Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Praktik kefarmasian dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan. Asuhan kefarmasian sebagai kegiatan praktik apoteker merupakan elemen penting
dalam pelayanan kesehatan, dimana apoteker bertanggung jawab atas kualitas asuhan dan
menjamin kesesuaian, keefektifan, keamanan terapi obat dengan mengidentifikasi, mencegah,
serta menyelesaikan problem terapi obat yang diterima pasien.(1)

Upaya pelayanan kesehatan khususnya di bidang kefarmasian semakin kompleks, sehingga


menuntut apoteker untuk memberikan orientasinya kepada pasien. Hal ini juga merupakan suatu
peningkatan praktik kefarmasian dimana apoteker di tuntut untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku dalam berinteraksi dengan pasien dengan pemberian informasi lengkap
mengenai cara pemakaian dan penggunaan efek samping hingga monitoring penggunaan obat
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.(2) Oleh karena itu apoteker dalam menjalankan
profesinya harus sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek yang tertera pada PMK
No 73 Tahun 2016 untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. (3)

Praktik asuhan kefarmasian dipengaruhi atau ditentukan oleh sikap profesional dan
mendemonstrasikan perilaku profesional. Profesionalisme adalah perilaku aktif
mendemonstrasikan ciri-ciri seorang profesional. Profesional adalah seorang profesi yang
menunjukkan ciri-ciri, diantaranya pengetahuan, ketrampilan dan perilaku profesi.
Profesionalisme akan menentukan praktik asuhan kefarmasian, yang di fokuskan pada
pengetahuan dan sikap, sehingga apoteker ini mempunyai kompetensi yang dapat digunakan untuk
mengantisipasi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). (4)

Pada era sekarang ini juga, pemerintah menyelenggarakan program jaminan kesehatan
nasional (JKN) untuk memberikan pelayanan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan & perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Perbedaan pola kerjasama apotek di era JKN berdampak pada biaya obat pasien, sehingga dalam
hal ini apoteker yang juga bagian dari pelayanan kesehatan dituntut untuk dapat menekan
healthcare cost dalam era JKN ini. (5)

Selain peran apoteker dalam mengantisipasi MEA dan menekan healthcare cost pada era
JKN ini, apoteker juga di tuntut untuk dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
hal ini untuk mencapai outcome pasien agar lebih optimal.

Apoteker menggunakan pendekatan yang berpusat pada pasien dalam kolaborasi dengan
penyedia lain dalam tim perawatan kesehatan untuk mengoptimalkan kesehatan pasien dan hasil
pengobatan. Pada APhA kolaborasi menjadi salah satu indikator dalam keberhasilan terapi untuk
pasien. Kolaborasi ini selain meningkatkan outcome pasien juga dapat menurunkan health cost
pasien itu sendiri sehingga pasien tidak perlu mengeluarga biaya kesehatan terlalu besar. (6)

B. RUMUSAN MASALAH

Globalisasi dan perkembangan jaman pada masa ini membawa dampak di berbagai aspek, salah
satunya adalah di bidang kesehatan dalam praktik asuhan kefarmasian. Tentu ini merupakan
momentum yang tepat untuk meningkatkan peran dan kesejahteraan apoteker Indonesia, sehingga
mampu memiliki daya tawar yang tinggi agar pelayanan kefarmasian dan apoteker benar-benar
tidak dikotak-kotakkan dan dianggap sebelah mata dalam sistem kesehatan. Setelah penerapan
JKN masih terlalu dini untuk memastikan fungsi dan peran apoteker karena masih banyaknya
ruang untuk pengembangan. Oleh karena itu apoteker di tuntut harus selalu meningkatkan
kompetensinya dalam menjalankan profesinya harus sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian
untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.

1. Bagaimana peranan apoteker dalam mengantisipasi MEA serta berkontribusi dalam


menekan healthcare cost pada era JKN ?
2. Bagaimana aktivitas APhA dalam praktek kefarmasian di beberapa negara lain dan
perbedaan aktivitas tersebut antara aktivitas pada PMK 73/2016 dengan Pharm care
(APhA & WHO) ?
C. TUJUAN

1. Mempersiapkan kompetensi yang di perlukan apoteker untuk mengantisipasi MEA


2. Mengetahui kontribusi apoteker dalam menekan healthcare cost pada era JKN
3. Memberikan informasi mengenai aktivitas APhA di beberapa negara lain
4. Mengetahui perbedaan aktivitas praktek kefarmasian pada PMK 73/2016 dengan Pharm
care (APhA & WHO)

D. MANFAAT

Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku profesi apoteker


dalam melakukan aktivitas praktik asuhan kefarmasian.
Daftar pustaka

(1) Hussar DA. Patient compliance. In: Gennaro AR, Marderosian AHD, Hanson GR et al (eds).
Remington: The Science and practice of pharmacy. 20th edition, Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins; 2000. 1966-76.

(2) Ginting, A. Penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek di kota Medan tahun 2008
[skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara; 2009.

(3) PerMenKes RI no. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

(4) APhA-ASP/AACP-COD. Task force on professionalism, “White paper on pharmacy student


professionalism.” J Am Pharm Assoc. 2000. (40): 96-102.

(5) Chandra, E.N., 2014, Buku Panduan Praktis Jejaring Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(DPP) dengan Apotek, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Jakarta.

(6) American Pharmacists Association. Practice Guidance for PharmacyBased Medication


Administration Services. December 2017. Available at:
www.pharmacist.com/medicationadministration-services

Anda mungkin juga menyukai