Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dunia terus berkembang mengikuti zaman. Perekonomian dunia mengalami
perubahan yang dinamis dari tahun ke tahun. Dalam jangka waktu yang panjang sektor
perekonomian telah mengalami perubahan-perubahan yang berdampak besar. Industrialisasi
merupakan suatu era dimana munculnya industri-industri di berbagai bidang yang ditandai
dengan ditemukannya mesin produksi yang membantu meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pekerjaan. Revolusi industri pertama atau 1.0 dimulai pada abad ke-18. Hal itu
ditandai dengan penemuan mesin uap untuk upaya peningkatkan produktivitas yang bernilai
tinggi. Pada tahun 1900-an, industri kembali mengalami sebuah revolusi sehingga disebut
mulai memasuki era revolusi industri kedua atau 2.0. Revolusi industri 2.0 ini ditandai
dengan ditemukannya tenaga listrik. Kemudian, di era revolusi industri ketiga atau 3.0,
otomatisasi mulai dilakukan pada tahun 1970 hingga saat ini. Memasuki era milenium,
perkembangan zaman dan teknologi membawa industri memasuki tingkatkan selanjutnya
dalam revolusi industri yaitu mencapai revolusi industri keempat atau 4.0 1. Pada revolusi
industri keempat atau 4.0, efisiensi mesin dan manusia sudah mulai terkonektivitas dengan
internet of things.
Indonesia sudah menapaki era industri 4.0, yang antara lain ditandai dengan serba
digitalisasi dan otomasi. Keseriusan pemerintah menyambut era industri 4.0 ditandai dengan
peresmian roadmap Making Indonesia 4.0 oleh Presiden Republik Indonesia2. Sejalan
dengan hal tersebut, Yanuar Nugroho selaku Deputi II Staf Kepresidenan mengungkapkan
bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan komputer (TIK) dan e-government seharusnya
perlu ditujukan untuk perbaikan proses internal pemerintah dalam menghadapi
permasalahan pembangunan3. Perkembangan era revolusi industri 4.0 yang membawa
konsekuensi meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan transparansi dari organisasi
pemerintah serta responsif yang tinggi dan cepat, hal ini membawa perubahan paradigma
desain organisasi. Revolusi industri 4.0 sejatinya memberikan peluang besar dalam
mengefektifkan fungsi dan peran organisasi pemerintah dalam menjalankan tugas sehari-

1
https://tirto.id/sejarah-revolusi-industri-dari-10-hingga-40-dhhu
2
https://finance.detik.com/industri/d-3952444/jokowi-resmikan-roadmap-industri-40
3
http://ksp.go.id/revolusi-industri-4-0-pemerintah-serius-siapkan-birokrasi-modern/index.html

1
2

hari, perkembangan informasi teknologi (IT) yang cepat dapat menjadi peluang dalam
percepatan penerapan e-governance, sebagai digitalisasi data dan informasi seperti e-
budgeting, e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting
hingga e-monev serta aplikasi custom lainnya. Pengembangan kelembagaan organisasi
birokrasi melalui transformasi yang terencana dan terukur, sangat dibutuhkan dalam
menjawab problem statement yang menjadi ciri kelemahan organisasi pemerintah pada
umumnya, yang dipandang perlu meningkatkan responsivitas, transparansi, membangun
sistem dan mekanisme yang accessible sehingga memungkinkan adanya “checks and
balances”4.
Badan Kepegawaian Negara sebagai instansi pengelola Aparatur Sipil Negara juga
sudah terintegrasi dengan digitalisasi. Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Biro
Hubungan Masyarakat Badan Kepegawaian Negara (BKN), Muhammad Ridwan, yang
mana hal tersebut terkait antisipasi industri 4.05. Ini tentu dilakukan untuk merespon
perubahan yang terus menerus terjadi. Untuk merespon revolusi industri 4.0, BKN
mengeluarkan sebuah Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (Perka BKN) Nomor
16 Tahun 2016 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Badan Kepegawaian Negara 2015-
2019.
Melalui Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, BKN
mendapat penguatan sebagai lembaga negara yang diberi amanah untuk melakukan
pembinaan dan manajerial ASN secara nasional. Maka diharapkan BKN mampu untuk
melakukan sebuah reformasi birokrasi melalui sistem pengembangan sumber daya manusia
melalui manajemen ASN yang baik, yang juga berfungsi untuk mengembangkan kualifikasi
dan kemampuan ASN, serta memiliki kompetensi yang sanggup untuk memecahkan
berbagai macam persoalan, permasalahan, dan tantangan yang ada di dalam proses
pembangunan bagi bangsa dan negara, baik untuk saat ini maupun di masa depan. Sehingga
melalui perbaikan pengelolaan kepegawaian, diharapkan BKN mampu untuk membawa
perubahan dalam hal pengelolaan dan pembinaan manajemen kepegawaian berdasarkan
standar, norma, etika, dan aturan yang berlaku, serta sesuai prosedur dan kriteria ASN.
Dalam rangka era reformasi birokrasi pula, BKN harus mampu menjadi lembaga
yang mampu untuk adaptif terhadap setiap perkembangan zaman yang terjadi, agar selalu
konsisten juga untuk membangun sumber daya ASN menjadi lebih baik. Maka kemudian

4
http://setkab.go.id/revolusi-industri-4-0-dan-transformasi-organisasi-pemerintah/
5
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3453826/pemerintah-siapkan-pelatihan-industri-40-bagi-pns-ini-
kata-bkn
3

disusunlah sebuah Rencana Strategis BKN 2015-2019 yang berisi tujuh sasaran strategis,
yaitu: (1) meningkatkan kualitas pengelolaan ASN; (2) keandalan sistem informasi ASN;
(3) meningkatkan disiplin pegawai; (4) meningkatkan profesionalisme ASN; (5)
terwujudnya pelayanan kepegawaian dengan berbasis manajemen mutu; (6) meningkatnya
pelayanan pembinaan PNS; dan (7) terwujudnya BKN yang akuntabel dan tata kelola
pemerintahan yang baik.
Dari segi capaian kinerja sendiri, berdasarkan Lakip BKN (2016) dijelaskan, bahwa
capaian kinerja BKN diakumulasikan dari berbagai kegiatan yang dikelompokkan ke dalam
lima kelompok sasaran strategis dan dua puluh tujuh indikator kinerja utama. Lima sasaran
strategis tersebut antara lain: (1) meningkatkan sistem pembinaan manajemen kepegawaian
yang optimal; (2) meningkatkan sistem informasi manajemen ASN; (3) meningkatkan mutu
pelayanan kepegawaian berbasis teknologi informasi; (4) meningkatkan efektivitas sistem
pengawasan dan pengendalian kepegawaian; dan (5) terwujudnya reformasi birokrasi BKN.

Grafik 1.1
Capaian Kinerja BKN
160.00%
140.00% 135.51%
120.00%
100.00% 105.80% 103.76%
98.40%
80.00% 82.20% 87.40%
75.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : telah diolah kembali oleh peneliti dari Laporan Akuntabilitas Kinerja BKN Tahun 2014, 2015, 2016

Dari data di atas terlihat sepanjang tahun 2010 hingga 2016 terlihat naiknya kinerja
BKN. Pada tahun 2016 terjadi penurunan sekitar 30% karena memang pada tahun 2016 ada
beberapa hal yang terjadi, seperti Indeks Profesionalisme Pegawai ASN yang pada saat itu
masih belum dilakukan, data Dasar Kepegawaian ASN yang belum terverifikasi seluruhnya,
dan juga sistem informasi untuk melayani kebutuhan data ASN yang telah terintegrasi
Sistem Aplikasi Pelayanan Pegawai (SAPK) memiliki kendala yaitu terganggunya instalasi
listrik di BKN.
Dalam mewujudkan organisasi yang efektif di era saat ini, menurut Kepala BKN
Bima Haria Wibisana, sudah seharusnya birokrat bergerak ke arah perubahan revolusi
4

industri, yang bahkan sudah menuju ke arah revolusi industri 5.0. Apalagi dalam rangka
reformasi birokrasi, di mana terjadi fenomena kegagalan atau penundaan reformasi karena
rupanya para birokrat yang tidak bisa menunjukkan performa yang sesuai dengan
perkembangan zaman6. Data yang dirilis oleh PBB menunjukkan bahwa penerapan e-
government di Indonesia adalah peringkat 107 dari 193 negara. Posisi ini merupakan
kenaikan dari peringkat 116 pada saat tahun 2016. Tetapi, peringkat terbaik Indonesia adalah
peringkat 96 di tahun 2005. Jika dibandingkan dengan Thailand yang berada di peringkat 77
tentu ini sangat jauh. Apalagi peningkatan Thailand adalah drastis jika peringkat
dibandingkan dengan tahun 2014. Untuk data lebih lengkap tentang perbandingan e-
government di Asia Tenggara, bisa melihat tabel berikut:

Tabel 1.1
Pembangunan E-Government di Asia Tenggara
No Nama Peringkat
Negara 2018 2016 2014 2012 2010 2008 2005 2004 2003 Rata2
1 Singapura 7 4 3 10 11 23 7 8 12 9
2 Malaysia 48 60 52 40 32 34 43 42 43 44
3 Brunei 59 83 86 54 68 87 73 63 55 70
4 Thailand 73 77 102 92 76 64 46 50 56 71
5 Filipina 75 71 95 88 78 66 41 47 33 66
6 Vietnam 88 89 99 83 90 91 105 112 97 95
7 Indonesia 107 116 106 97 109 106 96 85 70 99
8 Timor L 142 160 161 170 162 155 144 174 169 160
9 Kamboja 145 158 139 155 140 139 128 129 134 141
10 Myanmar 157 169 175 160 141 144 129 123 126 147
11 Laos 162 148 152 153 151 156 147 144 149 151
Sumber: Telah diolah kembali oleh peneliti dari UN E-Government Survey 2003, 2004, 2005, 2008, 2010,
2012, 2014, 2016, 20187

Dilihat dari data di atas, pembangunan e-government dibandingkan dengan negara-


negara lain di wilayah Asia Tenggara termasuk tertinggal. Jika dibandingkan dengan negara-

6
http://www.bkn.go.id/berita/dunia-global-sudah-songsong-industri-4-0-sudah-seharusnya-birokrat-
bergerak-ke-arah-sana
7
https://publicadministration.un.org/egovkb/en-us/Reports/UN-E-Government-Survey-2018
5

negara seperti Thailand, Vietnam, ataupun Filipina rupanya Indonesia tertinggal jauh.
Apalagi jika dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, pembangunan e-government di
Indonesia amat sangat tertinggal.
Melihat fakta tersebut, maka merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi
pemerintah agar ikut beradaptasi dan siap dengan perubahan-perubahan yang muncul di era
revolusi industri 4.0, yang membuat perubahan-perubahan menjadi sangat cepat. Ini
membuat pemerintah berusaha mempercepat pembangunan e-government agar
pemerintahan menjadi lebih baik.
Pemerintah mulai menunjukkan ketertarikan untuk pembangunan pemerintahan
berbasis teknologi atau e-government dimulai dari dikeluarkannya Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003. Ini menjadi dasar untuk pembangunan e-
government di Indonesia, di mana selanjutnya lembaga-lembaga untuk mendukung
pembangunan e-government dibentuk. Lembaga-lembaga tersebut contohnya adalah Dewan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas), kemudian ada juga unit yang
berada di ranah kementerian yaitu Direktorat e-Government pada Direktorat Jenderal
Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan juga ada Asisten
Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Pelaksanaan Sistem Administrasi
Pemerintahan dan Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang berada di
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Tetapi jika melihat tabel 1.1 di atas,
menunjukkan bahwa selama 16 tahun belum ada dampak berarti dari adanya lembaga-
lembaga tersebut. Pada saat tahun 2003 pembangunan e-government berada pada peringkat
70, tetapi peringkat pembangunannya menurun menjadi peringkat 107 di tahun 2018. Jika
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di Asia Tenggara dalam hal
pembangunan e-government, tentu itu merupakan hal yang memalukan.
Begitu pula peran lembaga-lembaga kajian yang muncul di instansi-instansi,
khususnya lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang). Efeknya tak begitu terasa,
kajiannya juga justru jarang digunakan dan menjadi lembaga yang seakan terisolir. Padahal
Litbang merupakan ujung tombak pembangunan berbasis revolusi industri 4.0, dan
merupakan unsur pembangunan nasional yang berasaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK).
Terkait dengan fenomena tersebut, maka sudah seharusnya BKN sebagai lembaga
negara yang menjadi motor sistem manajemen kepegawaian nasional di Indonesia
beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi. Di tengah kemajuan perkembangan
6

zaman, BKN menerapkan sistem e-government dalam menopang manajemen kepegawaian


nasional.
Beberapa hal yang dilakukan oleh BKN terkait dengan e-government, adalah tentang
SAPK/NCSIS yang berupa pelayanan kepegawaian dalam urusan Penetapan NIP, Kenaikan
Pangkat dan Pensiun yang dilakukan secara online di seluruh instansi kementerian, lembaga,
dan daerah. Kemudian juga ada sistem penempatan PNS dalam jabatan dengan berbasiskan
kompetensi dalam rangka merit system, yaitu pelayanan HRMS. Kemudian juga ada sistem
pelaporan kinerja PNS yang dilakukan secara online, baik secara harian, bulanan, maupun
tahunan. Ada juga pengembangan sistem biometrik PNS berbasiskan elektronik, serta Kartu
Pegawai Elektronik untuk pelayanan BPJS, Tapperum, dan Taspen. Dan tentu yang paling
terkenal adalah sistem CAT (Computer Assisted Test) yang merupakan sistem ujian
penerimaan CPNS, ujian dinas dalam rangka seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) baik
JPT Pratama, Madya, maupun Utama, serta ujian penyesuaian ijazah.
Ada juga beberapa Existing Sistem Informasi Manajemen PNS yang terintegrasi,
seperti sistem administrator (ncsisadmin.bkn.go.id), sistem pelayanan kepegawaian
(sapk.bkn.go.id) yang mengurusi kenaikan pangkat, penetapan NIP, pensiun, mutasi, dan
urusan lainnya. Kemudian juga Human Resource Management System (hr.bkn.go.id) yang
mengurusi perencanaan kepegawaian dan usulan penetapan formasi pegawai (CPNS), unit
organisasi, pemetaan jabatan, dan sistem penempatan jabatan berbasis kompetensi (merit
system). Ada juga Executive Information System atau EIS (eis.bkn.go.id), Personal
Information System atau PIS yang juga termasuk dalam sapk.bkn.go.id, Pensiun Data
Management atau PDM (pdm.bkn.go.id), Pengembangan Jabatan Karir PNS atau Jarir
(jarir.bkn.go.id), Dokumen Manajemen Sistem atau tata naskah kepegawaian
(dms.bkn.go.id), ataupun Integrated System BKN-Taspen (pensiun.bkn.go.id).
Aplikasi di atas belum dihitung dengan beberapa aplikasi di internal BKN, di hampir
setiap Unit Eselon II memiliki masing-masing aplikasi yang juga terintegrasi dengan situs
utama www.bkn.go.id. Bahkan, CPNS angkatan 2017 yang baru saja diangkat menjadi PNS,
dan juga CPNS 2018 yang saat ini sedang melakukan On the Job Training (OJT)
menciptakan beberapa aplikasi yang dipergunakan untuk memudahkan pekerjaan sehari-
hari di lingkungan BKN. Jikapun belum menciptakan, tetapi sudah membuat desain aplikasi
yang berdasarkan pada pekerjaan yang ada dan permasalahan yang ada, yang lagi-lagi
dipergunakan untuk memudahkan pekerjaan sehari-hari di lingkungan BKN. Jadi bukan
hanya PNS senior saja yang dituntut untuk berinovasi dalam rangka e-government, tetapi
7

PNS muda dan CPNS juga sudah dituntut untuk memikirkan hal-hal yang inovatif dalam
rangka e-governmet tersebut.
Hal tersebut menjadi sebuah fenomena positif di lingkungan instansi BKN, karena
ada dorongan untuk melakukan learning organization di lingkungan BKN. Learning
organization menjadi salah satu strategi utama dalam pembangunan di BKN. Hal ini tertulis
pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Road
Map Reformasi Birokrasi Badan Kepegawaian Negara 2015-2019. Di dalam lampiran Perka
BKN tersebut tertulis bahwa “dalam penatan kelembagaan atau organisasi, beberapa hal
yang harus dilakukan antara lain merampingkan struktur, menekankan fungsi, menciptakan
efektivitas dan efisiensi, mengacu pada visi, misi, dan strategi yang jelas, mengedepankan
kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi organisasi
pembelajaran (learning organization), dan lain sebagainya.” Dari lampiran tersebut maka
terlihat jelas bahwa memang BKN dalam melakukan penataan organisasi dan dala rangka
manajemen kepegawaian secara nasional, melakukan learning organization untuk
menjawab perubahan-perubahan zaman yang terjadi semakin cepat seiring dengan revolusi
industri 4.0.
Learning organization sendiri menurut Peter Senge (1990) diartikan sebagai
organisasi yang tiada henti mengembangkan kapasitasnya untuk menciptakan masa
depannya. Maka, learning organization adalah sebuah usaha berkomitmen pada siklus
pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan dari pengetahuan, mempromosikan budaya
yang memungkinkan dan mempercepat performa individu dan kelompok, dan juga terus
menguji asumsi dan pengetahuan yang telah dimiliki dan mengubah pengetahuan baru
menjadi tindakan. Menurut Senge, ada beberapa pihak yang berbeda dalam pengertian
tentang learning. Ada yang menganggap bahwa learning hanyalah tindakan memperoleh
informasi dan pengetahuan baru. Ada pula yang berpikir bahwa learning merupakan
mempelajari perilaku dan keterampilan baru. Dan ada pula yang berpendapat bahwa
learning adalah mendapatkan wawasan baru melalui pengalaman pribadi. Dari hal-hal
tersebut bisa disimpulkan bahwa inti dari learning adalah belajar untuk mendapatkan hal
baru. Baik itu wawasan, pengetahuan, pengalaman, ataupun keterampilan baru. Menurut
Senge, ada lima elemen dasar (five disciplines) dalam learning organization. Elemen-
elemen tersebut adalah systems thinking, personal mastery, mental models, shared vision,
dan team learning.
Wahyudi (2011) mengatakan bahwa tujuan dari penerapan learning organization
adalah terjadinya pembelajaran secara menyeluruh di dalam organisasi, baik pada tataran
8

single-loop, double-loop, maupun pada tataran triple-loop learning. Pada tingkatan single-
loop learning, pembelajaran terjadi ketika organisasi mampu untuk memberi solusi langsung
terhadap masalah yang dihadapi. Pada tingkatan double-loop learning, pembelajaran terjadi
untuk merubah mental model yang digunakan. Pada tingkatan ini, organisasi harus terus
menerus mengkaji strategi yang digunakan, norma-norma, kebijakan organisasi serta
prosedur yang ada melalui dialog dan perdebatan, yang tujuannya untuk menemukan
pertanyaan yang benar tentang permasalahan yang ada, bukan untuk mencari jawaban yang
benar. Fungsinya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada agar valid.
Kemudian untuk tingkatan triple-loop learning, diartikan dengan belajar bagaimana belajar.
Tingkatan ini dilakukan jika tingkatan single-loop learning dan double-loop learning telah
dilakukan secara berulang, sehingga organisasi mengerti tentang belajar bagaimana belajar.
Kemudian, learning organization akan terbangun jika memang tersedia anggota
organisasi yang cakap (personal mastery), kesamaan dalam visi (shared vision), dam tim
kerja yang selalu memperbaharui kemampuannya (team learning). Tetapi menurut Wahyudi
ketiga elemen tersebut bisa salah arah ketika rutinitas organisasi malah membuat kinerja
organisasi semakin memburuk. Apalagi pemburukan kinerja tidak pernah disadari oleh
sebuah organisasi karena cara pandang (mental model) yang salah. Ini karena cara pandang
tersebut telah diyakini sejak lama dan tertanam dalam nilai-nilai, norma, dan kebiasaan di
dalam organisasi yang membuat kebenarannya tidak ditanyakan lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka menarik untuk dilakukan pengkajian tentang
penerapan learning organization di instansi Badan Kepegawaian Negara, di mana di tengah
pembangunan e-government di Indonesia yang hanya urutan 107 dunia dan urutan 7 di
ASEAN, tetapi BKN merupakan lembaga negara yang mampu untuk membangun e-
government secara bertahap, yang dilakukan melalui proses learning organization di
lingkungan BKN yang dilegitimasikan melalui Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Badan Kepegawaian
Negara 2015-2019.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian


9

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Sistematika Penulisan

Anda mungkin juga menyukai