Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Yang dimaksud dengan pembunuhan anak sendiri menurut undang-undang di Indonesia


adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau
tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak. Di negara
lain, misalnya di Inggris, batasan umur anak yang termasuk dalam kasus infantisida adalah
sampai 12 bulan karena dianggap persalinan dan menyusui anak dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan jiwa seorang wanita. Infantisida kebanyakan dilakukan oleh wanita muda yang
belum menikah, walaupun mungkin ada motif untuk melakukan infantisida pada wanita
menikah. Keadaan ini diijinkan pada ibu yang belum menikah atau keadaan yang ditimbulkan
karena melahirkan, yang biasanya berlangsung secara rahasia; sehingga mengancam keselamatan
bayi karena kurangnya perawatan dan perhatian yang cukup. Seorang ibu yang sendirian pada
saat melahirkan dapat menjadi panik dan secara tidak sadar membunuh anaknya. Faktor-faktor
seperti alkohol, narkoba, atau penyakit alami yang dapat menyebabkan serangan pingsan atau
hilangnya kesadaran harus diketahui. Eklampsia atau mania saat nifas harus
disingkirkan. Pembuktian bahwa bayi masih hidup setelah dilahirkan sebagai bukti penting
terjadinya infantisida sangat sulit dan karena alasan ini dakwaan biasanya menjadi gagal.
Sangat penting mengetahui cara kelahiran karena presentasi bayi yang abnormal dapat
menjadi risiko tersendiri bagi bayi. Jika sang ibu mengaku telah melahirkan bokong dan paru-
paru bayi telah berkembang maka kemungkinannya adalah bayi itu bukan saja lahir hidup tapi
juga bukan persalinan normal. Jika tidak diketahui melalui anamnesis, maka persalinan bokong
dapat diketahui dari pemeriksaan luar dari badan bayi. Pada kasus dimana tubuh bayi ditemukan
di dalam kantong plastik pada tanah basah akan ditemukan bekas luka pada mulut. Pemeriksaan
lebih lanjut menyatakan telah terjadi penyumbatan keras pada bokong, dan ruptur simfisis tulang
mandibula. Terdapat buki adanya tanda-tanda lahir hidup. Disimpulkan bahwa area sumbatan
pada bokong adalah bagian yang pertama keluar dan trauma wajah karena tarikan kasar pada
bayi saat kepalanya terjepit. Viabilitas dari bayi bukan merupakan hal yang penting tetapi
berhubungan kuat dengan lahir mati atau kematian beberapa saat setelah persalinan prematur.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 1


Lahir mati cukup sering terjadi dan insidennya kira-kira seperdelapan dari kelahiran yang
terdaftar; insiden akan lebih tinggi pada kelahian yang tidak terdaftar. Komplikasi persalinan
seperti kerusakan intrakranial dan dan khususnya kerusakan pada tentorium serebri tidak jarang
terjadi. Luka-luka pada kasus infantisida bervariasi. Bayi dapat dipukul dikepala atau dilukai
dengan pisau atau gunting, asfiksia mekanik selain tenggelam merupakan cara yang sering
digunakan. Leher dan wajah perlu mendapat perhatian lebih, apakah ditemukan adanya tanda-
tanda, goresan atau memar disertai cekikan dan putaran; dan tanda simpulaan mungkin tersisa
dijaringan. Walaupun infantisida tanpa meninggalkan bukti eksternal bisa dilakukan namun
penggunaan kekuatan secara tidak sadar untuk membunuh biasanya meninggalkan tanda yang
dapat dijadikan bukti.

Keadaan tali pusat juga perlu diperhatikan. Apakah terkoyak atau terpotong? Apakah ada
tanda-tanda perlakuan secara kasar? Berapa panjang tali pusat? Apakah ada cedera kepala akibat
terjatuh pada partus pesipitatus dan menyebabkan fraktur? Fraktur pada keadaan ini adalah
jarang terjadi karena dilihat dari jarak kejatuhannya, contoh walaupun posisi ibu tegak hanya
bisa mengakibatkan fraktur ringan yang disertai pengeluaran secara paksa ke tanah.
Kebalikannya, tanda-tanda pada persalinan lama seperti edema, kaput suksedaneum dan
himpitan antar tulang tengkorak merupakan tanda yang menunjukkan lahir mati yang terjadi
secara alami. Persalinan lama biasanya terjadi pada persalinan pertama kali dan wanita yang
didakwa dengan infantisida biasanya selalu primipara.

Walaupun pernyataan ibu biasanya tidak konsisten atau bahkan tidak menggambarkan,
prinsip pembuktian untuk mendukung dakwaan infantisida adalah bukan hanya harus bisa
membuktikan bahwa bayi telah lahir dalam keadaan hidup tetapi juga membuktikan bahwa
kematian disebabkan oleh kekerasan yang harus dibedakan dengan insiden pada saat kelahiran.
Opini selanjutnya dari pemeriksa juga mencakup viabilitas dari bayi, dan kemungkinan usia
hidup, ketika bayi lahir hidup. Perlu juga dibuktikan bahwa ibu baru saja melahirkan dan bahwa
tanggal persalinan sesuai dengan usia bayi semasa hidup. Mungkin juga perlu dibuktikan bahwa
benar dia adalah ibu dari anak itu. Pengacara akan menguji bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa bayi lahir dalam keadaan hidup dan meyakinkan kemungkinan adanya pengaruh dari
penyakit ibu (komplikasi persalinan) dan penyakit bayi telah disingkirkan. Kemungkinan lahir
mati terutama bila bayi tidak viabel juga harus dipertimbangkan.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 2


Jika kematian bayi dihubungkan dengan asfiksia dan tidak ada bukti yang jelas telah
terjadi tindakan kriminal sebagai penyebab, maka dipikirkan terjadi akibat penyakit yang
diderita. Telah dibuktikan bahwa asfiksia karena faktor alami terjadi sebanyak lebih dari
sepertiga kematian janin (37%) dan seperlima kematian neonatus (17,8%), contohnya kematian
yang terjadi 1 minggu setelah persalinan. Telah terbukti bahwa tugas pemeriksa medis untuk
membuktikan ini cukup sulit. Tetapi adanya pertimbangan tersebut tidak membolehkan setiap
pemeriksa untuk tidak memeriksa secara teliti untuk mencari bukti-bukti tersebut. 1,2,3

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 3


BAB II

ISI


Aspek Hukum1-4,5

Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa
orang.

 Pasal 341, Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling
lama 7 tahun.

 Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena
takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak , pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa a-naknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama 9
tahun.

 Pasal 343. Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi
orang lain yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.

Dari undang-undang di atas kita dapat melihat adanya 3 faktor penting, yaitu :

 Ibu. Hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak
sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia kawin atau tidak. Sedangkan bagi orang lain yang
melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau
pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu penjara 15 tahun (ps.
338: tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati (ps. 339 dan 340,
dengan rencana).

 Waktu. Dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yg tepat, tetapi hanya
dinyatakan "pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian". Sehingga boleh dianggap

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 4


pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih
sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.

 Psikis. Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui
orang telah melahirkan anak itu, biasanya, anak yang dibunuh tersebut didapat dari
hubungan yang tidak sah.

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misal nya tempat sampah, got,
sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak sendiri (ps
341, 342), pembu nuhan (ps 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang (ps 181), atau
bayi yang diterlantarkan sampai mati (ps 308).

Pasal 181. Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau


menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian
atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara selama 9 bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 308. Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran
anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya
untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk
melepaskan diri dari padanya, maka maksimum pidana tersebut
dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.

Adapun bunyi pasal 305 dan 306 tersebut adalah sebagai berikut,

Pasal 305. Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk
melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun 6 bulan.

Pasal 306. (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun 6 bulan.

(2) Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama 9 tahun.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 5



Prosedur Medikolegal1,4,5

Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau anak tersebut
harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Bila
bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan "membunuh", maka hal ini bukanlah pembunuhan
anak sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan
merupakan bayi yang cukup bulan atau belum cukup bulan, maupun viable atau nonviable.

Dokter memeriksa mayat bayi, bila diminta bantuannya oleh penyidik, diharap dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini:

1. Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?


2. Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
3. Apakah bayi tersebut sudah dirawat?

4. Apakah sebab kematiannya?

Prosedur mediko-legal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur mediko-
legal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan pada
beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.

Dasar Pengadaan Visum Et Repertum

PASAL 133 KUHAP

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 6


3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pejabat yang Berwenang Meminta Visum Et Repertum sesuai dengan yang disebutkan
dalam pasal 133 KUHAP adalah penyidik. Dalam pasal 6 KUHAP disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat PNS
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Kemudian yang membutuhkan
untuk dibuatkan visum et repertum salah satunya adalah kasus pidana umum, sehingga dalam hal
ini penyidiknya adalah dari pihak kepolisian, sehingga penyidik PNS tidak berwenang meminta
visum et repertum.

Pada Pasal 11 KUHAP juga disebutkan bahwa penyidik pembantu juga memiliki
wewenang untuk mandatangkan ahli atau meminta visum et repertum, namun yang membedakan
dengan penyidik adalah penyidik pembantu tidak dapat melakukan penahanan. Sehingga yang
berwenang dalam meminta visum et repertim adalah penyidik polisi dan pembantu penyidik
polisi.

Ketentuan mengenai pengertian dan pangkat penyidik serta penyidik pembantu diatur
dalam PP No 27 Tahun 1983:

PASAL 2 PP No 27 TAHUN 1983

1) Penyidik adalah :
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua)
2) Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah
Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik.

PASAL 3 PP No 27 TAHUN 1983

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 7


1) Penyidik pembantu adalah :
a. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua
polisi;
b. Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan
II/a) atau yang disamakan dengan itu

Surat permintaan Visum et Repertum itu sendiri dibuat secara tertulis dan harus memuat
bagian-bagian dalam surat layaknya surat resmi seperti terdapat kop surat, nomor, tanggal,
alamat surat, isi, tanda tangan, nama jelas, pangkat, stempel dinas, sertan bagian-bagian yang
lainnya sesuai dalam ketentuan pembuatan surat resmi. Selain itu surat tersebut juga harus
mengatas namakan Kapolsek dalam hal ini adalah pihak yang berperan sebagai penyidik sebagai
pejabat atributif. Untuk pihak yang berwenang dalam penandatangan surat atau pejabat mandat
tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja yang secara organisatoris berwenang untuk
mengatasnamakan sebagai pejabat atributif.


Interpretasi Temuan1-4,8
 Ibu
Infantisida kebanyakan dilakukan oleh wanita muda yang belum menikah, walaupun
mungkin ada motif untuk melakukan infantisida pada wanika menikah. Keadaan ini
diijinkan pada ibu yang belum menikah atau keadaan yang ditimbulkan karena
melahirkan, yang biasanya berlangsung secara rahasia;sehingga mengancam keselamatan
bayi karena kurangnya perawatan dan perhatian yang cukup. Seorang ibu yang sendirian
pada saat melahirkan dapat menjadi panik dan secara tidak sadar membunuh anaknya.
Faktor-faktor seperti alkohol, narkoba, atau penyakit alami yang dapat menyebabkan
serangan pingsan atau kesadaran harus diketahui. Eklampsia atau mania saat nifas harus
disingkirkan.
Pembuktian bahwa bayi masih hidup setelah dilahirkan sebagai bukti penting terjadinya
infantisida sangat sulit dan karena alasan ini dakwaan biasanya menjadi gagal.
Sangat penting mengetahui cara kelahiran karena presentasi bayi yang abnormal dapat
menjadi risiko tersendiri bagi bayi. Jika sang ibu mengaku telah melahirkan bokong dan
paru-paru bayi telah berkembang maka kemungkinannya adalah bayi itu bukan saja lahir
hidup tapi juga bukan persalinan bokong.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 8


Jika tidak diketahui melalui anamnesis, maka persalinan bokong dapat diketahui dari
pemeriksaan luar dari badan bayi. Pada kasus dimana tubuh bayi ditemukan di dalam
kantong plastik pada tanah basah akan ditemukan bekas luka pada mulut. Pemeriksaan
lebih lanjut menyatakan telah terjadi penyumbatan keras pada bokong, dan ruptur simfisis
tulang mandibula. Terdapat buki adanya tanda-tanda lahir hidup. Disimpulkan bahwa
area sumbatan pada bokong adalah bagian yang pertama keluar dan trauma wajah karena
tarikan kasar pada bayi saat kepalanya terjepit.
Viabilitas dari bayi bukan merupakan hal yang penting tetapi berhubungan kuat dengan
lahir mati atau kematian beberapa saat setelah persalinan prematur.
Lahir mati cukup sering terjadi dan insidennya kira-kira seperdelapan dari kelahiran yang
terdaftar; insiden akan lebih tinggi pada kelahian yang tidak terdaftar. Komplikasi
persalinan seperti kerusakan intrakranial dan dan khususnya kerusakan pada tentorium
serebri tidak jarang terjadi.
Luka-luka pada kasus infantisida bervariasi. Bayi dapat dipukul dikepala atau dilukai
dengan pisau atau gunting, asfiksia mekanik selain tenggelam merupakan cara yang
sering digunakan. Leher dan wajah perlu mendapat perhatian lebih, apakah ditemukan
adanya tanda-tanda, goresan atau memar disertai cekikan dan putaran; dan tanda
simpulaan mungkin tersisa dijaringan. Walaupun infantisida tanpa meninggalkan bukti
eksternal bisa dilakukan namun penggunaan kekuatan secara tidak sadar untuk
membunuh biasanya meninggalkan tanda yang dapat dijadikan bukti.

 Bayi :

Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir mati atau lahir
hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus pembunuhan,
atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu
hanya dapat dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan kematian orang.

Lahir Mati1,2,3,7,8

Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum
ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kan dungan). Kematian

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 9


ditandai oleh janin yag tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan
lain, seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.

Tanda-tanda maserasi (aseptic decomposition). Merupakan proses pembusukan


intrauterin, yang berlangsung dari luar ke dalam (berlainan dengan proses
pembusukan yang berlangsung dari dalam ke luar). Tanda maserasi baru terlihat
setelah 8-10 hari kematian in-utero. Bila kematian baru terjadi 3 atau 4 hari,
hanya terlihat perubahan pada kulit saja, berupa vesikel atau bula yang berisi
cairan kemerahan. Bila vesikel atau bula memecah akan terlihat kulit berwarna
merah kecoklatan. Tanda-tanda lain adalah epidermis berwarna putih dan
berkeriput, bau "tengik" (bukan bau busuk), tubuh mengalami perlunakan
sehingga dada terlihat mendatar, sendi lengan dan tungkai lunak, sehingga dapat
dilakukan hiperekstensi, otot atau tendon terlepas dari tulang. Pada bayi yang
mengalami maserasi, organ-organ tampak basah tetapi tidak berbau busuk. Bila
janin telah lama sekali meninggal dalam kandungan, akan terbentuk litopedion.

Dada belum mengembang. Iga masih datar dan diafragma masih setinggi iga ke
3-4. Sering sukar dinilai bila mayat telah membusuk.

Pemeriksaan makroskopik paru. Paru-paru mungkin masih tersembunyi di


belakang kandung jantung atau telah mengisi rongga dada. Osborn (1953)
menemukan pada 75% kasus, ternyata paru-paru telah mengisi rongga dada, baik
pada bayi yang lahir mati maupun lahir hidup. Paru-paru berwarna kelabu ungu
merata seperti hati, konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang
longgar (slack pleura). Berat paru kira-kira 1/70 x berat badan .

Uji apung paru. Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya
artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.

Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit
dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak
palatum mole. Dengan skalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang
perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esofagus bersama dengan

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 10


trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di
bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada
manipulasi berikutnya cairan ketuban, me-konium atau benda asing lain tidak
mengalir ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam
paru.

Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset
bedah dan skalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esofagus
diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan
agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji
Breslau) tidak membe rikan hasil yang meragukan.

Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke
dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru
kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dan dilihat
apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan
dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan
diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.

Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena
kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,
letakkan di antara 2 karton dan ditekan (dengan arah tekanan yang tegak lurus,
jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada
jaringan inter-stisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati
apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru
tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar.

Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah
membusuk lanjut akan pecah juga dan udara residu keluar dan memperlihatkan
hasil uji apung paru negatip.

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (partial respiration) yang

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 11


dapat bersifat buatan (pernapasan buatan) ataupun alamiah (vagitus uterinus atau
vagitus vaginalis, yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus
atau dalam vagina).

Hasil negatip belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatip ini,
pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir
mati atau lahir hidup. Hasil uji apung paru positip berarti pasti lahir hidup.

Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya,
sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Biasanya paru dengan perangai
makroskopik lahir mati akan memberikan hasil uji apung paru negatip
(tenggelam).

Mikroskopik paru-paru. Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa


sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat
irisan-irisan melintang untuk memung-kinkan cairan fiksatif meresap dengan baik
ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologik. Biasanya digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk
digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas,
tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu.
Tanda khas untuk paru bayi belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection),
yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah
tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like). Pada
permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada
paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk, dengan pewarnaan Gomori atau
Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli
berkelokkelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 12


bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-
gelung terbuka (open loops).

Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai dengan jelas, masih
merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum mem bentuk satu lapisan
yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut tersebut tegang, tidak bergelombang
dan tidak terdapat di daerah basis projection.
Pada paru bayi lahir mati mungkin pula ditemukan tanda in-halasi cairan amnion
yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau
solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine
submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit,
berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf "S", bila dilihat
dari atas samping terlihat seperti bawang (onion bulb). Juga tampak sedikit sel-sel
amnion yang bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik
dengan batas yang juga tidak jelas.

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadangkadang ditemukan deskuamasi sel-sel
epitel bronkus yang merupakan tanda dari maserasi dini, atau fagositosis
mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. Kolon dapat menggelembung berisi
mekonium, yang merupakan tanda usaha untuk bernapas (struggle to breathe).

Lahir mati ditandai pula oleh ditemukannya keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupan, seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang
hebat, dengan atau tanpa robekan ten-torium serebeli, pneumonia intrauterin,
kelainan kongenital yang fatal seperti anensefalus dan sebagainya.


Lahir Hidup1,2,3,7,8

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 13


lain, tanpa mempersoalkan usia ges-tasi, sudah atau belumya tali pusat dipotong
dan uri dilahirkan.

Pada pemeriksaan ditemukan Dada sudah mengembang dan diafragma sudah


turun sampai sela iga 4-5, terutama pada bayi yang /telah lama hidup.

Pemeriksaan makroskopik paru. Paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi
sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata dengan
pleura yang tegang (taut pleura), dan menunjukkan gambaran mozaik karena
alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan paling dulu atau jelas terisi karena
halang-an paling minimal. Gambaran marmer terjadi akibat pembuluh darah in-
terstisial berisi darah. Konsistensi seperti spons, teraba derik udara. Pada
pengirisan paru dalam air terlihat jelas ke luarnya gelembung udara dan darah.
Berat paru bertambah hingga dua kali atau kira-kira 1/35 x berat badan karena
berfungsinya sirkulasi darah jantung-paru.

Uji apung paru memberikan hasil positip. (Hasil negatip harus dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis paru).

Pemeriksaan mikroskopik paru menunjukkan alveoli paru yg mengembang


sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif, serta tidak terlihat adanya
projection. Pada pewarnaan Gomori atau Ladewig, serabut retikulin akan tampak
tegang.

Pada pernapasan parsial yang singkat, mungkin hasil uji apung paru negatip dan
mikroskopik memperlihatkan gambaran alveoli yg kolaps dengan dinding yang
berhimpitan atau hampir berhimpitan.

Kadang-kadang dapat ditemukan edema yang luas dalam jaringan paru,


membrana duktus alveolaris yang tersebar dalam jaringan paru, yang mungkin
berasal dari lemak verniks (membran hialin, yang akan terlihat bila bayi telah
hidup lebih dari 1 jam), atau atelek-tasis paru akibat obstruksi oleh membran
duktus alveolaris.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 14


Adanya udara dalam saluran cerna dapat dilihat dengan foto rontgen.

Udara dalam duodenum atau saluran yang lebih distal menunjukkan lahir hidup, dan telah
hidup 6-12 jam. Bila dalam usus besar berarti telah hidup 12-24 jam, tetapi harus diingat
kemung-kinan adanya pernapasan buatan atau gas pembusukan.
Dari uraian di atas, haruslah sangat hati-hati dalam menyimpulkan lahir hidup, lebih-lebih
bila mayat bayi telah membusuk.


Tanda eksternal lahir hidup1,7,8
Tanda yang menyatakan bayi lahir dalam keadaan hidup hanya sedikit. Tanda ini
terbatas pada adanya perubahan pada tali pusat dan adanya luka yang tidak bisa
diakibatkan karena proses persalinan.

Di lain hal, pemeriksaan luar mungkin menemukan tanda-tanda yang


membuktikan bahwa bayi tidak lahir dalam keadaan hidup. Sebagai contoh, tubuh
yang telah mengalami maserasi menandakan kematian dalam uterus; kepala bayi
mungkin diselubungi oleh membran amnion yang mencegah timbulnya
pernapasan.; atau mungkin ditemukan kelainan kongenital mayor.

Tali pusat tidak dibutuh lagi pada minggu pertama kehidupan. Selama 12 sampai
24 jam pertama tali pusat mengalami pengeringan dan mengkerut namun keadaan
ini juga ditemukan pada lahir mati. Pada 36 jam akan ditemui warna kemerahan
pada daerah kulit sekitar tali pusat. Tali pusat mulai terlepas dari tubuh pada hari
ke-4 dan 5 dan terlepas seluruhnya pada hari ke-6 sampai 7; jaringan parut aktif
pada tubuh bayi dapat terlihat sampai 12 hari. Tidak satupun pada perubahan-
perubahan ini (yang menandakan reaksi intravital) ditemukan pada lahir mati,
karena perubahan ini akan tampak setelah 36 jam maka adanya perubahan ini
menandakan bahwa bayi lahir dalam keadaan hidup.

Cara pemotongan tali pusat juga penting. Ibu bisa saja mengaku bahwa tali pusat
terkoyak saat anak jatuh di kepala setelah partus presipitatus. Hal itu bisa
ditunjukkan bahwa tali pusat telah dipotong bukan terkoyak. Saat terkoyak secara
tidak sengaja, biasanya terputus di dekat tempat penempelannya apakah dekat

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 15


plasenta atau tubuh bayi; pada keadaan lanjut perdarahan yang timbul tidak
banyak dan tidak akan dapat menyebabkan kematian bayi.

Moris dan Hunt (1966) menemukan bahwa tali pusat relatif mudah diputuskan
dengan tangan. Mereka menggambarkan berbagai tampilan ujung tali pusat yang
dihasilkan dari cara pemotongan yang berbeda-beda.

Ujung tali pusat harus diperiksa dengan meletakkan kedua bagian di air atau
papan dan ujungnya dipaparkan secara halus; sebaiknya juga diperiksa dengan
kava pembesar. Tepi yang ireguler sesuai dengan pengoyakan sedangkan ujung
linear dengan tepi reguler menandakan pemotongan. Bagaimanapun juga
kesimpulan harus juga memperhitungkan kemungkinan penggunaan alat tumpul,
menghasilkan potongan kasar dan juga mungkin bisa menghasilkan koyakan pada
daerah superfisial saja samapi terpotong secara rapi. Pada berbagai kejadian
perubahan pasca mati atau pengeringan biasanya menyingkirkan pendapat
mengenai cara pemotongan yang telah digunakan.

Pemeriksaan dalam bisa menunjukkan bukti kuat bahwa bayi telah lahir hidup.
Dapat ditemukan materi eksternal yang hanya dapat masuk bila bayi telah kelyar
secara sempurna pada saluran pernapasan dan pencernaan. Materi eksternal dapat
masuk ke saluran pernapasan pada jarak tertentu pasca mati tetapi jalan
masuknya ke dalam bronkus intrapulmonar dibatasi oleh udara di paru-paru. Jika
tetap ditemukan pada bronkus intrapulmonar dan lebih jauh lagi maka telah
terjadi penghirupan (inhalasi). Ini hanya bisa dibuktikan pada keadaan selain
adanya kontaminasi dan pemijitan material dari trakea dan bronkus besar dengan
penekanan pada tubuh bayi. Karena itu pemeriksaan harus menyingkirkan artefak-
artefak ini. Organ dada bagian dalam harus dipindahkan dengan lembut dengan
teknik “tanpa sentuhan” dan menempatkannya di papan atau piringan yang bersih
sebelum berbagai tindakan dilakukan untuk mendapat sampel bagian-bagian
bronkus dan pipet yang digunakan harus bersih. Spesimen yang diambil harus
disertai dengan sampel kemungkinan sumber materi eksternal berasal untuk
perbandingan contohnya tanah atau pasir.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 16


Materi eksternal dapat masuk ke kerongkongan, lambung atau lebih jauh lagi
sampai ke usus halus selama hidup tetapi setelah mati materi tersebut jarang
sekali masuk bahkan sampai lambung. Sampel yang diambil untuk mencegah
terjadinya kontaminasi disimpan untuk diperiksa bersama dengan sampel
sumbernya.

Ditemukannya makanan misalnya susu di lambung bayi adalah hal penting


pertama yang ditemukan sebagai kemungkinan adanya penghisapan atau
masuknya setelah pengeluaran sempurna.

Terakhir, pembuktian bahwa bayi telah lahir hidup yang meliputi berbagai
penyelidikan untuk menilai secara pasti dengan menilai kriteria yang digunakan
harus dilakukan.

Pada masa lalu perhatian khusus diberikan pada sistem pernapasan, harus selalu
dalam pikiran kita bahwa bukti telah bernapas bukan bukti lahir hidup. Dapat
secara pasti dinyatakan tanpa menampilkan bukti lain lebih lanjut (karena
keterbatasan buku ini) bahwa bernapas dapat terjadi sebelum pengeluaran secara
sempurna. Bernapas dapat terjadi pada keadaan kepala bayi masih dalam vagina
dan walaupun bayi masih dalam rahim (ada bukti autentik tentang ini, menurut
Clouston 1933). Terdapat banyak kasus seperti ini (lebih dari 130 kasus tercatat)
dan bahkan 122 diantaranya autentik.

Sampai saat ini masih sangat penting memberi perhatian khusus, bahkan lebih
detil lagi dibanding masa lalu, terhadap sistem pernapasan. Tetapi cara
pendekatan yang digunakan telah berubah secara radikal.

Test utama pada masa lalu yang dikenal sebagai tes hidrostatik dilakukan untuk
menentukan daya apung paru. Jika tenggelam maka menandakan lahir mati; jika
mengapung maka menandakan lahir hidup. Pada selanjutnya tes ini dinyatakan
tidak memiliki nilai. Paru-paru pada lahir hidup, bahkan yang telah hidup selama
beberapa hari dapat tenggelam (Dilwor 1900; Randolph, 1901), dan yang
mengapung bukan berarti telah lahir hidup. Bayi tersebut bisa saja bernapas
sebelum pengeluaran secara sempurna atau paru-parunya telah mengembang saat

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 17


persalinan saat lahir mati; paru yang telah membusuk juga bisa mengapung. Jika
seluruh bagian dada mengapung tinggi pada air dan tidak busuk maka
kemungkinan bayi lahir hidup. Derajat aerasi ini merupakan bukti jelas; karena itu
sebaiknya tes hidrostatik tidak dilakukan lebih lanjut.

Aerasi paru-paru akan meningkatkan berat paru-paru karena saat sirkulasi


pulmonal timbul, pembuluh darah akan terisi dengan darah. Terdapat peningkatan
berat paru dari sepertujuhpuluh menjadi sepertigalima dari berat tubuh secara
total. Tes ini memiliki nilai kecil dan dapat dilakukan tanpa mengganggu opini
akhir.

Inspeksi paru dengan mata telanjang juga penting. Ketika paru-paru


mengembnag, lembut dan terdapat krepitasi, berarti telah terjadi aerasi tetapi
seperti apa yang telah disampaikan Osborn ukuran paru-paru bukan merupakan
kriteria lahir mati. Dia telah membantah pendapat sebelumnya yang menyatakan
paru-paru padat yang kecil menindikasikan lahir mati. Apakah anak telah lahir
hidup atau tidak menurut pengalamannya terdapat tiga perempat kasus paru-paru
telah mengisi rongga torak. Dia telah mengemukakan bahwa kegagalan paru-paru
untuk berkembang dapat disebabkan oleh pneumotorak bilateral dengan
empisema karena operasi. Adanta tanda bintik Tardieu pada asfiksia dan bukti
adanya bronkopneumonia bukan tanda lahir hidup karena juga dapat ditemui pada
lahir mati.1,2,3

UMUR BAYI INTRA DAN EKSTRA-UTERIN. Penentuan umur janin/ embrio dalam
kandungan rumus De Haas, adalah untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit
(cm)=kuadrat umur gestasi (bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.

Umur Panjang badan (kepala-tumit)


1 bulan 1x1 = 1 cm
2 bulan 2x2 = 4 cm
3 bulan 3x3 = 9 cm
4 bulan 4x4 = 16 cm

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 18


5 bulan 5x5 = 25 cm
6 bulan 6x5 = 30 cm
7 bulan 7x5 = 35 cm
8 bulan 8x5 = 40 cm
9 bulan 9x5 = 45 cm

Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan (ossification
centers) sebagai berikut :

Pusat penulangan pada : Umur (bulan)


Klavikula 1.5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/setelah lahir
Kuboid Akhir 9/setelah lahir
Bayi wanita lebih cepat

Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan secara radiologis atau pada saat autopsi
dengan cara sebagai berikut:
kalkaneus dan kuboid. Lakukan dorsofleksi kaki dan buat insisi mulai dari antara jari
kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Dengan cara ini dapat dilihat pusat penulangan
pada kalkaneus dan kuboid serta talus.

distal femur dan proksimal tibia. Lakukan fleksi tungkai bawah pada sendi lutut dan buat
insisi melintang pada lutut.

Patela dilepas dengan memotong ligamentum patela. Buat irisan pada femur dari arah
distal ke proksimal sampai terlihat pusat penu langan pada epifisis distal femur (bukan
penulangan diafisis). Hal yang sama dilakukan terhadap ujung proksimal tibia dengan

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 19


irisan dari proksimal ke arah distal. Pusat penulangan terletak di bagian tengah berben-tuk
oval berwarna merah dengan diameter 4-6 mm.

Walaupun dalam undang-undang tidak dipersoalkan umur bayi, tetapi kita harus
menentukan apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum dukup bulan (prematur) ataukah
non-viable, karena pada keadaan prematur dan nonviable, kemungkinan bayi tersebut me-
ninggal akibat proses alamiah besar sekali sedangkan kemungkinan mati akibat
pembunuhan anak sendiri adalah kecil.

Viable ialah keadaan bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari ibunya.
Kriteria untuk itu adalah umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan panjang badan
(kepala-tumit) lebih dari 35 cm, panjang badan (kepala-tungging) lebih dari 23 cm, berat
badan lebih dari 1000 g, lingkar kepala lebih dari 32 cm dan tidak ada cacat bawaan yang
fatal.

Bayi cukup bulan (matur) bila umur kehamilan > 36 minggu dengan panjang badan
kepala-tumit lebih dari 48 cm, panjang badan kepalatungging 30-33 cm, berat badan 2500-
3000 g dan lingkar kepala 33 cm.

Pada bayi cukup bulan, hampir selalu terdapat pusat penulangan pada distal femur
sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang terdapat atau baru terdapat sesudah lahir,
juga pada tulang kuboid. Pada bayi wanita, pusat penulangan timbul lebih cepat.

Ciri-ciri lain dari bayi cukup bulan adalah: lanugo sedikit, terdapat pada dahi, punggung
dan bahu; pembentukan tulang rawan telinga telah sempurna (bila daun telinga dilipat akan
cepat kembali ke keadaan semula); diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih; kuku-kuku jari
telah melewati ujung-ujung jari; garis-garis telapak kaki telah terdapat melebihi 2/3 bagian
depan kaki; testis sudah turun ke dalam skrotum; labia minora sudah tertutup oleh labia
mayora yang telah berkembang sempurna; kulit berwarna merah muda (pada kulit putih)
atau merah kebiru-biruan (pada kulit berwarna), yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi
lebih pucat atau coklat kehitam-hitaman; lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit
tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur berkeriput).

Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
setelah bayi dilahirkan, misalnya :

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 20


Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau duodenum berarti
hidup beberapa saat, dalam usus halus berarti telah hidup 1-2 jam, bila dalam usus besar,
telah hidup 5-6 jam dan bila telah terdapat dalam rektum berarti telah hidup 1 2 jam.

Mekonium dalam kolon. Mekonium akan keluar semua kira-kira dalam waktu 24 jam
setelah lahir.

Perubahan tali pusat. Setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan tali pusat baik
dilahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan terbentuk lingkaran merah setelah
bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mengering menjadi seperti benang
dalam waktu 6-8 hari dan akan terjadi penyembuhan luka yang sempurna bila tidak terjadi
infeksi dalam waktu 1 5 hari. Pada pemeriksaan mikroskopik daerah yang akan melepas
akan tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa sebukan sel-sel
lekosit berinti banyak, kemudian akan terlihat selsel limfosit dan jaringan granulasi.

Eritrosit berinti akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun kadang
kala masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.

Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna Jingga berbentuk
kipas (fan-shaped) lebih banyak dalam piramid daripada medula ginjal. Hal ini akan
menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi.

Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri dan vena
umbilikalis dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup setelah 3-4 minggu dan
foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu-1 bulan tetapi kadang-kadang tidak menutup
walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriosus akan tertutup setelah 3 minggu 1
bulan.

SUDAH ATAU BELUM DIRAWAT. Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-
hal sebagai berikut:

Tali pusat. Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5 cm
dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke dalam air, akan
terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu menyangkal melakukan pembunuhan
dengan mengatakan telah terjadi partus presipitatus (keberojolan). Pada keadaan ini tali
pusat akan terputus dekat perlekatannya pada uri atau pusat bayi dengan ujung yang tidak

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 21


rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan partus presipitatus adalah terdapatnya kaput
suksedaneum, molase hebat dan fraktur tulang tengkorak serta ibu yang primipara.

Verniks Kaseosa (lemak bayi) telah dibersihkan, demikian pula bekas-bekas darah. Pada
bayi yang dibuang ke dalam air verniks tidak akan hilang seluruhnya dan masih dapat
ditemukan di daerah lipatan kulit; ketiak, belakang telinga, lipat paha dan lipat leher.

Pakaian. Perawatan terhadap bayi antara lain adalah memberi pakaian atau penutup tubuh
pada bayi.

PENYEBAB KEMATIAN. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri


adalah mati lemas (asfiksia).

Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir); kecelakaan
(misalnya bayi terjatuh, partus precipitatus); pembunuhan atau alamiah (penyakit).

Trauma lahir. Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti:

Kaput suksedaneum. Kaput suksedaneum dapat memberikan gambaran mengenai


lamanya persalinan. Makin lama persalinan berlangsung, timbul kaput suksedaneum yang
makin hebat.

Secara makroskopik akan terlihat sebagai edema pada kulit kepala bagian dalam di daerah
presentasi terendah yang berwarna kemerahan. Kaput suksedaneum dapat melewati
perbatasan antar-sutura tulang tengkorak dan tidak terdapat perdarahan di bawah
periosteum tulang tengkorak. Mikroskopik terlihat jaringan yang mengalami edema de-
ngan perdarahanperdarahan di sekitar pembuluh darah.

Sefalhematom, perdarahan setempat di antara periosteum dan permukaan luar tulang atap
tengkorak dan tidak melampaui sutura tulang tengkorak akibat molase yang hebat.

Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital. Makroskopik terlihat
sebagai perdarahan di bawah periosteum yang terbatas pada satu tulang dan tidak melewati
sutura.

Fraktur tulang tengkorak. Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada trauma lahir, biasanya
hanya berupa cekungan tulang saja pada tulang ubun-ubun (celluloid ball fracture).

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 22


Penggunaan forseps dapat menyebabkan fraktur tengkorak dengan robekan otak.

Perdarahan intrakranial yang sering terjadi adalah perdarahan subdural akibat laserasi
tentorium serebeli dan falks serebri; robekan vena galeni di dekat pertemuannya dengan
sinus rektus; robekan sinus sagitalis superior dan sinus transversus dan robekan bridging
veins dekat sinus sagitalis superior. Perdarahan ini timbul pada molase kepala yang hebat
atau kompresi kepala yang cepat dan mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas
(pada partus presipitatus).

Perdarahan subaraknoid atau interventrikuler jarang terjadi. Umumnya terjadi pada


bayi-bayi prematur akibat belum sempurna berkembangnya jaringan-jaringan otak .

Perdarahan epidural sangat jarang terjadi karena dura-mater melekat dengan erat pada
tulang tengkorak bayi.

Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu berada dalam keadaan panik sehingga ia
akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walaupun sebenarnya bayi tersebut
berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali.

Cara yang tersering dilakukan adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan
pembekapan, penyumbatan jalan napas, penje-ratan, pencekikan dan penenggelaman.
Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari, kopor dan sebagainya.

Pembunuhan dengan melakukan kekerasan tumpul pada kepala jarang dijumpai. Bila
digunakan cara ini, biasanya dilakukan dengan berulang-ulang, meliputi daerah yang luas
hingga menyebabkan patah atau retak tulang tengkorak dan memar jaringan otak.

Sebaliknya pada trauma lahir, biasa hanya dijumpai kelainan yang terbatas, jarang sekali
ditemukan fraktur tengkorak dan memar jaringan otak.

Pembunuhan dengan senjata tajam jarang ditemukan. Pernah ditemukan tusukan di daerah
palatum mole, melalui foramen mag-num dan merusak medula oblongata.

Pembunuhan dengan jalan membakar, menyiramkan cairan panas, memberikan racun dan
memuntir kepala sangat jarang terjadi.1,2

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 23


Pada pemeriksan luar, perhatikan beberapa hal tersebut di bawah ini:1,2,4,6
Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable. Kulit, sudah dibersihkan atau belum, keadaan
verniks kaseosa, warna, berkeriput atau tidak. Mulut, adakah benda asing yang
menyumbat. Tali pusat, sudah terputus atau masih melekat pada uri. Bila terputus periksa
apakah terpotong rata atau tidak (dengan memasukkan ujung potongan ke dalam air),
apakah sudah terikat dan diberi obat antiseptik, adakah tanda-tanda kekerasan pada tali
pusat, hematom atau Wharton's Jelly berpindah tempat. Apakah terputusnya dekat uri
atau pusat bayi.

Pada pembedahan jenazah; perhatikan paaa leher, perhatikan tanda-tanda penekanan,


resapan darah pada kulit sebelah dalam. Pada bayi, karena jaringan lebih elastis di ban-
dingkan dengan orang dewasa maka tanda-tanda kekerasan tersebut lebih jarang terdapat.
Perhatikan apakah terdapat benda asing dalam jalan napas.

Mulut, apakah terdapat benda asing dan perhatikan palatum mole apakah terdapat robekan.

Rongga dada. Pengeluaran organ rongga mulut, leher dan dada dilakukan dengan teknik
tanpa sentuhan. Perhatikan makroskopik paru dan setelah itu sebaiknya satu paru difik-sasi
dalam larutan formalin 10% untuk pemeriksaan his-topatologik dan pada paru yang lain
dilakukan uji apung paru.

Tanda asfiksia berupa Tardieu's spots pada permukaan paru, jantung, timus dan epiglotis.

Tulang belakang, apakah terdapat kelainan kongenital dan tanda kekerasan.

Periksa pusat penulangan pada femur, tibia, kalkaneus, talus dan kuboid.

Pada pemeriksaan kepala bayi baru lahir, kulit kepala disayat dan dilepaskan seperti pada
orang dewasa. Tulang tengkorak dibuka dengan gunting, dengan cara menusuk fontanel
mayor 0.5-1 cm dari garis pertengahan dan dilakukan pengguntingan pada tulang dahi dan
ubun-ubun ke depan dan ke belakang pada sisi kiri dan kanan. Ke depan sampai kira-kira
1 cm di atas lengkung atas rongga mata (margo superior orbita) dan ke belakang sampai
perbatasan dengan tulang belakang kepala. Kemud ian dilakukan pengguntingan ke arah
lateral sampai 1 cm di atas basis mastoid dengan menyisakan tulang pelipis di atas telinga
kira-kira sepanjang 2 cm.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 24


Kedua keping tulang atap tengkorak dipatahkan ke arah lateral. Biasanya duramater ikut
tergunting karena melekat erat pada tulang. Perhatikan apakah terdapat perdarahan
subdural atau subaraknoid.

Perhatikan keadaan falks serebri dan tentorium serebeli terutama pada perbatasannya (sinus
rektus dan sinus transversus) apakah terdapat robekan. Selanjutnya dilakukan pengeluaran
otak seperti pada orang dewasa.


AUTOPSI PADA KASUS PEMBUNUHAN ANAK2,3,6

Pembunuhan anak merupakan tindak pidana yang khusus, yaitu pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat dilahirkan atau beberapa saat
setelah itu, karena takut diketahui orang bahwa ia telah melahirkan. Pada pemeriksaan korban
pembunuhan anak, pertama-tama harus dibuktikan bahwa korban lahir hidup. Untuk ini
pemeriksaan ditujukan terhadap telah bernafasnya paru korban. Pemeriksaan berikutnya
dititikberatkan pada penyebab kematian, yang terjadi sebagai akibat tindak kekerasan. Pada
kasus pembunuhan anak yang ditemukan di Jakarta, pembunuhan biasanya dilakukan dengan
cara pembekapan, penyumbatan pencekikan, atau pengikatan leher. Untuk memenuhi syarat
waktu dilakukannya pembunuhan yaitu pada saat dilahirkan atau tidak beberapa lama setelah itu,
pemeriksaan ditujukan terhadap sudah/belum ditemukannya tanda perawatan bayi. Pada tindak
pidana pembunuhan anak, faktor psikologik ibu yang baru melahirkan diperhitungkan sebagai
faktor yang meringankan, keadaan tersebut menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak
dalam kedaan kesadaran yang penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu belum sempat
timbul rasa kasih sayang serta keinginan untuk merawat bayinya. Jadi pada kasus pembunuhan
anak, si bayi belum mendapat perawatan.

Pemeriksaan terhadap maturitas, viabilitas bayi diperlukan bila pada pemeriksaan


didapati keraguan akan lahir hidup atau lahir mati. Pada bayi-bayi yang lahir immature atau non-
viable, kemungkinan lahir hidup tentunya lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang lahir
mature dan viable. Namun bila dari hasil pemeriksaan keseluruhan, masih tidak dapat dipastikan
lahir hidup atau lahir mati, hendaknya hal ini dikemukakan dengan sejujurnya dalam visum et
repertum.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 25



Visum et Repertum1,3,4

Pejabat yang Berwenang Meminta Visum Et Repertum sesuai dengan yang disebutkan dalam
pasal 133 KUHAP adalah penyidik. Dalam pasal 6 KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat PNS tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Kemudian yang membutuhkan untuk dibuatkan
visum et repertum salah satunya adalah kasus pidana umum, sehingga dalam hal ini penyidiknya
adalah dari pihak kepolisian, sehingga penyidik PNS tidak berwenang meminta visum et
repertum.

Pada Pasal 11 KUHAP juga disebutkan bahwa penyidik pembantu juga memiliki
wewenang untuk mandatangkan ahli atau meminta visum et repertum, namun yang membedakan
dengan penyidik adalah penyidik pembantu tidak dapat melakukan penahanan. Sehingga yang
berwenang dalam meminta Visum et Repertum adalah penyidik polisi dan pembantu penyidik
polisi.

Ketentuan mengenai pengertian dan pangkat penyidik serta penyidik pembantu diatur
dalam PP No 27 Tahun 1983:

PASAL 2 PP No 27 TAHUN 1983

1. Penyidik adalah :
a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua)

2. Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah
Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik.

PASAL 3 PP No 27 TAHUN 1983

1. Penyidik pembantu adalah :

a. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua


polisi;

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 26


b. Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan
II/a) atau yang disamakan dengan itu.

Surat permintaan Visum et Repertum itu sendiri dibuat secara tertulis dan harus memuat
bagian-bagian dalam surat layaknya surat resmi seperti terdapat kop surat, nomor, tanggal,
alamat surat, isi, tanda tangan, nama jelas, pangkat, stempel dinas, sertan bagian-bagian yang
lainnya sesuai dalam ketentuan pembuatan surat resmi. Selain itu surat tersebut juga harus
mengatas namakan Kapolsek dalam hal ini adalah pihak yang berperan sebagai penyidik sebagai
pejabat atributif. Untuk pihak yang berwenang dalam penandatangan surat atau pejabat mandat
tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja yang secara organisatoris berwenang untuk
mengatasnamakan sebagai pejabat atributif.

BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

Pembunuhan Anak sendiri (PAS) menurut undang-undang di Indonesia adalah pembunuhan


yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama
setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak. Dari unsur-unsur
pembunuhan anak sendiri di atas dapat ditarik beberapa hal penting: (1) pengertian

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 27


“pembunuhan” mengharuskan kita untuk membuktikan bahwa bayi lahir hidup, terdapat
tanda kekerasan dan sebab kematian akibat kekerasan (termasuk peracunan); (2) pengertian
“baru lahir” mengharuskan penilaian atas: cukup bulan atau belum, usia gestasi, usia pasca
lahir serta memberikan pula asupan laik hidup (viable) atau tidaknya bayi tersebut; (3)
pengertian “takut diketahui” diasosiasikan dengan belum timbulnya rasa kasih sayang si ibu
kepada bayinya yang diperlihatkan dengan belum tampaknya tanda-tanda perawatan.
Anggapan ini ingin mengatakan bahwa adanya perawatan menunjukkan adanya kasih sayang
ibu kepada bayinya, sehingga dapat diartikan bahwa rasa takut diketahui telah melahirkan
tersebut telah hilang; (4) pengertian “si ibu membunuh anaknya sendiri” mengharuskan
kepada kita untuk berupaya membuktikan apakah mayat bayi yang diperiksa adalah anak dari
tersangka ibu yang diajukan. Untuk membuktikan PAS harus dapat ditentukan apakah bayi
lahir hidup atau lahir mati. Dari hasil pemeriksaan dalam secara makroskopik terlihat
gambaran mozaik pada kedua paru dan uji apung paru positif sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada kasus ini bayi lahir hidup. Seyogyanya juga harus dilakukan
pemeriksaan mikroskopik pada paru, akan tetapi buku teks menyebutkan bahwa paru dengan
gambaran mozaik selalu memberikan hasil uji apung paru yang positif yang bisa diasumsikan
bahwa bayi sudah pernah bernafas. Adanya asfiksia mekanik berupa pembengkapan dan
pencekikan dapat disimpulkan dari hasil pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam.
Memar pada lidah kiri memberikan petunjuk akibat pembengkapan. Sedangkan luka lecet
pada leher memberikan ciri-ciri yang khas sesuai dengan kasus pencekikan. Lebam mayat
yang luas (wajah, leher, belakang tubuh dan tungkai), bintik perdarahan pada mata, pangkal
batang tenggorok serta pada piala ginjal juga merupakan temuan yang mendukung tanda-
tanda asfiksia. Pembengkapan dan atau pencekikan merupakan cara yang paling serin
digunakan dalam kasus PAS oleh pelaku, hal ini dilakukan untuk mencegah bayi menangis
agar tidak diketahui oleh orang lain bahwa ia melahirkan bayi.1-4,6,8

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 28


DAFTAR PUSTAKA

1. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. “Ilmu Kedokteran Forensik”. Cetakan kedua.

Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1997.


2. Idries AM, Tjiptomartono AL. “Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses

Penyidikan”. Cetakan Pertama Edisi Revisi. Jakarta : Sagung Seto, 2008.


3. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. “Teknik Autopsi Forensik”. Cetakan ke-4.

Jakarta : bagian kedokteran Forensik FKUI, 2000.


4. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. “peraturan perundang-undangan bidang

kedokteran”. Cetakan kedua. Jakarta:bagian kedokteran ferensik FKUI. 1994.

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 29


5. Sampurna, B, Syamsu Z, Siswaja TD. “Bioetik dan Hukum Kedokteran”. Cetakan kedua.

Jakarta. 2007.
6. Majalah Kedokteran Indonesia, September 2008, Vol. 58 Nomor 9.
7. Judul : Pembunuhan Anak Sendiri dengan Kekerasan Multiple

Diunduh dari : http://www.pdfchaser.com/Pembunuhan-Anak-Sendiri-Dengan-Kekerasan-


Multipel.html

8. Judul : Pembunuhan Anak Sendiri & Pengguguran Kandungan


Diunduh dari : http://www.freewebs.com/pas_pengguguran_kandungan_by_summervernith/index.htm

Andrie Yogi Putra/102007129 PBL Blok 30 Page 30

Anda mungkin juga menyukai