Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan kegiatan pengobatan yang di lakukan oleh tenaga
kesehatan sangat kompleks dan mencakup banyak aspek, salah satunya adalah
kegiatan pengobatan yang melibatkan seorang farmasi dalam melaksanakan
tugasnya. Dengan banyaknya bentuk dari jenis obat, maka seorang farmasi
dituntut untuk menguasai penyediaan obat, pembuatan obat smpai dengan
pemberian informasi obat kepada pasien. Dan juga dalam pembuatan obat kita
harus mengetahui karakteristik dan juga untuk meningkatkan kelarutan. Dalam hal
ini mencakup ruang lingkup farmasi dan farmasi fisika.
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi/pembakuan obat
serta pengobatan, termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta
penggunaan yang aman (Syamsuni, 2006).
Salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam Farmasi yakni Farmasi
fisika. Menurut Martin (1993), Farmasi Fisika merupakan ilmu yang mempelajari
tentang ilmu fisika yang diaplikasikan ke dalam ilmu farmasi. Salah satu subjek
yang dipelajari dalam farmasi fisika yaitu emulsifikasi.
Emulsifikasi merupakan proses terbentuknya emulsi,dimana emulsi adalah
sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam system dispersi; fase
cair yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya;
umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi (Depkes RI, 1978).
Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak sediaan farmasi yang berupa
emulsi, sebab emulsi memiliki banyak kelebihan diantaranya dapat menyatukan 2
fase berbeda, mengurangi rasa pahit dari zat aktif obat, dan tentunya mempercepat
absorbsi secara oral dalam tubuh (Jufri. M, 2004).
Dalam pembuatan emulsi pemilihan emulgator sangat penting, karena
mempengaruhi mutu dan kestabilan suatu emulsi. Salah satu emulgator yang
banyak yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya;
umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi (Depkes RI, 1978)

1
Dalam pembuatan emulsi terdapat hal yang perlu diperhatikan untuk
mengetahui komposisi srufaktan yang akan dipakai. Dimisalkan tween dan span.
Dalam literature resmi, jumlah surfaktan atau komposisi dari campuran tween dan
span adalah 5 gram keseluruhannya, namun kita tidak mengetahui komposisi
masing-masing dari span dan tween tersebut. Suatu saat kita dihadapi dengan
suatu sediaan emulsi, namun kita tidak mengetahui tipe emulsinya, sehingga kita
perlu melakukan uji evalusinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukannya percobaan emulsifikasi
agar kita mengetahui masalah-masalah yang diuraikan diatas
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud
Mengetahui dan memahami cara pembuatan emulsi tipe M/A dan A/M
dengan zat aktif dan surfaktan tertentu
1.2.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami cara pembuatan emulsi tipe M/A dan A/M
dengan zat aktif beeswax atau cera alba dan surfaktan tween 80 dan span 80
1.3 Manfaat Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara memformulasikan
emulsi tipe A/M dan tipe M/A dengan menggunakan beeswax sebagai zat
aktif
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara evaluasi sediaan
emulsi
1.4 Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsi dengan menggunakan beeswax sebagai zat aktif yang
mempunyai HLB butuh 10 pada tipe M/A dan 5 pada tipe A/M dengan
penambahan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 serta minyak kelapa
sebagai pembawa. Evaluasi sediaan emulsi yang dilakukan dengan uji warna,
waktu terdispersi dan volume pemisahan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat
stabil dengan dengan adanya suatu zat pengemulsi.Diameter partikel dari fase
terdispersi umumnya berkisar dari 0,1 – µm, walaupun partikel terkecil 0,01 µm
dan sebesar 100µm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan (Martin, A. 1990).
Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam dalam fase cair lain, System
dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Bebagai tipe zat pengemulsi
akan dibicarakan kemudian dalam bagian ini, baik fase terdispersi atau fase
kontinu bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan mobil sampai suatu
massa setengah padat (semisolid). Jadi sistem emulsi berkisar dari cairan yang
mempunyai viskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merpakan
semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari 0,1–10
µm, walaupun partikel sekecil 0,01 µm dan sebesar 100 µm bukan tidak biasa
dalam beberapa sediaan (Martin, 2008
Tipe emulsi, salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar
(sebagai contoh : air ), sedangkan lainnya relatif nonpolar ( sebagai contoh :
minyak). Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu
air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w). Bila fase
minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk
air dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya dari tipe o/w
dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w. Zat pengemulsi tipe ini
termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan bersifat nonionik, akasia,
(gom), tragacanth, dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang dipergunakan

3
termasuk tipe o/w. Makanan tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad
merupakan emulsi tipe w/o (Lachman, L. 1994).
2.1.2 Teori Terbentuknya Emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi di kenal 4 macam teori yang
melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandan yang berbeda. Teori tersebut
diantaanya :
1. Teori tegangan permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik-menarik antara molekul yang sejenis yang di
sebut daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik-menarik antara
molekul-molekul yang tidak sejenis, yang disebut daya adesi. Daya kohesi suatu
zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan
tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi
pada permukaan tersebut dinamakan Tegangan permukaan. Dengan cara yang
sama dapat dijelaskan terjadinya terjadinya perbedaan tegangan budan batab 2
cairan yang tidak dapat bercampur( immiscisble liquid). Tegangan yang terjadi
antar dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas (interfacial tension).
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan
semakin sulitnya kedua zat tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada
air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa
elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu
antara lain sabun. Dalam teori ini dikatan bahwa peambahan emulgator akan
menurunkan, menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga
antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur (Tungadi, R. 2014).
2. Teori orietasi bentuk biji (orientasi wedge).
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi2 kelompok yakni :
a. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air.
b. Kelompok lipofilik, yaitu bagian yang suka pada minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya. Kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil kedalam
minyak. Dengan demikian emulgator seolah-oleh menjadi tali pengikat antara air
dan minyak dan antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu

4
keseimbangan. Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang
bersarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah HLB
(hydrophyl lipophyl balance) yaitu angka yang menunjukan perbandingan antara
kelompok lipofil dan kelompok hidrofil. Semakin besar harga HLB berarti
semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu artinya emulgator tersebut lebih
mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya
3. Teori interfacial film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan di serap pada batas antara air
dan minyak, sehingga terbentuk lapisan fil yang akan membungkus partikel fase
dispersi. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang
sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dipersi menjadi
stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi,syarat emulgator
yang di pakai adalah :
a. Dapat membuat lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup untuk
menutup semua permukaan partikel fase dispersi
b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispersi
c. Dapat membentuk lapisan film denhan cepat dan dapat menutup semua
permukaan partikel denhan segera
4. Teori electrik double layer (lapisan listrik rangkap)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan
lapisan berikutnya akan mempunya muatan yang berlawanan dengan lapisan di
depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungu oleh 2
batan glapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak
setiap usaha dari partikel minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi
satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyekubungi setiap
partikel minyak mempunya susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama
partikelakan tolak-menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya
muatan listrik disebabkan oleh sala satu dari ketiga cara dibawah ini :
a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinnya absorbsi ion oleh partikel dari cairan di sekitarnya

5
2.1.3 Ketidakstabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal–hal seperti dibawah ini
(Syamsuni, 2006):
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan yaitu satu bagian
mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversible, artinya jika dikocok berlahan–lahan akan
terdispersi kembali.
2. Koalesensi dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi karena film
yamg meliputi partikel rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu
menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat irrevelsibel (tidak
dapat diperbaiki kembali). Hal ini terjadi karena :
a. Peristiwa kimia : seperti penambahan alcohol, perubahan pH,
penambahan elektrolit CaO/ CaCl2 eksikatus.
b. Peristiwa fisika : seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, dan
pengadukan.
c. Peristiwa biologis : seperti fermentasi bakteri, jamur, atau ragi.
3. Infers fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi O/W mejadi W/O secara
tiba-tiba atau sebaliknya, sifatnya irreversie
2.1.4 Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah proses yang membentuk cairan, yang dikenal dengan
emulsi, yang mengandung tetesan lemak atau minyak yang sangat kecil yang
tersuspensi dalam cairan pembawa biasanya iar (Das amd ,ukherjee, 2007; Palwa
et,al, 2011)
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah
kolesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal
yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara
menempati daerah antar muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan
membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga
mengurangi tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik
di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi

6
tegangan antar permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi
selama pencampuran (Jenkins. 1957).
2.1.5 Mekanisme emulgator
Mekanisme emulgator menurut Lachmann 2008 :
a. Penurunan Tegangan Permukaan
Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas antarmuka yang
dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai batang antarmuka
adalah yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang
memperhatikan bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus, tidak
efisien dalam menurunkan tegangan antarmuka, membentuk pembatas antarmuka
yang baik sekali, bertindak untuk mencegah penggabungan dan berguna sebagai
zat pengemulsi.
b. Pembentuk Lapisan Antarmuka
Pembentukan lapisan – lapisan oleh suatu pengemulsi pada permukaan
tetesan air atau minyak tidak dipelajari secara terperinci. Pengertian dari suatu
lapisan tipis monomolekuler yang terarah dari zat pengemulsi tersebutpada
permukaan fase dalam suatu emulsi. Cukup beralasan untuk mengharapkan
molekul amfifilik untuk mengatur dirinya pada suatu antarmuka air, minyak dan
bagian hidrofilik pada fase air. Juga sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif
permukaan cenderung berkumpul pada antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi
pada antar muka minyak dan air sebagai lapisan monomolekuler. Jika kensentrasi
zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk suatu lapisan yang kaku
antara fase – fase yang tidak saling bercampur tersebut, yang bertindak sebagai
suatu penghalang mekanik. Baik terhadap adhesi maupun menggabungnya tetesan
– tetesan emulsi.
Kesimpulan :
Pengemulsi membentuka lapisan tipis menomolekuler pada permukaan fase
terdispersi. Hal ini bedasarkan sifat amfifil (suka minyak dan air) dan pengemulsi
yang cenderung untuk menempatkan dirinya pada tempat yang disukai. Bagian
hidrofilik mengarah keminyak sehingga dengan adanya lapisan tipis kaku ini akan

7
membentuk sautu penghalang meknik terhadap adhesi dan flokulasi yang
terkemas rapat, sehingga dapat dibentuk emulsi stabil.
c. Penolakan Elektrik
Telah digambarkan bagaimana lapisan antarmuka atau kristal cair lamellar
mengubah laju penggabungan tetesan dengan bertindak sebagai pembatas.
Disamping itu, lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik
tolak antara tetesan yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan
listrik rangkap yang dapat timbul dari gugus – gugus bermuatan listrik yang
mengarah pada permukaan bola-bola yang teremulsi M/A yang distabilkan dengan
sabun Na. Molekul-molekul surfaktan tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi
karena sifat polarnya, molekul-molekul tersebut terarah juga. Bagian bawah
hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan minyak, sedangkan kepala (ioniknya)
menghadap ke fase kontinu (air). Akibat permukaan tetesan tersebut ditabur
dengan gugus-gugus bermuatan, dalam hal ini gugus karboksilat yang bermuatan
negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada permukaan tetesan tersebut
menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik rangkap.
Potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut menciptakan suatu
pengaruh tolak menolak antara tetesan – tetasan minyak, sehingga mencegah
penggabungan. Walaupun potensial listrik tolak tidak dapat diukur secara
langsung untuk membandingkan dengan teori. Toeri kuantitas yang behubungan,
potensial zet dapat ditentukan. Potensial zeta untuk suatu emulsi yang distabilkan
dengan surfaktan sebanding dengan dengan potensial lapisan rangkap hasil
perhitungan. Tambahan pula, perubahan dalam potensial zeta parallel dengan
perubahan potensial lapisn rangkap jika elektrolit ditaburkan. Hal ini dan data yng
berhubungan dengan besarnya potensial pada antarmuka dapat digunakan untuk
menghitung penolakan total atara tetes-tetes minyak sebagai suatu fungsi dari
jeruk antara tetesan tersebut.
d. Padatan Terbagi Halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekeliling tetesan
terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutir kasar, mempunyai

8
stabilitas fisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai
emulgator
2.1.6 Hlb dan Hlb butuh
Hlb atau yang disebut dengan Hidrofilik lipofilik balace adalah suatu nilai
atau ukuran yang menunjukkan keseimbangan antara gugus hidrofilik daln
lipofilik suatu emulgator. (moller, 2001)
Hlb butuh adalah HLB surfaktan atau campuran surfaktan yang
memingkinkanterbentuknya emulsi paling stabiluntuk system tertentu()kondisi
permukaan fase minyak (Salger, 2001)
Menurut martin (1993) Hlb Butuh dari minyak diantaranya :
minyak o/w emulsi w/o emulsi
Petrolatum 6-7 -
Beeswax 9-11 5
Paraffin wax 10 4
Lanolin 12-14 8
Mineral oil 10-12 5-6
Costor oil 14 -
Kerosene 12-14 -
Oleic acid 17 -
Cettyl alkohol 13-16 -

2.1.7 Uji evaluasi emulsi


Menurut lachmann (2008) teknik pengujian emulsi diantaranya :
Cara menentukan tipe emulsi :
1. Uji pengenceran
Tergantung pada bahan yang akan diencerkan. Jika emulsi minyak dalam
air, maka diencerkan dengan air. Begitu juga sebaliknya jika emulsi air dalm
minyak diencerkan dengan minyak
2. Uji konduktifitas
Air merupakan penghantar listrik yang baik. Jikasepasang elektroda
dihubunngkan dengan sebuah lampu dan sumber listrik, kemudian dimasukkan ke

9
dalam emulsi. Apabila lampunya menyala maka tipe emulsi minyak dalam air dan
jika lampunya tidak menyala maka tipe emulsi air dalam minyak
3. Uji kelarutan warna
Suatu pewarna larut air akan larut dalam fase berair dari emulsi dan zat
warna yang larut minyak akan ditarik oleh fase minyak.
Contoh : methylen blue larut dalam air, jika dimasukkan dalam emulsi
menimbulkan warna maka terbentuk emulsi tipe minyak dalam air. Begitu juga
untuk pewarna Sudan III larut dalam minyak, jika dimasukan kedalam emulsi dan
memberikan warna maka terbentuk emulsi tipe air dalam minyak.
4. Uji fluoresensi
Minyak jika dipaparkan pada sinar UV akan berfluoresensi. Jika emulsi
dipaparkan pada lampu UV dan semuanya berfluoresensi / berpendar maka emulsi
tipe air dalam minyak. Tetapi jika emulsi dipaparkan pada lampu UV dan
fluoresensinya berbintik – bintik maka emulsi tipe minyak dalam air
5. Uji arah creaming
Creaming adalah pemisahan antara 2 fase. Jika arah creamingnya ke bawah
maka tipe emulsi yang terbentuk adalah air dalam minyak. Tetapi jika arah
creaming ke atas maka tipe emulsi yang terbentuk adalah minyak dalam air.
2.1 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol, Ethyl alcohol, Ethyl hydroxide.
Nama Kimia : Etanol
Rumus struktur :

Rumus Molekul : C2H5OH.


Berat Molekul : 46,07 g/mol.
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap
dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas.

10
Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Khasiat : Sebagai antimikroba (membunuh mikrobakterium
desinfektan (membasmi kuman penyakit).
Kegunaan : Pensteril alat laboratorium, pelarut, dan penstabil.
Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
2.2.2 Aqua Destilata (Dirjen POM, 1979: 96; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA.
Nama lain : Air suling.
Nama kimia : Hidrogen Oksida
Rumus struktur :

Rumus Molekul : H2O.


Berat Molekul : 18,02 g/mol.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunya
rasa, tidak berbau.
Khasiat : Pelarut.
Kegunaan : Sebagai pembersih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.2.3 Beeswax (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009; Umney, 2003)
Nama resmi : CERA ALBA.
Nama lain : malam putih, beeswax
Nama kimia : White beeswax
Rumus Molekul : C15H31COOC30H61
Berat Molekul : 677.2215 g/mol
Pemerian : zat padat,lapisan tipis bening,putih kekuningan,bau

11
khas lemah,bebas bau tengik
Kelarutan : praktis tidak larut larut dalam air,agak sukar larut
dalam etanol(95%) p dingin,larut dalam kloroform
p,dalam eter hangat,dalam minyak lemak dan
dalam minyak atsiri.
Khasiat : Controlled-release vehicle; stabilizing agent;
stiffening agent.
Kegunaan : zat aktif
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari
cahaya
2.2.4 Span 80 (Dirjen POM, 1995; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : SORBITAN MONOLEAT
Nama lain : Sorbitan atau span 80
Nama Kimia : (Z)-Sorbitan mono-9-octadecenoate
Rumus Struktur :

Rumus molekul : C24H44O6


Berat molekul : 429 g/mol
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan
dapat bercampur dengan alkohol sedikit la rut
dalam minyak biji kapas.
Khasiat : Emulsifying agent; nonionic surfactant;
solubilizing agent; wetting and
dispersing/suspending agent.
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

12
2.2.5 Tween 80 (Dirjen POM, 1995; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : POLYSORBATUM 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Nama Kimia : Polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate
Rumus struktur :

Rumus molekul : C64H124O26


Berat molekul : 1310 g/mol
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
hamper tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95% P,
dalam etil asetat P dan dalam metanol P, sukar
larut dalam paraffin cair P dan dalam biji kapas P.
Khasiat : Emulsifying agent; nonionic surfactant;
solubilizing agent;wetting, dispersing/suspending
agent
Kegunaan : sebagai emulgator fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Percobaan
Dilaksanakannya praktikum farmasi fisika dengan percobaaan emulsifikasi
pada hari Rabu tanggal 06 November 2019. Pukul 07.00 WITA yang bertempat di
Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu batang pengaduk, cawan
porselen, cok roll, gelas ukur, neraca analitik, penangas, spatula.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan diantaranya alkohol 70%, alumunium foil, aquadest,
cera alba (beeswax), metilen blue, minyak kelapa, span 80, tisu, tween 80
3.3 Cara Kerja
1. Pembuatan emulsi
a. Tipe M/A
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
3) Dipanaskan air pada penangas dan ditutupi dengan aluminium foil
4) Diletakkan cawan porselen diatas alumunium foil
5) Dimasukkan tween 80 sebanyak 2,6635 gram ke dalam cawan
6) Dimasukkan aquadest sedikit demi sedikit 12,3765 ml. Diaduk
hingga homogen
7) Diangkat cawan porselen dari penangas
8) Dilarutkan/diletakkan cera alba (beeswax) pada cawan diatas
penangas dengan minyak kelapa sebanyak 2,588 ml
9) Dimasukkan span 80 2,3765 gram pada cawan, diaduk hingga
homogen
10) Dimasukkan fase minyak (Span 80, cera alba, minyak) pada fase
11) Cair (Tween 80, air).

14
12) Dimasukkan caan ke dalam gelas ukur
b. Tipe M/A
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3) Dipanaskan air pada penangas dan ditutupi dengan aluminium foil
4) Diletakkan cawan porselen diatas aluminium foil
5) Dimasukkan cera alba (beeswax) pada cawan, dilarutkan dengan
minyak
6) kelapa sebanyak 10,1002 ml dan ditambahkan Span 8 sebanyak
4,673 gram
7) Diangkat cawan porselen dari penangas
8) Diletakkan cawan porselen yang berisi Tween 80, sebanyak 0,327
gram pada penangas
9) Dimasukkan air sebanyak 4,734 ml sedikit demi sedikit
10) Dimasukkan fase air pada fase minyak, diaduk hingga homogen
11) Dimasukkan emulsi pada gelas ukur
2. Evaluasi Volume Pemisahan
a. Diambil sediaan emulsi
b. Dimasukkan pada gelas ukur
c. Diaduk menggunakan batng pengaduk hingga homogen
d. Didiamkan hingga terpisah fase minyak dan air
e. Dicatat/diukur volume fase minyak dan fase air
f. Dihitung volume pemisahan
3. Evaluasi Waktu Terdispersi
a. Dimasukkan emulsi pada gelas ukur
b. Didiamkan sampai terbentuk dua fase
c. Dikocok atau diaduk hingga terdispersi semua
d. Dihitung waktu sampai terdispersi
4. Evaluasi Tipe Emulsi
a. Dimasukkan emulsi pada gelas ukur
b. Diaduk sediaan emulsi terlebih dahulu

15
c. Ditetesi metilen blue 1-2 tetes pada kedua sediaan emulsi
d. Diamati apabila sediaan emulsi tercampur dengan metilen blue
berarti emulsi tersebut tipe M/A, begitu pula sebaliknya, jika
tidak tercampur maka A/M

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Perhitungan
a. Perhitungan Aligasi HLB Butuh
1) Tipe M/A (HLB butuh 10)
Tween 80 = 15 5,7
10
5
Span 80 = 4,3 +
10,7
5, 7
Tween 80 = x 100%
10,7
= 53,27 %
53,27
= x 5 gram
100
= 2,6635 gram
Span 80 = 5-2,6635
= 2,3365
2) Tipe A/M (RHLB 5)
Tween 80 = 15 0,7
5
10
Span 80 = 4,3 +
10,7
0, 7
Tween 80 = x 100%
10,7
= 6,54 %
6,54
= x 5 gram
100
= 0,327 gram
Span 80 = 5-0,327
= 4,673

17
b. Formulasi
1) Tipe M/A
R/ Fase minyak
Span 80 2,3365 g
Cera alba 1,5 %
Minyak kelapa ad 5 ml
Fase air
Tween 80 2,6635 g
Air ad 15 ml
Perhitungan bahan :
1,5
a. Cera alba = x5
100
= 0,075 g
b. Minyak kelapa = 5 – (0,075 + 2,3365)
= 5 – 2,4115
= 2,588 ml
c. Air = 15 – 2,6635
= 12,3365 ml
2) Tipe A/M
R/ Fase minyak
Span 80 4,673 g
Cera alba 1,5 %
Minyak kelapa ad 15 ml
Fase air
Tween 80 0,327 g
Air ad 5 ml

18
Perhitungan bahan :
1,5
a. Cera alba = x 15
100
= 0,225 g
b. Minyak kelapa = 15 – (4,673 + 0,225)
= 15 – 4,890
= 10,1002 ml
c. Air = 5 – 0,327
= 4,324 ml
c. Evaluasi
1) Volume Pemisahan
a. HLB Butuh 10 (Tipe M/A)
Diketahui : volume minyak (V1) = 2,5
volume air (V2) = 15
Ditanya : volume pemisahan (V) ?
V1
Penyelesaian : V =
V2
2,5
=
15
= 0,16 mL
Tipe Emulsi Volume Pemisahan (mL)
M/A 0,16
A/M -

2) Waktu Terdispersi
Tipe Emulsi Waktu Terdispersi
M/A 45 detik
A/M -

19
3) Uji tipe emulsi
Tipe Emulsi Warna
M/A Larut/tersebar merata
A/M Tidak larut

4.1 Pembahasan
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika
dengan kandungan paling sedikit dua fase cair yang tidak dapat bercampur, satu
diantaranya didispersikan sebagai globula dalam fase cair lain. Ketidakstabilan
kedua fase ini dapat dikendalikan menggunakan suatu zat pengemulsi/emulsifier
atau emulgator (Pawlik et al., 2013)
Menurut Das and Mukherjee (2007); Pacwa-Plociniczak et al., (2011)
Emulsifikasi adalah proses yang membentuk cairan, yang dikenal sebagai emulsi,
mengandung tetesan lemak atau minyak yang sangat kecil yang tersuspensi dalam
cairan, biasanya air. Hasil dari proses emulsifikasi adalah berupa sediaan cair
yang disebut emulsi.
Tujuan dari percobaan ini yaitu agar dapat mengetahui proses emulsifikasi
dan mengetahui sediaan emulsi serta bagaimana pembuatan emulsi yang baik dan
benar dan cara evaluasi suatu sediaan emulsi yang sudah jadi. Pada praktikum kali
ini dibuat dua jenis tipe emulsi yaitu minyak dalam air (M/A) dan air dalam
minyak (A/M).
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu gelas ukur, neraca
analitik, penangas dan lain-lain. Alat-alat dibersihkan menggunakan alkohol 70
%. menurut Pratiwi (2008) alkohol 70% dapat bersifat sebagai antiseptik atau
desinfektan yang dapat membunuh bakteri. Hal ini didukung dengan percobaan
Handoko (2006) tentang efektivitas alkohol 70% dalam membunuh kuman pada
membran stetoskop sebanyak 90%. Dan zat aktif pada pembuatan emulsi ini yaitu
beeswax atau cera alba. Beeswax merupakan lilin murni yang terbentuk dari
sarang lebah yang berasal dari lebah Apis Mellifera. Setiap 8 pound madu
yang dibuat oleh lebah akan menghasilkan 1 pound beeswax. Beeswaxt erdiri
dari 70% ester dan 30% asam dan hidrokarbon. Beeswax dapat larut dengan

20
minyak dan alkohol hangat dan tidak larut pada air hangat dan alkohol dingin
(Williams, 2009)
Pada pembuatan emulsi, yang harus diperhatikan yaitu HLB surfaktan dan
HLB butuh atau RHLB (Required HLB) dari zat aktif yang akan digunakan.
Menurut Syamsuni (2006), HLB (hydrophilic lipophilic balance) merupakan suatu
angka atau ukuran yang menununjukan keseimbangan gugus hidrofil dan lipofil.
Sedangkan HLB butuh adalah HLB yang dibutuhkan untuk minyak agar dapat
dibuat suatu emulsi yang stabil. Menurut Martin (1993), HLB butuh dari beeswax
untuk tipe emulsi M/A yaitu 9-11 (yang kami gunakan 10) dan untuk tipe emulsi
A/M yaitu 5.
Menurut Lachman (1994), emulsi merupakan sediaan yang tidak stabil
secara termodinamika. Hal ini dikarenakan luas permukaannya besar yang mana
berdasarkan rumus energi bebas permukaan yaitu ∆G atau ∆E = ˠ x A yang mana
semakin luas permukaan semakin besar energi bebas permukaannya semakin
besar sehingga semakin tidak stabil secara termodinamika. Namun penambahan
emulgator dapat menurunkan tegangan permukaan (ˠ) sehingga energi bebas
permukaan tetap kecil namun luas permukaan tetap luas.
Pada pembuatan emulsi tipe M/A, fase yang pertama kali dibuat yaitu fase
air dimana fase air merupakan fase eksternal atau fase pendispersi. Fase air
sebanyak 15 ml dibuat dengan menggunakan tween 80 sebanyak 2.6635 g dan air
sebanyak sebanyak 12.3365 ml. Menurut Syamsuni (2006), Tween 80 atau
polisorbate 80 merupakan surfaktan yang mempunyai HLB sebesar 15 yang
bersifat hidrofilik atau suka air. Menurut Syamsuni (2006) dan Yuwanti et al
(2011), semakin tinggi HLB suatu surfaktan maka kepolarannya pun semakin
besar atau lebih bersifat hidrofilik atau mudah larut pada air . Sehingga pada
pembuatan fase air, tween 80 dilarutkan bersama air. Cawan yang berisi Tween 80
diletakkan diatas penangas dan kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit
dengan sambil mengaduknya. Tujuan penambahan secara berkala yaitu agar
mencegah penggumpalan dan untuk mempermudah pengadukan serta tujuannya
tetap dilakukan pengadukan selama penambahan air yaitu agar mempercepat
kelarutan suatu zat pada air (Anief, 1994; Martin, 1993)

21
Fase minyak dibuat sebanyak 5 ml dengan melarutakan beeswax sebanyak
0.075 gram dan minyak kelapa sebanyak 2.588 ml sebagai pembawa karena
menurut Rowe et al (2009) dan Dirjen POM (1995), beeswax atau cera alba larut
pada minyak dan praktis tidak larut dalam air. Dimasukkan span 80 sebagai
surfaktan pada fase ini. Menurut Cooper and Gun (1975), HLB dari span 80 atau
sorbitan monooleat yaitu sebesar 4.3 yang mana merupakan surfaktan yang
lipofilik atau suka minyak. Menurut Yuwanti et al (2011), semakin rendah HLB
suatu surfaktan maka kepolarannya pun semakin rendah atau lebih bersifat
lipofilik atau mudah larut pada minyak. Menurut Rowe et al (2009), Span 80 jika
digunakan sebagai emulgator dan dikombinasikan dengan emulsifier
hidrofilik pada emulsi maka konsentrasi yang diperbolehkan adalah sebesar 1-
10%.
Pada pembuatan tipe emulsi A/M pengerjaan hampir sama dengan
pengerjaan emulsi tipe M/A. Hanya saja ada beberapa hal yang harus diperhatikan
pada pembutan tipe ini. Pada pembuatn tipe emulsi M/A, fase minyak dibuat
terlebih dahulu lalu fase air. Pada tipe emulsi in perbandingan antara fase minyak
dan fase air yaitu 15 : 5 ml. Fase minyak dibuat dari cera alba atau beeswax
sebanyak 0.225 g dengan pembawa minyak kelapa 10.1002 ml dan Span 80 yang
dibutuhkan yaitu 4.673 g. Fase air terdiri dari air sebanyak 4.234 ml dan Tween
80 sebanyak 0.327 g. sama seperti emulsi tipe M/A, pada tipe ini, dicampurkan
kedua fase dimana fase terdispersi atau fase internal (fase air) dimasukkan atau
dituangkan pada fase pendispersi atau fase eksternal (fase minyak). Diaduk hingga
homogeny dan dimasukkan pada gelas ukur. Pada tipe ini didapatkan tekstur
emulsi yang agak kental.
Evaluasi sediaan emulsi terdiri dari beberapa uji diantaranya pengamatan
organoleptis, determinasi tipe emulsi, penentuan ukuran globul, pengujian pH
sediaan, viskositas dan uji stabilitas emulsi serta rasio pemisahan fase dan
redispersibilitas. Namun pada praktikum kali ini evaluasi yang dilakukan yaitu
hanya determinasi tipe emulsi, rasio pemisahan atau volume pemisahan dan waktu
terdsipersi atau redispersibilitas (Rinaldy, 2018).

22
Menurut Martin (1993) dan Lachman (1994), uji tipe emulsi dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu Metode pewarnaan, metode pengenceran
fase, metode konduktivitas listrik dan Metode fluoresensi. Pada percobaan ini
kami memilih metode pewarnaan karena cukup sederhana untuk dikerjakan.
Sejumlah kecil zat warna yang larut dalam air, seperti metilen biru atau briliant
blue FCF bisa ditaburkan pada permukaan emulsi. Hasil yang didapatkan yaitu
pada emulsi tipe M/A, metilen blue dapat larut dengan sempurna dan penyebaran
warnanya merata sedangkan pada emulsi tipe A/M, metilen blue tidak dapat larut
dengan sempurna dan penyeberan warnanya pun tidak merata. Hal ini sesuai
dengan Martin et al (1993), yang menyatakan bahwa jika emulsi tersebut bertipe
M/A, zat warna tersebut akan melarut didalamnya dan berdifusi merata ke seluruh
bagian dari air tersebut. Jika emulsi tersebut bertipe A/M, partikel-partikel zat
warna akan tinggal bergerombol pada permukaan
Pada pengujian volume pemisahan, emulsi didiamkan atau dibiarkan
terpisah menjadi dua fase kemudian dihitung volume masing-masing fase. Pada
emulsi tipe M/A, volume minyak (V1) yang didapatkan sebesar 2.5 ml dan fase
air (V2) sebesar 15 ml, volume pemisahan dihitung dengan menggunakan rumus
V1/V2 dan didapatkan hasil volume pemisahan yaitu sebesar 0.16 ml. Pada tipe
emulsi A/M tidak dilakukan uji volume pemisahan karena tektur dari emulsi yang
sangat kental serta volume kedua fase saat didiamkan tidak begitu jelas terukur.
Pada pengujian waktu terdisperi, dilakukan dengan mengocok atau
mengaduk kembali emulsi yang sudah terpisah menjadi dua fase tadi hingga
terdispersi kembali dengan sempurna. Dihitung waktunya hingga selesai
terdispersi dan didapatkan hasil waktu terdispersi pada tipe M/A yaitu 45 detik.
Pada tipe emulsi A/M tidak dilakukan uji ini karena tekstur dari emulsi yang tidak
memungkinkan untuk dikocok atau diaduk. Menurut Chintalapudi dkk (2015),
Syarat waktu emulsifikasi yang baik adalah kurang dari 1 menit.
Kemungkinan kesalahan yaitu banyaknya kekurangan volume pada saat
pengerjaan berlangsung dan kurang telitinya praktikan pada saat melangsungkan
praktikum tersebut serta tidak tepatnya penimbangan bahan yang dilakukan

23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika
dengan kandungan paling sedikit dua fase cair yang tidak dapat bercampur, satu
diantaranya didispersikan sebagai globula dalam fase cair.Ketidakstabilan kedua
fase ini dapat dikendalikan menggunakan suatu zat pengemulsi/emulsifier atau
emulgator.
Pembuatan emulsi tipe M/A dan tipe A/M dengan zat aktif beeswax atau
cera alba dibuat dengan melarutkannya pada pembawa minyak kelapa dengan
penambahan kombinasi surfaktan span 80 dan tween 80 sebanyak 5 gram. Pada
pembuatan emulsi ini, dibuat terlebih dahulu masing-masing fase lalu
dicampurkan keduanya. Evaluasi sediaan emulsi dilakukan dengan uji warna,
volume pemisahan dan waktu terdispersi.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Asisten
Saran kami untuk asisten agar lebih memaksimalkan waktu danbimbingan
praktikan dalam menjalankan praktikum Farmasi Fisika sehingga praktikum dapat
menjalankan prosedur kegiatan dengan baik.
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Agar dapat memberikan dukungan dalam hal kelengkapan alat-alat
laboratorium agar praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan lebih
maksimal
5.2.2 Saran Untuk Jurusan
Saran kami kepada jurusan farmasi Universitas Negeri Gorontalo agar lebih
menunjang kegiatan seluruh praktikum yang ada pada jurusan farmasi agar lebih
maksimal. Baik itu menyediakan fasilitas, transportasi dan administrasi lainnya

24

Anda mungkin juga menyukai