Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
Tidur memiliki beberapa definisi sesuai dengan pemikiran para ahli. Menurut Guyton
& Hall (2014), tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan tak sadar yang masih dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik ataupun rangsangan lain. Menurut Potter
& Perry (2005), tidur merupakan proses fisiologis yang bersiklus bergantian dengan periode
yang lebih lama dari keterjagaan. Definisi lain datang dari Turpin (1986) dalam Leahy &
Kizilay (1998, p.700) yang menyatakan tidur merupakan suatu keadaan dimana organisme
secara reguler, berulang, dan mudah kembali lagi (reversible) ditandai oleh keadaan yang
relatif diam atau tanpa gerak dan meningkatnya ambang respon terhadap stimuli eksternal.
(anonim, 2013)
Jawaban mengenai pentingnya tidur bagi individu dan mengapa individu perlu tidur
memang sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti, namun menurut hasil penelitian pada
hewan, tidur diperlukan untuk bertahan hidup, hal tersebut dibuktikan dengan penelitian pada
tikus yang kekurangan tidur selama 2 hingga 3 minggu dapat mati. Beberapa ilmuan percaya
yakin bahwa tidur memberikan waktu kepada tubuh untuk memperbaiki dirinya. Pada saat
tidur, banyak sel yang menunjukkan peningkatan produksi protein, dimana kita ketahui
protein mempunyai fungsi salah satunya adalah untuk memperbaiki sel-sel yang rusak akibat
aktivitas yang berat atau akibat paparan sinar ultraviolet saat individu bekerja di luar ruangan.
Karena adanya keadaan-keadaan tersebut, maka para ilmuan sepakat bahwa tidur yanng
adekuat adalah sangat penting bagi kebaikan dan kesehatan umat individu. (National Sleep
Foundation, 2006)
Dalam Guyton & Hall, 2014, dijelaskan bahwa tidur memberikan 2 efek fisiologis
utama bagi tubuh individu; pertama adalah efek untuk sistem saraf dan kedua untuk sistem
fungsional tubuh yang lain dimana efek untuk sistem saraf tampaknya jauh lebih penting
karena sistem saraf mengambil peranan yang dominan dalam keseluruhan sistem yang
bekerja dalam tubuh individu. Bagaimanapun cara orang tidur, hal itu akan dapat
memulihkan tingkat aktivitas normal atau tenaga yang telah dikeluarkan oleh individu selama
Pada tubuh individu ada sebuah siklus tentang tidur bangun yang diatur oleh irama
sirkadian dan homeostasis tidur. Pada siklus tersebut individu memiliki 8 jam tidur malam
keadaan yang stabil atau seimbang dalam tubuh individu seperti tekanan darah, denyut nadi,
temperatur, keseimbangan asam-basa dan lain sebagainya, bahkan jumlah tidur pada malam
hari juga diatur oleh homeostasis ini. Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa ada sebuah
neurotransmitter yang jumlahnya akan meningkat pada individu dalam keadaan terjaga yaitu
Adenosine. Peningkatan kadar adenosine ini juga menyebabkan kebutuhan individu akan
tidur menjadi bertambah dan begitu pula sebaliknya, saat individu tidur, kadar adenosine
menurun dan kebutuhan individu akan tidur menjadi berkurang. (National Sleep Foundation,
2006)
Sistem kedua yang mengontrol tidur adalah irama sirkadian. Irama sirkadian ini
mengacu kepada fluktuasi-fluktuasi yang terjadi dalam sistem tubuh individu. Fluktuasi
tersebut dimaksudkan sebagai proses peningkatan atau penurunan yang fisiologis yang terjadi
pada tubuh individu, seperti peningkatan atau penurunan suhu tubuh, level hormon, dan
begitu pula dengan tidur. Semua fluktuasi tersebut terjadi selama 24 jam, yang diatur oleh
sebuah jam biologis yang dimiliki oleh otak individu. Jam biologis tersebut terdiri dari
sekelompok neuron di hipotalamus otak yang disebut Suprachiasmatic Nucleus (SCN). Irama
sirkadian internal ini secara fisiologis dan tingkah laku individu berkaitan dengan lingkungan
dan jadwal pekerjaan atau aktivitas individu itu sendiri. (National Sleep Foundation, 2006)
Saat individu tidur, organ internal menjadi lebih aktif dibandingkan dengan organ
eksternal. Metabolisme melambat namun semua organ utama dan organ regulasi akan tetap
bekerja seperti jantung, paru-paru, otak, dan organ lainnya. Secara umum, tidur dapat dibagi
menjadi 2 tahap yaitu Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement
(REM). Pada individu, tidur dimulai dengan tahap NREM yang terdiri dari empat tahap baru
kemudian dilanjutkan fase REM. Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian yaitu
sekitar 4-5 siklus dalam satu malam. (Potter & Perry, 2005)
a. NREM
Pada fase NREM atau fase dimana pergerakan bola mata tidak cepat, aktivitas
fisiologis tubuh akan menurun, seperti penurunan laju pernafasan, detak jantung,
penurunan tekanan darah, dan jika diperiksa dengan EEG akan didapatkan gelombang
- Tahap 1
Adalah tahap mengantuk dimana terjadi transisi antara terjaga dengan tertidur.
Gelombang otak dan aktivitas otot mulai melambat selama fase ini. Pada tahap 1
ini seringkali banyak ditemukan orang yang mengalami kejutan otot atau “muscle
- Tahap 2
Adalah tahap dimana terjadi tidur ringan dan mata mulai berhenti bergerak.
Gelombang otak menjadi lebih lambat dengan gelombang yang tiba-tiba cepat
yang disebut sebagai “speed spindle” . Pada tahap ini juga terjadi penurunan detak
jantung dan suhu tubuh. Biasanya tahap ini terjadi selama 10-25 menit.
- Tahap 3
Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya (Ganong, 1998). Pada tahap ini
individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat
segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit
- Tahap 4
Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat
lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan
Jika diakumulasikan, fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit
sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama
prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi
b. Fase REM adalah fase dimana terjadi peningkatan aktivitas otak. Gelombang otak
menjadi cepat dan tidak singkron sama seperti gelombang otak saat individu terjaga.
Laju pernafasan menjadi lebih cepat, ireguler, dan dalam. Gerakan mata menjadi lebih
aktif bergerak ke segala arah walaupun kelopak mata tertutup dan otot ekstremitas
meningkatnya tekanan darah. Fase ini adalah fase dimana kebanyakan orang
bermimpi.
Waktu tidur malam untuk kebanyakan orang adalah sekitar tujuh jam, dimana pada saat
itu terjadi pergantian siklus antara fase NREM dan fase REM sebanyak 4-6 kali. Kekurangan
tidur pada masing-masing fase dapat menunjukkan gejala yang berbeda pada keesokan
harinya. Salah satunya adalah jika seorang individu megalami hiperaktif pada keesokan hari
setelah tidur malam harinya, itu berarti orang tersebut kekurangan tidur di fase REM,
sementara jika seorang individu menjadi kurang sigap atau gesit di keesokan harinya, berarti
individu tersebut kurang tidur di fase NREM. (Mardjono, 2008 dalam anonim, 2013).
Gambar 2.1. Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry, 2005 dalam anonim, 2013)
Seperti yang dijelaskan pada fisiologi tidur, bahwa siklus tidur ini juga diatur oleh
irama sirkadian yang merupakan siklus 24 jam dari kehidupan manusia. Jika irama sirkadian
terregulasi dengan baik maka siklus ini pun akan teratur pula namun bila irama tersebut
terganggu maka akan terjadi gangguan pada fungsi fisiologis dan psikologis dari individu itu
(ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon
(LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis
anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran
dan bangun.
Semua hal yang mengganggu fisiologi tidur yang normal, berpotensi untuk
tidur. Untuk beberapa orang, gangguan yang terjadi mengarah pada gangguan kesehatan
medis. Beberapa kasus yang paling sering adalah sleep apnea, narcolepsy, restless legs
Kualitas tidur tidak hanya dinilai dari aspek kualitatif tetapi juga aspek kuantitatif
seperti misalnya lamanya waktu tidur, waktu yang diperlukan untuk tertidur dan frekuensi
terbangun dari tidur pada malam hari. Selain itu penilaian subjektif tidur juga tidak boleh
diabaikan seperti misalnya perasaan puas dan segar setelah bangun di pagi hari, rasa
berenergi atau kelelahan yang muncul pada saat bangun tidur di pagi hari. (anonim, 2013)
Dalam National Sleep Foundation journal dijelaskan bahwa kualitas tidur yang baik
sangat bermanfaat untuk seluruh aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia. Kualitas tidur yang
baik terkait dengan fungsi kognitif dan suasana hati yang baik pula. Selain itu, pada saat
tidur, tubuh manusia banyak memproduksi hormon-hormon yang penting bagi tubuh seperti
hormon pertumbuhan, hormon yang meregulasi energi tubuh serta hormon yang mengatur
metabolisme dan fungsi organ endokrin tubuh. Sebagai contoh, hormon kortisol yang dapat
menginduksi keterjagaan dari tidur akan meningkat pada akhir dari siklus tidur yang lengkap.
Hormon pertumbuhan yang berkontribusi dalam pertumbuhan anak dan membantu
meregulasi masa otot juga disekresikan saat tidur. Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH) yang merupakan hormon yang berperan dalam proses reproduksi
juga dilepaskan pada saat tidur. Lebih lanjut, siklus tidur ini akan mempengaruhi sekresi
Selain sistem hormon, kualitas tidur yang baik sangat mempengaruhi fungsi imunitas
tubuh manusia. Bukti terbaik yang menyatakan bahwa tidur memberikan dampak bagi sistem
imun adalah saat sebuah penelitian menunjukkan efektivitas vaksin flu akan sangat terhambat
jika individu tersebut kuranng tidur. Sitokin yang merupakan suatu sistem pertahanan tubuh
manusia yang menjaga tubuh dari infeksi juga merupakan sebuah sleep-inducers yang kuat.
Hal ini juga membuktikan bahwa tidur dapat membantu tubuh untuk mengkonversikan energi
dan segala sumber yang ada untuk menciptakan respon imun yang baik yang dapat
memerangi penyakit.
Kualitas tidur yang buruk dapat mengarah kepada kesehatan fisik dan psikologis yang
buruk. Secara fisiologis, kualitas tidur yang buruk membuat kesehatan personal menurun dan
tingkat kelelahan meningkat, serta berhubungan dengan terjadinya berbagai macam penyakit
seperti penyakit kardiovaskular, inflamasi, diabetes dan penyakit lain. Banyak penelitian
yang membuktikan bahwa kualitas tidur yang buruk menyebabkan peningkatan tekanan darah
Sistem hormon pada tubuh juga akan terganggu jika seseorang memiliki kualitas tidur
yang buruk. Sebagai contoh, penurunan tidur gelombang pendek pada laki-laki muda terkait
memiliki peran yang penting selama remaja dan dewasa dalam mengontrol proporsi lemak
dan otot tubuh, maka jika terjadi kekurangan hormon pertumbuhan maka seseorang akan
memiliki resiko tinggi menjadi overweight. Penelitian singkat lain juga menemukan korelasi
antara tidur yang tidak adekuat dengan hormon leptin yang tidak mencukupi dalam
meregulasi metabolisme karbohidrat. Level leptin yang rendah menyebabkan tubuh sangat
memerlukan karbohidrat sehingga kalori yang masuk ke tubuh juga menjadi bertambah.
Secara psikologis, kualitas tidur yang buruk terkait dengan penurunan fungsi kognitif.
Masalah yang sering terjadi adalah emosi menjadi tidak stabil, kepercayaan diri yang
menurun, menjadi lebih sembrono atau teledor dan masalah yang terkait harga diri.
Kecemasan, kebingungan, suasana hati yang buruk, depresi, dan kepuasan hidup yang rendah
juga merupakan kasus yang sering ditemukan jika seseorang memiliki kualitas tidur yang
buruk. Secara simultan hal-hal tersebut dapat menyebabkan perlambatan psikomotor kronik
Sampai saat ini ada beberapa skala yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dari
subjek yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah sebuah instrumen yang efektif
untuk mengukur kualitas dan pola tidur pada orang dewasa. Pengukuran dengan PSQI
merupakan pengukuran yang singkat dengan komponen psikometrik yang relatif baik yang
sangat berguna bagi klinisi atau peneliti untuk mengetahui berbagai gangguan tidur yang
mungkin mempengaruhi kualitas tidur. (Symth, 2007) PSQI ini adalah instrumen pengukuran
retrospektif yang paling sering dipakai dan merupakan satu-satunya pengukuran yang
Instrumen ini membedakan good sleepers dengan poor sleepers dengan mengukur
tujuh aspek tidur yaitu : kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur,
gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi pada siang hari dalam satu bulan ke
PSQI ini memiliki konsistensi internal dan koefisien reabilitas sejumlah 0.83% untuk
ketujuh komponen tersebut. Karena PSQI merupakan pengukuran yang subjektif, maka itu
menjadi salah satu kelemahan dari PSQI ini yaitu informasi yang didapatkan bisa tidak akurat
jika klien sulit mengerti apa yang tertulis pada kuisioner atau ketidakmampuan untuk melihat,
membaca atau menulis respon terhadap pertanyaan di kuisioner PSQI tersebut. (Smyth, 2007)
Rentang skor keseluruhan dari PSQI adalah 0-21. Jika skor total PSQI adalah lebih dari sama
dengan lima, hal tersebut merupakan indikasi kualitas tidur yang buruk sehingga konsultasi
Selain itu untuk mengetahui tingkat mengantuk pada klien nantinya yang berhubungan
dengan kualitas tidur, Epworth Sleep Scale (ESS) juga digunakan dalam penelitian ini. ESS
merupakan sebuah instrumen yang efektif untuk mengukur rata-rata tingkat mengantuk pada
siang hari. Pada ESS terdapat delapan komponen yang rentang skor masing-masing adalah 0-
3. ESS juga merupakan pengukuran yang bersifat subjektif sehingga ada kemungkinan
informasi yang diberikan klien tidak akurat. Interpretasi dari ESS ini adalah jika skor yang
dihasilkan kurang dari sepuluh maka tidur dalam kategori cukup, sedangkan apabila skor
lebih dari sepuluh maka ada kemungkinan gangguan tidur secara patologis. (Smyth, 2012)
Kualitas tidur juga sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, faktor psikis serta faktor
lingkungan. Faktor fisik yang mempengaruhi diantaranya adalah penyakit, kelelahan, diet dan
kalori. Untuk faktor psikis yang juga mempengaruhi kualitas tidur adalah tingkat kecemasan,
tingkat stres serta depresi. Sedangkan dari faktor lingkungan, yang ikut berpengaruh terhadap
kualitas tidur adalah jenis, bentuk dan kenyamanan tempat tidur, suara atau kebisingan yang
ada di sekitar, cahaya lampu saat individu tersebut saat memulai tidur serta suhu lingkungan
Sampai saat ini ada beberapa skala yang digunakan untuk mengukur skala kecemasan,
depresi serta stres yaitu Depression, Anxiety, and Stress Scale (DASS) yang dikembangkan
oleh Lovibond & Lovibond,2003. DASS merupakan kuesioner 42-item yang mencakup tiga
laporan diri, dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif dari depresi, kecemasan
dan stres. Masing-masing tiga skala berisi 14 item, dibagi menjadi sub-skala dari 2-5 item.
Skala depresi menilai dysphoria, putus asa, devaluasi hidup, sikap meremehkan diri,
otonom, efek otot rangka, keemasan situasional, dan pengalaman subjektif yang
mempengaruhi cemas. Skala stres menilai kesulitan santai, gairah saraf, dan yang mudah
marah/gelisah, mudah tersinggung/over-reaktif dan tidak sabar. Rentang nilainya adalah 0-34.
Nilai 0-14 berarti normal, 15-18 berarti stres ringan, 19-25 berarti stres sedang, 26-33 berarti
stres berat, dan lebih dari sama dengan 34 berarti stres sangat berat. (Diah, 2013)