Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KOMUNIKASI PADA LANSIA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1:

1. NIA USNIAH 9. NUR WAHIDAH SARMA


2. MUS MULIADIN 7. SAHRATUL AINI
3. SITI ASSUARO SOLIHA 8. ADE KOMALA SRI BULAN
4. NADIA NUR SETIAHATI 9. TITIN FITRIANI
5. RIAN FIRDAYANTI 10. MELISA DWI UTAMI
6. MEILA WATI 11. RENI YULIANTI
7. NI LUH SANTINI 12. TITA ROSA
8. NURUL HIDAYANTI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah “ KOMUNIKASI PADA LANSIA” dengan baik dan
tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
teman-teman untuk membantu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Mataram 15 November 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan kebutuhan bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk
melakukan interaksi dengan orang lain bahkan dengan dirinya sendiri. Komunikasi adalah
proses penyampaian pesan dari komunikator terhadap komunikan yang akan menimbulkan
efek atau akibat. Dalam studi Ilmu Komunikasi juga terdapat Model dan Level Komunikasi.
Salah satunya model komunikasi yang sesuai dengan tema penelitian ini yaitu menurut
Schramm (1954), model komunikasi ini dimulai dengan interaksi dua individu yang
berkomunikasi.
Menurut O'Byrne et al dalam (Mc Mullan, Parush, & Momtahan, 2015), komunikasi
terhadap pasien merupakan salah satu poin terpenting dalam proses perawatan dan
pertukaran informasi. Keahlian komunikasi yang efektif penting bagi semua hubungan
(Kusuma, 2009). Seperti hubungan antara perawat dan lansia, keterampilan dalam
berkomunikasi khususnya perawat menjadi hal yang penting untuk kebutuhan pribadi lansia
di panti jompo (Emma Forsgren, Skott, Hartelius & Saldert, 2015). Perawat adalah orang
terdekat yang berkomunikasi langsung dengan lansia.Komunikasi yang dilakukan adalah
komunikasi interpersonal yang merupakan proses pertukaran informasi secara langsung atau
pemindahanpengertian dua orang atau lebih. Komunikasi interpersonal yang baik akan dapat
membangun kedekatan dan keintiman dalam proses menyampaikan pesan. Salah satu proses
komunikasi interpersonal yang penting yaitu saat pagi hari di panti jompo, ketika staf
membantu warga dengan keluar dari tempat tidur dan mengelola rutinitas pagi di panti jompo
(Forsgren et al., 2015).

1.2 RUMUSAN MASALAH


A. Bagaimanakah tekhnik komunikasi pada lansia?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


A. Agar mahasiswa dapat mengetahui tekhnik komunikasi pada lansia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap
muka dua orang atau lebih, baik secara verbal maupun non verbal. Proses komunikasi
interpersonal hanya melibatkan dua orang, seperti suami –istri, guru –murid, perawat –pasien
dan sebagainya (Mulyana, 2010). Komunikasi interpersonal dapat dilihat dari dua sisi
sebagai perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh
karena itu, derajat komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman
informasi sehingga merubah sikap. Komunikasi interpersonal yang baik akan menghasilkan
umpan balik yang baik juga. Komunikasi interpersonal diperlukan untuk mengatur tata
krama kehidupan atau pergaulan antar manusia. Memberikan komunikasi interpersonal yang
baik akan memberikan pengaruh besar dalam kehidupan manusia (Rejeki, 2008).
Komunikasi interpersonal yang baik dan berkualitas dimulai dengan
mempertimbangkan melalui lima kualitas umum dari komunikasi interpersonal yaitu,
keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif
(positiveness), dan kesetaraan (equality) (Mulyana, 2010). Untuk dapat menciptakan
komunikasi yang baik dan berkualitas tersebut, diperlukan proses dalam membangunnya,
yang kemudian dalam penelitian ini perawatlah yang bertugas membangun dan membentuk
komunikasi interpersonal yang baik dan berkualitas dengan lansia (Cristanty & Azeharie,
2016). Menurut Cristanty dan Azeharie (2016), komunikasi interpersonal yang baik dan
berkualitas dapat tercapai jika kedekatan antara perawat dengan lansia terbentuk. Perawat
adalah yang mempunyai peran penting dalam melakukan komunikasi interpersonal terhadap
lansia. Peran merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan sesuai dengan kedudukannya
dalam suatu system. Peran dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial dan peran adalah bentuk
perilaku yang diharapkan seseorang pada fungsi sosial tertentu (Kozier Barbara, 1995:21)

2.2 TEKNIK KOMUNIKASI PADA LANSIA


A. Teknik Asertif
Asertif adalah sikap dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukkan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti.
B. Responsif
Berespon artinya bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap
aktif dari petugas kesehatan ini akan menimbulkan perasaan tenang bagi pasien.
C. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang diinginkan.
D. Supportif
Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien menjadi
termotivasi untuk mandiri dan dapat berkarya sesuai kemampuannya. Dukungan
diberikan baik secara materiil maupun moril.
E. Klarifikasi
Klarifikasi dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan ulang dan member i
penjelasan lebih dari satu kali agar pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan
sama dengan klien.
F. Sabar dan Ikhlas
Terkadang klien lansia mengalami perubahan yang merepotkan dan kekanak –
kanakan. Perubahan ini perlu disikapi dengan sabar dan ikhlas agar perawat tidak
menjadi jengkel dan tetap tercipta komunikasi yang terapeuti k dan juga tidak
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan perawat.

2.3 HAMBATAN BERKOMUNIKASI DENGAN LANSIA


Komunikasi dengan lansia dapat terganggu jika ada sikap agresif dan nonasertif.
A. Agresif
1. Berusaha mengontrol & mendimonasi orang lain.
2. Meremehkan orang lain.
3. Menonjolkan diri sendiri.
4. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain.
5. Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun
perbuatan.
B. Nonasertif
1. Menarik diri bila diajak bicara.
2. Merasa rendah diri.
3. Merasa tidak berdaya.
4. Tidak berani mengungkapkan keyakinan.
5. Pasif.
6. Mengikuti kehendak orang lain.
7. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya.
8. Mengorbankan kepentingan diri sendiri untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.

2.4 Teknik agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain:


A. Mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien.
B. Keraskan suara jika perlu.
C. Dapankan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah klien sehingga klien
dapat melihat mulut kita.
D. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditori. Pastikan pencahayaan cukup.
E. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
F. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang
yang tidak mengalami gangguan komunikasi.
G. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat
pendek dan bahasa yang sederhana.
H. Bantu kata – kata anda dengan isyarat visual.
I. Ringkaslah hal – hal yang penting dari pembicaraan.
J. Berikan klien waktu untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
K. Biarkan klien membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan untuk menyelesaikan kalimat.
L. Jadilah pendengar yang baik.
M. Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
N. Ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan. Biasanya orang terdekat
paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses
komunikasi.

2.5 TEKNIK DALAM PERAWATAN LANSIA PADA REAKSI PENOLAKAN


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara
sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian – kejadian
nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi
ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
Langkah untuk menghadapi klien lansia dengan penolakan, antara lain :
A. Kenali segera reaksi penolakan.
Biarkan klien bertingkah laku pada tenggang waktu tertentu untuk beradaptasi.
Kemudian lakukan :
1. Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara
mengobservasi klien bila sedang dalam puncak reaksi.
2. Ungkapkan kenyataan yang dialami klien secara perlahan.
3. Jangan menyokong penolakan klien.
B. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri untuk
mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan yang akan
dilakukan serta upaya untuk memandirikan klien dengan cara sbb:
1. Libatkan klien dalam perawatan dirinya.
2. Puji klien karena usahanya.
3. Membantu klien untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya
dengan menggunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan m eluangkan
waktu bersama.
C. Libatkan keluarga atau pihak terdekat untuk membantu perawat memperoleh
sumber informasi atau data dan mengefektifkan rencana / tindakan agar dapat
terealisasi dengan baik. Dapat dilakukan dengan cara :
1. Melibatkan keluarga atau pihak terdekat dalam membantu klien untuk
menentukan perasaanya.
2. Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan
tentang masalah klien dan hal – hal yang dapat dilakukan dalam rangka
membantu.
3. Hendaknya pihak lain memuji usaha klien dalam usaha untuk menerima
kenyataan.
4. Menyadarkan pihak terkait akan pentingnya hukuman (bukan fisik) apabila
klien menggunakan penolakan

2.6 PENERAPAN MODEL KOMUNIKASI PADA LANSIA


A. Model Komunikasi Shannon Weaver
Diperlukan keterlibatan anggota keluarga sebagai tra nsmitter untuk mengenal
lebih jauh tentang klien
Kelebihan : melibatkan anggota keluarga atau orang yang lain yang
berpengaruh.
Kekurangan :memerlukan waktu yang cukup lama karena klien dalam reaksi
penolakan sehingga tidak dapat melakukan evaluasi karena tidak ada feed back
B. Model SMCR
Kelebihan : proses komunikasi simple. Model ini efektif bila keadaan lansia
sehat belum banyak mengalami penurunan secara fisik maupun
psikis.
Kekurangan : klien tidak memenuhi syarat seperti yang ditetapkan. Prosesnya l
ama bergantung pada kondisi klien.
C. Model Leary
Antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi, dimana respon seseorang
dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan.
Kelebihan : terjadinya interaksi atau relationship antara perawat dengan
klien sehingga masalah dapat diselesaikan.
Kekurangan : perawat lebih dominan dank lien patuh.
D. Model terapeutik
Membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati, menghargai
dan harmonis.
Kelebihan : dengan teknik komunikasi yang baik lansia akan lebih paham apa
yang kita bicarakan; koping efektif
Kekurangan : kondisi empati kurang cocok diterapkan pada lansia dengan reaksi
penolakan.
E. Model Keyakinan Kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit,
merasakan adanya ancaman/ manfaat untuk mempertahankan kesehatannya.
Kelebihan : lansia yang mengetahui akan adanya ancaman akan dapat
bermanfaat dan sebagai barier dalam melaksanakan tindakan
pencegahan penyakit.
Kekurangan : tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
F. Model komunikasi kesehatan
Komunikasi berfokus pada transaksi antara professional kesehatan-klien yang
sesuai dengan permasalahan kesehatan klien. Mencakup 3 faktor :
1. Relationship
Perawat mengadakan komunikasi dengan klien menggunakan ilmu psi
kososial dan tekhnik komunikasi.
2. Transaksi
Dalam berkomunikasi hendaknya disepakati untuk menyelesaikan masalah
klien. Perawat harus berhati – hati mencari informasi dari klien,
memberikan feed back (verbal/nonverbal)secara berkesinambunagn.
3. Konteks
Perawat harus mengetahui situasi dan permasalahan yang dihadapi
klien.
Kelebihan : dapat menyelesaikan masalah dengan tuntas. Klien
merasa dekat dengan perawat dan merasa diperhatikan.
Kekurangan : membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan
permasalahan. Fasi litas pelayanan harus lengkap.
G. Model interaksi King
Pada model ini intinya adalah kesepakatan sebelum mengadakan interaksi
dengan klien lansia. Perawat harus mempunyai persepsi secara ilmiah yang
dikomunikasikan pada klien dan kemudian disepakati dengan klien
sehingga terjadi reaksi – interaksi dan transaksi.
Kelebihan : komunikasi sesuai dengan tujuan jika klien kooperatif.
Kekurangan :klien lansia dengan penolakan akan mengalami kesulitan untuk
dilakukan komunikasi model ini karena tidak kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA
Havifi, I. (2014). Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Lansia Panti Jompo Upt
Khusnul Khotimah di Kota Pekanbaru, 1(2), 1–12.
Herliyanawati,D. (2017). Komunikasi antar pribadi ibu kepada anak, 1–16.
Junaidi. (2013). Pengaruh Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Anak di SMA Negeri Samarinda Seberang. eJournal
Ilmu Komunikasi, 1(1), 442–455.
.

Anda mungkin juga menyukai