Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN TUGAS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Psikologi Olahraga

Disususun Oleh:

NIM: 1800171 Fachri Muhammad Isnaini

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2019
1. Arousal (gairah)

Weinberg & Gould (2011) mendefinisikan arousal/gairah sebagai:

'Aktivasi fisiologis dan psikologis umum, bervariasi pada kontinum dari dari tidur nyenyak
ke kegembiraan'

Ini hanyalah pola kegiatan, baik fisiologis dan kognitif, yang mempersiapkan kita untuk
suatu tugas (Cashmore, 2008). Mempertimbangkan bahwa gairah dapat berubah seperti halnya
lingkungan, jenis tugas dan persyaratannya dapat berarti bahwa tingkat gairah kita tidak ideal
dan dapat memengaruhi kemampuan kita untuk melakukan tugas itu secara efisien.

Weinberg & Gould (2011) menyatakan bahwa:

'Kecemasan adalah keadaan emosi negatif di mana perasaan gugup, khawatir, dan khawatir
dikaitkan dengan aktivasi atau gairah tubuh'

Perubahan-perubahan yang tidak menyenangkan ini dihasilkan dari suatu rangsangan,


tetapi bersifat subjektif dan muncul dengan sendirinya ketika seorang atlet menganggap
rangsangan itu sebagai ancaman. Ada dua komponen kecemasan: kognitif dan somatik, dan
berhubungan langsung dengan aktivasi fisiologis dan psikologis. Kecemasan kognitif berkaitan
dengan proses berpikir (Khawatir dan takut), sedangkan kecemasan somatik adalah respons
sistem saraf simpatik terhadap stres (Peningkatan detak jantung dan keringat) (Martens et al,
1990).

Arousal adalah suatu gejala yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas fisiologis dan
psikologis dalam diri seseorang. ( Robert dan Daniel, 2007). Dari pengertian diatas dapat
dijelaskan bahwa arousal merupakan suatu taraf kegairahan yang dapat digambarkan dalam
sebuah garis kontinum. Arousal merupakan suatu istilah yang menunjukkan peningkatan
aktivitas sistem syaraf simpatis, yaitu sebuah syaraf yang berfungsi untuk memerintahkan
kelenjar adrenal menghasilkan hormon adrenalin. Arousal dalah salah satu fenomena aktivasi
berbagai organ tubuh yang terjadi pada seseorang yang dipengaruhi oleh keadaan psikologis
dan fisiologis. Ketika seorang atlet akan atau sedang menjalani sebuah pertandingan besar dan
memiliki aura yang kompetisi yang sangat tinggi, maka sistem limbik di otak akan bereaksi
cepat memerintahkan hypothalamus melepaskan hormon CRF (Corticothrophin Releasing
Factor). CRF tersebut kemudian menuju hipofise di bagian bawah hypothalamus , dan
memancing keluarnya hormon lain, yaitu hormon ACTH (Adrenocorticothrophin Hormone) .
ACTH ini lantas masuk kedalam aliran darah dan menuju kelenjar anak ginjal. Di kelenjar anak
ginjal ACTH melepaskan hormon Cortisol yang merangsang saraf simpatis memerintahkan
kelenjar adrenal mengeluarkan hormon adrenalin.

Ketegangan yang harus ada dalam diri atlet menjelang dan saat pertandingan adalah
kegairahan atau arousal, yang berfungsi sebagai kesiapan mental dalam menghadapi
pertandingan. Dalam dunia olahhraga, kegairahan atau arousal adalah hal yang tidak bisa
dielakkan, seperti timbulnya ketegangan dan kecemasan yang akan dilanjutkan dengan keadan
stres dan cemas. Suatu kondisi arousal yang optimal, yaitu arousal yang tidak terlalu rendah
dan tidak terlalu tinggi diharapkan akan menghasilkan prestasi yang maksimal. Seseorang yang
mempunyai trait anxiety tinggi akan cenderung merasakan situsi yang lebih (khususnya jika
dinilai dalam pertandingan) sebagai ancaman dibanding trait anxiety yang rendah. Oleh karena
itu, tingkat arousal seseorang sangat berpengaruh pada tinggi dan rendahnya tingkat trait
anxiety seseorang. Arosal dalam batas-batas normal, yaitu dengan tujuan aagar atlet secara
psikis siap untuk menghadapi pertandingan. Pada awalnya, kecemasan merupakan salah satu
pemicu terjadinya arousal, namun, di sisi lain arousal yang berlebih akan menyebabkan
bertambahnya tingkat kecemasan yang sedang dialami oleh seorang atlet. Pada dasarnya ketika
atlet melakukan suatu keputusan gerakan olahraga, sejatinya telah ada kegairahan yang muncul
secara intrinsik dalam diri atlet, namun dikarenakan ada tambahan kegairahan yang berasal dari
support pendukung dan rasa takyt melakukan kesalahan gerak maka terjadilah over arousal.

2. Teori Anxiety/Uncertaintly Management (AUM) William B. Gudykunst

Teori Anxiety/Uncertaintly Management (AUM) diperkenalkan oleh William B.


Gudykunst untuk mendefinisikan bagaimana manusia berkomunikasi secara efektif
berdasarkan keseimbangan kecemasan dan ketidakpastian dalam situasi sosial. AUM adalah
teori yang didasarkan pada Uncertainty Reduction Theory (URT) yang diperkenalkan oleh
Berger dan Calabrese pada tahun 1974. URT menyediakan banyak kerangka awal untuk AUM.
dan sangat mirip dengan teori-teori lain dalam bidang komunikasi. AUM adalah teori yang
terus berkembang yang didasari oleh pengamatan perilaku manusia dalam situasi sosial.

URT didasarkan pada proses pemikiran manusia dan pendekatan mereka terhadap situasi
sosial di mana mereka memiliki ketidakpastian. URT menunjukkan bahwa ketidakpastian
berasal dari upaya manusia untuk „secara proaktif memprediksi sikap, nilai, perasaan,
keyakinan, dan perilaku orang lain“ ketika terjadinya pertemuan sosial. Manusia berusaha
untuk mengurangi ketidakpastian mereka dalam pertemuan sosial ketika ada motivasi untuk
melakukannya, URT menyoroti tiga motivasi inti, yaitu sebagai berikut:

a. mereka mengantisipasi interaksi sosial lainnya pada titik waktu lain,


b. penerima memiliki sesuatu yang dibutuhkan atau diinginkan manusia sebagai bentuk
hadiah dan / atau
c. penerima bertindak dalam hal aneh atau menyimpang yang tidak diharapkan.

Tujuan pertama AUM adalah menjadi aplikasi praktis dengan tingkat kebermanfaatan yang
tinggi. Format AUM mencakup banyak aksioma, yang pada gilirannya bertemu satu sama lain
dan bergerak ke arah komunikasi yang efektif. Jumlah aksioma tertentu telah bervariasi selama
lima belas tahun terakhir sesuai penelitian-terbaru terbaru di bidang komunikasi lintas budaya.

Teori komunikasi umumnya berfokus pada empat tingkatan berikut: individu,


interpersonal, antarkelompok, dan budaya.

a. Tingkat individu adalah motivasi untuk komunikasi manusia, mempengaruhi cara


manusia menciptakan dan menafsirkan pesan (misalnya kebutuhan untuk inklusi
kelompok dan dukungan konsep diri).

b. Tingkat interpersonal adalah cara bertukar pesan ketika manusia berkomunikasi


sebagai individu (misalnya komunikasi satu lawan satu, hubungan kekerabatan dan
jaringan sosial).

c. Tingkat antarkelompok adalah pertukaran pesan ketika manusia berkomunikasi secara


kolektif (misalnya identitas sosial, harga diri kolektif).

d. Tingkat budaya adalah bagaimana orang berkomunikasi dengan cara yang sama atau
berbeda tergantung pada budaya mereka (misalnya dimensi variabilitas budaya).

Perilaku secara tertulis melayani kita dengan baik dalam situasi yang akrab, tetapi tidak
dalam komunikasi lintas budaya. Oleh karena itu, William Howell menyarankan empat tingkat
kompetensi komunikasi.

a. Ketidakmampuan dalam ketidaksadaran (unconscious incompetence): Kita tidak


menyadari bahwa kita salah menafsirkan perilaku orang lain.
b. Ketidakmampuan secara sadar (conscious incompetence): Kita tahu bahwa kita salah
menafsirkan perilaku orang lain, tetapi kita tidak melakukan apa-apa.

c. Kompetensi sadar: Kita memikirkan komunikasi kita dan terus bekerja untuk menjadi
lebih efektif.

d. Kompetensi tidak sadar: Keterampilan komunikasi kita adalah sesuatu yang otomatis.

Gudykunst menggunakan dua jenis pernyataan teoritis untuk membangun teorinya;


aksioma dan teorema. Aksioma adalah „Pernyataan yang mengandung variabel yang dianggap
kausal langsung. Aksioma merupakan pernyataan yang menyiratkan hubungan sebab akibat
langsung antar variabel.” Aksioma dapat dikombinasikan untuk menurunkan teorema. Ketika
dikombinasikan aksioma dan teorema membentuk „proses kasual“ teori primer tertentu dalam
konstruksi teori.

Gudykunst menyatakan bahwa dalam menghasilkan aksioma untuk teori itu dia berasumsi
bahwa pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian adalah „penyebab dasar“ yang
mempengaruhi komunikasi yang efektif. Variabel lain (misalnya konsep diri, motivasi, reaksi
terhadap orang asing, kategorisasi sosial, proses situasional, hubungan dengan orang asing,
interaksi etika, kecemasan, ketidakpastian, perhatian dan komunikasi yang efektif),
diperlakukan sebagai „penyebab superfisial“ komunikasi yang efektif. Pengaruh dari
“penyebab yang dangkal” ini pada komunikasi yang efektif dimediasi melalui kecemasan dan
ketidakpastian.

3. Alat Ukur Tingkat Kecemasan (Depression Anxiety Stress Scale/DASS)

Teori yang dikembangkan oleh Lovibond dan Lovibond pada tahun 1995. Tes DASS ini
terdiri dari 42 item yang mengukur general psychological distress seperti depresi, kecemasan
dan stress. Tes ini terdiri dari tiga skala yang masing-masing terdiri dari 14 item, yang
selanjutnya terbagi menjadi beberapa sub-skala yang terdiri dari 2 sampai 5 item yang
diperkirakan mengukur hal yang sama.
Jawaban tes DASS ini terdiri dari 4 pilihan yang disusun dalam bentuk skala Likert dan
subyek diminta untuk menilai pada tingkat manakah mereka mengalami setiap kondisi yang
disebutkan tersebut dalam satu minggu terakhir. Selanjutnya, skor dari setiap sub-skala tersebut
dijumlahkan dan dibandingkan dengan norma yang ada untuk mengetahui gambaran mengenai
tingkat depresi, kecemasan dan stress individu tersebut.
Sejauh ini, di Australia dan United Kingdom telah dilakukan beberapa penelitian untuk
melakukan pengujian validitas dan reliabilitas tes ini. Karena validitas dan reliabilitasnya yang
tinggi, baik pada sampel nonklinis maupun sampel klinis, maka saat ini tes DASS sering
digunakan baik dalam setting klinis maupun non-klinis dan diadministrasikan baik secara
individual maupun kelompok. Selain itu, juga telah disusun norma tes ini berdasarkan
penelitian pada 1771 orang dewasa di Australia.
Meski sudah sekitar 11 tahun sejak pertama kali dirampungkan, tes DASS ini belum dapat
digunakan di Indonesia karena belum ada norma untuk populasi masyarakat Indonesia. Hal
inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan adaptasi terhadap tes ini. Dalam
pengadaptasian peneliti memilih dua kelompok sampel sebagai subyek penelitian yaitu
kelompok sampel Yogyakarta dan Bantu' yang mengalami peristiwa traumatik bencana `gempa
bumi' dan kelompok sampel Jakarta dan sekitarnya yang tidak mengalami gempa bumi.
Sebelum dilakukan penyusunan norma, tentunya perlu dilakukan uji validitas, reliabilitas dan
analisis item terhadap alat ukur ini.
Berdasarkan basil pengujian ref iabilitas dengan menggunakan formula cronbach's alpha
ditemukan bahwa tes ini reliabel (a = .9483). Selanjutnya berdasarkan pengujian valid itas
dengan menggunakan teknik validitas internal ditemukan 41 item valid dan 1 item tidak valid.
Hal ini berarti terdapat 41 item yang mengukur konstruk general psychological distress dan
dapat membedakan antara subyek yang memiliki tingkat general psychological distress tinggi
dan rendah. Sedangkan norma dibuat berdasarkan T score yang dibagi menjadi lima kategori
yaitu Normal. Mild, Moderate, Severe dan Extremely Severe. Selain ditakukan pengkategorian
subyek berdasarkan total skor ketiga skala tersebut (general psychological distress), juga
dilakukan pengkategorian berdasarkan skor total masingmasing skala (depression, anxiety dan
stress).
Pengukuran tes DASS

Kecemasan Depression Anxiety Stress Scale (DASS)


Keterangan
0: tak ada atau tidak pernah
1: sesuai yang dialami sampai tingkat tertentu / kadang- kadang
2: sering
3: sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat
Tabel Kecemasan Depression Anxiety Stress Scale (DASS)

No. Aspek penilaian Skor


0 1 2 3
1. Menjadi marah karena hal sepele
2. Mulut terasa kering
3. Tidak dapat melihat hal yang positif suatu kejadian
4. Merasakan gangguan dalam bernafas
5. Merasa tidak kuat lagi melakukan suatu kegiatan
6. Cenderung bereaksi berlebihan pada situasi
7. Kelemahan pada anggota tubuh
8. Kesulitan untuk relaksasi / bersantai
9. Cemas yang berlebihan dalam situasi namun bisa
lega jika hal / situasi itu berakhir
10. Pesimis
11. Mudah merasa kesal
12. Merasa banyak menghabiskan energi karena cemas
13. Merasa sedih dan depresi
14. Tidak sabaran
15. Kelelahan
16. Kehilangan minat pada banyak hal misalnya makan
17. Merasa diri tidak layak
18. Mudah tersinggung
19. Berkeringat (misal: tangan berkeringat)
20. Ketakutan tanpa alasan yang jelas
21. Merasa hidup tidak bahagia
22. Sulit untuk beristirahat
23. Kesulitan untuk menelan
24. Tidak dapat menikmati hal-hal yang saya lakukan
25. Perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi tanpa
stimulasi oleh latihan fisik
26. Merasa hilang harapan dan putus asa
27. Mudah marah
28. Mudah panik
29. Kesulitan untuk tenang setelah sesuatu mengganggu
30. Takut terhambat oleh tugas-tugas yang tidak bisa
dilakukan
31. Sulit untuk antusias pada suatu hal
32. Sulit mentoleransi gangguan-gangguan terhadap hal
yang sedang dilakukan
33. Berada pada keadaaan tegang
34. Merasa tidak berharga
35. Tidak dapat memaklumi hal apapun yang
menghalangi anda untuk menyelesaikan hal yang
sedang anda lakukan
36. Ketakutan
37. Tidak ada harapan untuk masa depan
38. Merasa hidup tidak berarti
39. Mudah gelisah
40. Khawatir dengan situasi saat diri anda mungkin
menjadi panik
41. Gemetar
42. Sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan
sesuatu

Sumber : Nursalam (2011)


Skor penilaian kecemasan berdasarkan DASS :
Normal : 0 - 29
Kecemasan ringan : 30 - 59
Kecemasan sedang : 60 - 89
Kecemasan berat : 90 – 119
Sangat berat : > 120

Anda mungkin juga menyukai