Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya
akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi
dan dikatakan onset atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga
morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi (Soegondo, et al., 2005).

Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit
menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai,
penyakit pada mata, ginjal, dan syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik,
diharapkan semua penyakit menahun tersebut dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai faktor
genetik, lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes (Soegondo, et al.,
2005).

Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis baik
dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan penelitian terhadap penyandang diabetes
mendapatkan 75 % diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58 % memakai dosis
yang salah, dan 80 % tidak mengikuti diet yang tidak dianjurkan.(Endang Basuki dalam Sidartawan
Soegondo, dkk 2004).

Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan yang bermakna di
seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan berkurangnya aktivitas fisik dianggap
sebagai faktor-faktor penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM dapat saja timbul pada orang tanpa
riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya penyakit memakan waktu bertahun-tahun dan
sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Namun penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui dasar-
dasar penyakit dengan baik dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita (Elvina Karyadi, 2006).

Penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan menurut Federasi Diabetes
Internasional (IDF), penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sudsh mencakupi sekitar 197 juta
jiwa, dan dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang.

WHO memprediksikan penderita diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366 juta orang pada tahun 2030.
Penyumbang peningkatan angka tadi merupakan negara-negara berkembang, yang mengalami kenaikan
penderita diabetes mellitus 150 % yaitu negara penderita diabetes mellitus terbanyak adalah India (35,5
juta orang), Cina (23,8 juta orang), Amerika Serikat (16 juta orang), Rusia (9,7 juta orang), dan Jepang
(6,7 juta orang).

WHO menyatakan, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan 8,4
juta jiwa pada tahun 2000,menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya angka kematian tersebut
menjadikan Indonesia menduduki ranking ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina (Depkes RI,
2004).

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), terjadi pengukuran prevalensi Diabetes
mellitus (DM) dari tahun 2001 sebesar 7,5 % menjadi 10,4 % pada tahun 2004, sementara hasil survey
BPS tahun 2003 menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus mencapai 14,7 % di perkotaan dan 7,2
% di pedesaan.

Berdasarkan data rawat jalan di Rumah Sakit Umum Propinsi Sulawesi Tenggara (Poli Interna) tahun 2009
penderita diabetes melitus sebanyak 779 orang atau 16,1 % dari jumlah pasien sebanyak 4837 pasien,
tahun 2010 penderita diabetes mellitus sebanyak 1124 orang atau 25,8 % dari jumlah pasien sebanyak
4345 pasien, sedangkan pada tahun 2011 dari Januari sampai dengan Juni 2011 jumlah penderita
diabetes mellitus 793 orang atau 38,7 % dari jumlah pasien sebanyak 2044 orang. Olehnya itu, makalah
ini akan membahas penyakit Diabetes Militus secara terperinci

2.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “bagaimana tinjauan mengenai penyakit
Diabetes Melitus baik darisegi pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, gambaran klinis,
patofisiologi, diagnosa, komplikasi, dan pemberian obat atau prngobatan pasian Diabetes Melitus”?

2.3 Tujuan

Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai penyakit Diabetes Melitus baik darisegi
pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, gambaran klinis, patofisiologi, diagnosa, komplikasi, dan
pemberian obat atau prngobatan pasian Diabetes Melitus.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah:


a. Suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan
kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Subekti, et al.., 1999).

b. Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2003; Soegondo, 1999).

c. Keadaan hiperglikemia kronis sebagai akibat dari berbagai faktor lingkungan dan genetik, sering
keduanya bersama-sama (WHO, 1980, disadur dari Wiyono, 2000)

d. Merupakan gangguan metabolisme dan distibusi gula oleh tubuh penderita.

e. Suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak
dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.

2.2 Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus Menurut ADA 2003

a. Diabetes Melitus Tipe 1

(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

(1).Melalui proses imunologik

(2).Idiopatik

b. Diabetes Melitus Tipe 2

(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

c. Diabetes Melitus Tipe Lain

1) Defek genetik fungsi sel beta:

2) Kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)

3) Kromosom 7, Glukokinase (dahulu MODY 2)

4) Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)DNA mitochondria.

5) Defek genetik kerja insulin

6) Penyakit eksokrin pangkreas:

a) Pangkreatitis

b) Trauma/pangkreatektomi

c) Neoplasma
d) Cystic Fibrosis

e) Hemochromatosis

f) Pangkreatopati fibro kalkulus

7) Endokrinopati:

a) Akromegali

b) Sindroma cushing

c) Feokromositoma

d) Hipertiroidisme

8) Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidine, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid,
dilantin, interferon alfa

9) Infeksi : rubella kongenital dan CMV

10) Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin

11) Sindroma genetik lain : Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea, Sindroma Prader
Willi.

2.3 Epidemiologi

Secara epidemiologi DM seringkali tidak terdeteksi. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup
berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada kecenderungan penyakit ini timbul dalam keluarga.
Disamping itu juga ditemukan perbedaan kekerapan dan komplikasi diantara ras, negara dan
kebudayaan.

Dari segi epidemiologi, ada beberapa jenis diabetes. Dulu ada yang disebut diabetes pada anak, atau
diabetes juvenilis dan diabetes dewasa atau “maturity-onset diabetes”. Karena istilah ini kurang tepat,
sekarang yang pertama disebut DM tipe 1 dan yang kedua disebut DM tipe 2. Ada pula jenis lain, yaitu
diabetes melitus gestasional yang timbul hanya pada saat hamil, dan diabetes yang disebabkan oleh
karena kerusakan pankreas akibat kurang gizi disebut MRDM (Malnutrition Related DM) atau Diabetes
Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM).

Kekerapan DM tipe 1 di negara Barat ± 10% dari DM tipe 2. Bahkan di negara tropik jauh lebih sedikit
lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balik.
Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.

DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur
40 dengan catatan pada dekade ke 7 kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada
rata-rata orang dewasa.
Pada keadaan dengan kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi atau belum ada komplikasi, biasanya
pasien tidak berobat ke rumah sakit atau ke dokter. Ada juga yang sudah di diagnosis sebagai diabetes
tetapi karena kekurangan biaya biasanya pasien tidak berobat lagi. Hal ini menyebabkan jumlah pasien
yang tidak terdiagnosis lebih banyak daripada yang terdiagnosis. Menurut penelitian keadaan ini pada
negara maju sudah lebih dari 50% yang tidak terdiagnosis dan dapat dibayangkan berapa besar angka itu
di negara berkembang termasuk Indonesia (Slamet Suyono Dalam Pusat Diabetes dan Lipid, 2007).

Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi DM tipe 2 akan meningkat
menjadi 5 – 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko
yang berubah secara epidemiologis adalah bertambahnya usia, jumlah dan lamanya obesitas, distribusi
lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan
beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2 (Soegondo, 1999).

Tanpa intervensi yang efektif, kekerapan DM tipe 2 akan meningkat disebabkan oleh berbagai hal
misalnya bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi dan meningkatnya
faktor resiko yang disebabkan oleh karena gaya hidup yang salah seperti kegemukan, kurang gerak/
aktivitas dan pola makan tidak sehat dan tidak teratur (Slamet Suyono Dalam Pusat Diabetes dan Lipid,
2007).

2.4 Gambaran Klinis

Kejadian DM diawali dengan kekurangan insulin sebagai penyebab utama. Di sisi lain timbulnya DM bisa
berasal dari kekurangan insulin yang bersifat relatif yang disebabkan oleh adanya resistensi insulin
(insuline recistance). Keadaan ini ditandai dengan ketidakrentanan/ ketidakmampuan organ
menggunakan insulin, sehingga insulin tidak bisa berfungsi optimal dalam mengatur metabolisme
glukosa. Akibatnya, kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemi) (M.N Bustan, 2007).

Gejala klasik DM adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama pada malam hari , banyak
makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu kadang-kadang ada keluhan lemah,
kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks
menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi diatas 4 kg. Kadang-kadang ada
pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan. Mereka mengetahui adanya DM hanya pada
saat chek up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi (Suyono Dalam Pusat Diabetes dan Lipid, 2007).

2.5 Patofisiologi

Seperti suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Disamping itu juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi
sebagai bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak.
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat
menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu
akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh untuk
dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai
bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat
makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yan hasil akhirnya adalah timbulnya
energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin (suatu zat/ hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta pankreas) memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukan
glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Insulin yang dikeluarkan oleh sel
beta dalam pulau-pulau Langerhans (kumpulan sel yang berbentuk pulau di dalam pankreas dengan
jumlah ± 100.000) yang jumlahnya sekitar 100 sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang
dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian dimetabolisir menjadi tenaga.
Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel. Dan akibatnya glukosa akan tetap berada
didalam pembuluh darah, yang artinya kadarnya didalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini
tubuh akan menjadi lemas karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada DM tipe
1. Tidak adanya insulin pada DM tipe 1 karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan
karena adanya peradangan pada sel beta (insulitis). Insulitis bisa disebabkan karena macam-macam
diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubela, CMV, herpes, dan lain-lain. Kerusakan sel beta tersebut
dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa (Suyono, 1999).

Sedangkan pada DM tipe2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak. Tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor ini dapat diibaratkan sebagai lubang
kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa
yang masuk sel akan sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam
pembuluh darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1.
Perbedaanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau
normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Suyono, 1999).

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor di bawah
ini banyak berperan, antara lain:

1) Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)

2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

3) Kurang gerak badan

4) Faktor keturunan (herediter)

Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu
melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya
penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis (Suyono, 1999).
2.6 Diagnosa

Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakan hanya atas
dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus diperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni, 1998).

Diagnosis diabetes dipastikan bila:

a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa
darah sewaktu ≥200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl).

b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas (lemah, kesemutan,
gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah
tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang
diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang berbeda).

2.7 Komplikasi

Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir selalu akan timbul
komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua kelompok besar:

a. Komplikasi akut.

Timbul secara mendadak. Ini merupakan keadaan gawat darurat. Keadaan ini bisa menjadi fatal apabila
tidak ditangani dengan segera. Termasuk dalam kelompok ini adalah hipoglikemia(glukosa darah terlalu
rendah), hiperglikemia(glukosa darah terlalu tinggi), dan terlalu banyak asam dalam darah (ketoasidosis
diabetik).

b. Komplikasi kronis.

Timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur menjadi makin berat dan
membahayakan. Misalnya, komplikasi pada saraf (neoropati), mata (retinopati, katarak, glaukoma), ginjal
(nefropati), jantung (angina, serangan jantung, tekanan darah tinggi, PJK), pembuluh darah,
hati(hepatitis, perlemakan hati/ fatty liver, batu empedu), tuberkulosis paru, gangguan saluran makan,
infeksi sehingga mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan penyakit kulit(Bruise,vitiligo, necrobiosis
lipoidica, xanthelasma, alopecia, lipohypertrophy/ hipertropi insulin, lipoatropi insulin, kulit kering
karena kerusakan saraf otonom sehingga keringat menjadi berkurang, infeksi jamur seringkali diantara
jari kaki, acanthosis nigricans/ penimbunan pigmen gelap dibelakang leher dan ketiak, kulit yang
menebal pada penderita DM yang lebih dari 10 tahun).
2.8 Pemberian Obat/ Pengobatan Pasien DM

Pemberian obat kepada pasien sesuai petunjuk dokter merupakan suatu tindakan/ praktek kesehatan
yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagai bagian dari perilaku
seseorang terhadap stimulus atau objek kesehatan (yang dalam hal ini adalah masalah kesehatan,
termasuk penyakit DM yang diderita seseorang), yang kemudian dalam proses selanjutnya akan
melaksanakan atau mempraktekkan sesuai apa yang diketahuinya dan disikapi/ dinilainya baik untuk
dilakukan ( Notoadmodjo S, 2007).

Menurut Sidartawan Soegondo, prinsip pemberian obat/ pengobatan terhadap pasien DM terdiri atas 2
yaitu:

a. Pengobatan dengan insulin dan,

b. Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral.

a. Pengobatan dengan Insulin

Indikasi pemberian obat bagi pasien dengan terapi insulin, diberikan untuk:

1) Semua orang dengan diabetes tipe 1 yang memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin
oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.

2) Orang dengan diabetes tipe 2 tertentu yang mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau apabila mengalami stres fisiologi seperti pada
tindakan pembedahan.

3) Orang dengan diabetes kehamilan (diabetes yang timbul selama kehamilan) membutuhkan insulin
bila diet tidak saja dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

4) Orang yang diabetes dengan ketoasidosis.

5) Orang dengan diabetes yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi
kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin
eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi
insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.

6) Pengobatan sindroma hiperglikemi non-ketotik-hiperosmolar

b. Cara Penggunaan Insulin

Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat puasa atau sebelum makan) dan insulin
prandial (setelah makan).
Insulin basal ialah insulin yang diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa akibat glukoneogenesis
dan juga mencegah ketogenesis yang tidak terdeteksi.

Insulin Prandial ialah jumlah insulin yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan nutrien ke dalam
bentuk energi cadangan sehingga tidak terjadi hiperglikemia postprandial.

Insulin Koreksi (supplement) ialah insulin yang diperlukan akibat kenaikan kebutuhan insulin yang
disebabkan adanya penyakit atau stres. Pemberian insulin tergantung pada kondisi pasien dan
fasilitas yang tersedia. Untuk pasien yang non-emergensi, pemberian suntikan subkutan atau
intramuskular (jarang dilakukan). Pada pasien dengan kondisi kegawatan diberikan dengan pompa infus
atau secara bolus intra vena. Insulin dapat juga diberikan secara subkutan dengan menggunakan pompa
insulin atau yang dikenal dengan continuous subcutaneous insulin infusion (CSII).

Sebelum menyuntikan insulin, kedua tangan dan daerah yang harus disuntik haruslah bersih. Tutup vial
insulin harus diusap dengan isopropil alkohol 70%. Untuk semua macam insulin kecuali kerja cepat,
harus digulung-gulung secara perlahan-lahan dengan kedua telapak tangan (Jangan dikocok) untuk
melarutkan kembali suspensi. Ambilah udara sejumlah insulin yang akan diberikan dan suntikanlah
kedalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan
dipakai campuran insulin.

Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja menengah atau panjang, maka insulin yang jernih atau
kerja cepat harus diambil terlebih dahulu. Setelah insulin masuk ke alat suntik, periksalah apa
mengandung gelembung udara. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat
mengurangi gelembung tersebut. Gelembung tersebut sebenarnya tidaklah terlalu berbahaya tetapi
dapat mengurangi dosis insulin.

Penyuntikan dilakukan pada jaringan subkutan. Pada umumnya disuntikan dengan sudut 90 derajat. Pada
pasien kurus dan anak-anak, setelah kulit dijepit dan insulin disuntikan dengan sudut 45 derajat agar
tidak terjadi penyuntikan intra muskular. Aspirasi tidak perlu dilakukan secara rutin. Bila suntikan terasa
sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikan maka daerah tersebut sebaiknya ditekan
selama 5-8 detik.
c. Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja

Sediaan insulin yang ada di pasaran Indonesia, berdasarkan waktu kerja dapat dilihat pada tabel di
halaman berikut ini:

Tabel 1. Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja

Sediaan Insulin

Awal Kerja

Puncak Kerja

Lama Kerja

Insulin Prandial

Insulin Kerja cepat

Regular (Actrapid; Humulin R)

Insulin analog, kerja sangat cepat

Insulin glulisine (apidra*)

Insulin aspart (Novo Rapid *)

Insulin lispro (Humalog)

30-60 mnt

5-15 mnt

5-15 mnt

5-15 mnt
30-90 mnt

30-90 mnt

30-90 mnt

30-90 mnt

5-8 jam

3-5 jam

3-5 jam

3-5 jam

Insulin Kerja Menengah

NPH (Insulatard, Humulin N)

Lente

2-4 jam

3-4 jam

4-10 jam

4-12 jam

10-16 jam

12-18 jam
Insulin Kerja Panjang

Insulin glargine (Lantus)

Ultralente*

Insulin detemir (Levemir*)

2-4 jam

6-10 jam

2-4 jam

Tdk ada puncak

8-10 jam

Tdk ada puncak

Insulin Campuran

(kerja cepat dan menengah)

70%NPH/ 30% reguler )Mixtard: Humulin 70/30)

70%NPH/ 30% analog rapid (NovoMix 30)

30-60 mnt

Dual
10-16 jam

Sumber: Soegondo S dalam Penatalaksanaan DM Terpadu, 2007

d. Pengobatan dengan OHO (Obat Hipoglikemik Oral)

Menurut Tjokroprawiro Askandar, dkk, 2007, syarat OHO berhasil baik bila diet dan latihan fisik harus
dilaksanakan dengan benar (3J), Jumlah-Jadwal-Jenis dan diberikan pada penderita yang:

a) Umur > 40 tahun.

b) Lama DM-nya kurang dari 5 tahun.

c) Belum pernah suntik insulin, atau bila pernah suntik insulin, kebutuhan insulin kurang dari 20 unit/
hari.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diabetes Mellitus adalah Suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Subekti, et al.., 1999). Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus Menurut ADA 2003 terdriri atas Diabetes
Melitus Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2 dan Diabetes Melitus Tipe Lain.

Secara epidemiologi DM seringkali tidak terdeteksi. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup
berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada kecenderungan penyakit ini timbul dalam keluarga.
Disamping itu juga ditemukan perbedaan kekerapan dan komplikasi diantara ras, negara dan
kebudayaan. DM tipe 2 akan meningkat menjadi 5 – 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-
tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologis adalah bertambahnya usia,
jumlah dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia.
Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM
tipe 2 (Soegondo, 1999).

Tanpa intervensi yang efektif, kekerapan DM tipe 2 akan meningkat disebabkan oleh berbagai hal
misalnya bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi dan meningkatnya
faktor resiko yang disebabkan oleh karena gaya hidup yang salah seperti kegemukan, kurang gerak/
aktivitas dan pola makan tidak sehat dan tidak teratur (Slamet Suyono Dalam Pusat Diabetes dan Lipid,
2007).
Kejadian DM diawali dengan kekurangan insulin sebagai penyebab utama. Di sisi lain timbulnya DM bisa
berasal dari kekurangan insulin yang bersifat relatif yang disebabkan oleh adanya resistensi insulin
(insuline recistance). Keadaan ini ditandai dengan ketidakrentanan/ ketidakmampuan organ
menggunakan insulin, sehingga insulin tidak bisa berfungsi optimal dalam mengatur metabolisme
glukosa. Akibatnya, kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemi) (M.N Bustan, 2007).

Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu
melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya
penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis (Suyono, 1999).

Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakan hanya atas
dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus diperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni, 1998).

Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir selalu akan timbul
komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua kelompok besar: a). Komplikasi akut dan
b). Komplikasi kronis. Sedangkan Menurut Sidartawan Soegondo, prinsip pemberian obat/ pengobatan
terhadap pasien DM terdiri atas 2 yaitu:

a. Pengobatan dengan insulin dan,

b. Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral.

Anda mungkin juga menyukai