Bab 3 Kual
Bab 3 Kual
B. Proses Penelitian
Sebagai sebuah proses, penelitian kualitatif memiliki beberapa tahapan. Tahap
pertama adalah tahap orientasi atau deskripsi. Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan apa
yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Berdasarkan tahap ini, peneliti baru
mengenal serba sepintas data yang diperoleh cukup banyak, bervariasi dan belum tersusun
secara jelas karena masih berserakan.
Tahap kedua adalah tahap reduksi/fokus. Pada tahap ini peneliti mereduksi segala
informasi yang telah diperoleh pada tahap pertama. Peneliti menyortir data dengan cara
memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Data yang dirasa tidak dipakai
disingkirkan, sementara data yang menjadi fokus dikelompokkan menjadi berbagai kategori
yang ditetapkan sebagai fokus penelitian.
Tahap ke tiga adalah tahap seleksi. Pada tahap ini peneliti menguraikan fokus yang
telah ditetapkan menjadi lebih rinci. Pada tahap ini pula peneliti dapat menemukan tema
dengan cara mengkonstruksikan data yang diperoleh menjadi sebuah bangunan pengetahuan,
hipotesis atau ilmu yang baru.
Hasil akhir dari penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan data atau informasi
yang sulit dicari, tetapi juga harus mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna,
bahkan hipotesis atau ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah
dan meningkatkan taraf hidup manusia.
Proses memperoleh data atau informasi pada setiap tahapan (deskripsi, reduksi,
seleksi) tersebut dilakukan secara sirkuler, berulang-ulang dengan berbagai cara dan dari
berbagai sumber. Setelah peneliti memasuki objek penelitian atau sering disebut sebagai
konteks sosial (yang terdiri atas tempat, aktor/pelaku/orang-orang, dan aktivitas) peneliti
berpikir apa yang ditanyakan. Setelah menemukan apa yang ditanyakan, maka peneliti telah
menemukan pertanyaan sehingga selanjutnya bertanya pada orang-orang yang dijumpai pada
tempat tersebut. Setelah pertanyaan diberi jawaban, peneliti akan menganalisis apakah
jawaban itu betul atau tidak. Kalau jawaban atas pertanyaan dirasa betul, maka dibuatlah
kesimpulan. Pada tahap berikutnya, peneliti mencandra kembali terhadap kesimpulan yang
telah dibuat. Untuk memastikan kesimpulan yang telah dibuat itu kredibel atau tidak, peneliti
masuk lapangan lagi, mengulangi pertanyaan dengan cara dan sumber yang berbeda, tetapi
tujuan sama. Kalau kesimpulan telah diyakini memiliki kredibilitas yang tinggi, maka
pengumpulan data dinyatakan selesai.
Place/tempat
Social
Situation
Actor/orang Activity/aktivitas
Gambar 3.1
Situasi Sosial (Social Situation)
Berdasarkan ruang lingkup dan situasi yang sosial yang sempit sampai ke luas maka
temuan dalam penelitian bisa yang sederhana sampai yang kompleks juga terjadi pada
peristiwa tunggal maupun majemuk, kecil dan besar. Kemudian bila dilihat dari level of
explanation, penelitian bisa menghasilkan informasi yang deskriptif yaitu memberikan
gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap situasi sosial yang diteliti, komparatif berbagai
peristiwa dari situasi sosial satu dengan situasi sosial yang lain atau waktu tertentu dengan
waktu yang lain; atau dapat menemukan pola-pola hubungan antara aspek tertentu dan aspek
yang lain, dan dapat menemukan hipotesis dan teori. Hasil penelitian kualitatif yang tertinggi
kalau sudah dapat menemukan teori, atau hukum-hukum, dan paling rendah adalah kalau
masih bersifat deskriptif
Mengacu pada ruang lingkup dan situasi sosial, oleh karena itu pendekatan penelitian
kualitatif akan cocok digunakan untuk meneliti hal-hal berikut:
1) Masalah penelitian belum jelas
2) Memahami makna di balik data yang tampak
3) Memahami interaksi sosial
4) Memahami perasaan orang
5) Mengembangkan teori
6) Memastikan kebenaran data
7) Meneliti sejarah perkembangan
Berikut ini adalah contoh rumusan masalah atau pertanyaan umum yang dapat
diangkat dalam penelitian pendekatan kualitataif.
1) Model-model penanaman moral yang bagaimanakah yang tepat dilakukan kepada anak-
anak jalanan?
2) Mengapa orang tua perlu mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak mereka?
3) Mengapa mengajarkan penalaran moral perlu memperthatikan perkembangan moral
anak?
4) Mengapa dewasa ini terjadi peningkatan kekerasan di kalangan remaja?
5) Bagaimana cara mengurangi penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk
dikalangan remaja?
6) Apakah benar pengaruh peer group yang kuat akan mempengaruhi tindak kekerasan?
7) Mengapa terjadi peningkatan perilaku merusak diri (seperti penggunaan narkoba, alkohol
dan seks bebas) di kalangan remaja?
8) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi semakin kaburnya pedoman moral baik dan
buruk, serta menurunnya etos kerja di kalangan remaja?
9) Mengapa semakin rendah rasa hormat kepada orang tua dan guru di kalngan para siswa?
10) Bagaimana cara mengurangi rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara?
11) Bagaimana cara meneladankan budaya kejujuran di kalangan peserta didik?
Berikut ini adalah contoh rumusan masalah, dikutif Finders dan Padula & Miller
dalam Creswell (2009):
1) Bagaimana para remaja putri mambaca buku-buku yang menyajikan realisme fiksi?
2) Bagaimana para mahasiswa program doktoral psikologi mendeskripsikan keputusan
mereka untuk kembali bersekolah?
3) Bagaimana para mahasiswa program doktoral psikologi mendeskripsikan pengalaman
mereka ketika sudah mulai bersekolah kembali?
4) Bagaimana sekembalinya mereka dari sekolah ini mengubah kehidupan mereka?
Sedangkan, Sugiyono (2008) memberikan contoh cara mengemukakan rumusan
masalah sebagai berikut:
1) Apakah peristiwa yang terjadi dalam situasi sosial atau latar tertentu? (deskriptif)
2) Apakah makna peristiwa itu bagi orang-orang yang ada pada latar itu? (deskriptif)
3) Apakah peristiwa itu diorganisasikan dalam pola-pola organisasi sosial tertentu?
(asosiatif/hubungan)
4) Apakah peristiwa itu berhubungan dengan peristiwa lain dalam situasi sosial yang sama
atau situasi sosial yang lain? (asosiatif)
5) Apakah peristiwa itu sama atau berbeda dengan peristiwa lain? (komparatif)
6) Bagaimanakh gambaran rakyat miskin di situasi sosial atau latar tertentu? (deskriptif)
7) Apakah makna miskin bagi mereka yang berada dalam situasi sosial tersebut?
(deskriptif)
8) Bagaimana upaya masyarakat tersebut dalam mengatasi kebutuhan sehari-hari?
(deskriptif)
9) Bagaimana pola terbentuknya mereka menjadi miskin? (asosiatif resiprokal)
10) Apakah pola terbentuknya kemiskinan antara satu keluarga dan keluarga lain itu
berbeda? (komparatif)
11) Apakah pemahaman orang-orang yang ada dalam organisasi itu tentang arti dan makna
manajemen? (deskriptif)
12) Bagaimana iklim kerja atau suasana kerja pada organisasai tersebut? (deskriptif)
13) Bagaimana pola perencanaan yang digunakan dalam organisasi itu, baik perencanaan
strategis maupun taktis/tahunan? (deskriptif)
14) Bagaimanan model penempatan orang-orang untuk menduduki posisi dalam organisasi
itu? (deskriptif)
15) Bagaimana model koordinasi, kepemimpinan, dan supervisi yang dijalankan dalam
organisasi itu? (asosiatiff)
16) Bagaimana pola penyusunan anggaran pendapatan dan belanja organisasi itu? (asosiatif)
17) Bagaimanan pola pengawasan dan pengendalian yang dilakukan dalam organisasi
tersebut? (deskeriptif)
18) Apakah kinerja organisasi tersebut berbeda dengan organisasi lain yang sejenis?
(komparatif)
F. Judul Penelitian
Judul penelitian kualitatif, karena masalah yang dibawa oleh peneliti bersifat
sementara dan holistik, yang dirumuskan dalam proposal masih bersifat sementara. Judul
tersebut akan berkembang setelah memasuki lapangan. Judul pada laporan penelitian yang
baik justru berubah, atau mungkin diganti. Hal ini menunjukkan bahwa peneliti mampu
menjelajah secara mendalam terhadap situasi sosial yang diteliti, sehingga dapat
mengembangkan pemahaman yang luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang diteliti.
Berikut ini kemungkinan tema/judul penelitian kualitatif dalam pendidikan moral.
1) Pola pembinaan ketahanan mental para narapidana lembaga pemasyarakatan wanita Bulu
Semarang.
2) Model pembangun karakter bangsa pada komunitas masyarakat nelayan pesisir utara
Kota Semarang.
3) Strategi pondok pesantern dalam pembentukan karakter generasi muda muslim di
Pondok Pesantren Darut Toyibin Talang Betutung
4) Peranan orang tua sebagai pendidik utama keluarga dalam pembentukan karakter anak
bangsa
G. Landasan Teoretis
Setiap peneliti selalu menggunakan teori. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep),
definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui
spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena (Kerlinger, 1978). Sementara itu Wiersma (1986) menyatakan bahwa
teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasai yang dapat digunakan untuk
menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. Sedangkan Cooper dan Schindler (2003)
menyatakan bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun
secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Teori dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu pertama teori yang deduktif yaitu
teori yang memberi keterangan yang dimulai dari suasana perkiraan atau pikiran spekulatif ke
arah data yang diterangkan; kedua teori yang induktif yaitu data yang menerangkan ke arah
teori; ketiga teori yang fungsional yaitu teori memberi gambaran interaksi pengaruh antara
data dan perkiraan teoretis -- data mempengaruhi pembentak teori dan pembentukan teori
kembali mempengaruhi data (Sugiyono, 2008).
Dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai poin penelitian.
Dengan menjadikan teori sebagai poin akhir penelitian, berarti peneliti menerapkan proses
penelitiannya secara induktif yang berlangsung mulai dari data, lalu ke tema-tema umum,
kemudian menuju teori atau model tertentu (Creswell, 2009). Lebih lanjut Creswell (2009)
menyatakan bahwa logika pendekatan induktif ini dapat dilihat pada gambar 3.2.
Peneliti memulai dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari para
partisipan, lalu membentuk informasi ini menjadi kategori-kategori atau tema-tema tertentu.
Tema-tema ini kemudian dikembangkan menjadi pola-pola, teori-teori atau generalisasi-
generalisasi untuk nantinya diperbandingkan dengan pengalaman-pengalaman pribadi atau
dengan literatur-literatur yang ada. Berdasarkan penjelasan ini dapat disimpulkan: ketimbang
bentuk deduktif yang banyak terdapat dalam penelitian kuantitatif, generalisasi atau pattern
theory dalam penelitian kualitatif ini justru merepresentasikan pemikiran-pemikiran yang
saling berhubungan atau bagian-bagian yang terhubung dengan keseluruhan (Creswell,
2009).
Peneliti mengemukakan generalisasi-generalisasi atau teori-
teori dari literatur-literatur dan pengalaman-pengalaman
pribadinya
Gambar 3.2
Logika Induktif dalam Penelitian Kualitatif
Hoy & Miskel (2001) mengemukakan bahwa teori itu berkenaan dengan konsep,
asumsi dan generalisasi yang logis, berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan
memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan, sebagai stimulan dan panduan untuk
mengembangkan pengetahuan. Konsep merupakan istilah yang bersifat abstrak dan bermakna
generalisasi. Contoh konsep: kepempimpinan, kepuasan, organisasai informal. Sedangkan
asumsi merupakan pernyataan diterima kebenarannya tanpa pembuktian, contoh administrasi
merupakan generalisasi tentang perilaku semua manusia dalam organisasai.
Situasi sosial (social situation) terdiri atas tiga elemen yaitu tempat, pelaku, dan
aktivitas yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat di rumah berikut
keluarga dan aktivitasnya atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang ngobrol, di
tempat keja, di kota, desa atau wilayah suatu negara. Pada situasi sosial atau objek penelitian
tersebut peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas, orang-orang yang ada pada
tempat tertentu. Selain itu, objek penelitian dapat juga berupa peristiwa alam, tumbuh-
tumbuhan, binatang kendaraan dan sejenisnya dengan cara mengamati secara mendalam
perkembangan tumbuh-tumbuhan, kinerja mesin, menelusuri rusaknya alam, dan sebagainya.
Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian berangkat dari
kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu, hasil kajiannya tidak akan diberlakukan
ke populasi, tetapi ditransfer ke tempat lain yang situasi sosialnya memiliki kesamaan dengan
situasi sosial yang dipelajari. Sampel dalam penelitian bukan dinamakan responden tetapi
sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian. Sampelnya
disebut sampel teoretis bukan sampel statistik. Sementara itu, teknik sampling dalam
penelitian yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Adapun
ciri-ciri khusus sampel purposive adalah sementara, menggelinding seperti bola salju,
disesuaikan dengan kebutuhan, dan dipilih sampai jenuh (Lincoln dan Guba, 1985).
Di samping itu, terdapat enam jenis pertanyaan wawancara yaitu pertanyaan yang
berkaitan dengan pengalaman, berkaitan dengan pendapat, berkaitan dengan perasaan,
berkaitan dengan pengetahuan, berkenaan dengan indera, berkaitan dengan latar belakang
atau demografi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukakan dalam wawancara adalah penetapan siapa
yang akan diwawancarai, penyiapan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan
pembicaraan, mengawali dan membuka alur wawancara, melangsungkan alur wawancara,
mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya, menuliskan hasil
wawancara ke dalam catatan lapangan, mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang
telah diperoleh. Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik dan peneliti memiliki
bukti wawancara, diperlukan bantuan alat seperti buku catatan, tape recorder, dan camera.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk
tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan.
Domuken yang berbentuk gambar, misal foto, gambar hidup, sketsa. Dokumen yang
berbentuk karya misalnya karya seni, patung, film, dan lain-lain.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan
data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, misal observasi
partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara
serempak. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-
beda dengan teknik yang sama, seperti wawancara mendalam kepada ayah, ibu, atau anak.
Tujuan triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih
pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan sehingga posisi
data lebih kuat bila dibanding dengan hanya satu pendekatan.
I. Sampling
Penelitian kualitataif tidak bermaksud menggambarkan karakteristik populasi atau
menarik generalisasi kesimpulan yang berlaku bagi suatu populasi, melainkasn lebih terfokus
kepada representasi terhadap fenomena sosial. Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi
tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Berkenaan dengan
tujuan penelitian kualitatif, maka prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana
menentukan informan kunci (key infoman) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi
sesuai dengan fokus penelitian.
Untuk memilih informan kunci atau situasi sosial lebih tepat dilakukan secara sengaja
(purposive sampling). Selanjutnya bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi
ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari informan baru.
Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak mempersoalkan jumlah sampel, melainkan
tergantung dari tepat tidaknya pemIlihan informan kunci dan kompleksitas serta keragaman
fenomena sosial yang diteliti.
Sampai dengan berakhirnya pengumpulan informasi umumnya terdapat tiga tahap
pemilihan sampel dalam penelitian kualitatif, yakni (1) pemilihan sampel awal, (2) pemilihan
sampel lanjutan, (3) menghentikan pemilihan sampel lanjutan. Selanjutnya dalam menempuh
tiga tahapan tersebut prosedur pemilihan sampel yang lazim digunakan adalah melalui teknik
snowball sampling.
Pada pemilihan sampel awal, hal yang perlu diperhatikan adalah ketepatan pemilihan
informan kunci. Hal ini akan mempengaruhi keberhasilan sampling dan kelancaran
pengumpulan informasi yang pada gilirannya akan menentukan efisiensi dan keefektifan
penelitian. Spradley (1980) mengusulkan kriteria untuk pemilihan sampel informan awal,
sebagai berikut.
1) Subjek yang sudah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan
aktivitas, selain menghayati secara sungguh-sungguh lingkungan atau kegiatan yang
bersangkutan. Subjek seprti ini, biasanya ditandai oleh kemampuan dalam memerikan
informasi tentang sesuatu yang ditanyakan.
2) Subjek yang masih terlibat secara penuh/aktif dalam lingkung atau kegiatan yang
menjadi perhatian peneliti
3) Subjek yang mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk diwawancarai.
4) Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau disiapkan terlebih
dahulu, dengan demikian subjek akan menyampaikan informasi apa adanya.
5) Subjek yang sebelumnya tergolong masih asing dengan penelitian, seolah subjek tersebut
sebagai guru baru bagi peneliti.
Terlepas dari itu semua, subjek baik yang dipilih sebagai sampel informan awal atau
informan berikutnya, harus benar-benar memiliki predikat sebagai key informan yang sarat
oleh informasi yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian. Sementara itu, kriteria untuk
sampel situasi sosial awal adalah sebagai berikut: (1) situasi sosial yang relatif banyak
merangkum informasi terkait dengan penelitian, (2) situasi sosial yang cukup sederhana
untuk diteliti, (3) situasi sosial relatif mudah dimasuki (accessibility), (4) situasi sosial yang
diperkenankan untuk diamati (permissiveness), (5) situasi sosial yang tidak menimbulkan
gangguan apabila diobservasi (unobstrusiveness), (6) situasi sosial yang berlangsung relatif
berulang (frequently recurring activities), (7) situasi sosial yang memudahkan peneliti
berpartisipasi (easy of participation).
Khusus untuk pengamatan situasi sosial, bilamana menggunakan teknik snowball
sampling, maka pengamatan untuk situasi sosial lanjutan, penyebarannya dapat diarahkan
kepada (1) situasi sosial yang tergolong sehimpunan dengan sampel situasi sosial awal, (2)
situasi sosial yang secara struktural tidak terjalin, malah mungkin berada di bawah elemen
lain, akan tetapi secara material memilikik jalinan fungsional dengan situasi sosial yang
diteliti, (3) situasi sosial yang kebgiatannya memiliki kemiripan dengan sampel situiasi sosial
awal.
Bergulirnya pemilihan sampel melalui teknik snowball sampling tersebut, baik untuk
sampel informan maupun situasi sosial, pada akhirnya akan sampai pada suatu batas dimana
tidak dijumpai lagi variasi informasi (terjadi kejenuhan informasi). Pada saat seperti itu,
pemilihan sampel baru tidak diperlukan lagi, dengan perkataan lain, kegiatan pengumpulan
data atau informasi di lapangan dianggap selesai.
J. Validitas Data
Sebagai suatu disciplined inquiry, penelitian kualitatif harus memiliki kriteria atau
standar validitas kualitatif dan reliabilitas kualitatif. Validitas kualitatif menunjuk kepada
temuan atau data yang tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Namun, kebenaran realitas data tidak bersifat
tunggal, melainkan jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk dalam diri
seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya. Realitas
bersifat majemuk/ganda, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten dan
berulang seperti semula karena tidak ada sesuatu data yang tetap/konsisten/stabil. Dengan
kata lain validitas kulitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian
dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu. Sementara itu, reliabilitas kualitatif
mengidentifikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan
oleh peneliti-peneliti lain (dan) untuk proyek-proyek yang berbeda (Gibbs dalam Creswell,
2010).
Paling sedikit ada empat standar atau kriteria utama guna menjamin keabsahan hasil
penelitian kualitatif, yaitu standar kredibilitas, standar transferabilitas, standar dependabilitas,
dan standar konfirmabilitas (Lincoln dan Guba, 1984; Sugiyono, 2008; Creswell, 2009;
Bungin, 2010).
Standar kredibilitas (identik dengan validitas internal dalam penelitian kuantitatif)
merupakan upaya agar penelitian memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai dengan
fakta dilapangan maka upaya yang dapat dilakukan dengan cara: (1) memperpanjang
keikutsertaan peneliti dalam peroses pengumpulan data di lapangan, (2) melakukan observasi
secara terus menerus dan sungguh-sungguh, sehingga peneliti semakin mendalami fenomena
sosial yang diteliti seperti apa adanya, (3) melakukan triangulasi, baik triangulasi metode,
triangulasi sumber data, triangulasi pengumpul data, (4) melibatkan teman sejawat (yang
tidak ikut melakukan penelitian) untuk berdiskusi, memberikan masukan, bahkan kritik, (5)
melakukan analisis atau kajian kasus negatif yang dapat dimanfaatkan sebagai kasus
pembanding atau sanggahan terhadap hasil penelitian, (6) melacak kesesuaian dan
kelengkapan hasil analisis data, (7) mengecek bersama-sama dengan anggota penelitian yang
terlibat dalam proses pengumpulan data, (8) membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich
and thick description) tentang hasil penelitian, dan (9) mengklarifikasi bias yang mungkin
dibawa peneliti ke dalam penelitian.
Standar transferabilitas adalah modifikasi validitas eksternal. Prinsip yang terkandung
pada standar ini adalah pertanyaan empirik yang tidak dapat dijawab oleh peneliti itu sendiri,
tetapi dijawab dan dinilai oleh pembaca laporan penelitian. Hasil penelitian memiliki standar
transferabilitas yang tinggi bilamana para pembaca laporam penelitian memperoleh gambaran
dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.
Standar dependabilitas adalah standar yang mirip dengan standar reliabilitas. Standar
ini menunjukkan adanya pengecekan atau penilaian akan ketepatan peneliti dalam
mengkonseptualisasikan apa yang diteliti. Standar ini merupakan cerminan dari kemantapan
dan ketepatan menurut standar reliabilitas penelitian. Makin konsisten peneliti dalam
keseluruhan proses penelitian, baik dalam kegiatan pengumpulan data, interpretasi temuan
maupun dalam melaporkan hasil penelitian akan semakin memenuhi strandar dependabilitas.
Salah satu upaya untuk menilai dependabilitas adalah dengan melakukan audit (pemeriksaan)
dependabilitas itu sendiri. Ini dapat dilakukan oleh auditor independen, dengan melakukan
review terhadap seluruh hasil penelitian.
Standar konfirmabilitas adalah standar yang lebih memfokuskan pada audit
(pemeriksaan) kualitas dan kepastian hasil penelitian, seperti apakah benar hasil penelitian ini
berasal dari pemngumpulan data di lapngan. Audit konfirmabilitas ini biasanya dilakukan
bersamaan dengan audit dependabilitas.
Berkaitan dengan reliabilitas, Gibbs dalam Cerswell (2010) merinci sejumlah
prosedur relibilitas sebagai berikut.
1) Mengecek hasil transkripsi untuk memastikan tidak adanya kesalahan-kesalahan yang
dibuat selama proses transkripsi.
2) Pastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai kode-kode selama
proses coding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-
kode atau dengan menulis catatan-catatan tentang kode-kode dan definisi-definisinya.
3) Untuk penelitian yang berbentuk tim, diskusikanlah kode-kode bersama partner satu tim
dalam pertemuan-pertemuan rutin atau sharing analisis.
4) Lakukan cross-check dan bandingkan kode-kode yang dibuat oleh peneliti lain dengan
kode-kode yang telah dibuat sendiri
Reduksi data
Selama Setelah
Display data Analisis
Selama
Kesimpulan/verifikasi
Selama Setelah
Gambar 3.3
Komponen dalam Analisis Data
Mengacu pada Gambar 3.3 terlihat bahwa setelah peneliti melakukan pengumpulan
data, peneliti melakukan antisipatory sebelum melakukan reduksi data. Selanjutnya model
interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Data
collection Data
display
Data
reduction
Conclusions:
drawing/verifying
Gambar 3.4
Model Interaktif Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, oleh karena itu perlu
segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan
yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena
itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang dipandang
asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian
peneliti dalam melakukan reduksi data.
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan
keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Diskusi dengan tim, para ahli, wawasan
peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan
dan pengembangan teori yang signifikan. Sugiyono (2008/2010) seperti pada Gambar 3.5
mengilusrasikan bagaimana mereduksi hasil catatan lapangan yang kompleks, rumit dan
belum bermakna menjadi lebih bermakna. Data yang pokok dan penting dibuat dalam
berbagai kategorisasi seperti diilustrasikan dalam huruf besar, huruf kecil, dan angka.
Sementara data yang diilustrasikan dalam bentuk simbol-simbol seperti %, #, @ dsb dibuang
karena dianggap tidak penting bagi peneliti.
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, bagan alur,dan
sejenisnya. Miles dan Huberman (1984) menyatakan yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitiatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Akhirnya melalui sajian data tersebut, data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,
sehingga akan semakin mudah difahami. Disarankan, menyajikan data selain dengan teks
naratif, juga dapat berupa grafik, matriks, jejaring kerja, dan chart.
Praktiknya, tidak semudah ilustrasi yang dicontohkan karena fenomena sosial bersifat
kompleks dan dinamis sehingga apa yang ditemukan pada saat memasuki lapangan dan
setelah berlangsung lama di lapangan akan mengalami perkembangan. Untuk itu, peneliti
harus selalu menguji apa yang telah ditemukan pada saat memasuki lapangan yang bersifat
hipotesis itu berkembang atau tidak. Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata hipotesis
yang dirumuskan selalu didukung oleh data pada saat dikumpulkan di lapangan, maka
hipotesis tersebut terbukti dan akan berkembang menjadi teori yang grounded. Teori
grounded adalah teori yang ditemukan secara induktif berdasarkan data yang ditemukan di
lapangan dan selanjutnya diuji melalui pengumpulan data yang terus menerus.
Catatan Lapangan
!@1as?d*^AVH^@9+=2(“:3BK5}4*5>6
*7D8@9=@3$K)$=62A%b)c=2d*e&fM
gSh%i@j{kAl%m^n*o!p”q;rMs#t^u”A
@B3C)D+E=F!G6H+I&J%K#L7M!N(O=P
7Q@R=S8T#U”Q!2Af%_9#Yx*:3?d2!
Reduksi Data
Memilih yang penting, membuat kategori (huruf besar, huruf kecil, angka) membuang
yang tidak digunakan
YDBWIKNASQWETYUKJ qwertyuiopasdfghjklzxc 0981367890342567890
LMCAQWERTYUIOPAD vbnmqwertyuiopasdfgh 1086431246789097532
GHJKLMBCXZASDFGHJK jklzxcvbnmpoiuytrewqa 1864320997654432178
LZXCVBNMQWERTYUIO sdfghjklmnbvcxzasdfghj 6542785431097689014
PASDFGHJKLZXCVBNM kloiuytrewqasdfghjklzc 8976532108653578964
123456789
ABCDEFGHIJKLMN abcdefghijklmnopq
OPQRSTUVWXYZ rstuvwqyz
Conclusion/Verification
Memilih yang penting, membuat kategori (huruf besar, huruf kecil, angka), membuang
yang tidak digunakan
Semantic relationship
Adalah jenis dari (hubungan semantik),
antar kategori
Gambar 3.6
Elemen dalam Domain
Untuk menemukan domian dari konteks sosial/objek yang diteliti dilakukan dengan
analisis hubungan semantik antar kategori yang meliputi sembilan tipe (Spradley, 1984
Sugiyono, 2004). Kesembilan hubungan semantik tersebut adalah strict inclusion (jenis),
spatial (ruang), cause effect (sebab akibat), rational (rational), location for action (lokasi
untuk melakukan sesuatu), function (fungsi), means-end (cara mencapai tujuan), sequence
(urutan), dan attribution (atribut). Pada tabel 3.2 terdapat contoh analisis hubungan semantik
untuk jenjang dan jenis pendidikan. Untuk memudahkan dalam melakukan analisis domain
terhadap data yang telah terkumpul dari observasi, pengamatan dan komunikasi, sebaiknya
digunakan lembaran kerja analisis domian (domian analysis worksheeet), seperti pada contoh
Tabel 3.2 (diadaptasi dari Sugiyono, 2010; Bungin (ed), 2010).
Tabel 3.2
Contoh Analisis Hubungan Semantik Pendidikan Kejuruan
Tabel 3.3
Contoh Lembaran Analisis Domain Pendidikan
Perguruan tinggi
Tempat pendidikan SMA/SMK
SMP
SD/tidak sekolah
Mahal
Kelas sosial Sedang
Murah
Penyimpangan seksual
Biologis
Hyper seksual
Balas dendam
Emosional Pelampiasan
Mencari perlindan
Pemuasan
Motivasi
Kebutuhan ekonomi
Domain
berikutnya Taksomi berikutnya
Sumber : Bungin (ed) 2010
Hasil analisis taksonomik dapat disajikan dalam bentuk diagram. Terdapat beberapa
model diagram yang umum dipakai, seperti diagram kotak, diagram garis dan simpul, garis-
garis dan simpul, dan sebagainya. Contoh tipe/bentuknya seperti pada Tabale 3.5 berikut.
Tabel 3.5
Diagram Kotak
Cover Term
A B C D
1 2 3 1 2 3 4
a b
Sebagai contoh kalau domain yang menjadi fokus penelitian adalah jenjang
pendidikan formal, maka melalui analisis taksonomi untuk pendidikan dasar akan terdiri atas
sekolah dasar (SD/MI) dan Sekolah Lanjutan Pertama (SMP/MTs), selanjutnya untuk jenjang
pendidikan menengah terdiri atas SMA/MA dan SMK/MAK. Sedangkan pendidikan tinggi
terdiri atas Akademi, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas.
Menghubungkan tema-tema/
deskripsi-deskripsi (seperti, grounded
theory, studi kasus)
Tema-tema Deskripsi
e. Analisis Wacana
Analisis wacana merupakan salah satu cara mempelajari makna pesan sebagai
alternatif lain akibat dari keterbatasan analisis isi (Bungin, ed. 2010). Keterbatasan dimaksud
adalah bahwa pertama, analisis konvensional pada umumnya hanya dapat digunakan untuk
mengurai muatan teks komunikasi yang bersifat nyata (manifest), sedangkan analisis wacana
memiliki tekanan untuk memfokuskan pada pesan yang tersembunyi (laten). Oleh karena itu
yang menjadi perhatian bukan pesan melainkan juga makna. Fokus pada analisis wacana
yaitu pada muatan, nuansa, dan konstruksi makna yang laten dalam teks komunikasi
(Eriyanto, 2000). Kedua, analisis isi hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan
seseorang (what)” tetapi tidak dapat menyelidiki “bagaimana seseotang mengatakannya
(how)”. Analisis wacana memandang teks sebagai suatu kesatuan isi. Dalam kenyataannya
yang penting bukan apa yang dikatakan oleh seseorang tetapi bagainana dan dengan cara apa
yang diucapkan atau dianggap penting oleh komunikator, tetapi juga bagaimana cara
komunikator mengungkapnya.
Dalam rumusan yang hampir sama, Berger dalam Irawanto (1999) menyebut adanya
sejumlah kelemahan dalam metode analisis isi konvensional. Pertama, sulit menentukan
bahwa sampel yang diteliti benar-benar reprensentatif. Kedua, kadangkala sulit untuk
mendapatkan definisi yang operasional dari topik yang diteliti. Ketiga, tidak mudah
menemukan unit pengukuran bagi semacam frame dalam artikel surat kabar/majalah.
Analisis wacana dapat dikategorikan sebagai kelompok metode beraliran kritis dalam
penelitian komunikasi. Hal ini bercirikan, pertama karena menekankan pada unsur-unsur
filosofis komunikasi. Pertanyaan-pertanyaan yang sering dikemukakan oleh kaum kritis
adalah siapa yang mengontrol arus komunikasi; ideologi apa yang ada dibalik media? Kedua,
aliran kritis melihat struktur sosial sebagai konteks yang sangat menentukan realitas, proses,
dan dinamika komunikasi manusia. Ketiga, aliran kritis lebih memusatkan perhatiannya pada
siapa yang mengendalikan komunikasi. Aliran ini beranggapan bahwa komunikasi hanya
dimanfaatkan oleh kelas yang berkuasa, baik untuk mempertahankan kekuasaannya maupun
untuk merepresi pihak-pihak yang menentangnya. Keempat, aliran kritis sangat yakin dengan
anggapan bahwa teori komunikasi manusia, khususnya teori-teori komunikasi massa, tidak
mungkin akan dapat menjelaskan realitas secara utuh dan kritis apabila ia mengabaikan teori-
teori tentang masyarakat. Oleh karena itu, teori komunikasi massa harus selalu berdampingan
dengan teori-teori sosial.
Analisis wacana juga termasuk dalam pendekatan konstruksionisme. Fokus
pendekatan ini adalah bagaimana pesan politik dibuat/diciptakan oleh komunikator dan
bagaimana pesan itu secara aktif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima. Karakteristik
pendekatan konstruksionis, pertama pendekatan ini menekankan pada politik pemaknaan dan
proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas politik. Kedua, pendekatan
konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang terus menerus dan
dinamis. Pendekatan ini tidak melihat media sebagai faktor penting, karena media itu sendiri
bukanlah sesuatu yang netral. Dari sisi sumber (komunikator), pendekatan konstruksionis
memeriksa pembentukan bagaimana pesan ditampilkan dan dalam sisi penerima (komunikan)
ia memeriksa bagaimana kontruksi makna individu ketika menerima pesan.
Analisis wacana secara teoretis tidak dapat dipisahkan dengan pendekatan interaksi
simbolis, karena prinsip yang melandasi filsafatnya dan pendekatan metodologisnya sama.
Konsep interaksi simbolik bertolak dari tujuh proposisi dasar yaitu bahwa (1) perilaku
manusia itu mempunyai makna di balik yang menggejala, sehingga diperlukan metode untuk
mengungkap perilaku terselubung, (2) pemaknaan kemanusiaan perlu dicari sumbernya pada
interaksi sosial manusia, (3) masyarakat manusia itu merupakan proses yang berkembang
holistik, tak terpisah, tidak linier, dan tidak terduga, (4) prilaku manusia itu berlaku berdasar
penafsiran phenomenologik, berlangsung atas maksud, pemaknaan dan tujuan, bukan
berdasar atas proses mekanik dan otomatik, (5) konsep mental manusia berkembang
dialektik, mengakui ada tesis, antitesis, dan sintesis, (6) perilaku manusia itu wajar dan
konstruktif kreatif, bukan elementar-reaktif, dan (7) metode introspeksi simphatetik dengan
menekankan pada pendekatan intuitif perlu digunakan untuk menangkap makna (Muhadjir,
1998).
Sekali lagi, analisis wacana merupakan salah satu cara mempelajari makna pesan,
oleh karena itu agar dapat mengungkap makna pesan perlu dibedakan beberapa pengertian
antara terjemah atau translation, tafsir atau interpretasi, ekstrapolasi, dan pemaknaan atau
meaning. Terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama
dengan media yang berbeda. Pada penafsiran, dengan tetap berpegang pada metri yang ada,
dicari latar belakangnya, konteksnya agar dapat dikemukakan konsep atau gagasan lebih
jelas. Ekstrapolasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap
hal di balik yang tersajikan. Sedang memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari
penafsiran dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut
kemampuan integratif manusia: indra, daya pikir, dan akal budi.
Nimmo dalam Bungin (ed), (2010) menjelaskan bahwa dalam kegiatan simbolik
orang menginterpretasikan objek-objek dengan cara-cara yang bermakna, dan dengan
demikian membentuk citra mental tentang objek-objek itu. Terdapat tiga unsur primer dalam
pembicaraan yaitu lambang, hal yang dilambangkan/rujukan, interpretasi yang menciptakan
lambang yang bermakna. Hubungan ketiganya seperti terlukiskan pada Gambar 3.8.
Kedua garis dalam Gambar 3.8 segi tiga itu menunjukkan bahwa ada hubungan
langsung di antara, pikiran atau interpretasi dengan suatu rujukan dan di antara interpretasi
dan lambang. Namun di antara lambang dan rujukan hubungan itu tidak langsung, Hal ini
mengingatkan bahwa lambang bukanlah representasi langsung dari objek; tanpa pikiran aktif
manusia, lambang itu sama sekali tidak bermakna.
Interpretasi
Lambang Rujukan
Mewakili
(hubungan tak langsung yang dipertalikan)
Sumber diadaptasi Ogdan dan Richard dalam Bungin, 2010
Gambar 3.8
Hubungan Lambang, Rujukan dan Interpretasi
Analisis wacana adalah jalan keluar untuk mengetahui makna yang tersembunyi
dalam lambang-lambang metode. Adapun salah satu analisis wacana yang dapat dipakai
adalah model yang dikembangkan oleh Teun A. Van Dijk dalam Eriyanto (2000).
Digambarkan oleh van Dijk, bahwa suatu wacana terdiri atas berbagai struktur/tingkatan,
yang masing-masing bagian saling mendukung. Struktur yang ada dalam analisis wacana
terdiri atas tiga tingkatan yaitu (1) struktur makro yang merupakan makna global/umum dari
suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik dari suatu teks, (2) superstruktur adalah
kerangka suatu teks, bagaimana struktur teks dan elemen wacana itu disusun dalam teks
secara utuh, dan (3) struktur mikro adalah makna yang dapat diamati dengan menganalisis
kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai, dan sebagainya. Struktur
wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan
ketika seseorang menyampaikan pesan. Struktur wacana juga berguna untuk mengetahui
strategi komunikasi dalam mencapai tujuan politiknya. Dengan demikian, wacana di sini
dipahami sebagai politik berkomunikasi, sehingga perlu diselidiki makna-makna subjektif
atau nilai yang mendasari suatu pernyataan. Komunikator sangat sentral dalam kegiatan
wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, komunikator memiliki
kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana,
termasuk maksud yang tidak transparan dan memerlukan interpretasi. Bahasa dan wacana
diatur dan dihidupkan oleh pengucapan-pengucapan yang bertujuan, setiap pertanyaan adalah
tindakan penciptaan makna (Eriyanto, 2000).
Setiap elemen struktur wacana dapat digunakan untuk menganalisis segala bentuk
teks. Walaupun struktur wacana terdiri atas beberapa elemen, tetapi semua elemen itu
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mendukung antara elemen satu
dengan elemen lainnya. Tetapi untuk kepentingan penelitian tertentu, tidak perlu semua
elemen struktur wacana diamati, satu elemen saja dari struktutr wacana sudah dapat
digunakan untuk menganalisis sebuah teks, misalnya mengamati bidang semantik.
Semantik merupakan studi tentang makna yang dimiliki objek bagi orang berpikir dan
menanggapi, dan bukan pencarian definisi kata yang intrinsik dan universal (Nimmo, 1993),
seperti studi linguistik konvensional, makna kata dihubungkan dengan arti yang terdapat
dalam kamus. Semantik dalam skema van Dijk dikategorikan makna lokal (local meaning),
yakni makna yang muncul dari hubungan antara kalimat, hubungan antara proposisi yang
membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Tetapi semantik tidak hanya
mendefinisikan bagian kalimat mana yang penting dari struktur wacana, lebih dari itu
mengiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa (Eriyanto, 2000).
Semua strategi semantik selalau dimaksudkan untuk menggambarkan diri sendiri atau
kelompok sendiri secara positif, sebaliknya menggambarkan kelompok lain secara buruk
sehingga menghasilkan makna yang berlainan. Kebaikan atau hala-hal positif mengenai diri
sendiri digambarkan dengan detail, eksplisit, langsung dan jelas. Sebaliknya ketika
menggambarkan kebaikan kelompok lain disajikan dengan detail pendek, implisit dan samar-
samar.
Untuk lebih jelasnya, maka masing-masing elemen wacana semantik, seperti latar,
detail, ilustrasi, maksud, pengandaian, dan penalatan, Eriyanto (2000) menjelaskan sebagai
berikut.
(1) Latar merupakan elemen wacana yang dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang
diajukan dalam suatu teks. Misal dalam perselisihan politik, seseorang berusaha
mempertahankan pendapat kelompok dan menyerang argumentasi pihak lawan.
(2) Detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang
(komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang
menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya ia akan menampilkan informasi
dalam jumlah sedikit kalau hal itu merugikan argumentasinya.
(3) Ilustrasi dan maksud, sebenarnya hampir mirip dengan detail, perbedaan terletak pada
penyertaan contoh untuk ilustrasi. Sedangkan elemen maksud melihat apakah teks itu
disampaikan secara eksplisit atau tidak, apakah fakta disajikan secara telanjang atau
tidak. Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan
komunikator.
(4) Pengandaian dan penalaran adalah strategi yang dapat memberi citra tertentu ketika
diterima khalayak. Pengandaian hadir dengan memberi pernyataan yang dipandang
terpercaya dan karenanya tidak perlu dipertanyakan. Dalam hal ini elemen pengandaian
hampir mirip dengan penalar, yang digunakan untuk memberi dasar rasional, sehingga
teks yang disajikan komunikator tampak benar dan meyakinkan.
Format Konstruktivis/Interpretivis
Pendahuluan
Latar belakang masalah (mencakup literatur-literatur yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan pentingnya penelitian)
Tujuan penelitian dan batasan masalah
Rumusan masalah
Prosedur-Prosedur
Asumsi-asumsi filosofis tentang penelitian kualitataif
Strategi penelitian kualitatif
Peran peneliti
Prosedur-prosedur pengumpulan data
Strategi-strategi memvalidasi hasil penelitian
Susunan naratif penelitian
Masalah-masalah etis yang mungkin muncul
Hasil-hasil sementara (jika ada)
Keluaran yang diharapkan
Lampiran: pertanyaan-pertanyaan wawancara, bukti observasi, catatan waktu,
dan anggaran yang diajukan
Berdasarkan contoh tersebut, peneliti hanya menyertakan dua bagian utama dalam
proposal penelitian yang diajukan, yaitu pendahuluan dan prosedur-prosedur penelitian.
Tinjuan pustaka atau landasan teoretis dapat saja dikemukakan, tetapi bersifat opsional, sebab
tinjauan pustaka dapat dimasukkan pada akhir penelitian atau bagian outcomes yang
diharapkan. Walaupun demikian, jika diperhatikan dengan saksama, bahwa format yang
ditawarkan, baik format konstruktivis/interpretivis kualitatif maupun format
advokasi/partisipatoris kualitatif sudah terlihat secara jelas masalah yang akan diteliti, tujuan
dan masalah penelitian, serta literatur yang terkait dengan masalah penelitian tersebut.
Demikina juga arah penelitian, langkah-langkah apa dan bagaimana penelitian itu akan
dilakukan sudah sangat operasional. Dengan proposal seperti itu, peneliti sudah memiliki
arah yang jelas ketika akan terjun ke lapangan.
Format Advokasi/Partisipatoris
Pendahuluan
Latar belakang masalah (meliputi isu-isu advokasi/partisipatoris yang
akan dieksplorasi, literatur-literatur yang berhubungan dengan isu
tersebut, dan pentingnya penelitian)
Tujuan penelitian dan batasan masalah
Rumusan masalah
Prosedur-Prosedur
Asumsi-asumsi filosofis tentang penelitian kualitatif
Strategi penelitian kualitatif
Peran peneliti
Prosedur-prosedur pengumpulan data (meliputi pendekatan-pendekatan
pengumpulan data secara kolaboratif bersama para partisipan)
Prosedur pencatatan/perekaman data
Prosedur analisis data
Strategi-strategi memvalidasi hasil penelitian
Susunan Naratif
Masalah-masalah etis yang mungkin muncul
Pentingnya penelitian
Hasil-hasil sementara (jika ada)
Perubahan-perubahan advokasi/partisipatoris yang diharapkan
Lampiran: pertanyaan-pertanyaan wawancara, bukti observasi, catatan waktu,
dan anggaran yang diajukan
Memperhatikan dua contoh tersebut, pengalaman peneliti maupun contoh-contoh
proposal penelitian kualitatif baik untuk tugas akhir, tesis maupun disertasi, komponen dalam
proposal penelitian kualitataif dapat disusun ke dalam sistematika proposal sebagai berikut.
I. PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
(latar belakang dan alasan)
B. Fokus Penelitian
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
JUDUL
ABSTRAK
PRAKATA
UCAPAN-UCAPAN PENGHARGAAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
(latar belakang dan alasan)
B. Fokus Penelitian
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Landasan Teoretis/Kajian Pustaka dan Kerangka Berpikir
G. Metode Penelitian
BAB II GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
(misalnya historis, geografis, sosial budaya, dan sebagainya)
Abstrak, ditulis sesingkat mungkin (cukup satu halaman dengan satu spasi) tetapi mencakup
keseluruhan apa yang tertulis di dalam laporan penelitian. Komponen yang perlu ada yaitu
latar belakang, masalah/tujuan, metode, hasil/simpulan, dan saran.
Latar Belakang
Latar belakang masalah merupakan pintu masuk bagi peneliti untuk menyingkap kesenjangan
yang terjadi antara kebenaran teoretik dengan realitas di lapangan. Latar belakang mencakup
isu-isu mendasar yang menunjukkan bahwa tema/topik/judul penelitian tersebut penting dan
menarik untuk diteliti. Pada bagian ini dipaparkan discourse theoretic tentang isu-isu penting
dan menarik yang menjadi titik perhatian peneliti. Selain itu, diungkap pula isu-isu yang
sedang berkembang di dalam realitas yang terkait dengan discourse theoretic tersebut. Pada
akhirnya peneliti menemukan peluang untuk melakukan kajian lebih mendalam tentang
persoalan tersebut.
Discourse theoretic dan realitas di lapangan dilakukan oleh peneliti didasarkan pada hal-hal
sebagai berikut.
1. Hasil kajian pustaka, yang berupa kajian dari jurnal, buku, dokumen ilmiah, terbitan
berkala, laporan hasil penelitian, abstrak tesis dan disertasi, internet, dan sumber-sumber
lain yang relevan.
2. Hasil diskusi dengan pakar, sejawat atau kolegial yang seprofesi. Berdasarkan diskusi
yang bersifat formal maupun informal akan membantu peneliti menemukan masalah
penelitian. Diskusi bisa dalam bentuk seminar, simposium, diskusi panel, konferensi,
lokakarya, dan lainnya.
3. Survei awal atau kajian awal dalam bentuk kajian dokumenter maupun kajian lapangan.
4. Surat kabar, majalah, media elektronik dapat membantu memunculkan ide-ide penelitian.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian meliputi objek/sasaran penelitian, lingkup spasial dan temporal penelitian.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah persoalan yang perlu dipecahkan atau pertanyaan yang perlu
dijawab dengan penelitian. Persoalan itu dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
maupun pernyataan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah pernyataan yang menjelaskan keinginan peneliti untuk mendapat
jawaban atas pertanyaan yang konsisten dengan perumusan masalah. Pada dasarnya tujuan
penelitian memberikan penjelasan tentang sesuatu yang akan diperoleh jika penelitian selesai.
Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan. Tujuan penelitian
dinyatakan dengan kalimat deklaratif.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah pernyataan tentang tujuan umum penelitian yang konsisten dengan
latar belakang masalah. Pernyataan tentang manfaat harus mengandung dua hal yaitu manfaat
teoretis dan praktis bagi pihak-pihak yang terkait dengan upaya pemecahan masalah
penelitian. Manfaat teoretis (akademis) adalah keguanaan hasil penelitian terhadap
pengembangan keilmuan. Manfaat praktis adalah kegunaan hasil penelitian untuk
kepentingan masyarakat penggunanya.
Metode Penelitian
Penyajian metode (bukan metodologi) penelitian haruslah betul-betul menjelaskan teknik
yang secara operasional dan riil dipakai sepanjang proses penelitian. Penyajiannya berbeda
dengan penyajian dalam rancangan serta berbeda pula dengan apa yang tertulis pada buku-
buku teks metode penelitian.
1. Ancangan Penelitian
Ancangan penelitian berisi penjelasan mengenai pendekatan penelitian yang digunakan.
Peneliti perlu menjelaskan alasan menggunakan pendekatan tersebut.
2. Latar Penelitian
Latar penelitian berisi penjelasan tentang lokasi, rentang waktu, dan atau subjek
penelitian. Peneliti perlu menjelaskan alasan memilih lokasi, rentang waktu, dan atau
subjek penelitian.
3. Data dan Sumber Data Penelitian
Data penelitian kualitatif terdiri atas data primer dan data sekunder. Wujud data berupa
informasi lisan, tulis, aktivitas, dan kebendaan. Data dapat bersumber dari informan,
arsip, dokumen, kenyataan yang berproses, dan artefak. Peneliti perlu menjelaskan alasan
menggunakan data dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berisi tentang cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan
data, misalnya wawancara, observasi, studi dokumen. Peneliti perlu menjelaskan alasan
menggunakan teknik pengumpulan data penelitian.
5. Keabsahan Data
Keabsahan data berisi penjelasan tentang cara peneliti memvalidasi data atau melakukan
triangulasi data, misalnya triangulasi metode, sumber, teori, dan peneliti. Peneliti perlu
menjelaskan alasan menggunakan teknik triangulasi data penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data berisi tahapan analisis penelitian, misalnya dalam teknik analisis
interaktif terdiri atas sajian data, reduksi data, dan penarikan simpulan. Peneliti perlu
menjelaskan alasan menggunakan teknik analisis data.
Simpulan
Bagian ini merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. Simpulan menyajikan aspek inti
dari temuan penelitian serta pemaknaannya. Simpulan disajikan dalam paragraf secara padat
sesuai urutan fokus kajian dan temuan penelitian atau dengan mengikuti logika piramida
terbalik. Artinya dari atas ke bawah mengerucut semakin tajam. Simpulan dalam laporan
penelitisan harus jelas dan tegas sosok tubuhnya.
Implikasi
Implikasi berisi konsekuensi logis dari simpulan penelitian.
Saran
Saran diajukan berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, yang muncul dari temuan
penelitian. Saran harus operasional dan jelas siapa yang menjadi sasarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan pustaka berisi semua sumber rujukan (buku, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen)
yang diacu sebagai referensi dalam penelitian. Artinya bahan pustaka yang hanya digunakan
sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar pustaka.
Sebaliknya semua pustaka yang disebutkan dalam teks harus dicantumkan dalam daftar
pustaka.