Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH LANDASAN ILMIAH ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA, MODERNISASI DAN


PEMBANGUNAN

OLEH
KELOMPOK 6
1. Rilla Elvandar (18177028)
2. Uun Junita (18177051)
3. Yuli Dwiyanti (18177037)
4. Rizaldi Putra Jamal (18177031)

DOSEN PEMBINA
Prof. Dr. Azwar Ananda. MA

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019

0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
anugerah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dalam
bentuk makalah dengan semampu kami. Kami juga berterima kasih kepada Dosen
Pembina Mata Kuliah Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kami
inspirasi atau motivasi sehingga kami dapat menyelesaikan tugas berupa makalah ini
dengan baik.
Dalam pembuatan tugas berupa makalah ini, kami membahas sebuah makalah
yang berjudul tentang “Pendidikan dan Perubahan Sosial Budaya, Modernisasi dan
Pembangunan” sebagai pemenuhan tugas Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan.
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kelemahan dalam pembuatan tugas berupa makalah ini, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari saudara/saudari, demi mengembangkan
dan menyempurnakan isi makalah ini di masa yang akan datang.

Padang, Oktober 2019

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu hal yang perlu untuk kelanjutan suatu budaya.
Pendidikan juga merupakan alat yang penting untuk kerjasama yang inteligen dengan
perubahan budaya. Salah satu cara untuk sebuah masyarakat berusaha tetap seirama
dengan perubahan ialah dengan merubah pada setiap generasi warisan budaya yang
diajarkan di sekolah-sekolah. Untuk mencapai tujuan ini para pendidik menafsirkan
kembali (reinterprate) pengetahuan dan nilai-nilai lama untuk menghadapi situasi-
situasi baru.Sebuah kebudayaan mungkin melakukan antisipasi masa depan dengan
menyiapkan generasi muda dengan informasi, sikap-sikap, dan keterampilan tertentu
yang direncanakan untuk menghadapi situasi tertentu yang diramalkan. Budaya
merupakan perwujudan dari pendidikan yang melandasi perubahan kebudayaan itu
sendiri.
Pendidikan berperan dalam membuka pintu untuk menuju ke dunia modern,
karena hanya dengan pendidikan dapat dilakukan perubahan sosial budaya, yaitu
pengembangan ilmu pengetahuan, penyesuaian nilai-nilai dan sikap-sikap yang
mendukung pembangunan, dan penguasaan berbagai keterampilan dan menggunakan
teknologi maju untuk mempercepat proses pembangunan. Sebagai contoh, beberapa
tahun terakhir, negara-negara di dunia misalnya Amerika Serikat telah meningkatkan
pengeluarannya untuk pendidikan sains pada umumnya dan untuk pendidikan insinyur
pada khususnya supaya dapat melampaui Rusia dalam eksplorasi ruang angkasa.
Modernisasi serta upaya pembangunan sebagaimana dicontohkan dapat mengarah
pada perubahan kebudayaan. Arah perubahan sosial budaya, modernisasi, atau
pembangunan adalah suatu masyarakat dalam mana ilmu pengetahuan dan teknologi
membantu manusia memecahkan hampir semua masalah yang dihadapinya untuk
mencapai tingkat kesejahteraan atau kemakmuran yang diinginkan mereka. Hidup di
dunia sekarang dan masa depan menuntut penguasaan ilmu dan teknologi. Untuk
membahas secara rinci mengenai perubahan sosial budaya, modernisasi, atau
pembangunan, maka penulis melakukan pembahasan mengenai hal tersebut pada
makalah ini.

2
B. Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dari makalah ini sebagai
berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan?
2. Bagaimanakah perubahan sosial budaya?
3. Bagaimanakah hubungan antara pendidikan dengan sosial budaya?
4. Apakahyang dimaksud modernisasi dan pembangunan?
5. Bagaimana arah perubahan sosial budaya?
6. Apakah teori-teori perubahan sosial budaya?
C. Tujuan Makalah
Dari beberapa rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini sebagai
berikut.
1. Menentukan dan menjelaskan pendidikan.
2. Menentukan dan menjelaskan perubahan sosial budaya.
3. Menentukan dan menjelaskan hubungan antara pendidikan dengan sosial
budaya.
4. Menentukan dan menjelaskan modernisasi dan pembangunan.
5. Menentukan dan menjelaskan arah perubahan sosial budaya.
6. Menentukan dan menjelaskan teori-teori perubahan sosial budaya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan
Pendidikan adalah upaya yang sadar dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
individu agar dapat menentukan kehidupan secara mandiri. Definisi pendidikan sangat
dipengaruhi oleh berbagai pola pikir dan paradigma yang dianut, karena dengan
paradigma tersebut seseorang akan mengikuti teori dan menerapkan dalam kehidupan
keseharian. Contohnya antara penganut paradigma “positivisme” dan “subjektivis”.
Paradigma “positivisme” mengembangkan teori pendidikan behavioris yang
menekankan bahwa perilaku manusia dapat diatur dan dikendalikan dengan menberikan
pelatihan. Paradigma “subjektivis” mengembangkan teori humanisnya agar pera peserta
didik dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan dalam pengertian modern diartikan sebagai proses formal dan
direncanakan dimana warisan kebudayaan dan norma-norma sebuah masyarakat
ditransmisikan dari generasi ke generasi, dan melalui tranmisi warisan itu
dikembangkan melalui penemuan ilmiah. Sedangkan pendidikan dalam pengertian
konvesional dipahami dengan memberikan materi-materi kebudayaan dimaksudkan
agar pengetahuan anak tentang budaya manusia bertambah, jika kegiatan tersebut
dilanjutkan kepada usaha membentuk/membimbing kepribadian anak. Definisi
pendidikan diartikan menurut paham atau aliaran yang mereka anut. Analisis terhadap
sistem pendidikan dapat dilakukan dari in-put, proses, out-put dan out-come. In-put
sangat menetukan proses pendidikan, dan proses akan menentukan out-put pendidikan.
Out-come berpengaruh terhadap perubahan sosial yang akan terjadi. Proses
produksi pendidikan berbeda dengan proses produksi sustu perusahaan dalam bidang
industri, karena pendidikan memerlukan waktu sangat panjang dan sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor yang tidak dapat segera terdeteksi secara dini, sehingga hasilnyapun
dapat dilihat di kemudian hari. Pendidikan memiliki andil besar dalam kehiduapan
manusia, oleh sebab itu berikut ini fungsi pendidikan yang berhungan dengan perbahan
sosial di masyarakat, yaitu:
1) Fungsi pendidikan sebagai perubahan sosial.
Pada fungsi ini pendidikan berperan sebagai pencetak penemu-penemu baru
dengan hasil temuan mereka akan mempengaruhi kebudayaan masyarakat sehingga

4
mengakibatkan perubahan sosial yang cukup menyeluruh. Contohnya, penemuan
komputer, rice cooker, pesawat terbang, televisi, listrik generator, diessel dan
sebagainya.
2) Fungsi memindahkan nilai-nilai budaya (trasformasi kebudayaan).
Pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses kegiatan yang direncanakan untuk
memindahkan pengetahuan, sikap, nilai-nilai,serta kemampuan-kemampuan mental
lainnya dari satu generasi ke generasi lebih muda, seperti proses interaksi guru dan
murid di kelas dan sekolah ataupun di kelompok-kelompok warga belajar serta
keluarga.
3) Fungsi mengembangkan dan memantapkan hubungan-hubungan sosial.
Fungsi ini membentuk peserta didik lebih mengetahui, memahami dan
mengerti kelompok-kelompok sosial yang ada di lingkungan sosial mereka. Dalam
proses ini yang lebih berperan adalah pendidikan nonformal dan informal, tetapi
pendidikan formal juga mempengaruhi sebagai wadah pengembangan secara
akademis. Wajarlah kesempatan pendidikan terbuka lebar untuk mendukung
keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini berarti memperbaiki citra masyarakat
dari lingkungan primitif menuju ke masyarakat yang modern dan berpandangan
luas terhadap dunianya. Pendidikan membawa masyarakat ke arah perubahan yang
menuju ke perbaikan.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan
melalui 3 jalur yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal,dan pendidikan informal
dimana ketiga jalur tersebut saling melengkapi dan meperkaya. Pendidikan sebagai
suatu sistem yang terorganisir dengan baik serta memiliki proses tersendiri. Proses
pendidikan adalah proses pemberian stimulasi pada seseorang secara di sengaja untuk
mendorong terjadinya proses perkembangan manusiawi ke tingkat yang lebih baik. Arti
perkembangan manusiawi tersebut yaitu perkembangan yang bersangkut paut dengan
hakekat manusia. Sistem pendidikan di Indonesia terbagi atas tiga jalur dengan masing-
masing jalur memiliki sistem tersendiri, yaitu:
a. Pendidikan formal adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan melalui sistem
persekolahan yang memiliki ciri-ciri antara lain terstruktur secara mapan,
kurikulum diatur secara nasional, memiliki jenjang yang mengikat, memiliki

5
aturan yang ketat dalam prosedur penerimaan murid baru (rekrutmen warga
belajar), memiliki tata tertib yang ketat dalam proses belajarnya.
b. Pendidikan nonformal adalah lembaga pendidikan di luar sistem persekolahan
merupakan jalur penyelenggaraan pendidikan yang berbeda dengan pendidikan
persekolahan. Jalur penyelenggara pendidikan nonformal memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Tidak terlalu ketat sistem pembelajaran, baik dari segi waktu, kurikulum,
fasilitator, sumber belajar maupun tempat pembelajaran.
2) Kurikulum diusahakan dapat sesuai dengan kebutuhan balajar.
3) Fasilitator dan sumber belajar diusahakan yang tersedia di lingkungan sekitar.
4) Pengaturan waktu disesuaikan dengan waktu luang warga belajar.
5) Tempat belajar disesuaikan tempat kedekatan warga belajar.
c. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga dan
berbagai satuan yang ada di masyarakat sesuai dengan kebutuhan belajar
masyarakat. Pendidikan informal memiliki ciri lebih fleksibel dibanding jalur
pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Contohnya; pendidikan dalam
keluarga dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri di dalam keluarganya sesuai
kebutuhan belajar yang dirumuskan dalam keluarga tersebut berdasarkan filosofi
dan pendangan hidupnya.
Dari ketiga jalur pendidikan tersebut memiliki perbedaan yang sangat mencolok
dalam jalur pendidikan informal dengan kedua jalur lainnya terletak pada perancangan
programnya.

B. Perubahan Sosial Budaya


Dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan, selalu muncul dinamika.
Dinamika itu mencerminkan adanya proses perubahan baik yang bersifat lambat
maupun yang bersifat cepat. Ada perubahan yang bersifat revolusioner dan evolusioner.
Perubahan yang bersifat evolusioner memakan waktu ribuan atau ratusan tahun,
melibatkan perubahan yang berkelanjutan dari bentuk yang lebih rendah atau lebih
sederhana ke bentuk yang lebih tinggi atau kompleks. Dalam arti sosial budaya,
perubahan yang bersifat evolusioner mencerminkan perubahan sosial, politik, ekonomi
yang bersifat gradual dan relatif damai. Sedangkan perubahan yang bersifat

6
revolusioner adalah perubahan yang berlangsung dalam waktu relatif pendek, bersifat
tiba-tiba, radikal dan menyeluruh. Dalam arti sosial budaya perubahan yang bersifat
revolusioner mencerminkan perubahan sosial, politik, ekonomi yang bersifat cepat,
fundamental dan relatif menggegerkan (Manan, 1989: 49).
Perubahan secara evolusioner itu seringkali mengambil bentuk perubahan
bertahap, dengan demikian akan ditemui teori perubahan sosial budaya umat manusia
yang bermacam-macam, tergantung pada aspek sosial budaya yang menjadi pusat
perhatian si pembuat teori dan kriteria yang dipakai sebagai pengukurnya. Perubahan
sosial budaya itu biasanya terjadi karena adanya dorongan dari berbagai faktor, baik
yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, maupun yang berasal dari luar masyarakat.
Dorongan tersebut dapat timbul dari bawaan perkembangan masyarakat atau
didatangkan dari luar masyarakat, ada yang secara sadar, ada juga yang secara tidak
sadar. Perubahan yang terjadi ada yang merupakan pengembangan lanjut dari unsur dari
unsur-unsur atau institusi sosial budaya yang telah ada atau sama sekali ciptaan baru,
dengan demikian ada perubahan mendasar dan penambahan jumlah unsur-unsur yang
telah ada sebelumnya.
Menurut Murdock (dalam Manan, 1989), berbagai fenomena yang dapat menjadi
faktor penyebab timbulnya perubahan sosial adalah:
1. Pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk
2. Perubahan lingkungan geografis
3. Perpindahan ke lingkungan baru
4. Kontak dengan orang berlainan budaya
5. Bencana alam dan sosial seperti banjir, kegagalan panen, perang dan depresi
ekonomi
6. Kelahiran atau kematian seorang pemimpin
7. Penemuan (innovation).
Hubungan antar faktor-faktor tersebut digambarkan pada model Spindler berikut.
Pada model Spindler terlihat sebuah sistem sosial budaya yang berhubungan dengan
beberapa sistem sosial budaya yang lain. Dalam sistem sosial budaya itu sendiri ada
empat komponen yang berinteraksi, yaitu individu, interaksi sosial, lingkungan dan
kebudayaan itu sendiri.

7
Gambar 1. Model Spindler (Manan, 1989: 51)
Kontak langsung antara dua sistem budaya akan menimbulkan perubahan pada
keduanya. Seberapa besar perubahan yang terjadi pada masing-masingnya akan sangat
tergantung pada ukuran dan presitise relatif dari kedua kebudayaan yang berhubungan.
Proses perubahan dengan cara ini dinamakan akulturasi. Kontak budaya ini telah
menyebabkan terdapatnya berbagai persamaan di antara berbagai kebudayaan.
Berhubungan erat dengan akulturasi ini adalah difusi atau peminjaman unsur-
unsur budaya. Proses peminjaman tidak membutuhkan kontak langsung antara orang-
orang dari kedua kebudayaan yang berlainan. Berbagai saluran komunikasi dapat jadi
perantara penyebaran gagasan-gagasan dari berbagai sumber. Perubahan lingkungan
fisik seperti adanya banjir, epidemi, pertambahan penduduk, perubahan iklim dapat
mendorong perubahan sosial budaya. Hal yang sebaliknya dapat juga terjadi, yaitu
kemajuan sosial budaya dapat membawa perubahan pola lingkungan fisik sebuah sistem
budaya.
Bentuk interaksi sosial tertentu yang diciptakan sebuah kelompok kecil dalam
sebuah sistem sosial budaya dapat membawa perubahan jika pola interaksi kelompok
kecil tersebut dijadikan model atau pola umum bagi kegiatan sejenis dalam masyarakat
yang bersangkutan. Penemuan atau inovasi yang diciptakan oleh seorang individu
dapat menjadi sumber perubahan interaksi sosial dan perubahan sistem sosial
budaya.Penemuan baru atau inovasi ini dianggap oleh banyak ahli ilmu sosial sebagai
titik awal atau dasar dari perubahan sosial budaya.
Menurut Woods (dalam Manan, 1989), terdapat empat macam inovasi, yaitu:
1. variasi jangka panjang

8
2. penemuan (discovery)
3. penciptaan (invention)
4. difusi.
Variasi jangka panjang merupakan perubahan-perubahan kecil yang perlahan-
lahan dan menumpuk dalam pola-pola fikir dan pola-pola perilaku yang menghasilkan
sesuatu secara kualitatif akan mengambil bentuk baru. Penemuan atau discovery
mencakup kesadaran akan adanya sesuatu yang baru, yang sebelumnya telah ada.
Sedangkan penemuan yang disebut penciptaan (invention) merupakan sistesa baru dari
benda-benda, kondisi-kondisi dan praktik-praktik. Secara harfiah dapat dikatakan bahwa
discovery merupakan penemuan yang tidak disengaja, sedangkan invention merupakan
pembuatan sesuatu yang baru dari apa-apa yang telah ada.
Difusi atau peminjaman elemen-elemen kebudayaan meruapakan bentuk inovasi
yang paling umum. Difusi berbagai elemen budaya, baik materil maupun nonmateril
telah berlangsung sejak lama dalam kehidupan bangsa-bangsa, dari dulu sampai
sekarang.
Wood (dalam Manan, 1989) mengilustrasikan perubahan sosial budaya dalam
sebuah model umum berikut.

Gambar 2. Model Umum Proses Perubahan (Manan, 1989: 53)


Model tersebut menjelaskan adanya perubahan dalam lingkungan sosial budaya
atau lingkungan fisik merangsang respon-respon baru karena individu harus
menyesuaikan diri terhadap keadaan yang berubah. Inovasi menjadi sumber dari
penyesuaian dan inovasi akan mengambil bentuk variasi, discovery, invention dan
difusi. Sebagaimana yang diungkapkan maka perubahan sosial budaya yang sebenarnya
baru akan terjadi bila anggota masyarakat mempelajari dan menyetujui respon-respon
baru tersebut sehingga elemen baru itu menjadi bagian integral dari pola tingkah laku
masyarakat.
Proses perubahan dapat berlangsung dari kedua ujung yang ditunjukkan pada
model, dan saling mempengaruhi antara berbagai komponen biasa terjadi secara umum.

9
Contohnya, difusi praktik-praktik pemeliharaan kesehatan ke negara-negara terbelakang
(inovasi) dapat meningkatkan jumlah penduduk (perubahan lingkungan fisik) yang
mendorong usaha sadar untuk menemukan alat pengendali kelahiran (inovasi). Murdock
(dalam Manan, 1989) mengemukakan bahwa terdapat urutan proses pengintegrasian
sebuah inovasi ke dalam sebuah sistem sosial budaya. Urutan tersebut diuraikan sebagai
berikut.
Inovasi  aksepsi sosial  seleksi  integrasi

Rogers (dalam Manan, 1989) secara lebih rinci mengemukakan urutan berikut.

Kesadaran akan adanya inovasi (awareness) timbul perhatian terhadap


inovasi  adanya penilaian terhadap inovasi (evaluation) diadakan
percobaan terhadap inovasi (trial) pengintegrasian inovasi (integration).

Inovasi merupakan proses mental yang timbul karena dirasakan adanya dorongan
tertentu oleh seseorang untuk berbuat sesuatu sebagai akibat adanya tantangan dari
perubahan lingkungan (fisik atau sosial budaya), atau dirasakannya adanya kebutuhan
yang perlu dipenuhi. Hal-hal itulah yang mendorong orang untuk berfikir menciptakan
sesuatu yang baru dengan cara merubah apa yang telah ada, mengadakan kombinasi
baru, atau menciptakan sesuatu yang baru sama sekali. Kegiatan yang bersifat proses
mental inilah yang dinamakan kegiatan inovatif.
Kegiatan inovatif dapat timbul dan berkembang dalam masyarakat berkat berbagai
kondisi. Kebudayaan yang terbuka dan relatif kaya akan lebih mendorong untuk
timbulnya inovasi yang lebih banyak. Sikap masyarakat terhadap perubahan akan
menentukan apakah akan banyak terjadi inovasi atau tidak, di samping cara dan isi
pendidikan dalam suatu masyarakat, yang sangat mempengaruhi timbulnya individu-
individu yang inovatif. Struktur sosial yang menyebabkan adanya golongan-golongan
masyarakat yang tertekan pada akhirnya juga akan menghasilkan golongan masyarakat
menjadi golongan yang inovatif.
Menurut Hunt (dalam Manan, 1989), inovasi khususnya invention dipandang
sebagai sebuah proses pertambahan dan pertumbuhan dengan satu langkah mengikuti
langkah sebelumnya dan melibatkan banyak orang. Invention dalam arti penggabungan

10
gagasan-gagasan yang telah ada dengan cara baru mempunyai implikasi bahwa makin
luas landasan gagasan-gagasan yang ada di dalam suatu kebudayaan, maka akan makin
banyak kombinasi-kombinasi baru berbagai gagasan yang akan dapat dikembangkan.
Sebuah sistem sosial budaya yang sederhana dengan jumlah gagasan-gagasan
yang terbatas akan terbatas pula kemampuannya melaksanakan inovasi. Suatu sistem
sosial budaya yang kompleks, akan dapat membuat pilihan kombinasi baru dari
sejumlah besar gagasan-gagasan yang telah ada sebelumnya, dapat mengadakan inovasi
dengan kecepatan yang lebih besar karena inovasi yang telah ada akan mendorong
munculnya inovasi baru. Semakin luas gagasan yang ada dalam sebuah sistem sosial
budaya akan semakin cepat terjadinya inovasi. Perkembangan inovasi cenderung
mengambil bentuk deret ukur, bukan deret hitung. Hal ini berarti bahwa negara yang
maju akan lebih cepat maju dan negara-negara terbelakang akan terus tertinggal. Jurang
antara negara maju dan negara berkembang akan semakin besar.
Memperluas gagasan-gagasan yang ada dalam suatu masyarakat dan merubah
sikap tertutup suatu masyarakat hanya dapat dilakukan dengan memperluas pendidikan
yang akan dapat membawa perubahan dalam sikap dan memberi landasan bagi
peminjaman gagasan dari masyarakat yang lebih maju. Pendidikan dengan isi dan cara
yang tepat akan dapat mempercepat proses pengejaran ketertinggalan dan inovasi, yang
akan dapat menghasilkan pembangunan yang diinginkan oleh sebuah sistem budaya.
Pendidikan dapat melahirkan pembahari (inovator), pendukung pembaruan, dan
pelaksana pembaruan, yang semuanya dibutuhkan dalam perubahan sosial budaya yang
diinginkan oleh suatu masyarakat.

C. Hubungan Pendidikan dengan Perubahan Sosial Budaya


Implikasi dari perubahan suatu system budaya yang dianut dalam masyarakat
mengakibatkan terjadinya pengaruh yang signifikan terhadap nilai-nilai budaya tersebut
dalam penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Sistem pendidikan harus
memperhatikan nilai-nilai budaya, karena budaya yang ada akan menolong terjadinya
pembudayaan dalam proses pendidikan yang diselenggarakan.
Pendidikan adalah suatu bentuk dari perwujudan seni dan budaya manusia yang
terus berubah, berkembang dan sebagai suatu alternatif yang paling rasional dan
memungkinkan untuk melakukan suatu perubahan atau perkembangan. Sebagaimana

11
telah dikemukakan sebelumnya bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi
pada struktur dan fungsi dalam sistem sosial, yang mana termasuk di dalamnya adalah
pendidikan, karena pendidikan ada dalam masyarakat, baik itu pendidikan formal,
informal, maupun non formal.
Pendidikan ada karena adanya suatu masyarakat yang berperan di dalamnya, maka
pendidikan dan masyarakat itu memiliki suatu hubungan yang erat dan ketergantungan.
Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu bantuan yang di dalamnya terdapat
pengabdian masyarakat sehingga masyarakat itu semakin berkembang dan maju dengan
adanya suatu pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pematangan dan
pendewasaan masyarakat.
Pada zaman sekarang ini ada perubahan sosial yang berjalan begitu cepat namun
ada juga yang berjalan dengan lamban, juga sangat berdampak pada pendidikan,
misalnya dengan bertambahnya penduduk yang cepat maka perlu disediakan sekolah
untuk menampung siswa tersebut, sehingga sarana pendidikanpun juga harus dibangun
lebih banyak. Lalu dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial itu pula
kebutuhanmasyarakat terhadap pendidikan guna menghadapi kehidupan yang semakin
kompleks, akan sangat memerlukan pendidikan guna mempersiapkan masyarakat itu
sendiri dalam menghadapi perkembangan zaman itu.
Upaya bangsa Indonesia untuk memberantas kebodohan dengan mewajibkan
pendidikan dasar sembilan tahun adalah satu upaya untuk mempersiapkan masyarakat
dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Seiring dengan berubahnya
kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang mampu membekali diri mereka dengan
pengetahuan dan keterampilan yang nantinya dapat digunakan atau dipraktikkan dalam
kehidupan nyata, maka perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan orientasi
pendidikan juga akan terjadi.
Jika kita melihat perubahan sosial sebagai dampak dari berkembangnya teknologi
adalah dengan sangat mudahnya mengakses internet yang bagi masyarakat yang tidak
agamis dapat digunakan untuk hal-hal yang negatif, kita juga bisa menyaksikan banyak
kecurangan-kecurangan, ketidak jujuran, dan banyak perbuatan negatif yang
bertentangan dengan norma agama Islam sebagai dampak dari perubahan sosial,
karenannya sangat diperlukan sistem pendidikan yang dapat mempersiapkan manusia
(masyarakat) untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.

12
Dampak lain dari terjadinya perubahan sosial terhadap pendidikan adalah dengan
terus dikembangkannya kurikulum yang mampu menjawab tantangan perubahan, juga
dampak pada perubahan sistem manajemen pendidikan yang berorientasi pada mutu
(quality oriented), yaitu akan peningkatan kualitas pembelajaran yang berkelanjutan
menuju kepada pembelajaran unggul sehingga menghasilkan output yang berkualitas.
Perubahan sosial yang terjadi pada suatu masyarakat sangat berpengaruh pada
pendidikan, namun tidak semua perubahan sosial yang terjadi berdampak positif, tetapi
ada juga perubahan sosial yang menghasilkan akibat buruk bagi dunia pendidikan,
berikut sisi positif dan negatif dari suatu perubahan sosial terhadap pendidikan:
a. Dampak Positif
Sisi positif dari sebuah perubahan sosial bagi pendidikan adalah dapat meningkatkan
taraf pendidikan dalam kehidupan masyarakat sehingga dapat menghasilkan manusia
yang siap menghadapi perubahan sosial tersebut.
b. Dampak Negatif
Sedangkan dari sisi negatif dari suatu perubahan sosial terhadap pendidikan Islam
adalah ketidaksiapan pendidikan menerima perubahan yang begitu cepat dan drastis,
artinya lembaga pendidikan harus lebih siap dalam menghadapi perubahan sosial
yang semakin berkembang dan terus menerus berubah.

Apalagi dengan berkembangnya teknologi yang begitu pesat yang membuat


banyak pengaruh budaya dari luar yang merasuk pada kehidupan dan cara hidup. Siaran
televisi dan akses internet yang sudah bisa dilakukan dimana saja, menjadi tantangan
terssendiri bagi dunia pendidikan untuk mengantisipasinya, jika kita tidak siap terhadap
perubahan tersebut maka siapa pun akan tergusur, tetapi tidak jika para pegiat pendidika
senantiasa berinovasi dan berkreasi dalam mengantisipasi perubahan tersebut, dengan
menggunakan fasilitas teknologi tersebut.
Pengaruh perubahan sosial yang lainnya terhadap pendidikan adalah terjadinya
transformasi pemikiran dalam pendidikan, seiring dengan perubahan-perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat, pendidikan juga mengalami perubahan. Hal yang lebih
konkrit dari pengaruh perubahan sosial terhadap pendidikan adalah ketika perubahan
sosial membawa kepada perbaikan ekonomi masyarakat dan menuntut mereka untuk

13
memenuhi kebutuhan akan hasil teknologi seperti komputer/laptop, maka ketika
seorang anak yang mendapat tugas dari gurunya untuk membuat karya tulis sederhana
yang bahannya tersedia lewat internet, maka secara langsung dan jelas dampak dan
pengaruh adanya perubahan sosial.
Dengan melihat perkembangan lembaga pendidikan yang berorientasi pada
IPTEK sebagai hasil dari berubahnya masyarakat, banyak visi sekolah yang
mengedepankan orientasi IPTEK, karena disisi lain masyarakat juga menuntut lembaga
pendidikan yang mengikuti perkembangan dan mampu mempersiapkan anak mereka
untuk menghadapi masa depan. Jelaslah bahwa perubahan sosial yang terjadi sangat
berdampak pada pendidikan.

D. Modernisasi dan Pembangunan


Schloor (dalam Manan, 1989) mendefinisikan fenomena perubahan sosial budaya
sebagai berikut: ‘Modernisasi masyarakat itu secara umum sekali boleh jadi dapat
dirumuskan sebagai penerapan pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aktivitas,
semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek-aspek masyarakat’. Wainer (dalam
Manan, 1989) menyusun sebuah antologi ‘modernisasi’ yang di dalamnya ditemukan
antara lain modernisasi kepercayaan-kepercayaan agama, modernisasi pendidikan,
modernisasi pendidikan, modernisasi hubungan-hubungan sosial, modernisasi manusia,
modernisasi sistem hukum, modernisasi administrasi negara, modernisasi dunia
pertanian, modernisasi industri dan modernisasi tenaga kerja.
Pembangunan ekonomi dalam arti luas adalah proses peningkatan pendapatan
perkapita suatu masyarakat dalam jangka waktu yang panjang. Pengalaman negara-
negara barat menunjukkan bahwa tingkat pendapatan perkapita yang tinggi atau
kesejahteraan yang tinggi yang telah mereka capai adalah dari transformasi masyarakat
tradisional menjadi masyarakat modern dalam mana revolusi intelektual memegang
peranan penting.Revolusi dalam ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang pada
gilirannya menghasilkan revolusi industri yang kemudian disusul oleh revolusi
politik.Revolusi yang terakhir adalah pencerminan dari usaha konsolidasi susunan
kekuasaan yang serasi setelah terjadi berbagai perubahan dalam struktur sosial yang
diakibatkan oleh revolusi industri. Hasil akhir adalah pendapatan perkapita yang tinggi,
sistem politik berdasarkan demokrasi, tingkat kesejahteraan masyarakat dalam mana

14
mayoritas penduduk tinggal di kota yang memiliki sarana pendidikan dan kesehatan
serta rekreasi dan komunikasi yang tinggi kualitasnya.
Dinamika kehidupan modern telah menghasilkan berbagai tantangan yang
menempa kondisi psikologis masyarakat maju yang secara simultan memerlukan dan
memperkuat daya penyesuaian, daya inisiatif dan daya empati manusia-manusia
modern. Proses pembangunan ekonomi yang berlangsung seperti pada masyarakat barat
inilah yang disebut modernisasi. Dalam sosiologi perkembangan proses pembangunan
yang mengikuti alur evolusioner seperti itu dinamakan teori pembangunan yang
menggunakan paradigma modernisasi.
Secara jelas teori pembangunan ekonomi yang menggunakan paradigma
modernisasi ini terlihat dalam teori pembangunan yang dikemukakan oleh W. W.
Rostow (dalam Manan, 1989) yaitu teori ‘Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi’.
Menurut Rostow ada lima tahap yang harus dilalui masyarakat untuk mencapai tingkat
kemakmuran yang tinggi seperti pada masyarakat barat, yaitu:
1. masyarakat tradisional,
2. pra-tinggal landas,
3. jalan landas,
4. jalan ke arah kematangan, dan
5. masyarakat konsumsi massal.

Terdapat dua paradigma dalam pembangunan, yaitu paradigma modernisasi dan


paradigma ketergantungan. Pokok pikiran dalam paradigma modernisasi adalah:
1. pembangunan adalah suatu proses yang spontan, tidak dapat dibalik-balikkan
dan menjadi sifat dari masing-masing negara
2. pembangunan secara tersirat menuju diferensiasi struktural dan spesialisasi
fungsional
3. proses pembangunan dapat dibagi menjadi tahapan-tahapan yang berbeda, yang
menunjukkan tingkat pembangunan yang dicapai oleh setiap masyarakat
4. pembangunan dapat dirangsang oleh persaingan ekstern atau ancaman militer
dan oleh langkah-langkah intern yang mendukung sektor-sektor modern dan
memodernisasi sektor-sektor tradisional.

15
Pokok-pokok pikiran paradigma ketergantungan adalah:
1. rintangan-rintangan yang paling penting bagi pembangunan bukan tidak adanya
modal atau kecekatan kewiraswastaan. Hal-hal ini bersifat ekstern bagi
perekonomian yang kurang berkembang
2. proses pembangunan dianalisa dalam arti hubungan antara kawasan-kawasan,
yaitu pusat dan pinggiran
3. karena kenyataan bahwa kawasan pinggiran itu kehilangan hak atau surplusnya,
pembangunan di pusat secara tersirat berarti keterbelakangan di kawasan
pinggiran
4. bagi suatu negara pinggiran perlu memisahkan diri dan berjuang untuk mandiri.

Paradigma manapun yang akan diikuti oleh negara-negara berkembang dalam


pengembangan sosial ekonomi mereka maka yang utama harus dilakukan adalah
pembangunan manusia-manusia yang akan melaksanakan transformasi sosial ekonomi
yang diinginkan. Semua pembangunan mengandung unsur-unsur penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.Semua pembangunan menuntut perubahan nilai dan
sikap.Semua pembangunan memerlukan keterampilan-keterampilan yang bermacam
ragam untuk menggunakan teknologi baru. Semua pembangunan memerlukan
pemerintahan yang stabil dengan birokrasi yang berkualitas tinggi yang akan
menyelenggarakan proses pembanguan dan melaksanakan hubungan antar bangsa
dalam sistem kerjasama internasional yang mencerminkan saling ketergantungan.
Semua kebutuhan-kebutuhan pembangunan ini memerlukan pengembangan pendidikan
yang akan menghasilkan manusia-manusia yang diperlukan untuk melaksanakan
transformasi sosial budaya masyarakat bangsa-bangsa yang masih terbelakang.
Pendidikan berperan untuk membuka pintu untuk menuju ke dunia modern,
karena hanya dengan pendidikan dapat dilakukan perubahan sosial budaya, yaitu
pengembangan ilmu pengetahuan, penyesuaian nilai-nilai dan sikap-sikap yang
mendukung pembangunan, dan penguasaan berbagai keterampilan dan menggunakan
teknologi maju untuk mempercepat proses pembangunan.
Pembangunan pendidikan memerlukan biaya, memerlukan pengarahan, dan
memerlukan dukungan sosial.Biaya yang diperlukan oleh pendidikan hanya dapat
diperoleh dalam ekonomi yang sedang tumbuh. Pengarahan pendidikan dapat dilakukan

16
oleh pemerintah yang kuat dan berwibawa. Dukungan sosial diperlukan penyelarasan
pengembangan pendidikan dengan harapan dan realita sosial. Semua hal ini
memperlihatkan saling hubungan dan saling ketergantungan antara berbagai aspek
kehidupan dan berbagai institusi sosial dalam proses perubahan sosial budaya atau
proses pembangunan suatu masyarakat.

E. Arah Perubahan Sosial Budaya


Arah perubahan sosial budaya, modernisasi, atau pembangunan adalah suatu
masyarakat dalam mana ilmu pengetahuan dan teknologi membantu manusia
memecahkan hampir semua masalah yang dihadapinya untuk mencapai tingkat
kesejahteraan atau kemakmuran yang diinginkan mereka, merupakan arah yang akan
dituju oleh semua masyarakat bangsa-bangsa di seluruh dunia. Hidup di dunia sekarang
dan masa depan menuntut penguasaan ilmu dan teknologi. Soalnya, bagi yang masih
terbelakang, bagaimana mengejar ketertinggalan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Bagi negara berkembang, harus diupayakan ketinggalan dari negara maju di
bidang kesejahteraan. Alat untuk mengejar ketertinggalkan dapat ditiru dari negara
maju, yaitu pendidikan. Tetapi secara historis pendidikan formal muncul secara
perlahan-lahan sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial
politik, serta agama. Jadi secara historis pendidikan merupakan institusi yang beroperasi
untuk tujuan yang terbatas dan seringkali konservatif. Dengan kata lain pembangunan
pendidikan berkaitan dengan pembangunan institusi-institusi sosial lainnya, semuanya
akan ditentukan oleh nilai-nilai dasar masyarakat yang bersangkutan.

F. Teori-Teori Perubahan Sosial


1. Aliran Progresif

Pendidikan progresif, yang biasa dikenal, menawarkan sebuah via media


antara dua pandangan yang mengatakan bahwa perubahan pendidikan seluruhnya
tergantung pada perubahan kebudayaan dan pendidikan dapat merubah dirinya
sendiri dan masyarakat tanpa perlu bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan
sosial.Sebuah tesis dalam Manan (1989: 64) dikatakan bahwa meskipun
pendidikan tidak dapat menentukan arah perubahan sosial (karena secara sendiri
pendidikan tidak dapat melakukan pengungkitan yang cukup kuat terhadap

17
kekuatan-kekuatan budaya yang menantang), namun demikian pendidikan dapat
memperkembangkan mentalitas yang sanggup menghadapi perubahan bila terjadi
yaitu pendidikan dapat mengajari anak-anak untuk bereaksi terhadap perubahan
secara inteligen. Dengan cara ini masyarakat akan dididik untuk memperbaiki
dirinya sendiri tanpa guru-guru perlu meyakinkan generasimuda tentang
perubahan-perubahan tertentu yang guru-guru menganggapnya pasti
diingini.Untuk tujuan ini anak-anak mesti mempelajari dan memecahkan situasi-
situasi yang diambil dari kehidupan riel yang mereka temukan sendiri sebagai
sesuatu yang benar-benar merupakan masalah.
Guru yang progresif tidak akan mengusulkan pemecahan masalah menurut
pandangan pribadinya kepada anak-anak untuk diperdebatkan, tetapi akan
membiarkan anak-anak mencapai/menemukan kesimpulan mereka sendiri yang
sesuai dengan nilai-nilai mereka sendiri. Pendidikan progresif menolak rencana
apapun untuk menggunakan sekolah guna menanamkan sebuah program
reformasi sosial, mereka berpendapat bahwa “indoktrinasi” yang demikian
membatasi pertumbuhannya, pendidikan progresif juga menentang usaha apapun
untuk merinci secara pasti apa sebenarnya masyarakat yang baik itu atas dasar
bahwa masa depan itu sangat tidak pasti. Dengan menganggap bahwa filsafat
pendidikan mereka sebagai yang paling demokratis dari semua yang lain, para
pendidik progresif lebih menganjurkan sebuah masyarakat yang berkembang
sendiri pada sebuah masyarakat yang direncanakan terlabih dahulu.
Menurut Manan (1989) tidak ada seorang antropologpun yang mendukung
pandangan progresif tentang tanggung jawab sekolah yang berkaitan dengan
perubahan sosial. Namun demikian, pemikiran bahwa sekolah harus secara
sengaja mengembangkan mentalitas yang sejalan dengan perubahan adalah
“prima facie” seirama dengan pandangan antropolog Anthony F. C. Wallace yang
percaya bahwa perubahan yang cepat tidak perlu secara psikologis menimbulkan
gangguan, tetapi akan menghasilkan berbagai jenis kepribadian. Jelas pandangan
ini bertentangan dengan pandangna antropolog yang mengatakan bahwa
perubahan yang cepat cenderung akan menggangu kepribadian.

18
2. Aliran Konservatif
Menurut para pendidik konservatif sekolah tidak dapat memaksakan gerak
perubahan sosial tanpa mengkorup fungsi pendidikan yang sebenarnya, yaitu
melatih intelek.Sekolah bukanlah sebuah lembaga perubahan yang tepat, tetapi
sebuah pranata belajar. Karena individu-individulah yang merubah masyarakat
bukan sebaliknya, cara yang tepat untuk memperbaiki masyarakat adalah dengan
memperbaiki individu-individu yang ada di dalamnya. Dalam pandangan ini
sekolah bertanggung jawab menanamkan dalam diri siswa apa yang secara
permanen berguna dalam warisan budaya dan bagi penyesuaian mereka terhadap
masyarakat yang ada pada waktu itu. Jika sekolah berubah menjadi agen
perubahan budaya, sekolah akan mempersiapkan siswa-siswa bagi suatu
lingkungan yang mungkin tidak akan tercipta, sedang seharusnya menyiapkan
mereka bagi kondisi-kondisi dalam mana mereka seharusnya memperoleh
kehidupan.
Membuat sekolah jadi agen perubahan juga akan menjadikan sekolah rebutan
di antara-antara kelompok kepentingan yang saling bersaingan. Sekolah akan
selalu berada di bawah tekanan untuk menyediakan waktu untuk dengan pendapat
bagi segala macam program-program dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, terus
menerus diganggu oleh orang-orang eksentrik dan fanatic, sekolah akan berubah
menjadi sesuatu yang sedikit lebih baik dari sebuah lobby politik. Demikianlah,
Hutchins menulis dalam Manan (1989) :
Jika orang mengakui kemungkinan untuk memperoleh perubahan sosial
yang diingini melalui sekolah, orang juga harus mengakui kemungkinan
untuk memperoleh perubahan sosial yang tidak disukai.Apa yang akan
terjadi tergantung pada popularitas berbagai pembaharu, masuk akalkah
alasan-alasan mereka, dan tekanan-tekanan yang sanggup mereka lakukan
terhadap sistem pendidikan.

3. Aliran Rekonstruksionis
Inti dari paham rekonstruksionis adalah bahwa para pendidik sendiri harus
membangun kembali masyarakat dengan mengajarkan kepada generasi muda
sebuah program perubahan sosial secara serentak baik detail maupun secara
keseluruhan. Pengikut aliran ini mengklaim untuk mengobat tiga kegagalan
penganut aliran progresif yaitu:

19
a. kekurangan tujuan-tujuan
b. suatu penekanan yang tidak tepat pada individualism
c. peremehan rintangan-rintangan budaya terhadap perubahan sosial.

Menurut pendapat Theodore Brameld dalam Manan (1989: 66) bahwa aliran
progresif gagal mengendalikan (postulate) tujuan-tujuan yang jelas bagi aksi
sosial, sebagian karena aliran ini lebih tergoda oleh proses dari pada tujuan-tujuan
pemikiran dan sebagian lagi karena aliran ini mempercayai bahwa keuniversalan
perubahan membatalkan komitmen apapun terhadap tujuan-tujuan jangka panjang
tetentu. Secara mendasar katanya, penganut aliran progresif ingin sekolah
menanamkan kecerdasan individual. Meskipun aliran ini menuntut tentang
perlunya untuk menggunakan kecerdasan ini dengan bekerjasama, mereka tidak
menjelaskan tujuan-tujuan untuk apa orang-orang harus bekerja sama. Paham
progresif, salah tafsir melihat masyarakat hanya sebagai kumpulan-kumpulan
individu. Paham ini meremehkan sifat supra individual dari banyak kekuatan-
kekuatan dan instansi-instansi, seperti kelas sosial ekonomi, media massa,
kelompok-kelompok penekan, dan pusat-pusat kekuasaan yang lain yang ada
dalam masyarakat. Aliran ini tidak menggaris bawahi kelestarian dan
keberulangan pola-pola budaya dan karena itu terlalu menekankan kebaruan dari
dari sejarah, kesempatan-kesempatan dari kemajuan.Paham ini tidak melihat
bahwa perubahan-perubahan sosial yang besar mesti direncanakan secara rasional
jauh sebelumnya dan dilaksanakan dengan menggunakan semua sumber-sumber
yang tersedia.
Menurut Brameld dalam Manan (1989: 67) sekolah harus meyakinkan murid-
muridnya bahwa program rekonstruksionis beralasan dan penting, tetapi hal ini
harus dilaksanakan secara demokratis, atau menolak prinsip demokrasi yang
dianut. Guru-guru harus mendorong murid-muridnya untuk memeriksa/menguji
butir-butir yang mendukung dan menolak rekonstruksionisme; dia harus
mengemukakan usul-usul alternatif secara bertanggung jawab; dan dia harus
mengizinkan murid-muridnya mempertahankan pandangan-pandangan mereka
sendiri secara terbuka.

20
Paham rekonstruksionis telah mendapatkan banyak perhatian, tetapi sedikit
dukungan.Paham ini telah dikritik karena terlalu ambisius. Menggambarkan masa
depan demikian terincinya berarti meremehkan dua fakta terkenal. Pertama, waktu
memudarkan semua kecuali semua yang paling umum dari pembaruan/perubahan
jangka panjang. Kedua, perubahan apapun yang direalisasikan adalah hasil
kompromi dan saling penyesuaian, dan karena itu ia mempunyai/mengandung
sedikit hubungan dengan rencana penggeraknya yang pertama. Hal lain juga
dikatakan bahwa rekonstruksionisme meremehkan realitas politik masa kini,
terutama bahwa tidak ada pemerintah yang akan mengizinkan sekolahnya
dipergunakan untuk mengembangkan pandangan yang ditantangnya. Dalam
perubahan yang sangat luas dan baru pembela rekonstruksionisme terperosok
kedalam kesalahan yang sama seperti yang dituduhkan pada aliaran progresif,
aliran rekonstruksionisme memandang remeh batas terhadap mana pola budaya
yang telah demikian dalam meresapnya akan membentuk cara-cara orang
memandang dan melaksanakan perubahan. Selanjutnya, dalam menarik siswa-
siswa untuk menerima sebuah program pembaruan sosial yang belum disetujui
masyarakat, penganut rekonstruksionisme hanya akan menyelewengkan siswa-
siswa dari kebudayaannya, dari orang tua mereka, dan dari teman-teman
segenerasi mereka yang tidak bersekolah di sekolah golongan rekonstruksionisme.
Sejumlah kritik lain dapat diajukan terhadap usaha apapun, seperti
rekonstruksionis, untuk menggunakan pendidikan menciptakan tata sosial baru (a
new social order). Karena salah satu motor penggerak pertumbuhan kebudayaan
adalah perubahan tekno-ekonomi, yang selanjutnya jika kita ingin member arah
baru kepada masyarakat, kita harus mengawasi, atau mempengaruhi, kecepatan
dan arah perkembangan tekno-ekonomi. Ini jelas di luar jangkauan kemampuan
pendidikan.Alternatifnya adalah membiarkan teknologi merintis jalan bagi
kebudayaan untuk mengikutinya dan menghilangkan cultural lag dengan
mengizinkan pendidikan meningkatkan kecepatan perubahan nilai-nilai budaya.
Orang mungkin sangsi apakah pendidikan secara sendiri dapat melakukan hal ini.
Bahkan kalaupun mungkin, perubahan dalam nilai yang demikian cepat akan
mendatangkan terlalu banyak keteggangan atas kepribadian individu.

21
Menurut Manan (1989: 68-69) rekonstruksionisme salah sebab, dengan
menjadikan sekolah sebagai alat untuk pembaruan sosial, itu mempersempit ruang
lingkup pendidikan.Sebuah sekolah pembaharuan hampir pasti akan membatasi
pengajarannya kepada jenis pengetahuan yang menurut mereka akan menyokong
programnya. Bahkan walaupun tidak, penanaman hal yang menyangkut
pembaruan akan mengurangi bidang-bidang pendidikan lain yang perlu mendapat
perhatian mereka yang cukup buruk. Pendidikan formal hanya dapat menggarap
permukaan dari perubahan sosial budaya, yang sumber sebenarnya terletak jauh
lebih dalam, yaitu dalam peristiwa-peristiwa seperti perang dan invansi, revolusi,
pertentangan kelas, inovasi teknologi, dan migrasi massa.

4. Pandangan-pandangan Beberapa Antropolog


Sedikit antropolog yang akan mengahagai rencana untuk menjadikan sekolah
pendekar pembaruan sosial menentang kekuatan-kekuatan sosial budaya kuat
lainnya. Menurut Manan (1989: 69) meskipun telah ada kerja pionir dari Brameld
dalam antropologi pendidikan, program rekonstruksionisnya, gagal untuk
mendapatkan sokongan antropologi. Sebaliknya sebuah skema yang sama
utopianya dengan yang di atas bagi pendidikan, meskipun skema tersebut kurang
mempunyai rencana terinci dan mengesankan ciri-ciri aliran rekonstruksi, telah
diusulkan oleh antropolog Ashley Montagu, yang pandangan-pandangannya
termasuk kepada tradisi romantik mulai dari Emile-nya Rousseau melalui
Frederick Froebel sampai pada pandangan mengenai sekolah yang berpusat pada
anak-anak tahun 1920-an.
a. Ashley Montagu
Menurut Montagu tujuan utama dari sekolah di masa kita sekarang
mestinya tidak lebih dari merubah kemanusiaan dengan mengajar generasi
yang lebih muda bagaimana “mencintai” melalui pendidikan dalam “seni
hubungan antar manusia”. Sekolah mesti mengajarkan semua mata pelajaran
dengan mata selalu diarahkan kepada “arti bagi hubungan-hubungan
manusia”.Sekolah harus mendorong siswa-siswa menilai dunia “secara human
dan kritis”, tidak hanya meniru orang tua dan guru-guru mereka.Sekolah mesti
berhenti menanamkan nilai-nilai masyarakat industri, seperti persaingan dan

22
sukses materi, sebaliknya mengembangkan nilai-nilai seperti kesabaran,
kerjasama (cooperation), dermawan dan kedamaian dalam fikiran. Lebih dari
itu, karena tata masyarakat baru tidak akan dibangun hanya atas maksud-
maksud baik saja, sekolah juga harus mengajar siswa-siswanya, sebagai bagian
dari latihan mereka dalam hubungan-hubungan manusia, masyarakat apakah
yang ada sekarang ini dan menagapa serta bagaimana masyarakat tersebut
mesti dirubah.
Kata Montagu dalam Manan (1989: 69) jika sekolah akan membuat
anak menjadi orang-orang yang mencintai satu sama lain, sekolah mesti
mendidiknya semenjak dini. Meskipun rumah tangga memainkan peranan
penting dalam pembentukan kepribadian, hubungan-hubungan kemanusiaan
lebih baik diajarkan di sekolah, karena banyak orang tua, karena secara
emosional frustasi, merupakan guru yang tidak efisien.Karena itu semua anak-
anak harus masuk Taman Kanak-Kanak (Nusery Schools).Sebagai tambahan,
sebagai ibu, wanita lebih cocok secara alamiah lebih mencintai dibandingkan
dengan laki-laki, manita harus memegang peranan utama dalam mengajar dan
merubah manusia.
b. Ruth Benedict
Kebanyakan antropolog, dan tidak hanya mereka-mereka yang melihat
kebudayaan sebagai superorganik, berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat
mengarahkan perubahan sosial budaya yang lebih kuat.Ruth Benedict
menyatakan bahwa pendidikan tidak dapat mengurangi (mitigate) perubahan
yang cepat, karena perubahan yang cepat merupakan hasil dari banyak faktor
dalam kebudayaan ayng terletak lebih dalam dan lebih luas dari apa yang bisa
dilakukan oleh pendidikan sendiri.
c. W. Lloyd Warner
W. Lloyd Warner mengemukakan bahwa pendidikan seharusnya
mencerminkan kondisi-kondisi sosial yang ada, atau pendidikan akan gagal
dalam tugasnya menyesuaikan generasi yang akan datang terhadap lingkungan
sosial budaya dalam mana mereka harus hidup.
d. Anthony F. C. Wallace

23
Anthony F. C. Wallace berpendapat bahwa pendidikan melayani
kebutuhan tiga jenis masyarakat, yaitu masyarakat revolusioner, masyarakat
konservaif, dan masyarakat reaksioner.Dia mengatakan bahwa sebuah
masyarakat revolusioner seperti Cina dan Cuba berusaha merubah budaya
mereka secara keseluruhan. Mereka perlu untuk memperkuat kembali
(revitalize) penduduk mereka secara intelektual kaya, yang akan
mengendalikan tugas-tugas transformasi. Karena itu pendidikan mereka akan
menekankan pertama, menyangkut moralitas (terutama loyalitas dan
pengorbankan diri), kedua menyangkut latihan intelektual, dan ketiga
berhubungan dengan keterampilan tekhnis. Dalam masyarakat konservatif
seperti Inggris dan Amerika, yang perhatian utama mereka memeliahara dan
memperbaiki tata sosial yang telah mapan, maka bukan intelek dan moralitas
yang memainkan peran yang penting.
Pendidikan cenderung akan memusatkan perhatian pada keterampilan
tekhnis, pada “bagaimana mengerjakan” sesuatu kegiatan/pekerjaan seperti
mengendarai mobil, melakukan perhitungan keuangan, bagaimana memilih
wakil secara intelegen, dan bagaimana mengendalikan orang secara efisien.
Suatu masyarakat yang reaksioner, seperti Portugal atau Afrika Selatan, yang
ditantang oleh gerakan-gerakan revolusioner, mempertahankan nilai-nilai
tradisional yang sedang mendapat serangan dengan menjadikan moralitas
sebagai focus sistem pendidikan.Wallace melihat tendensi-tendensi tertentu
kearaha sikap reaksioner dalam kebudayaan Amerika.Dia menyebutkan
kesibukan yang berlebih-lebihan dari pendidik-pendidik Amerika mengenai
kerampilan tekhnis.Dia menyarankan kepada orang-orang Amerika untuk
menolak tendensi ini dengan mengembalikan sekolah-sekolah kepada
fungsinya dulu, yaitu latihan intelektual yang liberal.
e. A. K. C. Ottoway
Umumnya antropolog setuju dengan pendidik-pendidik konservatif
bahwa sekolah memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali pengaruh yang
bebas terhadaap perubahan sosial budaya.A. K. C. Ottoway mengemukakan
bahwa pendidikan dapat menghasilkan perubahan-perubahan dalam
kebudayaan dan masyarakat hanya di bawah perintah-perintah dari mereka

24
yang berkuasa.Terutama di negara-negara totaliter pendidikan dapat merubah
sikap seluruh generasi, tetapi hal tersebut dapat terjadi karena pendidikan
diarahkan untuk berbuat demikian oleh partai yang berkuasa.Pendidikan juga
dapat menyiapkan orang-orang muda untuk perubahan dengan mendorong
timbulnya kebiasaan-kebiasaan memberikan pertimbangan-pertimbangan
bebas.Tetapi, lagi-lagi hal tersebut dapat dilakukan hanya bila pertimbangan-
pertimbangan yang demikian telah dihargai oleh masyarakat luas.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat diambil kesimpulan bahwa sekolah secara sendiri tidak dapat
mempengaruhi jalannya perubahan sosial dan budaya, walupun sekolah dapat
menumbuhkan sebuah tipe kepribadian yang cocok dengan peruabahan yang cepat
yang bersifat endemic dalam masyarakat-masyarakat industri.Seharusnya sekolah
dasar dan sekolah menengah memberikan perhatian kepada penyampaian warisan
budaya. Selanjutnya universitas mempengaruhi kebudayaan dengan cara tidak
langsung dengan berusaha membuat orang lebih berpengetahuan, dan karena itu
diharapkan mereka akan lebih toleran.
Perubahan sosial dan budaya secara tidak langsung memang tidak sepenuhnya
dipengaruhi oleh pendidikan. Jika pendidikan tidak dapat berbuat yang lain, paling
tidak pendidikan dapat melatih pemimpin-pemimpin dalam semua lapangan
kehidupan untuk menjadi lebih sadar secara intelektual tentang kekuatan-kekuatan
yang membentuk kemajuan dan kesejahteraan kubudayaan dimana-mana.
B. Saran
Penulis menyarankan adanya kritikan serta sumbangsih ide yang membangun
dalam pembuatan makalah selanjutnya, karena penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak yang harus diperbaiki baik dari segi isi materi atau dari segi penulisan
kalimat. Serta makalah ini harus lebih bisa dikembangkan agar nantinya bisa jadi
rujukan oleh penulis lain.

26
DAFTAR PUSTAKA

Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosisl Budaya Pendidikan. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan.

27

Anda mungkin juga menyukai