantara sistem dan lingkungan secara fisika
maupun kimia.
Sebagai gambaran sederhana dapat diamati ketika memanas air. Kalor hasil
pembakaran gas LPG diserap oleh molekul-molekul air diubah menjadi energi kinetik,
sehingga molekul-molekul air dapat melepaskan diri satu sama lain menjadi uap air.
Besarnya kalor yang dilepaskan dari pembakaran sama dengan energi kinetik molekuler
air. Dalam hal ini, hanya terjadi pengubahan bentuk energi, dari satu bentuk ke bentuk
lain, tetapi jumlah energi yang dipertukarkan dalam proses itu sama, selama tidak ada
sesungguhnya mempunyai arah tertentu. Contohnya jika batang besi salah satu ujungnya
dipanaskan maka kalor akan mengalir secara spontan ke ujung yang suhunya dingin
sampai tercapai suhu batang seragam. Sebaliknya, batang besi yang suhunya homogeny
secara spontan berubah menjadi salah satu ujung besi panas dan ujung lain dingin tidak
mungkin terjadi sebab tidak alamiah. Oleh sebab itu perlu hukum termodinamika lain
yang mampu meramalkan arah kespontanan dari suatu proses, baik proses kimia maupun
4
proses fisika. Oleh karena itu, muncullah hukum kedua termodinamika yang disusun
tidak lepas dari usaha untuk mencari sifat atau besaran sistem yang merupakan fungsi
keadaan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Reversibel
Suatu proses dapat dikatakan reversible jika dalam proses itu fungsi-fungsi
keadaan sistem tidak berbeda dengan keadaan lingkungannya dalam kurun waktu yang
sangat lama dan tidak terukur. Proses reversible dicirikan oleh fungsi keadaan sistem
seperti tekanan, temperatur, dan besaran termodinamika lain tidak berbeda dengan
keadaan lingkungannya. Pada proses reversible, seolah tidak ada perubahan baik sistem
lingkungannya.
Oleh karena itu, proses reversible sesungguhnya tidak pernah terjadi secara
alamiah, sebab semua proses yang berlangsung di alam adalah irreversible atau proses
spontan. Proses reversible merupakan proses hipotetik yang dikembangkan oleh pada
kimiawan sebagai sarana untuk mempelajari sifat- sifat sistem termodinamika yang
alami.
dan asumsi. Misalnya dengan membuat tahap-tahap sangat kecil dari suatu proses
alamiah. Sebagai contoh, proses ekspansi gas dapat dibuat sebagai proses reversibel
dengan cara meningkatkan sedikit demi sedikit tekanan sistem dengan laju yang sangat
lambat.
perubahan volume gas. Sebanyak satu liter larutan HCL 0,1 M dimasukkan ke dalam
wadah yang tutupnya dapat bergerak bebas tanpa gesekan. Di atas tutup ditambahkan
beban dengan berat tertentu, kemudian ke dalam larutan ditambahkan logam seng
6
sedemikian sehingga pembentukan volume gas yang dihasilkan sangat lambat. Dalam
kurun waktu yang cukup lama, volume gas akan bertambah sangat lambat dan tekanan
uap gas di atas permukaan cairan juga akan bertambah sangat lambat. Kenaikan tekanan
uap gas ini menimbulkan kenaikan tekanan sistem, yang berdampak pada kenaikan
volume sistem. Karena kenaikan tekanan sistem sangat perlahan, maka perubahan
tekanan sistem tidak berbeda secara signifikan dengan tekanan beban dan tekanan udara
luar.
Proses tidak spontan adalah proses yang tidak dapat berlangsung tanpa pengaruh
Berkumpulnya semua molekul gas tersebut dalam satu bohlam adalah proses tidak
spontan.
7
B. Proses Irreversibel
Suatu proses dikatakan spontan jika proses itu berlangsung tanpa ada intervensi
dari luar. Proses irreversibel disebut juga proses spontan, jadi prosesnya disertai dengan
adalah perubahan yang sangat seimbang, dengan sistem dalam keseimbangan dengan
lingkungannya pada setiap tahap. Proses reversible terjadi tanpa menyebarkan energi
secara acak atau tidak teratur, sehingga juga tidak kenaikkan entropi: proses reversibel
tidak menghasilkan entropi, melainkan hanya memindahkan entropi dari satu bagian
sistem terisolasi ke bagian lainnya. Kita melihat proses fisika dan proses kimia spontan
Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah, secara spontan.
Sebongkah gula secara spontan larut dalam secangkir kopi, tapi gula yang terlarut
8
Gambar 4. Es yang meleleh secara spontan.
Kalor mengalir dari benda yang lebih panas ke objek yang lebih dingin, sebaliknya
Sepotong logam natrium bereaksi keras dengan air membentuk natrium hidroksida
dan gas hidrogen. Namun, gas hidrogen tidak menyala dengan natrium hidroksida
Besi yang terkena air dan oksigen membentuk karat, tapi karat tidak spontan berubah
9
Pemuaian gas di dalam bohlam yang dikosongkan adalah proses spontan.
terjadi pada satu arah (irreversibel). Sedangkan, reaksi tidak spontan terjadi pada arah
yang berlawanan (reversibel). Contoh proses tersebut tidak dapat balik (irreversible)
secara alamiah. Dengan kata lain, semua proses yang irreversible adalah proses yang
keadaan sistem seperti tekanan, temperatur, volume atau fungsi keadaan lain akan
Proses spontan dapat berlangsung secara cepat atau lambat, bahkan sangat lambat.
Ledakan bom adalah contoh proses irreversible yang tentunya merupakan proses
Proses korosi atau perkaratan logam besi merupakan contoh proses spontan, tetapi
Perubahan grafit menjadi intan berlangsung spontan dalam waktu ribuan tahun,
C. Entropi
keadaan ketidakteraturan yang lebih besar. Ukuran ketidakteraturan ini dikenal dengan
sistem entropi. Entropi (S) merupakan ukuran keacakan atau ketidakraturan suatu sistem.
10
Semakin besar ketidakteraturan suatu sistem, semakin besar entropinya. Sebaliknya
semakin teratur suatu sistem, semakin kecil entropinya. Entropi merupakan besaran
termodinamika yang menyerupai perubahan setiap keadaan, dari keadaan awal hingga
sistem ialah dengan setumpuk kartu remi. Tumpukan baru kartu remi disusun secara
teratur (dari kartu As sampai King dan jenis kartunya dari skop ke hati lalu wajik dan
keriting). Kemudian kartu dikocok kartu tidak lagi berurutan baik menurut angka
maupun menurut jenisnya. Meskipun hamper mustahil, pengocokan kartu kembali akan
dapat mengembalikan urutan semula. Ada banyak cara untuk mengacaukan urutan kartu
tetapi hanya ada satu cara untuk menyusunnya kembali seperti semula. Hal ini sesuai
Untuk zat apa pun, partikel dalam keadaan padat lebih teratur dibandingkan dalam
keadaan cair, dan partikel dalam keadaan cair lebih teratur dibandingkan dalam keadaan
gas. Jadi untuk jumlah molar yang sama dari suatu zat, kita dapat tuliskan:
11
Gambar 9. Perbandingan entropi dari padat, cair, dan kondisi gas suatu zat.
Dengan kata lain, entropi menjelaskan banyaknya atom, molekul, atau ion yang
terdistribusi secara tidak teratur dalam suatu ruangan tertentu. Entropi adalah fungsi
keadaan yang menerangkan jumlah susunan (posisi atau tingkat energi) yang tersedia di
dalam suatu sistem pada tatanan tertentu. Dengan kata lain entropi sangat terkait dengan
peluang untuk menentukan jumlah susunan itu. Satu cara untuk menerangkan keteraturan
dan ketidakteraturan secara konseptual adalah dengan probabilitas. Keadaan yang teratur
mempunyai probabilitas terjadi yang rendah dan entropi kecil, sementara keadaan yang
tidak teratur memiliki probabilitas terjadi yang tinggi dan entropi besar.
Entropi standar ialah entropi mutlak suatu zat pada 1atm dan 250C. Tabel 1.
Memuat entropi standar beberapa unsur dan senyawa. Satuan entropi ialah J/K.mol untuk
1 mol zat. Entropi unsur dan senyawa semua positif (S0 > 0). Sebaliknya, entalpi
pembentukan standar (∆Hf0) untuk unsur dalam bentuk stabilnya adalah nol, dan untuk
12
Tabel 1. Nilai Entropi Standar (S0) untuk beberapa zat pada 250C.
Entropi merupakan fungsi keadaan (state function). Lihatlah beberapa proses yang
sistemnya berubah dari suatu keadaan awal ke keadaan akhir pada gambar 10. Perubahan
∆S = Sf - Si
Dimana Sf dan Si berturut-turut adalah entropi sistem pada keadaan akhir (final
state) dan keadaan awal (inisial state). Jika perubahan mengakibatkan kenaikan
13
Gambar 10. Proses yang menghasilkan kenaikan entropi sistem: (a) pelelehan: Scairan >
Spadatan (b) penguapan: Suap > Scairan; (c) pelarutan; (d) pemanasan: ST2 > S ST2.
1. Volume
diilustrasikan pada Gambar 11. Di sebelah kiri kita melihat gas terbatas pada satu sisi
wadah, dipisahkan dari ruang hampa oleh partisi yang dapat dilepas. Anggap saja
partisi dapat ditarik dalam sekejap, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11b.
Sekarang kita menemukan situasi di mana semua molekul gas berada di salah satu
ujung wadah yang lebih besar. Ada banyak cara yang memungkinkan total energi
besar. Sehingga gas meluas secara spontan untuk mencapai distribusi partikel yang
14
Gambar 11. Perluasan gas di dalam ruang hampa. (A) Gas dalam wadah yang
terpisah oleh sekat di ruang hampa. (B) Gas pada saat sekat dihilangkan. (c) Gas
mengembang untuk mencapai distribusi partikel yang lebih banyak mungkinnya
(lebih tinggi entropi).
2. Temperatur
Entropi juga dipengaruhi oleh suhu; semakin tinggi suhu semakin besar
entropi. Misalnya, ketika suatu zat padat pada nol mutlak, partikelnya pada dasarnya
tidak bergerak. Ada energi kinetik yang relatif sedikit, sehingga ada beberapa cara
relatif rendah (Gambar 12a). Jika panas ditambahkan ke padatan, energi kinetik
partikel meningkat seiring dengan suhu. Hal ini menyebabkan partikel bergerak dan
bergetar di dalam kristal, sehingga pada momen tertentu (digambarkan pada Gambar
12b) partikel tidak ditemukan tepat di situs kisi mereka. Ada energi kinetik lebih dari
pada suhu yang lebih rendah, dan ada lebih banyak cara untuk mendistribusikannya
di antara molekul, sehingga entropi lebih besar. Jika suhu dinaikkan lebih lanjut,
partikel-partikel diberi lebih banyak energi kinetik dengan jumlah yang lebih besar
15
Gambar 12. Perbedaan entropi dengan suhu.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi entropi suatu sistem adalah
diagram tersebut mewakili es, air, dan uap air pada suhu yang sama. Ada kebebasan
yang lebih besar dari gerakan molekul dalam air daripada di es pada suhu yang
sama, dan jadi ada lebih banyak cara untuk mendistribusikan energi kinetik di antara
molekul-molekul air cair daripada yang ada di dalam es. Molekul air dalam uap
kinetik mereka dalam jumlah yang sangat banyak. Secara umum, oleh karena itu,
ada banyak cara yang lebih mungkin untuk mendistribusikan energi kinetik di antara
molekul-molekul gas daripada yang ada dalam cairan dan zat padat. Bahkan, gas
memiliki entropi yang besar dibandingkan dengan cairan atau padat yang berubah
yang menghasilkan gas dari cairan atau padatan hampir selalu disertai dengan
peningkatan entropi.
16
Gambar 13. Perbandingan entropi padat, cair, dan kondisi gas suatu zat.
4. Jumlah Partikel
Entropy (S) adalah properti ekstensif dari sistem seperti H, entalpi, adalah
properti luas yang bergantung pada jumlah zat dalam sistem. Jika kita menambahkan
lebih banyak molekul ke sistem, akan ada lebih banyak cara untuk mendistribusikan
Entropi solid atau liquid terlarut biasanya lebih besar dari solut murni, tetapi
jenis solut dan solven dan bagaimana proses pelarutannya mempengaruhi entropi
6. Pelarutan Gas
Gas begitu tidak teratur dan akan menjadi lebih teratur saat dilarutkan dalam liquid
atau solid.
Entropi larutan gas dalam liquid atau solid selalu lebih kecil dibanding gas murni.
Saat O2 (So (g) = 205,0J/mol K) dilarutkan dalam air, entropi turun drastis (So (aq)
= 110,9 J/mol K)
17
7. Ukuran Atom dan Kompleksitas Molekul
Perbedaan entropi zat dengan fasa sama tergantung pada ukuran atom dan
komplesitas molekul
Li Na K Rb Cs
NO NO2 N2O4
Kecenderungan ini didasarkan atas variasi gerakan yang dapat dilakukan molekul
Hukum II termodinamika membatasi perubahan energi mana yang dapat berlangsung dan
perubahan energi mana yang tidak dapat berlangsung. Pembatasan ini dapat dinyatakan
1. Rudolf Clausius
pernyataan aliran kalor. Kalor mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke
benda bersuhu rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya.
18
2. Hukum II termodinamika dinyatakan dalam entropi
“Total entropi jagat raya tidak berubah ketika proses reversibel terjadi dan
suatu mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata menyerap
kalor dari sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya menjadi usaha luar”.
spontan dalam suatu sistem yang terisolasi akan meningkat entropinya”. Pernyataan ini
mempunyai implikasi yang luas. Apabila kita anggap alam semesta sebagai suatu sistem
yang terisolasi, maka setiap proses yang terjadi didalam alam semesta sebagai suatu
sistem yang terisolasi, maka setiap proses yang terjadi didalam alam semesta akan
meningkatkan total entropi dalam alam semesta tersebut. Dengan kata lain, dengan
adanya berbagai proses yang terdapat dalam alam semesta, tingkat ketidakteraturan
semeseta akan terus meningkat. Entropi akan terus meningkat sampai suatu saat dimana
segala sesuatu telah mencapai entropi maksimum. Dalam keadaan ini, tidak ada lagi
process”. Karena semesta terdiri dari sistem dan lingkungan, perubahan entropi dalam
semesta (ΔSuniv) untuk proses apa saja adalah jumlah perubahan entropi dalam sistem
19
(ΔSsis) dan perubahan entropi lingkungan (ΔSsurr). Secara matematis, hukum kedua
Untuk proses spontan, hukum kedua menyatakan bahwa ΔSuniv harus lebih
besar dari pada nol, tetapi tidak ada pembatasan ΔSsis atau ΔSsurr. Jadi mungkin saja
ΔSsis atau ΔSsurr yang negatif asalkan jumlah kedua kuantitas tersebut lebih besar dari
nol. Untuk proses kesetimbangan, ΔSuniv adalah nol. Dalam kasus ini, ΔSsis dan
ΔSsurr harus sama besar, tetapi tandanya berlawanan. Bagaimana jika untuk proses
tertentu jika ΔSuniv negatif? Ini berarti bahwa proses tersebut tidak spontan pada arah
20
Contoh Soal 1:
J/K.mol, sedangkan entropi standar H2= 131 J/K.mol. Hitunglah perubahan entropi
Jawab:
Bila suatu proses eksotermik berlangsung dalam suatu sistem, kalor yng
berkurang. Untuk proses pada tekanan konstan, perubahan kalor sama dengan
21
perubahan entalpi sistem. Dengan demikian perubahan entropi lingkungan berbanding
lurus perubahan entropi sistem, namun berbeda tanda. Tanda minus digunakan karena
jika prosesnya eksotermik, ΔHsis negatif dan ΔHsurr positif, menandakan adanya
peningkatan entropi. Sebaliknya untuk proses endotermik, ΔHsis positif dan tanda
Perubahan entropi untuk sejumlah tertentu kalor juga bergantung pada suhu.
Jika suhu lingkungan tinggi, molekul-molekul sebenarnya sudah memiliki energi yang
cukup tinggi. Oleh karena itu, penyerapan kalor dari proses eksotermik dalam sistem
akan berdampak relatif kecil pada gerakan molekul dan peningkatan entropi yang
dihasilkan akan kecil. Ari hubungan terbalik antara ΔSsurr dan suhu T (dalam K) yaitu
semakin tinggi suhu, semakin kecil ΔSsurr dan sebaliknya. Hubungan ini dinyatakan
sebagai berikut:
Contoh Soal 2:
Dari contoh soal 1 diatas, diketahui ΔSsis=-199 J/K, dengan mensubstitusikan ΔHsis
Jawab:
22
F. Hukum Ketiga Termodinamika
ketiga termodinamika menyatakan ketika suatu sistem mencapai temperatur nol absolut,
semua proses akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati nilai minimum. Dalam
hukum ini entropi benda berstruktur kristal murni yang sempurna pada suhu nol absolut
bernilai nol. Pada struktur kristal murni yang sempurna pada 0K penyusun molekul yang
ditinjau dari kedudukan dan distribusi energinya maka W = 1. Jadi, entropi kristal murni
yang sempurna adalah nol pada suhu nol mutlak. Pernyataan inilah yang dikenal dengan
mutlak suatu zat, dimulai dengan mengetahui bahwa entropi suatu zat kristal murni
adalah nol pada 0 K, maka dapat diukur peningkatan entropi zat bila dipanaskan pada
∆S = Sf - Si
= Sf
Dimana Si adalah 0, entropi zat 298 K, maka ∆S atau Sf adalah entropi mutlak
karena merupakan nilai sejati dan bukan nilai yang diturunkan secara sembarang. Saat
dipanaskan entropi meningkat secara bertahap karena gerakan molekul semakin besar.
Pada titik leleh, entropi naik cukup tinggi karena terbentuknya keadaan cairan yang lebih
acak. Pada titik didih peningkatan entropi sangat besar akibat transisi dari cairan ke gas.
Untuk proses pada tekanan konstan dan suhu T, perubahan entalpi dan entropi
sistem lebih kecil daripada nol, maka proses itu spontan. Untuk menyatakan kespontanan
reaksi secara langsung maka digunakan satu fungsi termodinamik lain yang disebut
23
Energi Bebas Gibbs (G). Energi bebas adalah energi yang tersedia untuk melakukan
G = H - TS
Semua kuantitas pada persamaan di atas berhubungan dengan sistem dan T adalah
suhu sistem. Jadi, perubahan energi bebas ( ∆G ) suatu sistem pada suhu tetap adalah:
∆G = ∆H - T∆S
Jadi, jika suatu reaksi diiringi dengan pelepasan energi yang berguna dengan kata
lain ∆G negatif, maka reaksi yang terjadi adalah reaksi spontan. Reaksi spontan dan
setimbang pada suhu dan tekanan tetap yang dilihat dari ∆G apabila memiliki syarat –
∆G > 0 Reaksi nonspontan. Reaksi ini spontan pada arah yang berlawanan
Energi bebas reaksi standar (∆G0rxn) merupakan perubahan energi bebas pada
reaksi jika reaksi tersebut terjadi pada kondisi keadaan standar. Jika reaktan berada
dalam keadaan standar maka produk diubah dalam keadaan standarnya. Misalnya
keadaan standar zat murni pada gas adalah tekanan 1 atm, cairan keadaan standarnya
cairan murni, padatan keadaan standarnya padatan murni, dan keadaan standar larutan
Untuk menghitung energi bebas reaksi standar (∆G0rxn) kita mulai dengan
persamaan :
24
aA + bB → cC + dD
Dimana m dan n adalah koefisien stoikiometri. Suku ∆G0f adalah energi bebas
pembentukan standar dari senyawa. Jadi, perubahan energi bebas yang terjadi bila 1 mol
pembakaran grafit:
Jika energi bebas pembentukan standar setiap unsur dalam bentuk stabilnya adalah
nol, maka:
Dengan demikian perubahan energi bebas standar untuk reaksi ini sama nilainya
dengan energi bebas pembentukan standar CO2. Jadi, ∆G0rxn = ∆G0f (CO2). Dimana
∆G0rxn satuannya adalah kJ dan ∆G0f satuannya kJ/mol. Perbedaan satuan ini karena
1. Lemari es
dengan mesin kalor. Pada mesin pendingin terjadi aliran kalor dari reservoir bersuhu
rendah ke reservoir bersuhu tinggi dengan melakukan usaha pada sistem. Salah satu
contoh mesin pendingin adalah lemari es. Lemari Es beroperasi untuk mentransfer
25
kalor keluar dari lingkungan yang sejuk kelingkungan yang hangat. Dengan
dalam lemari Es), dan kalor yang jumlahnya lebih besar dikeluarkan pada temperatur
mengawetkannya dan hal ini menjadi sesuatu yang biasa dilakukan oleh masyarakat
tempo dulu. Selain itu berbagai cara digunakan oleh orang-orang ketika itu untuk
namun cara-cara tersebut masih saja terdapat banyak kekurangan. Kemudian di abad
ke 11, seorang ilmuwan muslim dari Iran bernama Ibnu Sina menemukan sebuah
penyulingan ini menghasilkan minyak esensial ditulis oleh Ibnu Sina dalam bukunya
(Shinta, 2003).Pada sistem lemari es yang khas, motor kompresor memaksa gas pada
dimana Qh dikeluarkan dan gas mendingin untuk menjadi cair. Cairan lewat dari
26
daerah yang bertekanan tinggi , melalui katup, ke tabung tekanan rendah di dinding
dalam lemari es, cairan tersebut menguap padatekanan yang lebih rendah ini dan
kemudian menyerap kalor (QL) dari bagian dalam lemaries. Fluida kembali ke
kompresor dimana siklus dimulai kembali. Sampai saat ini belum ditemukan lemari
es yang sempurna (yang tidak membutuhkan kerja untuk mengambil kalor dari
daerah temperatur rendah ke temperatur tinggi). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Clausius mengenai hukum termodinamika kedua, yaitu kalor tidak mengalir secara
spontan dari benda dingin ke benda panas (Edi, 2002). Meskipun memiliki cara kerja
lemari es dengan mesin kalor berlwanan, akan tetapi prinsip kerja lemari es masih
energi panas). Kulkas dapat bekerja karena adanya refrigeran, yaitu zat semacam
freon yang bertitik didih rendah sehingga terjadi perubahan wujud antara cair dan
gas. Sebaguan cairan, refrigeran berperan dakam penyerapan energi panas dari udara
27
Penjelasan Siklus Refrigerasi:
kompresor). Hindari kontak langsung antara pipa dan udara sekitarnya dengan
sangat tinggi.
tetapi tidak mengalami perubahan wujud, refrigeran masih dalam bentuk gas)
D-E : Proses kondensasi (terjadi perubahan wujud refrigeran dari gas menjadi
E-F : Proses sub-cooling di kondenser ( refrigeran yang sudah dalam bentuk cair
sempurna.
sekitar). Pipa liquidline tidak diinsulasi, agar terjadi perpindahan kalor ke udara,
ke evaporator). Pada siklus ini terjadi perubahan wujud refrigeran dari cair
28
menjadi bubble gas kurang lebih sekitar 23%. Karena terjadi penurunan tekanan,
bentuk campuran, dengan presentase kurang lebih sekitar 77% cairan dan 23%
bubble gas.
refrigeran, yaitu dari cair menjadi gas. Selain itu juga terjadi penurunan
temperatur udara keluar dari evaporator karena kalor dari udara diserap oleh
refrigeran).
Setelah mengetahui siklus dari lemari es diatas, maka akan dijelaskan cara
kerja dari lemari es. Berikut ini cara kerja lemari es secara umum (Giancoli, 2001):
Pertama-tama, dengan adanya aliran listrik, kompresor akan bekerja menghisap gas
refrigeran yang bersuhu dan bertekanan rendah dari saluran hisap dan evaporator.
bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi. Gas tersebut dipaksa keluar oleh kompresor
memasuki kondensor yang dingin. Gas refrigeran yang panas dan bertekanan tinggi
tersebut di dalam kondensor akan didinginkan oleh udara di luar lemari es (panas
lalu masuk ke dalam pipa kapiler yang berdiameter kecil dan panjang sehingga
tekanannya turun drastis dari pipa kapiler, refrigeran cair yang tekananya sudah
sangat rendah ini selanjutnya memasuki ruang evaporator yang memiliki tekanan
29
yang rendah hingga vakum, sehingga titik didihnya semakin rendah. Oleh sebab itu,
Oleh karena refrigeran memiliki kalor laten penguapan yang besar, kalor diserap
dari sekeliling evaporator, yaitu isi lemari es. Kerja ini diperkuat oleh adanya daya
panas dari sekelilingnya dengan efek resultan isi lemari es menjadi dingin.
refrigeran yang masih berwujud cair. Hanya refrigeran yang berwujud gas yang
Selain cooling cycle, lemari es juga memiliki kerja pendukung yaitu mencairkan es
(defrost). Bila defrost tidak berfungsi, maka bunga es akan semakin menumpuk di
berkurang.
rangkaian listrik dengan berbagai variasi rangkaian , namun memiliki prinsip kerja
yang sama, yaitu mengatur waktu pendinginan dan pencairan es secara bergantian
2. Mesin Diesel
Mesin diesel adalah sejenis mesin pembakaran yang lebih spesifik, sebuah
dimana bahan bakar dinyalakan oleh suhu tinggi gas yang dikompresi, dan bukan
30
oleh alat berenergilain (seperti busi). Mesin ini ditemukan pada tahun 1892
oleh Rudolf Diesel, yang menerima paten pada tanggal 23 Februari 1893. Diesel
menginginkan sebuah mesin yang dapat digunakan dengan berbagai macam bahan
(Arismunandar, 2004).
Siklus Diesel :
Diagram ini menunjukkan siklus diesel ideal, yang mana urutan kerjanya
B-C : Lalu dipanaskan pada tekanan konstan. Kemudian penyuntik alias injector
suhu dan tekanan udara sangat tinggi, sehingga ketika solar disemprotkan ke
dalam silinder maka solar langsung terbakar dan tidak perlu pakai busi lagi.
31
C-D : Gas yang terbakar mengalami pemuaian adiabatik
D-A : Pendinginan pada volume konstan gas yang terbakar dibuang ke pipa
Dari grafik ini, tampak bahwa untuk proses yang terjadi secara terus
menerus(siklus), selalu ada kalor yang terbuang. Hal ini sesuai dengan penyataan
Kelvin-Planck. Dapat disimpulkan bahwa setiap mesin kalor pada dasarnya memiliki
zat kerja tertentu. Zat kerja untuk mesin diesel adalah udara dan solar. Zat kerja
biasanya menyerap kalor pada suhu yang tinggi (QH), melakukan usaha alias kerja
(W), lalu membuang kalor sisa pada suhu yang lebih rendah (QL). Karena energi
Karena efisiensi 100 % tidak bisa dicapai oleh mesin, maka kita bisa
menyimpulkan bahwa tidak mungkin semua kalor masukan (QH) digunakan untuk
melakukan kerja. Pasti adakalor yang terbuang (QL). Berbeda dengan mesin bensin
tinggi. Untuk perbandingan tekanan yang sama , mesin Otto mempunyai efisiensi
yang lebih besar dibandingkan dengan mesin Diesel. Hal ini dikarenakan mesin
diesel bekerja pada perbandingan tekanan yang tinggi untuk mencapai efisiensi yang
tinggi.
mungkin ada mesin kalor (yang bekerja dalam suatu siklus) yang dapat mengubah
semua kalor alias panas menjadi kerja seluruhnya (Hukum kedua termodinamika–
kendaraan bermotor seperti bus, mobil serta alat transportasi lainnya. Mesin diesel
juga dipakai untuk pembangkit listrik yang menghasilkan tegangan dalam jumlah
32
Mesin kalor berbeda dengan pompa kalor. Dalam ilmu termodinamika,
refrigerator dan pompa kalor (heat pump) relatif sama. Perbedaannya, terletak hanya
pada proses kerjanya. Mesin kalor adalah alat yang berfungsi untuk mengubah energi
panas menjadi energi mekanik. Misalnya pada mesin mobil, energi panas hasil
pembakaran bahan bakar diubah menjadi energi gerak mobil. Tetapi, dalam semua
mesin kalor kita ketahui bahwa pengubahan energi panas ke energi mekanik selalu
Dengan demikian, hanya sebagian energi panas hasil pembakaran bahan bakar yang
Mesin kalor membuat energi mengalir dari lokasi yang lebih panas ke lokasi yang
lebih dingin, menghasilkan fraksi dari proses tersebut sebagai kerja. Kebalikannya,
pompa kalor membutuhkan kerja untuk memindahkan energi termal dari lokasi yang
33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
(sifat makroskopik) pada suatu sistem yang dapat diukur dan diamati langsung.
2. Suatu proses dikatakan spontan jika berlangsung secara alamiah. Daya dorong untuk
ketidakteraturan.
kearah entropi semesta yang lebih besar. Hukum termodinamika dapat digunakan
untuk meramalkan arah suatu proses yang berlangsung spontan. Namun demikian,
adalah 0. Di atas suhu ini, partikel-partikel dalam kristal mulai bergetar dan
5. Untuk menyatakan kespontanan reaksi secara langsung maka digunakan satu fungsi
6. Energi bebas reaksi standar (∆G0rxn) merupakan perubahan energi bebas pada reaksi
jika reaksi tersebut terjadi pada kondisi keadaan standar. Jika reaktan berada dalam
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, penyusun mengharapkan agar para pembaca dapat
memahami materi hukum kedua dan ketiga termodinamika ini dengan mudah. Kritik
dan saran sangat dibutuhkan dalam memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.
34
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, Robert A. dan Farrington Daniels. 1992. Kimia Fisika Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.
Atkins. 1990. Kimia Fisika. Jakarta Erlangga
Brady, J. E. & Senese, Fred. 2009. Chemistry, Matter and its Changes. USA: John Wiley &
Sons, Inc.
Chang, Raymond. 2008. General Chemistry, Fifth Edition. New York: The McGraw – Hill
Companies.
Jespersen, Neil D., James E. Brady; In collaboration with Alison Hyslop. 2012. Chemistry:
the molecular nature of matter 6th ed. USA: John Wiley & Sons.
Levine, Ira N. 2002. Physical Chemistry Sixth Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Raymond Chang. 2010. Chemistry Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.
Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
35