Anda di halaman 1dari 21

Kemukakan dan jelaskanlah: (a) hasil analisis, (b) konsep-konsep penting, (c)

hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya, (d) kegunaan/manfaat
mempelajari, dan (e) minimal satu contoh masalah yang dapat dipecahkan dengan
mempelajari masing-masing materi berikut ini.

1. Perkembangan teori atom (Dalton, Thomson, Rutherford, Neils Bohr, dan


Mekanika Gelombang), penjelasan dilengkapi dengan percobaan yang mendasari
masing-masing teori.

A. Teori atom Dalton

a. Hasil analisis

Para ahli kimia pada akhir abad ke-18 masih meraba-raba bagaimana bentuk
zat agar memenuhi hukum di atas. Pada tahun 1803 seorang guru dan ilmuan
Inggris yang bernama Jhon Dalton mengemukakan teorinya yang disebut teori
atom Dalton yang telah mengubah arah ilmu kimia.

Konsep dari suatu atom bukanlah hal yang baru. Ahli-ahli filsafat Yunani
pada tahun 500 SM telah mengemukakan kemungkinan bahwa zat terdiri dari
partikel-partikel kecil yang tidak dapat dibagi. Kenyataannya, kata atom berasal
dari bahasa Yunani atomos yang berarti “tidak dapat dibagi”. Namun, orang
Yunani kuno tidak mempunyai data untuk menjelaskan sehingga usulan mereka
hanyalah berupa sedikit latihan pemikiran. Akan tetapi, teori Dalton sedikit
berbeda sebab teorinya telah menjelaskan pengalaman hukum kekekalan massa
dan perbandingan. Teori atom Dalton dapat dikemukakan dalam postulat berikut
ini :

b. konsep-konsep penting
Postulat Teori Atom
Gambar 1. Teory Atom Dalton (Theodorel L Brown: 40)

1. Setiap elemen terdiri dari partikel yang sangat kecil yang disebut atom
2. Semua atom dari unsur yang diberikan identik, tetapi atom dari satu unsur
berbeda dari atom semua unsur lainnya.
3. Atom-atom dari satu unsur tidak dapat diubah menjadi atom-atom dari
unsur yang berbeda melalui reaksi kimia; atom tidak diciptakan atau
dihancurkan dalam reaksi kimia

4. Senyawa terbentuk ketika atom lebih dari satu elemen bergabung; suatu
senyawa yang diberikan selalu memiliki jumlah dan jenis atom yang
relatif sama.

c. Hubungan antara konsep satu dengan konsep lain


2. stoikiometri kimia

a. analisis

Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya. Semua
materi selalu mengalami perubahan. Misalnya :
Etanol + Oksigen  Karbon dioksida + Air
Zat yang mengalami perubahan disebut zat pereaksi (reaktan) dan zat yang
terbentuk disebut hasil reaksi (produk). Dalam hal ini etanol dan oksigen adalah
pereaksi, sedangkan karbon dioksida dan air adalah hasil reaksi.
Bidang kimia yang mempelajari aspek kuantitaif unsure dalam suatu peristiwa atau
reaksi disebut “STOIKIOMETRI” (bahasa Yunani : Stoichea = unsur , metrain =
mengukur), jadi Stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan
kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi kimia. Pada persamaan reaksi kimia berlaku
Hukum Kekelan Massa, yang dikemukakan oleh “Lavoiser”. Pada tahun 1774 ia
melakukan penelitian dengan memanaskan timah dengan oksigen dalam wadah
tertutup.

b. konsep-konsep penting

A. HUKUM DASAR KIMIA


1. HUKUM KEKEKALAN MASSA
Pada tahun 1774, Lavoiser memanaskan timah dengan oksigen dalam
wadah tertutup. Dengan menimbang secara teliti ia berhasil membuktikan
bahwa dalam reaksi itu tidak terjadi perubahan massa. Ia mengemukakan
pernyataan yang disebut hukum kekekalan massa, yang berbunyi : “Materi
tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan”
Pada mulanya para ahli meyakini kebenaran hukum ini karena
berdasarkan percobaan. Akan tetapi kemudian timbul masalah pada reaksi
eksotermik dan endotrmik, karena menurut albert Einstein massa setara
dengan energi, yaitu
E = mc², dengan
Jadi, hukum kekekalan massa masih tetap berlaku, dan dalam versi
modern berbunyi: “Dalam reaksi kimia tidak dapat dideteksi perubahan
massa”
2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP (HUKUM PROUST)
Pada sekitar tahun 1799, Joseph Louis Proust menemukan sifat penting
dari senyawa. Berdasarkan penelitiannya terhadap berbagai senyawa, Proust
menemukan bahwa perbandingan massa unsur-unsur dalam satu senyawa
adalah tertentu dan tetap. Senyawa yang sama, meskipun berasal dari
sumber yang berbeda atau dibuat dengan cara yang berbeda, ternyata
mempunyai komposisi yang sama. Pernyataan tersebut dikenal
dengan Hukum Perbandingan Tetap atau Hukum Proust.
Contoh soal 1 :
3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA (HUKUM DALTON)
John Dalton (1820) tertarik untuk mempelajari unsur-unsur yang dapat
membentuk lebih dari satu senyawa seperti karbon dengan oksigen, nitrogen
dengan oksigen, belerang dengan oksigen, fosfor dengan klorin, dan tembaga
dengan oksigen. Hasil pengamatan ini melahirkan Hukum Perbandingan
Berganda (dikenal sebagai Hukum Dalton) sbb:
1. Tembaga dan Oksigen membentuk dua senyawa tembaga oksida
Tembaga oksida tembaga oksigen tembaga : oksigen
I 88,8% 11,2% 1 : 0,126
II 79,9% 20,1% 1 : 0,252
2. Karbon dan Oksigen dapat membentuk
Karbon + Oksigen  Karbon monoksida (I)
Karbon + Oksigen  Karbon dioksida (II)
Senyawa karbon oksigen karbon : oksigen
I 42,8% 57,2% 1 : 1,33
II 27,3% 72,7% 1 : 2,67
3. Sulfur (belerang) dengan oksigen dapat membentuk dua senyawa oksigen,
yaitu sulfur dioksida (I) dan sulfur trioksida (II)
Senyawa belerang oksigen belerang : oksigen
I 50% 50% 1 : 1
II 40% 60% 1 : 1,5
Perhatikan angka-angka perbandingan di atas! Yang menarik adalah angka
perbandingan pada unsur kedua (dalam hal ini oksigen) yaitu:
0,126 : 0,252 = 1 : 2
1,33 : 2,67 = 1 : 2
1 : 1,5 = 2 : 3
Berdasarkan kenyataan di atas akhirnya Dalton menarik suatu kesimpulan,
yang disebut hukum perbandingan berganda: “Bila dua unsur dapat
membentuk lebih dari satu senyawa, maka perbandingan massa unsur yang
satu, yang bersenyawa dengan unsur lain yang tertentu massanya, merupakan
bilangan bulat dan sederhana.”
B. BILANGAN AVOGADRO
Amadeo Avogadro melengkapi kajian yang telah dilakukan oleh para
ilmuwan kimia terdahulu. Pada tahun 1811, Avogadro mempublikasikan suatu
hipotesis sebagai berikut :Pada suhu dan tekanan yang sama, perbandingan
jumlah partikel = perbandingan koefisien gas-gas yang terlibat dalam reaksi
kimia Misalnya, jika pada T dan P yang sama, gas CO2 menempati ruang dengan
volume yang sama dengan yang ditempati oleh gas H2, maka jumlah molekul CO2
dan H2 adalah sama. Jadi, pada T dan P yang sama,
Dalam reaksi kimia, banyaknya partikel-partikel yang terlibat dalam reaksi
dinyatakan dengan koefisien reaksi. Oleh karena itu, hukum Avogadro dapat
dijabarkan sebagai berikut: Pada suhu dan tekanan yang sama, perbandingan
jumlah partikel= perbandingan koefisien gas-gas yang terlibat dalam reaksi
kimia.
C. KONSEP MOL
Dalam dunia sekarang ini, pembahasan dari zat dan reaksi kimia
memerlukan kemampuan untuk mencoba menentukan sifat dari hasil reaksi
kimia. Kita harus dapat menemukan rumus dan menentukan seberapa banyak
berbagai zat kimia diperlukan apabila kita akan melakukan reaksi kimia.
Dengan perkataan lain, kita harus dapat bekerja secara kuantitatif dengan unsur,
senyawa, dan reaksi kimia. Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani (berasal
dari bahasa Stoicheion yang berarti unsur dan metron berarti mengukur) adalah
istilah yang dipakai untuk menggambarkan bentuk kuantitatif dari reaksi dan
senyawa kimia.
Teori atom Dalton dan perkembangan dari tabel masa atom unsur-unsur
membuka jalan untuk perhitungan Stoikiometri, tetapi sebelum ini diterima,
kita harus membicarakan terlebih dahulu konsep yang terpenting dalam
Stoikhiometri yaitu: Mol.
c. hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya

Hukum Dasar Kimia Dan Konsep Mol merupakan hukum dasar yang digunakan
dalam stoikiometri (perhitungan kimia), antara lain: 1) Hukum Lavoisier atau hukum
kekekalan massa. 2) Hukum Proust atau hukum perbandingan tetap. ) Hukum Dalton
atau hukum kelipatan berganda. Hukum Lavoisier menyatakan kekekalan massa pada
reaksi. Dalam sistem tertutup, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap.
Dalam hal ini, berarti suatu zat yang mengalami reaksi kimia tidak berubah massa.
Oleh karena itu, reaktan memiliki massa yang sama dengan produk yang
dihasilkannya. Pada reaksi kimia, terjadi perubahan warna, suhu, pembentukan gas
dan endapan pada zat tersebut. Hukum Proust menyatakan perbandingan massa pada
reaksi. Perbandingan massa unsur-unsur pembentuk suatu senyawa selalu tetap. Suatu
zat yang direaksikan akan selalu memiliki perbandingan yang sama untuk
membentuk suatu senyawa. Dalton menjelaskan bahwa dua unsur atau lebih dapat
membentuk lebih dari satu senyawa yang berbeda. Bila dua unsur dapat membentuk
dua senyawa atau lebih, unsur pertama massanya tetap, unsur kedua akan
menghasilkan suatu perbandingan bilangan bulat sederhana. Unsur C dan O dapat
membentuk senyawa CO, CO 2 dan CO dengan nilai C tetap. Oleh karena itu, unsur
O pada ketiga senyawa berbanding 1 : 2 : 1 dan Avogadro merupakan hukum yang
berkaitan dengan volume gas.. Hipotesis Avogadro menjelaskan bahwa perbandingan
tersebut berlaku pula dalam molekul secara keseluruhan. Pada suhu dan tekanan yang
sama, semua gas yang bervolume sama memiliki jumlah molekul yang sama pula.
Perbandingan volume gas pada kedua hukum ini merupakan koefisien dari reaksi
tersebut.

d. kegunaan/manfaat mempelajari stoikiometri

Pengetahuan tentang stoikiometri sangat penting dalam merencanakan suatu


eksperimen maupun dalam industri nantinya, dimana kita dapat mencampurkan atau
mereaksikan zat pereaksi dalam jumlah yang sesuai dan kita dapat memperkirakan
jumlah produk yang dihasilkan. Jumlah zat kimia dinyatakan dalam mol, dalam
perhitungan kimia satuan mol digunakan untuk satuan jumlah. Sedangkan massa
suatu mol zat yang dinyatakan dalam gram disebut massa molar, yang dalam gram
sama banyak dengan bobot molekul dalam satuan massa atom.

Adapun manfaatnya adalah :

1. Memperkirakan hasil suatu reaksi dari sejumlah tertentu preaksi,


2. Menghitung berapa banyak bahan yang dibutuhkan, jika diinginkan sejumlah
tertentu dari hasil reaksi. Manfaatnya dalam aplikai sehari-hari : untuk
menentukan takaran dalam suatu proses. Sebagai contoh : Takaran dalam
pembuatan suatu zat.

e. contoh masalah yang dapat dipecahkan dengan mempelajari stoikiometri

Pembelajaran konsep stoikiometri yang hanya berpusat pada pengembangan


kemampuan berhitung siswa, akan menghasilkan pemahaman yang dangkal pada
siswa (Dahsah & Coll dalam Sujak & Daniel, 2017: 84). Sehingga sangatlah penting
untuk dapat memahami konsep stoikiometri yang dapat dicapai dengan kemampuan
mentransfer dan menghubungkan berbagai fenomena representasi yaitu makroskopik,
submikroskopik dan simbolik (Gkitzia, et al., 2010: 5; Sujak & Daniel, 2017: 84).
Sebagai salah satu contoh dalam representasi makroskopik, yaitu pengamatan
langsung siswa dilaboratorium dalam melakukan suatu percobaan (Treagust, et al.,
2007: 238), setelah itu siswa dituntut untuk menafsirkan, mengidentifikasi dan
menghubungkan seperti antara skala ukuran atau panjang yang relevan didalam
percobaan tersebut dengan berbagai teori dan pemodelannya yang merupakan
representasi submikroskopik (Luxford & Bretz, 2013: 214-222). Terakhir, siswa
dituntut untuk bisa memvisualisasikan hasil dari percobaan tersebut kedalam berbagai
simbol yang digunakan untuk mewakili sifat dari perilaku zat kimia dan berbagai
proses yang terjadi padanya. Hal ini merupakan salah satu representasi simbolik
(Gkitzia, et al., 2010: 5; Sujak & Daniel, 2017: 85).

3. Redoks
a. Hasil analisis
Manusia pada zaman purba telah lama mengenal api sebagai “dewa”
yang memegang peranan penting dalam berbagai proses kimia. Sifat api yang
panas dan bercahaya membuat para ilmuwan kimia tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut tentang keberadaan dan kegunaan api. Mereka kemudian
melakukan berbagai eksperimen tentang api, mereka mencoba membakar
semua benda yang ada di sekitar mereka,dari mulai jenis batuan hingga
logam.
Semenjak abad ke-2 para ilmuwan satu persatu telah berhasil
mempelajari dan memahami keberadaan api dengan melahirkan teori-teori
tentang proses pembakaran. Masing-masing dari mereka mempunyai
pandangan yang berbeda tentang proses pembakaran. Seperti halnya Philo,
seorang penulis asal Yunani yang telah mengamati proses pembakaran pada
lilin menyala yang berada di dalam labu. Dari percobaanya Philo
mengemukakan bahwa sebagian udara dalam labu tersebut diubah menjadi
unsur api, sehingga dapat melepaskan diri dari labu melalui pori-pori kaca.
Eksperimen tentang proses pembakaran berlanjut hingga abad ke-16, seorang
ahli Fisika berkebangsaan Inggris, Robert Hooke mengemukakan teorinya
pada tahun 1667 bahwa udaralah yang menyebabkan terjadinya pembakaran,
sedangkan api atau nyala lilin hanyalah akibat adanya panas yang tinggi.
Sementara itu masih pada tahun 1667, proses pembakaran juga telah menarik
perhatian seorang dokter berkebangsaan Jerman yang juga sebagai ahli kimia
dan ahli ekonomi, Johann Joachim Becher. Dalam bukunya yang berjudul
“Physica Subterania” ia mencoba membuat hubungan antara fisika dan
kimia, serta ia mengemukakan pendapatnya bahwa benda-benda itu terdiri
atas udara,air dan mineral, dimana mineral ini terdiri dari tiga konstituen,
yaituterra pinguis, terra mercurialis dan terra lapida. Terra pinguis adalah
bagian yang mudah terbakar, sehingga dalam proses pembakaran, apabila
suatu logam dibakar maka terra pinguis ini akan hilang dan tinggalah terra
mercurialis dan terra lapida. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembakaran
adalah proses penguraian yang dapat membuat bagian yang mudah terbakar
akan hilang.
Pada tahun 1731 pendapat J.J. Becher ini kemudian dikembangkan
oleh Georg Ernest Stahl seorang Dokter berkebangsaan Jerman yang mulai
tertarik untuk memahami tentang teori pembakaran yang telah di kemukakan
oleh Becher. Stahl menerima pendapat Becher tentang terra pinguis pada
suatu benda, hanya saja untuk menjelaskan teorinya ia memakai
istilah flogiston. Kata flogiston berasal dari bahasa Yunani yaitu “phlox”
yang berarti nyala api. Apabila ada suatu benda terbakar , maka flogiston
akan keluar dari benda tersebut dan diberikan pada udara
sekitarnya, sedangkan bagian yang tersisa setelah terbakar merupakan bentuk
asli materi tersebut. Menurut Stahl semua benda pada hakikatnya memiliki
flogiston, hanya saja ada yang jumlahnya banyak dan ada yang sedikit.
Apabila suatu benda benda terbakar secara hebat dan meninggalkan sedikit
residu (misalnya kayu bakar), dianggap memiliki kadar flogiston yang sangat
tinggi, sedangkan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar dan berkorosi
(misalnya besi ) mengandung sedikit flogiston. Tidak hanya itu, Stahl juga
mengemukakan bahwa flogiston hanya dapat keluar apabila ada medium
yang menerimanya, misalnya udara. Pendapat Stahl tentang pembakaran ini
menarik perhatian para ahli kimia dan mereka memakainya untul
menerangkan hal-hal yang belum jelas seperti Teori Oksidasi Reduksi
(Redoks).
Apabila kita mendengar kata Oksidasi tentu sangan erat kaitanya
dengan oksigen. Salah satu proses oksidasi yang terkenal sejak zaman purba
adalah proses pembakaran suatu zat. Meskipun telah lama dikenal namun
upaya untuk memahaminya baru pada akhir abad ke-17 oleh Becher dan
Stahl dengan teori Flogistonnya. Sementara itu sekitar abad ke-18 dengan
adanya penemuan Hidrogen oleh Henry Cavendish dan penemuan Oksigen
olehJoseph Priestley, ternyata mampu meruntuhkan teori Flogiston.
Keadaan ini diperkuat oleh Antoine Laurent Lavoisier pada akhir abad ke-
18 yang membuktikan bahwa pada proses pembakaran sebenarnya yang
terjadi bukan hilangnya flogiston tetapi bergabungnya oksigen dari udara
dengan benda yang terbakar. Teori Lavoisier ini dapat diterima oleh para ahli
kimia karena melibatkan oksigen, maka proses pembakaran yang melibatkan
oksigen ini dinamakan proses Oksidasi.
Setelah ditemukannya elektron dan konsep mengenai struktur atom,
akhirnya teori Lavoisier ini mengalami perkembangan, sehingga secara
otomatis konsep tentang teori Oksidasi pun mengalami perubahan. Dalam hal
ini, elektron ikut berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi, atom yang
menyumbangkan elektron akan dioksidasi dan atom yang menerima elektron
akan direduksi. Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembar kertas, jadi
tidak mungkin oksidasi atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya.
Bila zat menerima elektron, maka harus ada yang mendonorkan elektron
tersebut. Dalam oksidasi-reduksi, senyawa yang menerima elektron dari
lawannya disebut oksidan (bahan pengoksidasi) sebab lawannya akan
teroksidasi. Lawan oksidan, yang mendonorkan elektron pada oksidan,
disebut dengan reduktan (bahan pereduksi), oleh karena itu lawan dari proses
Oksidasi disebut proses Reduksi. Pada dasarnya teori oksidasi reduksi ini
memiliki kemiripan dengan teori flogiston. Pada teori flogiston oksidasi
adalah hilangnya flogiston, sedangkan pada teori elektron oksidasi ialah
keluarnya elektron.
Teori Redoks akhirnya berkembang dengan adanya bilangan
oksidasi(keadaan oksidasi). Bilangan oksidasi menunjukan kelebihan atau
kekurangan elektronnya, artinya bilangan oksidasi adalah muatan bersih atom
atau yang diperkirakan jika ikatanya sepenuhnya ion. Dalam konsep oksidasi-
reduksi dapat dikatakan sebagai reaksi reduksi apabila ia selalu
mengurangi bilangan oksidasi, begitupun dikatakan sebagai reaksi
oksidasi apabila mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Dalam menentukan
bilangan oksidasi, kita menganggap seolah-olah elektron-elektron
dipindahkan sepenuhnya dari satu atom ke atom lain. Meskipun pada
kenyataanya elektron tersebut hanya dibagi secara tidak merata.
b. Konsep-konsep penting

Agar reaksi redoks terjadi, satu zat harus menerima elektron dari yang lain.
Zat yang menerima elektron disebut agen pengoksidasi; itu adalah agen yang
memungkinkan zat lain kehilangan elektron dan dioksidasi. Demikian pula, zat yang
memasok elektron disebut zat pereduksi. Agent pereduksi adalah zat yang ada
teroksidasi dan agen pengoksidasi adalah zat yang berkurang.
1. Mengidentifikasi Reaksi Oksidasi Reduksi
Ada dua hal yang bisa dilakukan. Pertama, dapat diperiksa untuk memastikan
bahwa telah menempatkan elektron pada sisi persamaan yang benar. Seperti halnya
persamaan ionik, jumlah atom dari masing-masing jenis dan muatan bersih harus
sama di kedua sisi. Hal ini berlaku untuk kedua persamaan. (Jika menempatkan
elektron di sisi yang salah, muatannya tidak akan seimbang.) Dengan mengamati
lokasi dari elektron dalam persamaan (di sebelah kanan untuk oksidasi; di sebelah kiri
untuk reduksi).
Pemeriksaan lain mencatatkan bahwa telah mengidentifikasi satu zat sebagai
teroksidasi dan lainnya tereduksi. Jika kita melakukan kesalahan, kita mungkin
menyimpulkan keduanya dioksidasi, atau keduanya tereduksi. Tapi itu tidak
mungkin, karena dalam setiap reaksi yang terjadi ada oksidasi, juga harus ada
reduksi.
2. Menggunakan Bilangan Oksidasi untuk Mengikuti Perubahan Redoks
Untuk melakukan ini, ahli kimia mengembangkan sistem pembukuan yang
disebut bilangan oksidasi, yang menyediakan cara untuk menjaga proses pada transfer
elektron.
Suatu istilah yang sering digunakan secara bergantian dengan bilangan
oksidasi adalah keadaan oksidasi. Dalam NaCl, natrium memiliki bilangan oksidasi
+1 dan dikatakan “+1 dalam keadaan oksidasi”. Demikian pula, klorin dalam NaCl
dikatakan dalam keadaan oksidasi -1. Saat disana lebih dari satu kemungkinan
keadaan oksidasi, keadaan oksidasi suatu unsur diberikan dengan menuliskan nomor
oksidasi sebagai angka Romawi dalam tanda kurung setelah nama elemen. Misalnya,
"besi (III)" berarti besi dalam keadaan oksidasi +3. Ringkasan dari istilah yang
digunakan dalam reaksi oksidasi dan reduksi diberikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan Oksidasi dan Reduksi Menggunakan 2Na + Cl2→ 2NaCl

(Brady, 2008 : 217).


Reaksi redoks dapat diikuti dengan memperhatikan perubahan bilangan
oksidasi setiap atom dengan cepat dan sederhana.
3. Aturan untuk Penetapan Angka Oksidasi
Menggunakan beberapa pengetahuan dasar yang dipelajari sebelumnya
ditambah aturan untuk menentukan nomor oksidasi atom di hampir semua senyawa.
Aturan-aturan ini adalah hierarki; pertama-tama gunakan aturan angka yang lebih
rendah, dan kemudian terapkan aturan angka yang lebih tinggi.
Hierarki aturan untuk menetapkan angka oksidasi
a. Angka oksidasi harus ditambahkan hingga muatan pada molekul, satuan
rumus, atau ion.
b. Atom-atom unsur bebas memiliki bilangan oksidasi nol.
c. Logam dalam Grup 1A, 2A, dan Al masing-masing memiliki bilangan
oksidasi +1, +2, dan +3.
d. H dan F dalam senyawa masing-masing memiliki bilangan oksidasi +1 dan -1.
e. Oksigen memiliki angka oksidasi -2.
f. Unsur-unsur Golongan 7A memiliki angka oksidasi -1 (Brady, 2008: 214-
217). Semua halogen adalah oksidator kuat. Daya pengoksidasi berkurang
dari fluor ke yod (Farida, 2014: 181)
g. Unsur-unsur Grup 6A memiliki bilangan oksidasi -2.
h. Unsur-unsur Golongan 5A memiliki bilangan oksidasi -3.
i. Ketika ada konflik antara dua aturan ini atau ambiguitas dalam menetapkan
nomor oksidasi, terapkan aturan dengan angka lebih rendah dan abaikan
aturan yang bertentangan. (Brady, 2008 : 217).
A. Menyetarakan Persamaan Reaksi Redoks
Dua metode persamaan reaksi redoks didasarkan pada penggunaan bilangan
oksidasi, disebut metode perubahan bilangan oksidasi (PBO) dan metode setengah-
reaksi.
a. Metode Perubahan Bilangan Oksidasi (PBO)
Metode ini didasarkan pada fakta bahwa peningkatan bilangan oksidasi atom
yang teroksidasi harus sama dengan nilai mutlak (bilangan tanpa tanda ) dan
penurunan bilangan oksidasi atom yang direduksi (Sunarya, 2012: 253). Perhatikan
reksi berikut:

Atom-atom dalam H2 dan Cl2 bilangan oksidasi nol, merupakan elemen bebas.
Perubahan dalam bilangan oksidasi memberitahukan bahwa hidrogen teroksidasi dan
klorin tereduksi.

b. Metode Ion – Elektron


1. Metode ion-Elektron: Setengah Reaksi
Pada metode ion-elektron, dibagi proses oksidasi dan reduksi menjadi
persamaan tersendiri disebut setengah reaksi yang diseimbangkan secara terpisah.
Setiap setengah reaksi dibuat untuk mematuhi kedua kriteria untuk persamaan ionik
seimbang: baik atom dan muatan harus seimbang.
Menyeimbangkan setengah reaksi, harus memperhitung banyak reaksi redoks
dalam larutan air, ion H + atau OH- yang peran penting, seperti halnya molekul air.
Karena faktor-faktor ini, reaksi redoks umumnya dilakukan dalam larutan
yang mengandung kelebihan asam atau basa, jadi sebelum menerapkan metode ion-
elektron, harus tahu apakah reaksi terjadi dalam larutan asam atau basa.
2. Menyeimbangkan Persamaan Redoks dalam Larutan Asam
Langkah 1.Membagi persamaan kerangka menjadi setengah-reaksi.
Langkah 2. Seimbangkan atom selain H dan O.

Langkah 3. Seimbangkan oksigen dengan menambahkan H2O ke sisi yang


membutuhkan O.

Langkah 4. Seimbangkan hidrogen dengan menambahkan H+ ke sisi yang


membutuhkan H.
Langkah 5. Seimbangkan muatan dengan menambahkan elektron.

Langkah 6. Jadikan jumlah elektron yang diperoleh sama dengan jumlah


yang hilang dan kemudian tambahkan kedua persamaan
setengah reaksi.

Langkah 7. Batalkan semua yang sama di kedua sisi.


3. Metode Ion Elektron : Larutan Asam
Langkah 1. Bagilah persamaan setengah reaksi menjadi dua.
Langkah 2. Seimbangkan atom selain H dan O.
Langkah 3. Seimbangkan O dengan menambahkan H2O.
Langkah 4.Seimbangkan H dengan menambahkan H+.
Langkah 5.Samakan muatan dengan menambahkan e-.
Langkah 6. Membuat e- yang ditambahkan sama dengan e- yang hilangkan
dalam setengah reaksi.
Langkah 7.Batalkan apa pun yang sama di kedua sisi.
B. Reaksi Disproporsionasi
Jika dalam suatu reaksi terdapat suatu zat yang mengalami oksidasi dan
reduksi secara bersamaan, reaksi tersebut disebut reaksi otoredoks atau reaksi
disproposionasi (Rahardjo, 2013 : 171).
C. Bahan Pengoksidasi dan Bahan Pereduksi
Bahan pengoksidasi (oksidan)
 Mengandung unsur dengan bilangan oksidasi turun pada reaksi redoks
 Memperoleh elektron (elektron dijumpai pada sisi kiri persamaan-
setengahnya)
 Tereduksi
Bahan pereduksi (reduktan)
 Mengandung unsur dengan bilangan oksidasi naik pada reaksi redoks
 Melepaskan elektron (elektron dijumpai pada sisi kiri persamaan-
setengahnya)
 Teroksidasi

c. hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya,


Reaksi transfer electron dinamakan reaksi reduksi-oksidasi atau disingkat
reaksi redoks. Redoks (singkatan dari reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang
menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam
sebuah reaksi kimia. Reaksi ini dapat dihitung dengan cara metode setengah reaksi
(ion-elektron) dan metode perubahan biloks.

d. kegunaan/manfaat mempelajari
Reaksi redoks merupakan reaksi kimia yang penting bagi manusia. Reaksi
pembakaran dan metabolisme zat makanan dalam sel tubuh termasuk reaksi
redoks. Disamping itu, proses pembuatan logam-logam dari bijihnya juga
merupakan aplikasi dari reaksi redoks.
Transfer electron pada reaksi redoks dapat dimanfaatkan untuk kerja yang
berguna. Caranya dengan memisahkan reaksi reduksi dan reaksi oksidasi
secara fisik. Material yang mengalami reaksi reduksi ditempatkan dalam
wadah yang terpisah dengan material yang mengalami reaksi oksidasi.

e. minimal satu contoh masalah yang dapat dipecahkan dengan mempelajari


masing-masing materi berikut ini.

4. Elektrokimia
a. Hasil analisis
b. Konsep-konsep penting
c. hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya,
d. kegunaan/manfaat mempelajari,
e. minimal satu contoh masalah yang dapat dipecahkan dengan mempelajari
masing-masing materi berikut ini.
5. Asam dan basa
a. Hasil analisis
b. Konsep-konsep penting
1. Asam basa menurut Arrhenius
Pada tahun 1884, Svante Arrhenius mengamati bahwa semua zat yang
disebut asam mengandung ion hidrogen, H. Basa, di sisi lain, selalu
mengandung ion hidroksida, OH. Asam kemudian diidentifikasi sebagai zat
yang larutan airnya mengandung lebih banyak ion hidrogen daripada ion
hidroksida, dan basa adalah zat yang larutan airnya mengandung lebih
banyak ion hidroksida daripada ion hidrogen. Menurut teori Arrhenius
tentang asam dan basa, sifat asam adalah sifat ion hidrogen, dan sifat basa
adalah sifat ion hidroksida. Di antara sifat-sifat asam dan basa adalah
kemampuannya untuk saling menetralkan. Persamaan ion bersih untuk reaksi
antara asam kuat, HCl, dan basa kuat, NaOH, adalah kombinasi ion
pembentuk molekul yang menghasilkan air:
H+(aq) + OH-(aq) → H2O(l)
Dia mendefinisikan basa sebagai zat yang menghasilkan ion hidroksida (OH)
dalam air. Basa yang paling umum digunakan di laboratorium kimia adalah
natrium hidroksida, NaOH, yang mengandung ion Na dan OH dan sangat
larut dalam air. Natrium hidroksida, seperti semua zat ionik, menghasilkan
kation dan anion yang terpisah ketika dilarutkan dalam air.

NaOH (s) + H2O (l) → Na+ (aq) + OH- (aq)


2. Asam basa menurur Bronsted Lowry
Menurut teori asam dan basa Brønsted-Lowry, reaksi asam-basa adalah
reaksi transfer-proton di mana proton dipindahkan dari asam ke basa.
Asam adalah senyawa dari mana proton dapat dihilangkan, dan basa
adalah senyawa yang dapat menghilangkan proton dari asam. Menurut
teori ini, apa pun yang dapat mengambil proton adalah basa. Ion
hidroksida adalah contoh yang paling umum.
Jadi, menurut definisi asam basa Brønsted–Lowry :
asam adalah donor proton.
basa adalah akseptor proton.
Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi HCl
ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan H2O sebagai
basa.
HCl(aq) + H2O(l) ⇌ Cl−(aq) + H3O+(aq)
Asam basa Basa K Asam K
HCl berubah menjadi ion Cl− setelah memberikan proton (H+) kepada
H2O. H2O menerima proton dengan menggunakan sepasang elektron
bebas pada atom O untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion
hidronium (H3O+).
3. Teori Asam dan Basa Lewis Menurut konsep ini, asam Lewis adalah
spesies yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan menerima
pasangan elektron dari spesies lain; dasar Lewis adalah spesies yang
dapat membentuk ikatan kovalen dengan menyumbangkan pasangan
elektron ke spesies lain. Perhatikan lagi netralisasi NH3 oleh BF3 dalam
larutan air. Ini terdiri dari reaksi proton dari BF3 dengan NH3:

Di sini panah merah menunjukkan proton yang menerima pasangan


elektron dari NH3 dan ikatan B-N yang terbentuk. Proton adalah akseptor
pasangan elektron, jadi itu adalah asam Lewis. Ammonia, NH3, yang
memiliki pasangan elektron bebas, adalah donor pasangan elektron dan
karenanya merupakan basis Lewis. (Ebbing, D. 2009:628)
c. hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya,
Hubungan antara teori Bronsted-Lowry dan teori Arrhenius
Teori Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Arrhenius – Teori
Bronsted-Lowry merupakan perluasan teori Arrhenius.
Ion hidroksida tetap berlaku sebagai basa karena ion hidroksida menerima ion
hidrogen dari asam dan membentuk air.
Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan karena asam bereaksi dengan
molekul air melalui pemberian sebuah proton pada molekul air.
Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam
hidroklorida, molekul hidrogen klorida memberikan sebuah proton (sebuah
ion hidrogen) ke molekul air. Ikatan koordinasi (kovalen dativ) terbentuk
antara satu pasangan mandiri pada oksigen dan hidrogen dari HCl.
Menghasilkan ion hidroksonium, H3O+.
Teori Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Lewis, konsep asam
dan basa menurut Bronsted Lowry dikembangkan secara umum mencakup
reaksi oksida asam dan oksida basa, termasuk reaksi transfer proton.
d. kegunaan/manfaat mempelajari asam dan basa
Asam-Basa
Mempelajari ilmu kimia sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan. Misalnya
saja kalau kita mempelajari kimia tentang asam-basa kita dapat mengetahui
bahan-bahan apa saja dalam kehidupan kita yang bersifat asam ataupun basa.
Kita dapat mengetahui sifat-sifat dari asam-basa tersebut sehingga kita dapat
memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari dan juga kita dapat
menghindari bahaya dari penggunaan asam-basa tersebut, misalnya saja
bahaya dari asam sulfat pekat yang bersifat sangat korosif. Kita dapat
mengatur pH dari asam lambung sehingga kita dapat meminimalisasikan dari
penyakit lambung, misalnya maag. Kita bisa tahu kalau sabun itu bersifat
basa dan cuka bersifat asam sehingga bisa digunakan sebagai pembersih dan
zat tambahan makanan dan masih banyak lagi keuntungan dari kita
mengetahui tentang asam-basa dari suatu bahan.
e. contoh masalah yang dapat dipecahkan dengan mempelajari asam dan basa.
Dalam industri besar ataupun industri rumahan , banyak proses-proses
produksinya atau kualitas produksinya sangat bergantung pada tingkat
keasaman dan kebasaan mediumnya. Misalnya pada pembuatan tahu, kualitas
pembentukan tahu ( proses pengendapan ) ditentukan oleh tingkat keasaman
larutan mediumnya.
Proses pemisahan logam atau senyawa dari mediumnya sangat ditentukan
oleh tingkat keasaman dan kebasaan pelarut yang digunakan . sebagai conth
pengolahan limbah diindustri umumnya menggunakan besi (II) sulfat dan
NaOH. Fungsi NaOH adalah menjadikan limbah cair bersifat basa, sehingga
logam-logam berat, berbahaya dan beracun (limbah B3 ) seperti ion logam
Pb+3, Cu+2, Hg+ dan yang lain setelah bereaksi dengan ion besi akan
mengendap dalam suasana basa.
Di dalam tubuh kita terdapat sistem yang secaraketat dikendalikan oleh
keasaman darah. Ada penyimpangan sedikit saja padaa tingkat keasaman
darah dapat berakibat fatal, sebab darah menjadi tidak berfungsi dengan baik
akibat tidak dapat mengikat oksigen hasil pernapasan. Keadaan yang sensitif
tampak dalam kehidupan ikan mas atau ikan hias. Jika keasaman air dalam
akuarium tidak dikendalikan dapat menimbulkan kematian bagi ikan.

Anda mungkin juga menyukai