PENDAHULUAN
Keadaan tali pusat juga perlu diperhatikan. Apakah terkoyak atau terpotong? Apakah ada
tanda-tanda perlakuan secara kasar? Berapa panjang tali pusat? Apakah ada cedera kepala akibat
terjatuh pada partus pesipitatus dan menyebabkan fraktur? Fraktur pada keadaan ini adalah
jarang terjadi karena dilihat dari jarak kejatuhannya, contoh walaupun posisi ibu tegak hanya
bisa mengakibatkan fraktur ringan yang disertai pengeluaran secara paksa ke tanah.
Kebalikannya, tanda-tanda pada persalinan lama seperti edema, kaput suksedaneum dan
himpitan antar tulang tengkorak merupakan tanda yang menunjukkan lahir mati yang terjadi
secara alami. Persalinan lama biasanya terjadi pada persalinan pertama kali dan wanita yang
didakwa dengan infantisida biasanya selalu primipara.
Walaupun pernyataan ibu biasanya tidak konsisten atau bahkan tidak menggambarkan,
prinsip pembuktian untuk mendukung dakwaan infantisida adalah bukan hanya harus bisa
membuktikan bahwa bayi telah lahir dalam keadaan hidup tetapi juga membuktikan bahwa
kematian disebabkan oleh kekerasan yang harus dibedakan dengan insiden pada saat kelahiran.
Opini selanjutnya dari pemeriksa juga mencakup viabilitas dari bayi, dan kemungkinan usia
hidup, ketika bayi lahir hidup. Perlu juga dibuktikan bahwa ibu baru saja melahirkan dan bahwa
tanggal persalinan sesuai dengan usia bayi semasa hidup. Mungkin juga perlu dibuktikan bahwa
benar dia adalah ibu dari anak itu. Pengacara akan menguji bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa bayi lahir dalam keadaan hidup dan meyakinkan kemungkinan adanya pengaruh dari
penyakit ibu (komplikasi persalinan) dan penyakit bayi telah disingkirkan. Kemungkinan lahir
mati terutama bila bayi tidak viabel juga harus dipertimbangkan.
ISI
Aspek Hukum1-4,5
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa
orang.
Pasal 341, Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling
lama 7 tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena
takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak , pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa a-naknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama 9
tahun.
Pasal 343. Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi
orang lain yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.
Dari undang-undang di atas kita dapat melihat adanya 3 faktor penting, yaitu :
Ibu. Hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak
sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia kawin atau tidak. Sedangkan bagi orang lain yang
melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau
pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu penjara 15 tahun (ps.
338: tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati (ps. 339 dan 340,
dengan rencana).
Waktu. Dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yg tepat, tetapi hanya
dinyatakan "pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian". Sehingga boleh dianggap
Psikis. Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui
orang telah melahirkan anak itu, biasanya, anak yang dibunuh tersebut didapat dari
hubungan yang tidak sah.
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misal nya tempat sampah, got,
sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak sendiri (ps
341, 342), pembu nuhan (ps 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang (ps 181), atau
bayi yang diterlantarkan sampai mati (ps 308).
Pasal 308. Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran
anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya
untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk
melepaskan diri dari padanya, maka maksimum pidana tersebut
dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.
Adapun bunyi pasal 305 dan 306 tersebut adalah sebagai berikut,
Pasal 305. Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk
melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun 6 bulan.
Pasal 306. (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun 6 bulan.
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau anak tersebut
harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Bila
bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan "membunuh", maka hal ini bukanlah pembunuhan
anak sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan
merupakan bayi yang cukup bulan atau belum cukup bulan, maupun viable atau nonviable.
Dokter memeriksa mayat bayi, bila diminta bantuannya oleh penyidik, diharap dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini:
Prosedur mediko-legal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur mediko-
legal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan pada
beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat
Pejabat yang Berwenang Meminta Visum Et Repertum sesuai dengan yang disebutkan
dalam pasal 133 KUHAP adalah penyidik. Dalam pasal 6 KUHAP disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat PNS
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Kemudian yang membutuhkan
untuk dibuatkan visum et repertum salah satunya adalah kasus pidana umum, sehingga dalam hal
ini penyidiknya adalah dari pihak kepolisian, sehingga penyidik PNS tidak berwenang meminta
visum et repertum.
Pada Pasal 11 KUHAP juga disebutkan bahwa penyidik pembantu juga memiliki
wewenang untuk mandatangkan ahli atau meminta visum et repertum, namun yang membedakan
dengan penyidik adalah penyidik pembantu tidak dapat melakukan penahanan. Sehingga yang
berwenang dalam meminta visum et repertim adalah penyidik polisi dan pembantu penyidik
polisi.
Ketentuan mengenai pengertian dan pangkat penyidik serta penyidik pembantu diatur
dalam PP No 27 Tahun 1983:
1) Penyidik adalah :
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua)
2) Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah
Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik.
Surat permintaan Visum et Repertum itu sendiri dibuat secara tertulis dan harus memuat
bagian-bagian dalam surat layaknya surat resmi seperti terdapat kop surat, nomor, tanggal,
alamat surat, isi, tanda tangan, nama jelas, pangkat, stempel dinas, sertan bagian-bagian yang
lainnya sesuai dalam ketentuan pembuatan surat resmi. Selain itu surat tersebut juga harus
mengatas namakan Kapolsek dalam hal ini adalah pihak yang berperan sebagai penyidik sebagai
pejabat atributif. Untuk pihak yang berwenang dalam penandatangan surat atau pejabat mandat
tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja yang secara organisatoris berwenang untuk
mengatasnamakan sebagai pejabat atributif.
Interpretasi Temuan1-4,8
Ibu
Infantisida kebanyakan dilakukan oleh wanita muda yang belum menikah, walaupun
mungkin ada motif untuk melakukan infantisida pada wanika menikah. Keadaan ini
diijinkan pada ibu yang belum menikah atau keadaan yang ditimbulkan karena
melahirkan, yang biasanya berlangsung secara rahasia;sehingga mengancam keselamatan
bayi karena kurangnya perawatan dan perhatian yang cukup. Seorang ibu yang sendirian
pada saat melahirkan dapat menjadi panik dan secara tidak sadar membunuh anaknya.
Faktor-faktor seperti alkohol, narkoba, atau penyakit alami yang dapat menyebabkan
serangan pingsan atau kesadaran harus diketahui. Eklampsia atau mania saat nifas harus
disingkirkan.
Pembuktian bahwa bayi masih hidup setelah dilahirkan sebagai bukti penting terjadinya
infantisida sangat sulit dan karena alasan ini dakwaan biasanya menjadi gagal.
Sangat penting mengetahui cara kelahiran karena presentasi bayi yang abnormal dapat
menjadi risiko tersendiri bagi bayi. Jika sang ibu mengaku telah melahirkan bokong dan
paru-paru bayi telah berkembang maka kemungkinannya adalah bayi itu bukan saja lahir
hidup tapi juga bukan persalinan bokong.
Bayi :
Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir mati atau lahir
hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus pembunuhan,
atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu
hanya dapat dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan kematian orang.
Lahir Mati1,2,3,7,8
Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum
ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kan dungan). Kematian
Dada belum mengembang. Iga masih datar dan diafragma masih setinggi iga ke
3-4. Sering sukar dinilai bila mayat telah membusuk.
Uji apung paru. Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya
artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit
dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak
palatum mole. Dengan skalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang
perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esofagus bersama dengan
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset
bedah dan skalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esofagus
diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan
agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji
Breslau) tidak membe rikan hasil yang meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke
dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru
kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dan dilihat
apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan
dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan
diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena
kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,
letakkan di antara 2 karton dan ditekan (dengan arah tekanan yang tegak lurus,
jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada
jaringan inter-stisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati
apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru
tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar.
Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah
membusuk lanjut akan pecah juga dan udara residu keluar dan memperlihatkan
hasil uji apung paru negatip.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (partial respiration) yang
Hasil negatip belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatip ini,
pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir
mati atau lahir hidup. Hasil uji apung paru positip berarti pasti lahir hidup.
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya,
sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Biasanya paru dengan perangai
makroskopik lahir mati akan memberikan hasil uji apung paru negatip
(tenggelam).
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas,
tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu.
Tanda khas untuk paru bayi belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection),
yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah
tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like). Pada
permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada
paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk, dengan pewarnaan Gomori atau
Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli
berkelokkelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di
Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai dengan jelas, masih
merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum mem bentuk satu lapisan
yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut tersebut tegang, tidak bergelombang
dan tidak terdapat di daerah basis projection.
Pada paru bayi lahir mati mungkin pula ditemukan tanda in-halasi cairan amnion
yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau
solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine
submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit,
berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf "S", bila dilihat
dari atas samping terlihat seperti bawang (onion bulb). Juga tampak sedikit sel-sel
amnion yang bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik
dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadangkadang ditemukan deskuamasi sel-sel
epitel bronkus yang merupakan tanda dari maserasi dini, atau fagositosis
mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. Kolon dapat menggelembung berisi
mekonium, yang merupakan tanda usaha untuk bernapas (struggle to breathe).
Lahir mati ditandai pula oleh ditemukannya keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupan, seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang
hebat, dengan atau tanpa robekan ten-torium serebeli, pneumonia intrauterin,
kelainan kongenital yang fatal seperti anensefalus dan sebagainya.
Lahir Hidup1,2,3,7,8
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan
Pemeriksaan makroskopik paru. Paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi
sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata dengan
pleura yang tegang (taut pleura), dan menunjukkan gambaran mozaik karena
alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan paling dulu atau jelas terisi karena
halang-an paling minimal. Gambaran marmer terjadi akibat pembuluh darah in-
terstisial berisi darah. Konsistensi seperti spons, teraba derik udara. Pada
pengirisan paru dalam air terlihat jelas ke luarnya gelembung udara dan darah.
Berat paru bertambah hingga dua kali atau kira-kira 1/35 x berat badan karena
berfungsinya sirkulasi darah jantung-paru.
Uji apung paru memberikan hasil positip. (Hasil negatip harus dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis paru).
Pada pernapasan parsial yang singkat, mungkin hasil uji apung paru negatip dan
mikroskopik memperlihatkan gambaran alveoli yg kolaps dengan dinding yang
berhimpitan atau hampir berhimpitan.
Udara dalam duodenum atau saluran yang lebih distal menunjukkan lahir hidup, dan telah
hidup 6-12 jam. Bila dalam usus besar berarti telah hidup 12-24 jam, tetapi harus diingat
kemung-kinan adanya pernapasan buatan atau gas pembusukan.
Dari uraian di atas, haruslah sangat hati-hati dalam menyimpulkan lahir hidup, lebih-lebih
bila mayat bayi telah membusuk.
Tanda eksternal lahir hidup1,7,8
Tanda yang menyatakan bayi lahir dalam keadaan hidup hanya sedikit. Tanda ini
terbatas pada adanya perubahan pada tali pusat dan adanya luka yang tidak bisa
diakibatkan karena proses persalinan.
Tali pusat tidak dibutuh lagi pada minggu pertama kehidupan. Selama 12 sampai
24 jam pertama tali pusat mengalami pengeringan dan mengkerut namun keadaan
ini juga ditemukan pada lahir mati. Pada 36 jam akan ditemui warna kemerahan
pada daerah kulit sekitar tali pusat. Tali pusat mulai terlepas dari tubuh pada hari
ke-4 dan 5 dan terlepas seluruhnya pada hari ke-6 sampai 7; jaringan parut aktif
pada tubuh bayi dapat terlihat sampai 12 hari. Tidak satupun pada perubahan-
perubahan ini (yang menandakan reaksi intravital) ditemukan pada lahir mati,
karena perubahan ini akan tampak setelah 36 jam maka adanya perubahan ini
menandakan bahwa bayi lahir dalam keadaan hidup.
Cara pemotongan tali pusat juga penting. Ibu bisa saja mengaku bahwa tali pusat
terkoyak saat anak jatuh di kepala setelah partus presipitatus. Hal itu bisa
ditunjukkan bahwa tali pusat telah dipotong bukan terkoyak. Saat terkoyak secara
tidak sengaja, biasanya terputus di dekat tempat penempelannya apakah dekat
Moris dan Hunt (1966) menemukan bahwa tali pusat relatif mudah diputuskan
dengan tangan. Mereka menggambarkan berbagai tampilan ujung tali pusat yang
dihasilkan dari cara pemotongan yang berbeda-beda.
Ujung tali pusat harus diperiksa dengan meletakkan kedua bagian di air atau
papan dan ujungnya dipaparkan secara halus; sebaiknya juga diperiksa dengan
kava pembesar. Tepi yang ireguler sesuai dengan pengoyakan sedangkan ujung
linear dengan tepi reguler menandakan pemotongan. Bagaimanapun juga
kesimpulan harus juga memperhitungkan kemungkinan penggunaan alat tumpul,
menghasilkan potongan kasar dan juga mungkin bisa menghasilkan koyakan pada
daerah superfisial saja samapi terpotong secara rapi. Pada berbagai kejadian
perubahan pasca mati atau pengeringan biasanya menyingkirkan pendapat
mengenai cara pemotongan yang telah digunakan.
Pemeriksaan dalam bisa menunjukkan bukti kuat bahwa bayi telah lahir hidup.
Dapat ditemukan materi eksternal yang hanya dapat masuk bila bayi telah kelyar
secara sempurna pada saluran pernapasan dan pencernaan. Materi eksternal dapat
masuk ke saluran pernapasan pada jarak tertentu pasca mati tetapi jalan
masuknya ke dalam bronkus intrapulmonar dibatasi oleh udara di paru-paru. Jika
tetap ditemukan pada bronkus intrapulmonar dan lebih jauh lagi maka telah
terjadi penghirupan (inhalasi). Ini hanya bisa dibuktikan pada keadaan selain
adanya kontaminasi dan pemijitan material dari trakea dan bronkus besar dengan
penekanan pada tubuh bayi. Karena itu pemeriksaan harus menyingkirkan artefak-
artefak ini. Organ dada bagian dalam harus dipindahkan dengan lembut dengan
teknik “tanpa sentuhan” dan menempatkannya di papan atau piringan yang bersih
sebelum berbagai tindakan dilakukan untuk mendapat sampel bagian-bagian
bronkus dan pipet yang digunakan harus bersih. Spesimen yang diambil harus
disertai dengan sampel kemungkinan sumber materi eksternal berasal untuk
perbandingan contohnya tanah atau pasir.
Terakhir, pembuktian bahwa bayi telah lahir hidup yang meliputi berbagai
penyelidikan untuk menilai secara pasti dengan menilai kriteria yang digunakan
harus dilakukan.
Pada masa lalu perhatian khusus diberikan pada sistem pernapasan, harus selalu
dalam pikiran kita bahwa bukti telah bernapas bukan bukti lahir hidup. Dapat
secara pasti dinyatakan tanpa menampilkan bukti lain lebih lanjut (karena
keterbatasan buku ini) bahwa bernapas dapat terjadi sebelum pengeluaran secara
sempurna. Bernapas dapat terjadi pada keadaan kepala bayi masih dalam vagina
dan walaupun bayi masih dalam rahim (ada bukti autentik tentang ini, menurut
Clouston 1933). Terdapat banyak kasus seperti ini (lebih dari 130 kasus tercatat)
dan bahkan 122 diantaranya autentik.
Sampai saat ini masih sangat penting memberi perhatian khusus, bahkan lebih
detil lagi dibanding masa lalu, terhadap sistem pernapasan. Tetapi cara
pendekatan yang digunakan telah berubah secara radikal.
Test utama pada masa lalu yang dikenal sebagai tes hidrostatik dilakukan untuk
menentukan daya apung paru. Jika tenggelam maka menandakan lahir mati; jika
mengapung maka menandakan lahir hidup. Pada selanjutnya tes ini dinyatakan
tidak memiliki nilai. Paru-paru pada lahir hidup, bahkan yang telah hidup selama
beberapa hari dapat tenggelam (Dilwor 1900; Randolph, 1901), dan yang
mengapung bukan berarti telah lahir hidup. Bayi tersebut bisa saja bernapas
sebelum pengeluaran secara sempurna atau paru-parunya telah mengembang saat
UMUR BAYI INTRA DAN EKSTRA-UTERIN. Penentuan umur janin/ embrio dalam
kandungan rumus De Haas, adalah untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit
(cm)=kuadrat umur gestasi (bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.
Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan (ossification
centers) sebagai berikut :
Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan secara radiologis atau pada saat autopsi
dengan cara sebagai berikut:
kalkaneus dan kuboid. Lakukan dorsofleksi kaki dan buat insisi mulai dari antara jari
kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Dengan cara ini dapat dilihat pusat penulangan
pada kalkaneus dan kuboid serta talus.
distal femur dan proksimal tibia. Lakukan fleksi tungkai bawah pada sendi lutut dan buat
insisi melintang pada lutut.
Patela dilepas dengan memotong ligamentum patela. Buat irisan pada femur dari arah
distal ke proksimal sampai terlihat pusat penu langan pada epifisis distal femur (bukan
penulangan diafisis). Hal yang sama dilakukan terhadap ujung proksimal tibia dengan
Walaupun dalam undang-undang tidak dipersoalkan umur bayi, tetapi kita harus
menentukan apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum dukup bulan (prematur) ataukah
non-viable, karena pada keadaan prematur dan nonviable, kemungkinan bayi tersebut me-
ninggal akibat proses alamiah besar sekali sedangkan kemungkinan mati akibat
pembunuhan anak sendiri adalah kecil.
Viable ialah keadaan bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari ibunya.
Kriteria untuk itu adalah umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan panjang badan
(kepala-tumit) lebih dari 35 cm, panjang badan (kepala-tungging) lebih dari 23 cm, berat
badan lebih dari 1000 g, lingkar kepala lebih dari 32 cm dan tidak ada cacat bawaan yang
fatal.
Bayi cukup bulan (matur) bila umur kehamilan > 36 minggu dengan panjang badan
kepala-tumit lebih dari 48 cm, panjang badan kepalatungging 30-33 cm, berat badan 2500-
3000 g dan lingkar kepala 33 cm.
Pada bayi cukup bulan, hampir selalu terdapat pusat penulangan pada distal femur
sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang terdapat atau baru terdapat sesudah lahir,
juga pada tulang kuboid. Pada bayi wanita, pusat penulangan timbul lebih cepat.
Ciri-ciri lain dari bayi cukup bulan adalah: lanugo sedikit, terdapat pada dahi, punggung
dan bahu; pembentukan tulang rawan telinga telah sempurna (bila daun telinga dilipat akan
cepat kembali ke keadaan semula); diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih; kuku-kuku jari
telah melewati ujung-ujung jari; garis-garis telapak kaki telah terdapat melebihi 2/3 bagian
depan kaki; testis sudah turun ke dalam skrotum; labia minora sudah tertutup oleh labia
mayora yang telah berkembang sempurna; kulit berwarna merah muda (pada kulit putih)
atau merah kebiru-biruan (pada kulit berwarna), yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi
lebih pucat atau coklat kehitam-hitaman; lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit
tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur berkeriput).
Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
setelah bayi dilahirkan, misalnya :
Mekonium dalam kolon. Mekonium akan keluar semua kira-kira dalam waktu 24 jam
setelah lahir.
Perubahan tali pusat. Setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan tali pusat baik
dilahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan terbentuk lingkaran merah setelah
bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mengering menjadi seperti benang
dalam waktu 6-8 hari dan akan terjadi penyembuhan luka yang sempurna bila tidak terjadi
infeksi dalam waktu 1 5 hari. Pada pemeriksaan mikroskopik daerah yang akan melepas
akan tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa sebukan sel-sel
lekosit berinti banyak, kemudian akan terlihat selsel limfosit dan jaringan granulasi.
Eritrosit berinti akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun kadang
kala masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.
Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna Jingga berbentuk
kipas (fan-shaped) lebih banyak dalam piramid daripada medula ginjal. Hal ini akan
menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi.
Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri dan vena
umbilikalis dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup setelah 3-4 minggu dan
foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu-1 bulan tetapi kadang-kadang tidak menutup
walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriosus akan tertutup setelah 3 minggu 1
bulan.
SUDAH ATAU BELUM DIRAWAT. Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-
hal sebagai berikut:
Tali pusat. Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5 cm
dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke dalam air, akan
terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu menyangkal melakukan pembunuhan
dengan mengatakan telah terjadi partus presipitatus (keberojolan). Pada keadaan ini tali
pusat akan terputus dekat perlekatannya pada uri atau pusat bayi dengan ujung yang tidak
Verniks Kaseosa (lemak bayi) telah dibersihkan, demikian pula bekas-bekas darah. Pada
bayi yang dibuang ke dalam air verniks tidak akan hilang seluruhnya dan masih dapat
ditemukan di daerah lipatan kulit; ketiak, belakang telinga, lipat paha dan lipat leher.
Pakaian. Perawatan terhadap bayi antara lain adalah memberi pakaian atau penutup tubuh
pada bayi.
Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir); kecelakaan
(misalnya bayi terjatuh, partus precipitatus); pembunuhan atau alamiah (penyakit).
Trauma lahir. Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti:
Secara makroskopik akan terlihat sebagai edema pada kulit kepala bagian dalam di daerah
presentasi terendah yang berwarna kemerahan. Kaput suksedaneum dapat melewati
perbatasan antar-sutura tulang tengkorak dan tidak terdapat perdarahan di bawah
periosteum tulang tengkorak. Mikroskopik terlihat jaringan yang mengalami edema de-
ngan perdarahanperdarahan di sekitar pembuluh darah.
Sefalhematom, perdarahan setempat di antara periosteum dan permukaan luar tulang atap
tengkorak dan tidak melampaui sutura tulang tengkorak akibat molase yang hebat.
Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital. Makroskopik terlihat
sebagai perdarahan di bawah periosteum yang terbatas pada satu tulang dan tidak melewati
sutura.
Fraktur tulang tengkorak. Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada trauma lahir, biasanya
hanya berupa cekungan tulang saja pada tulang ubun-ubun (celluloid ball fracture).
Perdarahan intrakranial yang sering terjadi adalah perdarahan subdural akibat laserasi
tentorium serebeli dan falks serebri; robekan vena galeni di dekat pertemuannya dengan
sinus rektus; robekan sinus sagitalis superior dan sinus transversus dan robekan bridging
veins dekat sinus sagitalis superior. Perdarahan ini timbul pada molase kepala yang hebat
atau kompresi kepala yang cepat dan mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas
(pada partus presipitatus).
Perdarahan epidural sangat jarang terjadi karena dura-mater melekat dengan erat pada
tulang tengkorak bayi.
Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu berada dalam keadaan panik sehingga ia
akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walaupun sebenarnya bayi tersebut
berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali.
Cara yang tersering dilakukan adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan
pembekapan, penyumbatan jalan napas, penje-ratan, pencekikan dan penenggelaman.
Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari, kopor dan sebagainya.
Pembunuhan dengan melakukan kekerasan tumpul pada kepala jarang dijumpai. Bila
digunakan cara ini, biasanya dilakukan dengan berulang-ulang, meliputi daerah yang luas
hingga menyebabkan patah atau retak tulang tengkorak dan memar jaringan otak.
Sebaliknya pada trauma lahir, biasa hanya dijumpai kelainan yang terbatas, jarang sekali
ditemukan fraktur tengkorak dan memar jaringan otak.
Pembunuhan dengan senjata tajam jarang ditemukan. Pernah ditemukan tusukan di daerah
palatum mole, melalui foramen mag-num dan merusak medula oblongata.
Pembunuhan dengan jalan membakar, menyiramkan cairan panas, memberikan racun dan
memuntir kepala sangat jarang terjadi.1,2
Mulut, apakah terdapat benda asing dan perhatikan palatum mole apakah terdapat robekan.
Rongga dada. Pengeluaran organ rongga mulut, leher dan dada dilakukan dengan teknik
tanpa sentuhan. Perhatikan makroskopik paru dan setelah itu sebaiknya satu paru difik-sasi
dalam larutan formalin 10% untuk pemeriksaan his-topatologik dan pada paru yang lain
dilakukan uji apung paru.
Tanda asfiksia berupa Tardieu's spots pada permukaan paru, jantung, timus dan epiglotis.
Periksa pusat penulangan pada femur, tibia, kalkaneus, talus dan kuboid.
Pada pemeriksaan kepala bayi baru lahir, kulit kepala disayat dan dilepaskan seperti pada
orang dewasa. Tulang tengkorak dibuka dengan gunting, dengan cara menusuk fontanel
mayor 0.5-1 cm dari garis pertengahan dan dilakukan pengguntingan pada tulang dahi dan
ubun-ubun ke depan dan ke belakang pada sisi kiri dan kanan. Ke depan sampai kira-kira
1 cm di atas lengkung atas rongga mata (margo superior orbita) dan ke belakang sampai
perbatasan dengan tulang belakang kepala. Kemud ian dilakukan pengguntingan ke arah
lateral sampai 1 cm di atas basis mastoid dengan menyisakan tulang pelipis di atas telinga
kira-kira sepanjang 2 cm.
Perhatikan keadaan falks serebri dan tentorium serebeli terutama pada perbatasannya (sinus
rektus dan sinus transversus) apakah terdapat robekan. Selanjutnya dilakukan pengeluaran
otak seperti pada orang dewasa.
AUTOPSI PADA KASUS PEMBUNUHAN ANAK2,3,6
Pembunuhan anak merupakan tindak pidana yang khusus, yaitu pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat dilahirkan atau beberapa saat
setelah itu, karena takut diketahui orang bahwa ia telah melahirkan. Pada pemeriksaan korban
pembunuhan anak, pertama-tama harus dibuktikan bahwa korban lahir hidup. Untuk ini
pemeriksaan ditujukan terhadap telah bernafasnya paru korban. Pemeriksaan berikutnya
dititikberatkan pada penyebab kematian, yang terjadi sebagai akibat tindak kekerasan. Pada
kasus pembunuhan anak yang ditemukan di Jakarta, pembunuhan biasanya dilakukan dengan
cara pembekapan, penyumbatan pencekikan, atau pengikatan leher. Untuk memenuhi syarat
waktu dilakukannya pembunuhan yaitu pada saat dilahirkan atau tidak beberapa lama setelah itu,
pemeriksaan ditujukan terhadap sudah/belum ditemukannya tanda perawatan bayi. Pada tindak
pidana pembunuhan anak, faktor psikologik ibu yang baru melahirkan diperhitungkan sebagai
faktor yang meringankan, keadaan tersebut menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak
dalam kedaan kesadaran yang penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu belum sempat
timbul rasa kasih sayang serta keinginan untuk merawat bayinya. Jadi pada kasus pembunuhan
anak, si bayi belum mendapat perawatan.
Pejabat yang Berwenang Meminta Visum Et Repertum sesuai dengan yang disebutkan dalam
pasal 133 KUHAP adalah penyidik. Dalam pasal 6 KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat PNS tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Kemudian yang membutuhkan untuk dibuatkan
visum et repertum salah satunya adalah kasus pidana umum, sehingga dalam hal ini penyidiknya
adalah dari pihak kepolisian, sehingga penyidik PNS tidak berwenang meminta visum et
repertum.
Pada Pasal 11 KUHAP juga disebutkan bahwa penyidik pembantu juga memiliki
wewenang untuk mandatangkan ahli atau meminta visum et repertum, namun yang membedakan
dengan penyidik adalah penyidik pembantu tidak dapat melakukan penahanan. Sehingga yang
berwenang dalam meminta Visum et Repertum adalah penyidik polisi dan pembantu penyidik
polisi.
Ketentuan mengenai pengertian dan pangkat penyidik serta penyidik pembantu diatur
dalam PP No 27 Tahun 1983:
1. Penyidik adalah :
a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua)
2. Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah
Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik.
Surat permintaan Visum et Repertum itu sendiri dibuat secara tertulis dan harus memuat
bagian-bagian dalam surat layaknya surat resmi seperti terdapat kop surat, nomor, tanggal,
alamat surat, isi, tanda tangan, nama jelas, pangkat, stempel dinas, sertan bagian-bagian yang
lainnya sesuai dalam ketentuan pembuatan surat resmi. Selain itu surat tersebut juga harus
mengatas namakan Kapolsek dalam hal ini adalah pihak yang berperan sebagai penyidik sebagai
pejabat atributif. Untuk pihak yang berwenang dalam penandatangan surat atau pejabat mandat
tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja yang secara organisatoris berwenang untuk
mengatasnamakan sebagai pejabat atributif.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. “Ilmu Kedokteran Forensik”. Cetakan kedua.
Jakarta. 2007.
6. Majalah Kedokteran Indonesia, September 2008, Vol. 58 Nomor 9.
7. Judul : Pembunuhan Anak Sendiri dengan Kekerasan Multiple