Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS MENINGITIS

DI RUANG SARAF13 CAKRA BUANA

RUMAH SAKIT TK.II DUSTIRA CIMAHI

DISUSUN OLEH:

Nama : Dea Regita Cahyani

NPM : 214119068

Ruangan : R. 13 Cakra Buana

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2019
Tgl: Nilai: Tgl: Nilai: Rata-Rata:

Paraf Paraf
Rumah Sakit:
CI+Stempel Dosen
RS. TK.II
Dustira Cimahi

A. KONSEP TEORI

1. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang

mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus,

bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001). Meningitis adalah

radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus

merupakan penyebab utama dari meningitis.

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya

ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok,

meningokok, stafilokok, streptokok, Hemophilus influenza dan bahan

aseptis (virus) )Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada

selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang

menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita,

2006).

2. Klasifikasi

a. Meningitis Kriptikokus

Meningitis kriptikokus adalah meningitis yang disebabkan

oleh jamur kriptokokus. Jamur kriptokokus ini bias masuk ke tubuh

manusia saat menghirup debu atau tahu burung yang kering.


Kriptokokus ini dapat menginfeksi kulit paru, dan bagian tubuh lain.

Gejala pada meningitis ini muncul secara perlahan, gejala pertama

yang muncul termasuk demam, kelalahan pegal-pegal pada leher,

sakit kepala, kebingungan, penglihatan mulai kabur, mual dan

muntah. Sakit kepala yang ditimbulkan sangat sulit untuk

ditoleransi, bahkan tidak mampu diredakan oleh paracetamol.

Untuk menentukan diagnosis harus dilakukan tes laboratorium. Tes

ini menggunakan darah atau cairan sumsum tulang belakang. Tes

untuk kriptokokus ini ada du acara yaitu tes CRAG dan tes biakan.

(Yayasan Spritia, 2006).

b. Viral Meningitis

Viral meningitis termasuk penyakit ringan. Penyebab

meningitis viral di dunia termasuk enterovirus, virus campak, VZV,

dan HIV. Meningitis ini memiliki gejala yang hampir mirip dengan

sakit flu biasa, dan gejala pertama yang muncul hampir sama

dengan gejala meningitis kriptokokus. Biasanya demam yang

terjadi sering pada 38-40 derajat dan diikuti kejang. Untuk

mengetahui diagnose meningitis viral harus dilakukan pungsi

lumbal, dan pemeriksaan hematologi dan kimia, pemeriksaan CSF,

dan CT scan.

c. Meningitis Bakterial

Bacterial meningitis merupakan penyakit yang serius. Salah

satu bakteri penyebab meningitis bacterial adalah meningococcal

bakteria. Gejala yang ditimbulkan seperti timbul bercak kemerahan

atau kecoklatan pada kulit. Bercak kemerahan yang timbulkan


berkembang menjadi memar yang dapat mengurangi suplai darah

ke organ-organlain dalam tubuh sehingga berakibat fatal dan

menyebabkan kematian.

d. Meningitis Tuberkulosis Generalisata

Meningitis ini disebabkan oleh kuman mikobakterium

tuberkulosa varian hominis. Gejala pertama yang ditimbulkan

meliputi demam, obstipasi, muntah, dan mual, kelelahan, dan

ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku

kuduk, abdomen tampakcekung, gangguan saraf orak dan suhu

badan tidak stabil. Untuk menentukan diagnose harus dilakukan

pemeriksaan cairan seperti cairan orak, darah, radiologi, dan tes

tuberculin.

e. Meningitis Purulenta

Radang bernanah arachnoid dan piameter yang meliputi

otak dan medulla spinalis. Penyebabnya antara lain: diplococcus

pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok),

streptococcus haemolyticuss, staphylococcus aureus, haemophilus

influenzae, Escherichia coli, klebsiella pneumonia, peudomonas

aeruginosa (Harsono, 2003).

3. Etiologi

a. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, diplococcus pneumoniae

(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), streptococcus

haemolyticuss, staphylococcus aureus, haemophilus influenzae,

Escherichia coli, klebsiella pneumonia, pneumonas aeruginosa

b. Penyebab lainnya lues, virus, toxoplasma gondhii, dan riscketsia


c. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering

dibandingkan dengan wanita

d. Faktor maternal: rupture membrane fetal, infeksi maternal pada

minggu terakhir kehamilan

e. Faktor imunologiL defisiensi mekanisme imun, diefisiensi

immunoglobulin

f. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahnatau injury yang

berhubungan dengan sistem persarafan

4. Patofisiologi

Menigitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti

dengan septicemia, yang menyebar ke mengingen otak dan medulla

spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas

bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan

hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan

pengaruh imunologis.

Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian

tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena

meningen, semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan

bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan

reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat

menyebabkan thrombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan

serebral mengalami gangguan metabolism akibat eksudat meningen,

vasculitis dan hipoperfusi. Eksudat purulent dapat menyebar sampai

dasar otak dan medulla spinalis. Radang juga menyebar ke dinding

membrane ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan


perubahan fisiologis intracranial, yang terdiri dari peningkatan

permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (bariesr otak),

edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien

meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi

terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi

dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom

Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan

endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh

meningikokus.
6. Manifestasi klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK:

a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)

b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak

responsive, dan koma.

c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:

1) Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk infeksi kepala

mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.

2) Tanda kernik positif, ketika pasien dibaringkan dengan paha

dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di

ekstensikan sempura.

3) Tanda brudzinki: bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan

fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada

ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka Gerakan yang

sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

4) Mengalami foto fobia, atau sensitive yang berlebihan pada

cahaya.

5) Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan

TIK, akibar eksudat purulent dan edema serebral dengan tanda-

tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melehnya

tekanan nadi dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit

kepalam muntah dan penurunan tingakt kesadaran.

6) Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis

meningokokal.
7) Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam

tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan

tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Analisis CSS dari fungsi lumbal:

1) Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,

jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa

meningkat, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.

2) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan css biasanya jernih,

sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya

normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan

prosedur khusus.

b. Glukosa serum: meningkat (meningitis)

c. LDH serum: meningkat (meningitis bakteri

d. Sel darag darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan

neutrophil (infeksi bakteri)

e. Elektrolit darahL abnormal

f. ESR/LED: mingkat pada meningitis

g. Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine:dapat mengidentifikasi

daerah pusat infeksi atau mengidentifikasi tipe penyebab infeksi.

h. MRI/Scan CT: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat

ukuran/letak ventrikel:hematom daerah serebral, hemoragi, atau

tumor

i. Ronsen dada/kepala/sinus:mungkin ada indikasi sumber infeksi

intra kranial
8. Penatalaksanaan klinik

a. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiolgi dan

perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai

tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim

medis. Secara ringkas penatalaksaan pengobatan meningitis

meliputi pemberian antibiotic yang mampu melewati baries darah

otak ke ruang subarachnoud dalam konsentrasi yang cukup untuk

menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan

sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji

resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif

digunakan.

Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):

1) Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500

mg selama 1 setengah tahun.

2) Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1

tahun

3) Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, JM, 1-2 x sehari

selama 3 bulan

Obat anti0infeksi (meningitis bacterial):

1) Sefalosporin generasi ketiga

2) Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari

3) Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari

Pengobatan simtomatis:
1) Antikonvulsi, diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis, atau rectal;

0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari

atau fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari

2) Antipiretik; parasetamol/asam salsilat 10 mg/kgBB/dosis.

3) Antiedema serebri; diuretikosmotik (seperti mannitol) dapat

digunakan untuk menobati edema serebri

4) Pemenuhan untuk mengobati edema serebri

5) Pemenuhan oksigenasi dengan O2.

6) Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik:

pemberian tambahan volume cairan intravena.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

9. Komplikasi

a) Hidrosefalus obstruktif

b) Menigococcl septicemia (mengingocemia)

c) Syndrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal

bilateral)

d) SIADH (syndromeInappropiate Antidiuretic Hormone)

e) Efusi subdural\kejang

f) Edema dan hemiasi serebral

g) Cerebral palsy

h) Gangguan mental

i) Gangguan belajar

j) Attention deficit disorder


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data demografi: umur < 1 tahun, 16-23 tahun

b. Riwayat kesehatan sekarang

Kaku tengkuk leher, fotofobia, sakit kepala, muntah, diare, tonus

otot melemah, kejang, kurangnya tingkat kesadaran.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

AIDS, DM, trauma kepala terbuka, gondok, campak, mumps,

herpes simplek dan herpes zoster, fraktur tulang tengkorak, infeksi

operasi otak atau sum-sum tulang belakang.

d. Cek TTV

1) Denyut nadi : diatas 100x/menit

2) Pernafasan : diatas 24x/menit

3) Suhu : diatas 36,5-37,5oC

4) Nyeri : skala nyeri diatas 0

e. Kaji Head To Toe

1) Kepala : terdapat nyeri kepala dan diameter kepala membesar

2) Mata : terdapat photofobia

3) Mulut : terdapat vomiting

4) Leher : terdapat kaku kuduk

5) Jantung : terdapat frekuensi detak jantung lebih dari 100x/menit

6) Paru : terdapat bunyi nafas crackles

7) Abdomen : terdapat nausea dan mual

8) Urinaria : terdapat albuminuria, hematuria

9) Kulit : terdapat pteciae dan banyak berkeringat


10) Kesadaran : terlihat adanya penurunan kesadaran

11) Ekstremitas : dalam pemeriksaan kernigs dan brudzinsky,

hemiplegi, hemiparase, otot berkurang, reflex babinsky (+)

f. Kaji sistem pernafasan

Ditemukan takipnea (respiration rate > 24x/menit)

g. Kaji sistem persarafan

Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya

bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motoric klien. Pada klien

meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami

perubahan. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII:

1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada

fungsi penciuman

2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

Pemeriksaan papilledema mungkin didapatkan terutama pada

meningitis suparatif disertai abses serebri dan efusi subdural

yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung

lama

3) Saraf III, IV, VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien

meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya

tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang retail

mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari gungsi

dan reaksi pupil yakin didapatkan. Dengan alas an yang tidak

diketahui, klien meningitis mengalami fotofobia atau sensitive

yang berlebihan terhadap cahaya


4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan

paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada

kelainan

5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

simetris

6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi

7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik

8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher

dan kaku kuduk (rigiditas nukal)

9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan

tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal

Pengkajian sistem motoric:

1) Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi

pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan

Pengkajian refleks:

1) Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon,

ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons

normal. Refleks patologis akan didaptkan pada klien meningitis

dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+)

merupakan tanda lesi UMN

2) Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan

dystonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami


kejang umum. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan

dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal

kortikal yang peka.

Pemeriksaan sistem sensorik

1) Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didaptkan

sensasi raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan

abnormal di permukaan tubuh, sensai propriosefsi, dan

diskriminarif normal

h. Kaji sistem kardiovaskuler

Ditemukan takikardia (heart rate < 100x/menit)

i. Kaji sistem gastrointestinal

Ditemukan menolak untuk makan, muntah, diare, bising usus lebih

dari 30x/menit ketika sedang diare

j. Kaji sistem neurologi

Ditemukan penurunan fungsi sensorik dan fungsi motoric, kejang,

reflex berkurang

k. Kaji urinaria

Ditemukan penurunan hematuria ketika kasus sudah parah

l. Pemeriksaan laboratorium (penunjang), seperti:

1) Kultur darah: leukosit meningkat

2) Kultur urin dan kultur nasofaring dapat mengindifikasi daerah

pusat infeksi atau mengidentifikasi tipe penyebab infeksi

3) Elektrolit serum: adanya peningkatan


4) Osmolaritas serum, MRI, CT-scan : untuk melokalisasi lesi,

melihat ukuran atau letak ventrikel, hematom daerah serebral,

hemoragik atau tumor

5) Pungsi lumbal dan kultur CSS: berwarna keruh

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan

sirkulasi darah/penigkatan TIK

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (kelainan

musculoskeletal, sistem syaraf vaskuler)

c. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

d. Risiko Injuri berhubungan dengan kejang

e. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuscular

f. Ansietas berhubungan dengan krisis, situasi, ancaman kematian


3. Intervensi
Diagnosa
No Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Perubahan perfusi Setelah dilakukan tindakan a. Monitor tanda – tanda a. Mengetahui keadaan
keperawatan selama 3x24jam, vital umum klien
jaringan otak
diharapkan klien menunjukkan b. Batasi gerakan pada b. Mencegah adanya
berhubungan dengan
peningkatan kesadaran leher, kepala dan peningkatan kembali
gangguan sirkulasi dengan kriteria hasil : punggung TIK
a. Tekanan systole dan c. Monitor daerah tertentu c. Mengetahui tingkat
darah/penigkatan TIK
diastole dalam rentang yang hanya peka perubahan sensori
normal terhadap panas/ d. Mengetahui adanya
b. Tidak ada tanda-tanda dingin/tajam/tumpul Gerakan involunter
peningkatan tekanan d. Monitor adanya paratese dari pasien
intracranial e. Monitor adanya e. Mengetahui apakah
c. Klien mampu tromboplebitis ada pengggumpalan
berkomunikasi f. Diskusikan mengenai darah, biasanya
kemampuan dan penyebab perubahan merah dan
menunjukkan sensori sensori membengkak pada
motoric kaki
f. Mengetahui
perubahan sensori
motoric pasien
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian a. Mengetahui tingkat
keperawatan selama 3x24jam, nyeri (frekuensi, lokasi, nyeri pada klien
dengan agen injuri
klien menunjukkan nyeri skala) b. Mengetahui nyeri
(kelainan
berkurang dengan kriteria hasil: b. Observasi reaksi non meningkat pada klien
musculoskeletal, sistem a. Skala nyeri berkurang atau verbal dari c. Membantu
menurun, normal (0-10) ketidaknyamanan klien meningkatkan
syaraf vaskuler)
b. Kebutuhan tidur klien c. Control lingkungan yang kenyaman klien
cukup dapat mempengaruhi d. Membantu
nyeri mengurangi nyeri
d. Kolaborasi dengan yang dirasakan
dokter dalam pemberian e. Mengetahui adanya
analgetik peningkatan atau
e. Monitor skala nyeri penurunan nyeri
3. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu sesering a. Memantau adanya
keperawatan selama 3x24jam, mungkin infeksi
berhubungan dengan
dharapkan klien menunjukkan b. Monitor nadi dan b. Memantau keadaan
proses infeksi
respiratori umum klien
tidak adanya tanda-tanda c. Monitor tanda-tanda vital c. Mengetahui keadaan
infeksi, dengan kriteria hasil: d. Lakukan tepid sponge umum klien
a. Suhu tubuh dalam rentang bia perlu d. Membantu
normal (36,5OC – 37,5oC) e. Kolaborasi dengan menurunkan panas
b. Nadi dan RR dalam dokter dalam pemberian e. Menurunkan panas
rentang normal (nadi : 60- antipiretik
100x/menit) dan (respirasi:
16-24 x/menit)
c. Tidak ada peningkatan
leukosit
d. Klien tidak menunjukkan
ketidaknyamanan

4. Risiko Injuri berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Pasang side rail pada a. Mencegah klien jatuh
keperawatan selama 3x24jam, klien dari tempat tidur
dengan kejang
dharapkan klien menunjukkan b. Anjurkan klien untuk b. Meminimalisir faktor
tidak terjadi trauma, dengan bedrest kejang
kriteria hasil: c. Modifikasi lingkungan c. Menciptakan
a. Kulit klien tidak ada lesi d. Batasi pengujung lingkungan yang
b. Tidak terjadi fraktur aman untuk klien
e. Berikan informasi pada d. Meminimalisir faktor
keluarga bila klien kejang
menunjukkan perubahan e. Mengantisipasi
kesehatan adanya kejang
5. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat mobilitas a. Mengetahui
keperawatan selama 3x24jam, klien kemampuan klien
berhubungan dengan
dharapkan mobilitas fisik klien b. Kaji tingkat kesadaran b. Mengetahui tingkat
kerusakan
dapat menigkat, dengan kriteria c. Kaji kekuatan otot kesadaran
neuromuscular hasil: d. Kaji kebutuhan akan c. Mengetahui kekuatan
a. Melakukan Gerakan sendi bantuan otot klien
penuh e. Latih rentang gerak d. Pemberian bantuan
b. Penggunaan alat bantu aktif/pasif yang tepat sesuai
f. Berikan alat bantu kebutuhan klien
g. Berikan penguatan e. Memudahkan klien
positif selama aktivitas dalam beraktivitas
f. Memotivasi klien
untuk melakukan
aktivitas
6. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat kecemasan a. Mengetahui tingkat
keperawatan selama 3x24jam, b. Gunakan kehadiran, kecemasan klien
dengan krisis, situasi,
dharapkan kecemasan klien sentuhan dengan izin, b. Memberikan empati
ancaman kematian
berkurang, dengan kriteria verbalisasi untuk dan dukungan
hasil: mengingatkan orang c. Memberikan
a. Tidak ada tanda-tanda tua tidak sendiri kesempatan klien
kecemasan (gelisah) c. Berikan kesempatan mengutarakn
b. Klien dapat istirahat untuk mengungkapkan perasaannya
dengan tenang perasaan d. Mengetahui
c. Klien berpikir positif d. Gali reaksi personal penyebab cemasan
dan ekspresi cemas e. Membantu
e. Libatkan keluarga/klien menguatkan klien
dalam perawatan dan dan begitu juga
beri dukungan serta keluarga
petunjuk sumber f. Memberikan energi
penyokong positif
f. Anjurkan untuk berpikir g. Memberikan
positif kenyamanan
g. Ajarkan teknik distraksi
dan relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Long Barbara C.(2001). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung:Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3.
Jakarta:EGC

Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.


Jakarta:EGC

Doenges. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman Untuk Perencanaan


Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta:EGC

Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Ed 1. Yogyakarta:Gajah Mada


University Press

Mansjoer. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta:Media


Aesculapius

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10


Editor T Heather Herdman. Shigemi Kamitsuru. Jakarta:EGC

Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta:EGC
Snell, Richard. (2015). Neuroanatomi Klinik. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai