Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

Botani A. nilotica
Desknpsi A. nilotica pertama sekali dilakukan oleh Linnaeus (1753) dan
diberi nama Mimosa indica. Berdasarkan sejarah taksonominya tumbuhan ini pernah
juga diberi nama ilmiah A: arabica dan A scorpiodes. A. nilotica termasuk pohon
dengan tinggi 2.5-25 meter, membentuk percabangan dekat dengan permukaan
tanzh. Kulit batang dan cabang utama betwarna kelabu hingga hitam atau kecoklatan
dengan permukaan yang kasar, oleh adanya celah-celah atau retakan-retakan
memanjang (longitudinal). Dun berpasangan dengan panjang 1-13 cm, lurus hingga
membentuk sudut 110~-120~,
ujung duri nmcing, benvama putih hingga keperakan.
Daun benvma hijau terang, pada ibu tangkai daun dijumpai kelenjar. Anak daun
berpasangan dengan jumlah 7-36 pasang, panjang anak daun 1-7 X 0.5-1.5 mm.
Bunga majemuk benvarna kuning, mempunyai rambut-rambut halus, bunga
biseksual. Buah tunggal, benvarna coklat gelap atau abu-abu, lurus hingga berlekuk-
lekuk. Kulit buah seperti beludm, panjang 5-20 cm X 1.2-2.2 cm. Jumlah polong 2-3,
setiap polong memiliki 6-12 biji, berbentuk bulat telur hingga bulat, benvarna
kecoklatan atau kehitaman, kulit biji tebal dan keras (Backer dan Bakhuizen 1965;
BTNB 1999). Gambar A. nilorica disajikan pada Gambar-I.

Ekologi dan Distribusi A. nilotica


A. nilotica tersebar luas di Afnka tropika dan subtropika dari Mesir dan Mauritania
sampai Afiika Selatan. Beberapa subspesies tersebar luas di Asia Timur seperti
Birma. A. nilorica subspesies indica juga tumbuh di Ethiopia, Somalia, Yaman,
Oman, Pakistan, India, dan Birma. Kemudian juga berhasil di tanam di Iran, Vietnam
(Ho Chi Min City), Australia terutama di Sidney dan Queensland (Brenan 1983).
Umumnya turnbuh dekat jalur air terutama d~ daerah yang sering mengalami banjir.
Dapat tumbuh pada area yang memperoleh curah hujan kurang dari 350 mm sampai
pada area yang menerima curah lebih pada 1500 mm per tahun. Spesies ini
dilaporkan sangat sensitif terhadap kebekuanldingin, namun dapat tumbuh pada area
dimana rata-rata temperatur bulanan sangat dingin yaitu 1 6 ' ~(Gupta 1970; Mulat
dan Dibaba 1996).
6
Di Australia, sebagian besar area A. nilotica adalah & Queenstand dengan
laju invasi yang masih sedikit dilaporkan dari daerah teritorial bagian utara, New
South Wales, dan Australia Selatan. Pada daerah yang bersalju distribusi A. nilotica
terbatas, misalnya di negara selatan. Bolton dan James (1985) menunjukkan invasi
sekitar 6.6 juta hektar atau 25% dari luas padang rumput Mitchell, dengan kepadatan
pada area tersebut sekitar 0,6 juta hektar. Distribusi dan densitas spesies ini terus
meningkat (Reynolds dan Carter 1990). Menurut Duke (1983) A. nilotica berasal dari
Mesir Selatan lalu tersebar ke Mozambique dan Nepal, kemudian di introduksi ke
Zanzibar, India dan Arab. Sekarang ini menjadi persoalan yang serius sebagai gulma
di Afrika Selatan.

Gambar la. A. nilotica dewasa sedang berhunga dan berbuah


b. A. nilotiw yang menginvasi TNB

Sejumlah fakta menunjukkan bahwa A. nilotica merupakan gulma di habitat


asalnya yaitu Afrika Selatan namun di kawasan lainnya di tanam untuk keperluan
kehutanan atau untuk mereklamasi lahan yang mengalami degradasi (Purl dan Kybri
1996). Di Asia dan Afrika, polong dan biji tumbuhan ini dimakan oleh hewan
peliharaan seperti sapi, biri-biri, kambing dan unta (Gupta 1970). Pemencaran biji
7
sebagian besar dilakukan oleh hewan-hewan yang memakan biji tersebut. Di
Australia biji disebarkan oleh hewan peliharaan. Di Afrika dan India, juga banyak
insekta yang menyerang biji dewasa.
Menurut Duke (1983) A. niloticu tumbuh dengan subur di daerah yang
kering, dan kehadirannya melimpah. Tumbuh pada ketinggian 10-1340 m dpl, hidup
pada kisaran kondisi yang luas, juga tumbuh dengan ba,k pada kisaran variasi tanah
yang luas, kelihatannya sangat berkembang pada tanah aluvial, tanah lapisan atas
tipis benvarna hitarn, tanah liat, juga dapat tumbuh pada kondisi tanah yang miskin
unsur hga (NAS 1980). Kisaran hidupnya dari gurun Subtropika ke daerah
Subtropika kering sampai gurun tropika ke zona kehidupan kering hutan tropika. A.
niloticu dilaporkan juga toleran terhadap presipitasi tahunan berkisar 3,8-22,8 mrn
(rata-rata dari 12 kasus = 12.0 mm), rata-rata temperatur tahunan 18,7-27,8'~ (rata-
rata dari 12 kasus = 24,1°c), dan pH berkisar 5-8 (rata-rata dari 10 kasus = 6,9).

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Tanaman


Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman berbeda di antara jenis
tanaman, jenis garam dan konsentrasinya di dalam tanah Pengaruh tersebut &pat
menimbulkan gangguan atau stres. Stres tersebut ada yang bersifat langsung dan
tidak langsung. Pengaruh salinitas misalnya terjadi karena pengaruh ion-ion yang
spesifik yang membahayakan pertumbuhan tanarnan melalui fotosintesis, respirasi,
reaksi-reaksi enzimatik dan lain-lain. Pengaruh tidak langsung misalnya,
meningkatkan tekanan osmotik larutan tanah &lam lingkungan perakaran tanaman
yang menyebabkan gangguan terhadap sistem penyerapan air dan hara tanaman.
Akibatnya tejadi dehidrasi atau kehilangan air pada tanaman (Levitt 1980).
Pengaruh salinitas terhadap tanaman mencakup tiga ha1 yaitu, tekanan
osmosis, keseimbangan hara dan pengaruh racun (Levitt 1980). Pengaruh konsentrasi
garam terhadap tekanan osmosis mempunyai hubungan yang erat dengan stres air
pada tanaman. Dengan meningkatnya konsentrasi garam di dalam larutan tanah maka
menekan potensial osmotik larutan tanah tersebut. Oleh sebab itu, salinitas yang
tin= menyebabkan tanaman sulit menyerap air hingga terjadi kekeringan yang
disebut dengan kekeringan fisiologis (Levitt 1980).
8
Black (1984) menyatakan bahwa pengaruh osmotik inilah yang menyebabkan
tanaman yang tumbuh dengan tingkat salinitas yang tinggi pertumbuhamya
terhambat, daunnya relatif kecil, berwarna hijau kebiruan dan timbulnya lapisan lilin
yang tebal. Gejala semacam ini muncul pada tanah-tanah dengan berbagai komposisi
garam, sehngga dapat disimpulkan bahwa reaksi tanaman yang kerdil dan daumya
benvarna hijau kebiruan memang disebabkan oleh pengaruh stres osmotik.
Salinitas dapat menganggu serapan air dan hara tanaman, sehingga tejadi
gangguan keseimbangan hara di dalam tanaman. Pengaruh salinitas terhadap bobot
kering dan serapan hara oleh tanaman jagung dan barley menunjukkan suatu korelasi
yang positif antara tingkat salinitas tanah terhadap kadar Mn, Zn, pada daun dan
batang. Selanjutnya dinyatakan bahwa terdapat korelasi yang negatif antara salinitas
tanah dengan serapan hara P, K, Ca dan Cu pada bagian vegetatif tanaman barley.
Hasil penelitian pada tanaman kelapa varietas dalam, menyatakan bahwa
peningkatan taraf garam NaCl meningkatkan kadar Na pada dam, tetapi tidak ada
korelasi yang nyata dengan unsur P. Peningkatan salinitas meningkatkan kadar Na
dan P pada tanaman padi, meskipun tidak sampai terjadi kekahatan. Tanaman kelapa
varietas dalam, peningkatan garam NaCl cenderung meningkatkan kadar Na pada
dam dan menurunkan kadar K.
Salinitas yang tinggi di berbagai jenis tanaman pada padi perlakuan garam
NaCl temyata menurunkan kandungan K dan meningkatkan kandungan Na, Ca, Mg
dan C1. Salinitas tanah yang tinggi dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman.
Keracunan ini diakibatkan oleh ion-ion spesifik seperti ion Na, CI dan So4 yang
berasal dari NaCl dan NazS04yang banyak terdapat pada tanab-tanah dengan tingkat
salinitas yang tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi proses fisiologi tanaman seperti
laju fotosintesis, transpirasi serta sintesis klorofil.
Ion CI lebih berpengaruh terhadap kerusakan jaringan daun dari pada ion Na.
Gejalanya terlihat nekrosis dan ujung daun terlibat seperti terbakar. Ion C1 bersifat
racun bagi tanaman jika konsentrasinya lebih besar atau sama dengan 2%. Ion C1
yang terakumulasi di dalam daun menyebabkan pontensial osmotik sel-sel daun
menurun, sehngga sel daun mengalami dehidrasi (Ortega dan Kretchman 1982).
Akumulasi ion-ion C1 pada kentang berhubungan erat dengan mekanisme
fotosintesis, seperti menurunnya jumlah klorofil, sehingga produksi karbohidrat
9
berkuraig. Levitt (1980) menyebutkan bahwa resistensi tebu terhadap garam
dipengaruhi oleh varietas tebu yang ditanam. Tebu disiram dengan air salin (6000
umhoslcm) hanya menunjukkan tanda-tanda stres pada awal perkecambahan. Setelah
periode tiga bulan penyiraman dengan air salin tersebut tidak lagi memberikan efek
terhadap pertumbuhan, hasil dan kadar gula.
Brugnoli dan Lauteri (1994) mengemukakan bahwa adanya NaCl
menyebabkan kandungan K dalam tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris)
menurun dengan tajam. Akan tetapi Na j u g mampu menghindarkan tanaman dari
keracunan K dengan cara menghambat angkutan K. Hal senada juga dikemukakan
oleh Cushnahan et al. (1995) menunjukkan bahwa pemberian Na pada tanah dengan
kadar K yang tinggi akan menurunkan konsentrasi K dan rasio KIMg pada rumput
pakan ternak Namun demikian pada kadar K tanah rendah pemberian Na tidak
begitu berpengamh terhadap konsentrasi hara K, Ca, dan Mg di dalam tanaman, serta
tidak mempengaruhi perolehan bobot kering tanaman. Hal ini berbeda dengan hasil-
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa respon tanaman terhadap Na biasanya
hanya terjadi pada kondisi media kekurangan K (Cushnahan et al. 1995). Dijelaskan
lebih lanjut bahwa pada kondisi kekurangan K maka pemberian Na dapat
menurunkan kadar karbohidrat di dalarn tanaman. Sebaliknya pada kondisi
kecukupan K maka pemberian Na justru dapat meningkatkan bobot karing tanaman
secara nyata ( Cushnahan et al. 1995).
Porcelli et al. (1995) menyatakan bahwa produksi biomasa dan hasil biji
tanaman Brassica sp, berhubungan dengan rasio m a . Kondisi media sodik
menunjukkan bahwa rasio K/Na tidak mempengaruhi hasil biomasa dan biji Brassrcu
napus. Pada kondisi tersebut pengaruh buruk salinitas lebih banyak berkaitan dengan
potensial osmotik dan bukan pada hubungan antara ion-ion. Selain itu tanaman
memiliki kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan ion secara a h f
terhadap perubahan status hara lingkungamya. (Diem dan Godbold 1993).

Alelopati
Terminologi "alelopati (alleloput&~ pertama kali diperkenalkan oleh
Molisch pada tahun 1937 untuk menerangkan suatu interaksi kimia antara organisme
(mikroorganisme dan tumbuhan tinggi) dalam suatu ekosistem. Dalam interaksi
10
kimia tercakup pengertian aktivitas menghambat (inhibitoryl dan merangsang
(stimulatory) pertumbuhan tanaman lain. Dalam perkembangan selanjutnya,
pengertian istilah alelopati ini direduksi menjadi hanya terbatas kepada m a h a
"saling merugikan" (mutual sz&eering) (Putnam dan Tang 1986).
Sebenamya banyak hail penelitian menunjukkan adanya sifat senyawa
alelopati yang merangsang pertumbuhan tanam& lain. Namun karena fenomena ini
dianggap timbul secara "kebetulad' dan "tidak disengaja", maka sifat positif dm
senyawa alelopati ini luput dalam analisis dan tidak mendapat perhatian yang

Alelopati adalah pengaruh yang merugikan (menghambat, memsak) baik


langsung maupun tidak langsung dari suatu tanaman terhadap tanaman lain melalui
pelepasan senyawa kimia ke lingkungan tanaman tersebut. Berdasarkan pengamhnya
terhadap tanaman lain maka zat kimia yang bersifat alelopati dapat dibagi menjadi
auroroxic dan antitoxic. Dikatakan autotoxic jika bahan penghambat tadi &pat
mematikan atau menghambat anakan sendiri atau individu lain yang sejenis.
Sedangkan antitoxic jika bahan penghambat tadi &pat mematikan atau menghambat
pertumbuhan tanaman lain yang berbeda (Laude 2004; Soekisman dkk. 1984).
Laude (2004) membedakan pengertian alelopati dengan persaingan ruang
tumbuh. Alelopati adalah setiap pengaruh yang merugikan langsung atau tidak
langsung dari suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain melalui pelepasan senyawa
kimia ke lingkungan hidup tumbuhan. Sedang persaingan merupakan pemindahan
atau pengurangan satu atau beberapa faktor lingkungan seperti air, ham, 02,dan
cahaya yang diperlukan oleh tumbuhan lain.
Menurut Odum (1993) dan Barbour el al. (1987) Alelopati adalah suatu
peristiwa dimana suatu individu tumbuhan menghasilkan zat kimia yang &pat
menghambat perhunbuhan jenis lain atau bersaing dengan tumbuhan tersebut.
Dari pengertian atau pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
1. Alelopati adalah pengaruh yang mengganggu, menghambat atau merugikan
perkecambahan, pertumbuhan atau proses metabolisme tumbuhan.
2. Alelopati dlsebabkan oleh senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh suatu
tumbuhan dan dlepas atau dibebaskan ke lingkungan hidup tumbuhan lain.
3. Alelopati berbeda pengertiannya dengan persaingan.
11
Beberapa senyawa kimia yang menimbulkan alelopati tersebut, di antarany
adalah asam phenol, phenolic lacton, flavinium, asam abscisis, coumarin (kumarin),
terpen, asetogenin, steroid dan alkaloid (Djufri 1999; Laude 2004). Selanjutnya
Laude (2004) mengemukakan, selain zat penghambat pertumbuhan tersebut di atas,
senyawa lain adalah asam benzoat dan turunannya, senyawa asam lemak berantai
panjang, tanin, sulfida, glikosida, purin, nucleosida dan lain-lain.
Menurut del Moral dan Muller dalam Djufri (1999) cineole, phelladrene, a l p
pinene, dan beta pinene adalah zat-zat penghambat yang mudah menguap yang
dproduksi oleh Eucalyptus camaldulensis dan cineole serta alpa pinene terlihat
paling penting & dalam aktkritas alelopati ini. Selain itu juga dikemukakan bahwa
bagian daun dan akar tumbuhan merupakan sumber zat penghambat yang paling
konsisten. Dibandingkan bagian zkar, daun mempunyai potensi yang lebih besar
sebagai sumber zat penghambat.
Pengaruh bahan atau senyawa kimia alelopati yang masuk ke lingkungan
berasal dari bagian tanaman di atas tanah seperti air tembus (throughfall),guguran
serasah atau bagian tanaman di bawah tanah seperti senyawa yang dikeluarkan akar.
Pengaruh alelopati dapat dilihat secara nyata pada suatu komunitas vegetasi yang
didominasi oleh satu jenis pobon. Dalam komunitas tersebut sifat kimia tanah akan
sangat dipen- oleh bahan kimia yang dihasilkan oleh jenis yang dominan, dan
hanya jenis-jenis yang toleran terhadap pengaruh bahan tersebut yang dapat
mempertahankan populasinya, (Djufri 1999; Djufri 2002).
Zat kimia yang bersifat alelopati tersebut dapat dikeluarkan melalui
dekomposisi tanaman. Sisa-sisa tanaman yang dibenamkan dalam tanah akan
mengalami penguraian dari senyawa komplek menjadi senyawa sederhana oleh
mikroorganisme. Sel-sel pada sisa tanaman yang didekomposisi kehilangan
perrneabilitas membrannya sehingga senyawa kimia di dalamnya dapat dilepaskan.

Pengaruh Naungan Terhadap Tanaman


Radiasi matahari merupakan faktor penting bagi tanarnan. Energi matahari
mempunyai tiga efek penting dalam proses fisiolog tanaman, yaitu (a). Efek panas
yang mempengaruhi pertukaran panas jaringan dan lingkungan, proses transpirasi,
respirasi, reaksi biokimia dalam fotosintesis dan metabolisme lainnya, (b). Efek
12
fotokimia yaitu fotosintesis, dan (c). Efek morfogenetik yang berperan dalam
regulasi dan stimulan dalam berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Pitono et 01. 1996). Junawati dan Muhammad (1997) menambahkan bahwa
pengaruh intensitas penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman lebih besar dibanding
pengaruh dari perubahan dalam waktu penyinaran. Melalui efek naungan diperlukan
jurnlah maksimum dari intensitas cahaya untuk memberikan jumlah energi optimum
pada semua daun dalam satu tanaman. Laju fotosintesis sangat berkurang selama
cahaya suram, tetapi tidak semua tmaman mempunyai respon terhadap intensitas
cahaya yang tinggi. Beberapa tanaman hanya memerlukan sepersepuluh dan cahaya
matahari penuh. Perbedaan &lam kebutuhan cahaya mengalubatkan adanya
klasifikasi tanaman yaitu tanaman cahaya terbuka dan tanaman naungan. Tanaman-
tanaman yang tumbuh baik pada cahaya penuh disebut tanaman cahaya (hellofit).
Pada umumnya tanaman yang memerlukan cahaya penuh tidak efisien dalam
fotosintesis (Haqadi 1996). Darwati et ul. (1992) melaporkan bahwa interaksi cahaya
dan waktu panen berpengaruh nyata pada berat kering batang dan berat kering
rimpang jahe.
Pemberian naungan pada tanaman terteiltu menyebabkan tanaman tersebut
memperoleh intensitas cahaya matahari dan suhu udara yang lebih sesuai untuk
pertumbuhannya; dengan demikian pengaruh yang merugikan dan intensitas cahaya
matahari yang berlainan dan suhu udara yang tinggi dapat dikurangi atau dihilangkan
(Pantja 1985).
Beberapa tanaman tropika, pertumbuhannya dapat tejadi dengan normal di
bawah naungan, baik naungan buatan maupun berupa pohon pelindung, seperti yang
terjadi pada kopi, teh, dan coklat. Pembenan naungan pada tanaman di samping
mengurangi intensitas cahaya, juga sering pula spektrum cahaya yang dterima dam
di bawah naungan itu berbeda dengan spektrum cahaya langsung padanya (Edrnon,
et a[. 1983). Faisal (1984) menyatakan bahwa penggunaan naungan menyebabkan
pengurangan persenatase intensitas cahaya yang sampai ke permukaan tanaman.
Adanya naungan dapat rnengurane kehlangan air dari tanaman, menekan
pertumbuhan gulma, mempertahankan struktur tanah, mempertahankan kelembaban
tanah yang tinggi dan akan mengurangi pekerjaan proteksi terhadap kerusakan oleh
hama dan penyakit tertentu.
13
Hampir semua (99%) energi radiasi matahari berada di daerah gelombang
pendek, yaitu antara 0,15 pm dan 40 pm (radiasi gelombang pendek). Komposisi
spektral dari radiasi matahari adalah : 9% dalam daerah ultra violet (h I 0,4 pm) ;
45% dalam daerah tarnpak (visible lighf) (0,41 pm I h h 0,47 pm); 46% dalam
daerah infra merah ( h 2 0,74 pm) (Prawirowardoyo
.,
1996).
Cahaya mempakan bagan dari kisaran spektrum elektromagnetik radiasi
surya. Menurut Treshow (1970) cahaya adalah bagian dari spektrum elektromagnetik
radiasi surya pada panjang gelombang 360-760 pm. Spektrum ini adalah spektrum
cahaya tampak yang terdiri dari spektmm merah jauh, kuning, bim clan hijau.
S p e k t ~ mcahaya tampak adalah spektrum yang dapat membangkitkan proses
fotosintesis yaitu pada spektrum PAR (Photosy~lrhericActive Radiation) atau energi
cahaya tarnpak. Di dalam proses fotosintesis radiasi spektrum PAR diubah dari
energi fisika menjadi energi kimia organik dan disimpan ke dalam gugus (CHzO),
atau karbohidrat di dalam sel organ (Nasir 2001). Spektrum ini biasa kita sebut
dengan cahaya.
Melalui kedua reseptor cahaya di atas, tanaman merubah energi cahaya
menjadi energi kimia pada proses fotosintesis, sehingga terbentuk senyawa-senyawa
kaya energi atau fotosintat. Fotosintat inilah yang digunakan pada proses
pertumbuhan dan perkembangan seperti inisiasi daun dan bunga, perkembangan
akar, pematangan buah da.n sebagainya, disamping juga digunakan pada proses
respirasi. Proses fotosintesis terbagi menjadi dua macarn reaksi. Kedua reaksi
tersebut adalah bersifat siklik (cyclicplzpfosyntlzericphosphorilation)
dan reaksi yang
bersifat non-siklik (non- cyclicphosporilat~on).
Wujud morfologi tanaman yang kekurangan cahaya disebut etiolasi
dihubungkan dengan pengamh cahaya pada distribusi dan sintesis protein. Keadaan
seperti ini tanaman akan memproduksi hormon auksin lebih banyak. Hormon auksin
mi?~piIkan hormon pertumbuhan yang dipengaruhi oleh cahaya. Fotoperiodisme
merupakan pengaruh tanaman terhadap cahaya sebagai salah satu contoh keja
hormon.
14
Perkecambahan
Perkecambahan biji dapat diartikan tumbuh dan berkembangnya struktur-
struktur penting embrio yang menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan
tanaman pada keadaan lingkungan yang menguntungkan (Supriamo 1995).
Perkecambahan dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas pertumbuhan yang sangat
singkat pada suatu embrio dalam perkembangan benih menjadi semai (Sutopo 2000).
Kuswanto (1996) menambahkan bahwa benih dikatakan berkecambah jika benih
tersebut telah muncul plumula dan radikula dari embrio dan diharapkan dapat
menghasilkan kecambah normal, jika faktor lingkungan mendukung. Dalam proses
perkecambahan terda~atdua aktivitas penting yaitu aktivitas morfologi ditandai
dengan kemunculan organ-organ tanaman dan aktivitas kimiawi yang diamati dengan
proses fisiologis hormon dzn enzim yang menyebabkan terjadinya perombakan zat
cadangan makanan. Aktivitas kimiawi ini berperan sebagai pengendali energ yang
akan digunakan dalam aktivitas morfologi (Anshari 1995).
Tahap-tahap perkecambahan biji dimulai dengan adanya penyerapan air,
diikuti dengan kegiatan sel dan aktivitas enzim hidrolik serta naiknya tingkat
respirasi biji, selanjutnya terjadi penguraian cadangan makanan seperti pati, lemak,
dan protein m e n j d bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang dapat larut dan
ditranslokasikan ke titik tumbuh, kemudian asimilasi dari bahan yang telah diuraikan
tadi & daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan
komponen dan sel-sel baru, dan terakhlr merupakan pertumbuhan dari kecambah
dengan proses perkecambahan, pembesaran, dan pembelahan sel-sel pada titik-titik
tumbuh (Sutopo 2002).
Menurut Handayani (2004) karakter-karakter yang banyak dipergunakan
dalam mempelajari morfologi perkecambahan adalah pengamatan terhadap
kemunculan, letak dan perkembangan kotiledonnya. Semai yang kotiledonnya
muncul disebut fanerokotilar, sebaliknya yang kotiledonnya tidak muncul disebut
knptokotilar. Semai yang kotiledonnya terangkat ke atas permukaan media tumbuh
disebut epigeal, sedangkan yang kotiledomya tetap tinggal dalam tanah dengan
hpokotil yang tidak berkembang disebut hipogeal. Kotiledon dapat berfungsi untuk
asimilasi, bentuknya seringkali menyerupai daun dewasa yang b e m a hijau. Selain
untuk asimilasi ada juga kotiledon yang berfungsi untuk cadangan makanan.
15
Berdasarkan pada karakter kotiledon 'tersebut terdapat 5 kombinasi karakter
kotiledon pada semai yaitu fanerokotilar-epigeal-asimilasi(F-E-A), fanerokotilar-
epigeal-cadangan makanan (F-E-C), fanerokotilar-hipogeal-cadanganmakanan (F-H-
C), knptokotilar-epigeal-cadangan makanan (K-E-C), dan kriptokotilar-hypogeal-
cadangan makanan (K-H-C). Mengacu pada kriteria tersebut maka dapat
dikemukakan bahwa tipe perkecambahan biji A. nrlorrca adalah F-E-A dan F-E-C.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan Benih


Faktor Dalam
Tingkat Kemakan Benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak
mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang
demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih
belum memilila cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio
sebelurn sempurna (Sutopo 2002).
Pertambahan berat kering embrio masak pada endosperm yang masak lebih
besar dibandingkan dengan pada endosperm belum masak. Cadangan makanan yang
terdapat pada endosperm yang belum masak masih belum cukup tersedia bagi
pertumbuhan embrio selengkap yang tersedia pada endosperm masak, dan
tampaknya tejadi pengubahan-pengubahan baik pada embrio dan endospenn selama
proses pemasakan biji berlangsung, yang akan memungkinkan embrio berkecambah
lebih cepat.
Beberapa jenis tanaman, seperti tomat, benihnya yang belum masak dapat
berkecambah serta menghasilkan tanaman normal. Tetapi benih tersebut tidak
memiliki kekuatan turnbuh dan ketahanan terhadap keadaan yang tidak baik seperti
yang dimiliki oleh benih masak (Sutopo 2002).

Ukuran Benih
Di dalam jaringan penyimpanan benih memiliki karbohidrat, protein, lemak
dan mineral. Bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku untuk energi bagi
embrio pada saat perkecarnbahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan
berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang
16
kecil, mungkin pada embrionya lebih besar. Ukuran benih menunjukkan korelasi
positif terhadap kandungan protein pada benih sorghum, makin besar dan berat
ukuran benih maka kandungan proteinnya makin meningkat pula. Dinyatakan pula
bahwa berat benih berpengamh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi,
karena berat benih menentukan besamya kecambah pada saat permulaan dan berat
tanaman pada saat dipanen. Benih yang lebih besar atau berat biasanya dihasilkan
kecambah tanaman yang lebih besar. Penelitian dengan menggunakan benih bunga
matahari diketahui bahwa berat benih 68 mg menghasilkan berat kecambah 101 mg;
berat benih 58 mg menghasilkan kecambah 88 mg, sedangkan berat benih 17 mg
menghasilkan kecambah 27 mg, (Sutopo 2002).

Dormansi
Benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenamya hidup (viable) tetapi
tidak dapat berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang cukup
syarat bagi perkecambahannya. Periode dormansi ini dapat berlangsung musiman
atau &pat juga seiama beberapa tahun, tergantung pada jenis benih dan tipe
dormansinya.
Dormansi disebabkan berbagai faktor antara lain: impermeabilitas kulit biji
baik terhadap air atau gas ataupun karena resistensi kulit biji terhadap pengaruh
mekanis, embrio yang rudimenter, "afrer ripening", dormansi sekunder dan bahan-
b&an penghambat perkecambahan. Tetapi dengan perlakuan khusus maka benih
yang dorman dapat dirangsang untuk berkecambah. misal: perlakuan stratifikasi,
direndam dalam larutan asam sulfat dan lain-lain.

Penghambai Perkecambahan
Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih. Zat
tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi
: Larutan dengan tingkat osmotik tinggi, misal larutan mannitol, larutan NaCI, bahan-
bahan yang mengganggu lintasan respirasi seperti: sianida, dinitrofenol, azide,
fluorida, hydroxilamine, herbisida, caumarin, auxin, bahan-bahan yang terkandung
dalam buah, misalnya; cairan yang melapisi biji tomat dan mentimun. Faktor luar
meliputi : air, temperatur, oksigen, cahaya, dan medium.
17
Pertumbuhan
Dalam arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel (pe~ngkatanjumlah)
dan pembesaran sel (peningkatan ukuran). Kedua proses ini memerlukan sintesis
protein dan mempakan proses yang tidak dapat berbalik. Proses yang disebut
belakangan meliputi hidrasi dan vakuolasi (pembentukan vakuola). Proses
d$erensiasi' (spesialisasi sel) seringkali cfianggap sebagai bagian dan pertumbuhan.
Perkembangan tanaman membutuhkan pertumbuhan dan diferensiasi (Franklin et al.
1991).

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, dikategorikan sebagai faktor
lingkungan (ekstemal) dan faktor genetik (internal) (Franklin et al. 1991). Faktor
Ekstemal meliputi iklim, cahaya, temperatur, panjang hari serta tanah. Faktor
internal meliputi; ketahanan terhadap tekanan iklim, dan biologis, laju fotosintetik,
respirasi, pembagian hasil asimilasi dan N, klorofil, karoten, dan kandungan pigmen
lainnya, tipe dan letak meristem, kapasitas untuk menyimpan cadangan makanan,
aktivitas enzim, pengaruh langsung gen (misalnya, heterosis, epistasis), dan
diferensiasi.

Pertumbuhan dan diferensiasi


Perkembangan tanaman mempakan suatu kombinasi sejumlah proses
kompleks, yaitu proses pertumbuhan dan cfiferensiasi yang mengarah pada akumulasi
berat kering. Proses diferensiasi memiliki tiga syarat: (1) hasil asimilasi yang tersedia
dalam keadaan berlebihan untuk dimanfaatkan kebanyakan kegiatan metabolik, (2)
temperatur yang menguntungkan, dan (3) terdapat sistem enzim yang tepat sebagai
perantara proses diferensiasi. Apabila ketiga persyaratan ini terpenuhi, salah satu
atau lebih dari ketiga respons diferensiasi ini akan tejadi: (1) penebalan dindmg sel,
(2) deposit dari sebagan sel, dan (3) pengerasan protoplasma (Franklin et al. 1991).
Proses yzng ketiga ini penting untuk mencegah rusaknya protoplasma karena tekanan
dam, seperti dingin, panas, atau kekeringan. Misalnya, bibit stok atau pindah tanam
(transplant) yang cukup keras dapat ditanam dan memberikan lebih banyak hasil
dibandingkan dengan stok yang lembek atau tidak keras.

Anda mungkin juga menyukai