hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya, (d) kegunaan/manfaat
mempelajari, dan (e) minimal satu contoh masalah yang dapat dipecahkan dengan
mempelajari masing-masing materi berikut ini.
a. Hasil analisis
Para ahli kimia pada akhir abad ke-18 masih meraba-raba bagaimana bentuk
zat agar memenuhi hukum di atas. Pada tahun 1803 seorang guru dan ilmuan
Inggris yang bernama Jhon Dalton mengemukakan teorinya yang disebut teori
atom Dalton yang telah mengubah arah ilmu kimia.
Konsep dari suatu atom bukanlah hal yang baru. Ahli-ahli filsafat Yunani
pada tahun 500 SM telah mengemukakan kemungkinan bahwa zat terdiri dari
partikel-partikel kecil yang tidak dapat dibagi. Kenyataannya, kata atom berasal
dari bahasa Yunani atomos yang berarti “tidak dapat dibagi”. Namun, orang
Yunani kuno tidak mempunyai data untuk menjelaskan sehingga usulan mereka
hanyalah berupa sedikit latihan pemikiran. Akan tetapi, teori Dalton sedikit
berbeda sebab teorinya telah menjelaskan pengalaman hukum kekekalan massa
dan perbandingan. Teori atom Dalton dapat dikemukakan dalam postulat berikut
ini :
b. konsep-konsep penting
Postulat Teori Atom
Gambar 1. Teory Atom Dalton (Theodorel L Brown: 40)
1. Setiap elemen terdiri dari partikel yang sangat kecil yang disebut atom
2. Semua atom dari unsur yang diberikan identik, tetapi atom dari satu unsur
berbeda dari atom semua unsur lainnya.
3. Atom-atom dari satu unsur tidak dapat diubah menjadi atom-atom dari
unsur yang berbeda melalui reaksi kimia; atom tidak diciptakan atau
dihancurkan dalam reaksi kimia
4. Senyawa terbentuk ketika atom lebih dari satu elemen bergabung; suatu
senyawa yang diberikan selalu memiliki jumlah dan jenis atom yang
relatif sama.
a. analisis
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya. Semua
materi selalu mengalami perubahan. Misalnya :
Etanol + Oksigen Karbon dioksida + Air
Zat yang mengalami perubahan disebut zat pereaksi (reaktan) dan zat yang
terbentuk disebut hasil reaksi (produk). Dalam hal ini etanol dan oksigen adalah
pereaksi, sedangkan karbon dioksida dan air adalah hasil reaksi.
Bidang kimia yang mempelajari aspek kuantitaif unsure dalam suatu peristiwa atau
reaksi disebut “STOIKIOMETRI” (bahasa Yunani : Stoichea = unsur , metrain =
mengukur), jadi Stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan
kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi kimia. Pada persamaan reaksi kimia berlaku
Hukum Kekelan Massa, yang dikemukakan oleh “Lavoiser”. Pada tahun 1774 ia
melakukan penelitian dengan memanaskan timah dengan oksigen dalam wadah
tertutup.
b. konsep-konsep penting
Hukum Dasar Kimia Dan Konsep Mol merupakan hukum dasar yang digunakan
dalam stoikiometri (perhitungan kimia), antara lain: 1) Hukum Lavoisier atau hukum
kekekalan massa. 2) Hukum Proust atau hukum perbandingan tetap. ) Hukum Dalton
atau hukum kelipatan berganda. Hukum Lavoisier menyatakan kekekalan massa pada
reaksi. Dalam sistem tertutup, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap.
Dalam hal ini, berarti suatu zat yang mengalami reaksi kimia tidak berubah massa.
Oleh karena itu, reaktan memiliki massa yang sama dengan produk yang
dihasilkannya. Pada reaksi kimia, terjadi perubahan warna, suhu, pembentukan gas
dan endapan pada zat tersebut. Hukum Proust menyatakan perbandingan massa pada
reaksi. Perbandingan massa unsur-unsur pembentuk suatu senyawa selalu tetap. Suatu
zat yang direaksikan akan selalu memiliki perbandingan yang sama untuk
membentuk suatu senyawa. Dalton menjelaskan bahwa dua unsur atau lebih dapat
membentuk lebih dari satu senyawa yang berbeda. Bila dua unsur dapat membentuk
dua senyawa atau lebih, unsur pertama massanya tetap, unsur kedua akan
menghasilkan suatu perbandingan bilangan bulat sederhana. Unsur C dan O dapat
membentuk senyawa CO, CO 2 dan CO dengan nilai C tetap. Oleh karena itu, unsur
O pada ketiga senyawa berbanding 1 : 2 : 1 dan Avogadro merupakan hukum yang
berkaitan dengan volume gas.. Hipotesis Avogadro menjelaskan bahwa perbandingan
tersebut berlaku pula dalam molekul secara keseluruhan. Pada suhu dan tekanan yang
sama, semua gas yang bervolume sama memiliki jumlah molekul yang sama pula.
Perbandingan volume gas pada kedua hukum ini merupakan koefisien dari reaksi
tersebut.
3. Redoks
a. Hasil analisis
Manusia pada zaman purba telah lama mengenal api sebagai “dewa”
yang memegang peranan penting dalam berbagai proses kimia. Sifat api yang
panas dan bercahaya membuat para ilmuwan kimia tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut tentang keberadaan dan kegunaan api. Mereka kemudian
melakukan berbagai eksperimen tentang api, mereka mencoba membakar
semua benda yang ada di sekitar mereka,dari mulai jenis batuan hingga
logam.
Semenjak abad ke-2 para ilmuwan satu persatu telah berhasil
mempelajari dan memahami keberadaan api dengan melahirkan teori-teori
tentang proses pembakaran. Masing-masing dari mereka mempunyai
pandangan yang berbeda tentang proses pembakaran. Seperti halnya Philo,
seorang penulis asal Yunani yang telah mengamati proses pembakaran pada
lilin menyala yang berada di dalam labu. Dari percobaanya Philo
mengemukakan bahwa sebagian udara dalam labu tersebut diubah menjadi
unsur api, sehingga dapat melepaskan diri dari labu melalui pori-pori kaca.
Eksperimen tentang proses pembakaran berlanjut hingga abad ke-16, seorang
ahli Fisika berkebangsaan Inggris, Robert Hooke mengemukakan teorinya
pada tahun 1667 bahwa udaralah yang menyebabkan terjadinya pembakaran,
sedangkan api atau nyala lilin hanyalah akibat adanya panas yang tinggi.
Sementara itu masih pada tahun 1667, proses pembakaran juga telah menarik
perhatian seorang dokter berkebangsaan Jerman yang juga sebagai ahli kimia
dan ahli ekonomi, Johann Joachim Becher. Dalam bukunya yang berjudul
“Physica Subterania” ia mencoba membuat hubungan antara fisika dan
kimia, serta ia mengemukakan pendapatnya bahwa benda-benda itu terdiri
atas udara,air dan mineral, dimana mineral ini terdiri dari tiga konstituen,
yaituterra pinguis, terra mercurialis dan terra lapida. Terra pinguis adalah
bagian yang mudah terbakar, sehingga dalam proses pembakaran, apabila
suatu logam dibakar maka terra pinguis ini akan hilang dan tinggalah terra
mercurialis dan terra lapida. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembakaran
adalah proses penguraian yang dapat membuat bagian yang mudah terbakar
akan hilang.
Pada tahun 1731 pendapat J.J. Becher ini kemudian dikembangkan
oleh Georg Ernest Stahl seorang Dokter berkebangsaan Jerman yang mulai
tertarik untuk memahami tentang teori pembakaran yang telah di kemukakan
oleh Becher. Stahl menerima pendapat Becher tentang terra pinguis pada
suatu benda, hanya saja untuk menjelaskan teorinya ia memakai
istilah flogiston. Kata flogiston berasal dari bahasa Yunani yaitu “phlox”
yang berarti nyala api. Apabila ada suatu benda terbakar , maka flogiston
akan keluar dari benda tersebut dan diberikan pada udara
sekitarnya, sedangkan bagian yang tersisa setelah terbakar merupakan bentuk
asli materi tersebut. Menurut Stahl semua benda pada hakikatnya memiliki
flogiston, hanya saja ada yang jumlahnya banyak dan ada yang sedikit.
Apabila suatu benda benda terbakar secara hebat dan meninggalkan sedikit
residu (misalnya kayu bakar), dianggap memiliki kadar flogiston yang sangat
tinggi, sedangkan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar dan berkorosi
(misalnya besi ) mengandung sedikit flogiston. Tidak hanya itu, Stahl juga
mengemukakan bahwa flogiston hanya dapat keluar apabila ada medium
yang menerimanya, misalnya udara. Pendapat Stahl tentang pembakaran ini
menarik perhatian para ahli kimia dan mereka memakainya untul
menerangkan hal-hal yang belum jelas seperti Teori Oksidasi Reduksi
(Redoks).
Apabila kita mendengar kata Oksidasi tentu sangan erat kaitanya
dengan oksigen. Salah satu proses oksidasi yang terkenal sejak zaman purba
adalah proses pembakaran suatu zat. Meskipun telah lama dikenal namun
upaya untuk memahaminya baru pada akhir abad ke-17 oleh Becher dan
Stahl dengan teori Flogistonnya. Sementara itu sekitar abad ke-18 dengan
adanya penemuan Hidrogen oleh Henry Cavendish dan penemuan Oksigen
olehJoseph Priestley, ternyata mampu meruntuhkan teori Flogiston.
Keadaan ini diperkuat oleh Antoine Laurent Lavoisier pada akhir abad ke-
18 yang membuktikan bahwa pada proses pembakaran sebenarnya yang
terjadi bukan hilangnya flogiston tetapi bergabungnya oksigen dari udara
dengan benda yang terbakar. Teori Lavoisier ini dapat diterima oleh para ahli
kimia karena melibatkan oksigen, maka proses pembakaran yang melibatkan
oksigen ini dinamakan proses Oksidasi.
Setelah ditemukannya elektron dan konsep mengenai struktur atom,
akhirnya teori Lavoisier ini mengalami perkembangan, sehingga secara
otomatis konsep tentang teori Oksidasi pun mengalami perubahan. Dalam hal
ini, elektron ikut berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi, atom yang
menyumbangkan elektron akan dioksidasi dan atom yang menerima elektron
akan direduksi. Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembar kertas, jadi
tidak mungkin oksidasi atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya.
Bila zat menerima elektron, maka harus ada yang mendonorkan elektron
tersebut. Dalam oksidasi-reduksi, senyawa yang menerima elektron dari
lawannya disebut oksidan (bahan pengoksidasi) sebab lawannya akan
teroksidasi. Lawan oksidan, yang mendonorkan elektron pada oksidan,
disebut dengan reduktan (bahan pereduksi), oleh karena itu lawan dari proses
Oksidasi disebut proses Reduksi. Pada dasarnya teori oksidasi reduksi ini
memiliki kemiripan dengan teori flogiston. Pada teori flogiston oksidasi
adalah hilangnya flogiston, sedangkan pada teori elektron oksidasi ialah
keluarnya elektron.
Teori Redoks akhirnya berkembang dengan adanya bilangan
oksidasi(keadaan oksidasi). Bilangan oksidasi menunjukan kelebihan atau
kekurangan elektronnya, artinya bilangan oksidasi adalah muatan bersih atom
atau yang diperkirakan jika ikatanya sepenuhnya ion. Dalam konsep oksidasi-
reduksi dapat dikatakan sebagai reaksi reduksi apabila ia selalu
mengurangi bilangan oksidasi, begitupun dikatakan sebagai reaksi
oksidasi apabila mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Dalam menentukan
bilangan oksidasi, kita menganggap seolah-olah elektron-elektron
dipindahkan sepenuhnya dari satu atom ke atom lain. Meskipun pada
kenyataanya elektron tersebut hanya dibagi secara tidak merata.
b. Konsep-konsep penting
Agar reaksi redoks terjadi, satu zat harus menerima elektron dari yang lain.
Zat yang menerima elektron disebut agen pengoksidasi; itu adalah agen yang
memungkinkan zat lain kehilangan elektron dan dioksidasi. Demikian pula, zat yang
memasok elektron disebut zat pereduksi. Agent pereduksi adalah zat yang ada
teroksidasi dan agen pengoksidasi adalah zat yang berkurang.
1. Mengidentifikasi Reaksi Oksidasi Reduksi
Ada dua hal yang bisa dilakukan. Pertama, dapat diperiksa untuk memastikan
bahwa telah menempatkan elektron pada sisi persamaan yang benar. Seperti halnya
persamaan ionik, jumlah atom dari masing-masing jenis dan muatan bersih harus
sama di kedua sisi. Hal ini berlaku untuk kedua persamaan. (Jika menempatkan
elektron di sisi yang salah, muatannya tidak akan seimbang.) Dengan mengamati
lokasi dari elektron dalam persamaan (di sebelah kanan untuk oksidasi; di sebelah kiri
untuk reduksi).
Pemeriksaan lain mencatatkan bahwa telah mengidentifikasi satu zat sebagai
teroksidasi dan lainnya tereduksi. Jika kita melakukan kesalahan, kita mungkin
menyimpulkan keduanya dioksidasi, atau keduanya tereduksi. Tapi itu tidak
mungkin, karena dalam setiap reaksi yang terjadi ada oksidasi, juga harus ada
reduksi.
2. Menggunakan Bilangan Oksidasi untuk Mengikuti Perubahan Redoks
Untuk melakukan ini, ahli kimia mengembangkan sistem pembukuan yang
disebut bilangan oksidasi, yang menyediakan cara untuk menjaga proses pada transfer
elektron.
Suatu istilah yang sering digunakan secara bergantian dengan bilangan
oksidasi adalah keadaan oksidasi. Dalam NaCl, natrium memiliki bilangan oksidasi
+1 dan dikatakan “+1 dalam keadaan oksidasi”. Demikian pula, klorin dalam NaCl
dikatakan dalam keadaan oksidasi -1. Saat disana lebih dari satu kemungkinan
keadaan oksidasi, keadaan oksidasi suatu unsur diberikan dengan menuliskan nomor
oksidasi sebagai angka Romawi dalam tanda kurung setelah nama elemen. Misalnya,
"besi (III)" berarti besi dalam keadaan oksidasi +3. Ringkasan dari istilah yang
digunakan dalam reaksi oksidasi dan reduksi diberikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan Oksidasi dan Reduksi Menggunakan 2Na + Cl2→ 2NaCl
Atom-atom dalam H2 dan Cl2 bilangan oksidasi nol, merupakan elemen bebas.
Perubahan dalam bilangan oksidasi memberitahukan bahwa hidrogen teroksidasi dan
klorin tereduksi.
d. kegunaan/manfaat mempelajari
Reaksi redoks merupakan reaksi kimia yang penting bagi manusia. Reaksi
pembakaran dan metabolisme zat makanan dalam sel tubuh termasuk reaksi
redoks. Disamping itu, proses pembuatan logam-logam dari bijihnya juga
merupakan aplikasi dari reaksi redoks.
Transfer electron pada reaksi redoks dapat dimanfaatkan untuk kerja yang
berguna. Caranya dengan memisahkan reaksi reduksi dan reaksi oksidasi
secara fisik. Material yang mengalami reaksi reduksi ditempatkan dalam
wadah yang terpisah dengan material yang mengalami reaksi oksidasi.
4. Elektrokimia
a. Hasil analisis
b. Konsep-konsep penting
c. hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya,
d. kegunaan/manfaat mempelajari,
e. minimal satu contoh masalah yang dapat dipecahkan dengan mempelajari
masing-masing materi berikut ini.
5. Asam dan basa
a. Hasil analisis
b. Konsep-konsep penting
1. Asam basa menurut Arrhenius
Pada tahun 1884, Svante Arrhenius mengamati bahwa semua zat yang
disebut asam mengandung ion hidrogen, H. Basa, di sisi lain, selalu
mengandung ion hidroksida, OH. Asam kemudian diidentifikasi sebagai zat
yang larutan airnya mengandung lebih banyak ion hidrogen daripada ion
hidroksida, dan basa adalah zat yang larutan airnya mengandung lebih
banyak ion hidroksida daripada ion hidrogen. Menurut teori Arrhenius
tentang asam dan basa, sifat asam adalah sifat ion hidrogen, dan sifat basa
adalah sifat ion hidroksida. Di antara sifat-sifat asam dan basa adalah
kemampuannya untuk saling menetralkan. Persamaan ion bersih untuk reaksi
antara asam kuat, HCl, dan basa kuat, NaOH, adalah kombinasi ion
pembentuk molekul yang menghasilkan air:
H+(aq) + OH-(aq) → H2O(l)
Dia mendefinisikan basa sebagai zat yang menghasilkan ion hidroksida (OH)
dalam air. Basa yang paling umum digunakan di laboratorium kimia adalah
natrium hidroksida, NaOH, yang mengandung ion Na dan OH dan sangat
larut dalam air. Natrium hidroksida, seperti semua zat ionik, menghasilkan
kation dan anion yang terpisah ketika dilarutkan dalam air.