Anda di halaman 1dari 30

1441H/

Laporan Praktikum Farmasi Fisika


2019M

Modul 4

EMULSIFIKASI

I PRINSIP PERCOBAAN

Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator berupa surfaktan tween

80 dan span 80 dengan variasi HLB butuh yang kemudian dibandingkan

kestabilannya selama 4 hari.

II TUJUAN PERCOBAAN

2.1 Menghitung jumlah emulgator surfaktan yang digunakan untuk membuat

emulsi

II.2 Membuat emulsi yang stabil dengan menggunakan emulgator golongan

surfaktan
II.3 Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
II.4 Menentukan HLB butuh suatu minyak

III LANDASAN TEORI

3.1 Emulsi

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat air atau distabilkan

dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (farmakope Indonesia,

1979 ed III:56)

3.1.1 Metode menetukan tipe emulsi

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 1 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

a. Metode zat warna

Kedalam emulsi ditambahkan zat warna tertentu, yang larut dalam air atau

minyak.

1. Sudan III : Zat warna merah yang larut dalam minyak tetapi tidak

larut dalam air.

2. Methylen blue : Zat biru yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam

minyak

b. Metode electrical conductivity

Metode ini berdasarkan bahwa air dapat menghantarkan arus listrik

sedangkan minyak tidak dapat menghantarkan arus listrik.

c. Metode pengenceran fase

Setetes emulsi dilihat pada mikroskop dan ditetesi air, bila segera

terencerkan makan tipe emulsi adalah M/A dan jika tidak terencerkan

maka tipe emulsi adalah A/M (Rowe, 2009 : 509).

Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi di kenal 4 macam teori

yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandan yang berbeda

Teori tersebut diantaranya :

1. Teori tegangan permukaan (Surface Tension)

Molekul memiliki daya tarik-menarik antara molekul yang sejenis yang di

sebut daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik-menarik

antara molekul-molekul yang tidak sejenis, yang disebut daya adesi. Daya

kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan

terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 2 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan Tegangan

permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya terjadinya

perbedaan tegangan budan batab 2 cairan yang tidak dapat

bercampur( immiscisble liquid). Tegangan yang terjadi antar dua cairan

tersebut dinamakan tegangan bidang batas (interfacial tension). Semakin

tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan semakin

sulitnya kedua zat tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air

akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa

elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik

tertentu antara lain sabun. Dalam teori ini dikatan bahwa peambahan

emulgator akan menurunkan, menghilangkan tegangan yang terjadi pada

bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur

(Voight, 1994: 154).

2. Teori orietasi bentuk biji (orientasi wedge).

Setiap molekul emulgator dibagi menjadi2 kelompok yakni :

a. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air.

b. Kelompok lipofilik, yaitu bagian yang suka pada minyak.

Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang

disenanginya. Kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil

kedalam minyak. Dengan demikian emulgator seolah-oleh menjadi tali

pengikat antara air dan minyak dan antara kedua kelompok tersebut akan

membuat suatu keseimbangan. Setiap jenis emulgator memiliki harga

keseimbangan yang bersarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu dikenal

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 3 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

dengan istilah HLB (hydrophyl lipophyl balance) yaitu angka yang

menunjukan perbandingan antara kelompok lipofil dan kelompok hidrofil.

Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka

pada air, itu artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan

demikian sebaliknya (Rowe, 2009 : 509).

3. Teori interfacial film

Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan di serap pada batas antara air

dan minyak, sehingga terbentuk lapisan fil yang akan membungkus partikel

fase dispersi. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara

partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain

fase dipersi menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada

emulsi,syarat emulgator yang di pakai adalah :

a. Dapat membuat lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup

untuk menutup semua permukaan partikel fase dispersi

b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase

dispersi

c. Dapat membentuk lapisan film denhan cepat dan dapat menutup

semua permukaan partikel denhan segera

4. Teori electrik double layer (lapisan listrik rangkap)

Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung

berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan

lapisan berikutnya akan mempunya muatan yang berlawanan dengan lapisan

di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungu

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 4 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

oleh 2 batan glapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan

menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan mengadakan

penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang

menyekubungi setiap partikel minyak mempunya susunan yang sama.

Dengan demikian antara sesama partikelakan tolak-menolak dan stabilitas

emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh sala satu

dari ketiga cara dibawah ini :

a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.

b. Terjadinnya absorbsi ion oleh partikel dari cairan di sekitarnya

c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya (Lachman,

2008 : 308)

3.1.2 Tipe Emulsi

Tipe emulsi, salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar

(sebagai contoh : air ), sedangkan lainnya relatif nonpolar ( sebagai contoh :

minyak ). Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase

kontinu air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air

(o/w). Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut

dikenal sebagai produk air dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk

pemberian oral biasanya dari tipe o/w dan membutuhkan penggunaan suatu

zat pengemulsi o/w. Zat pengemulsi tipe ini termasuk zat sintetik yang aktif

pada permukaan dan bersifat nonionik, akasia, (gom), tragacanth, dan

gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang dipergunakan termasuk tipe o/w.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 5 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Makanan tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad merupakan

emulsi tipe w/o (Lachman, 1994 : 206).

3.2 Emulgator

Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang menurunkan tegangan antar

muka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan terdispersi dengan

membentuk lapisan yang kuat untuk mencegah koalesensi dan pemisahan

fase terdispersi ( Lachman, 2008 : 1031)

Adapun Sifat-sifat Emulgator Yang diinginkan

Beberapa sifat yang dipertimbangkan dari bahan pengemulsi :

a. Harus efektif pada permukaan dan mengurangi tegangan antar muka

sampai di bawah 10 dyne/cm.

b. Harus diabsorbsi cepat di sekitar tetesan terdispersi sebagai lapisan

kental mengadheren yang dapat mencegah koalesensi

c. Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya listriknya cukup

sehingga terjadi saling tolak-menolak

d. Harus meningkatkan viskositas emulsi

e. Harus efektif pada konsentrasi rendah

f. Tidak ada bahan pengemulsi yang memenuhi syarat sifat-sifat ini pada

tingkat yang sama, nyatanya tidak semua emulgator yang baik perlu

memiliki sifat di atas. (Arthur, 1986 : 305)

3.2.1 Contoh emulgator di farmasi

a. Produk alam, karakternya pada permukaan adalah film multimolekuler.

b. Zat padat terbagi halus, karakternya pada permukaan adalah solipart.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 6 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

c. Surfaktan (anionik, kationik, ionik), semuanya ataupun pada imimnya

surfaktan mempunyai harga HLB yang di tetapkan antara 3-6 meghasilkan

emulsi A/M, HKB antara 8-18 menghasilkan emulsi M/A (Alfred, 1994 :

651).

Adapun keuntungan Sediaan Emulsi :

- Banyak bahan obat yang mempunyai rasa dan susunan yang tidak

menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak pada pemberian oral bila

diformulasikan menjadi emulsi.

- Beberapa obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat tersebut

diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.

- Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan mudah discuci bila

diinginkan.

- Formulator dapat mengontrol penampilan, viskositas, dan kekasaran

(greasiness) dari emulsi kosmetik maupun emulsi dermal.

- Emulsi telah digunakan untuk pemberian makanan berlemak secara

intravena akan lebih mudah jika dibuat dalam bentuk emulsi.

- Aksi emulsi dapat diperpanjang dan efek emollient yang lebih besar

daripada jika dibandingkan dengan sediaan lain.

- Emulsi juga memiliki keuntungan biaya yang penting daripada preparat

fase tunggal, sebagian besarlemak dan pelarut-pelarut untuk lemak yang

dimaksudkan untuk pemakaian ke dalam tubuh manusia relatif memakan

biaya, akibatnya pengenceran dengan suatu pengencer yang aman dan tidak

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 7 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

mahal seperti air sangat diinginkan dari segi ekonomis selama kemanjuran

dan penampilan tidak dirusak.( Lachman, 2008 : 1029 )

Adapun kerugian emulsi :

Emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan tehnik pemprosesan

khusus. Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk membuatnya sebagai

sediaan yang berguna, emulsi harus memiliki sifat yang diinginkan dan

menimbulkan sedikit mungkin masalah-masalah yang berhubungan

(Lachman, 2008 : 1031)

3.2.2 Suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut

yang terdispersi dalam fase cair (Farmakope, Indonesia IV, 1995 : 17)

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut

dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat

terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan,

yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan.

Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk

untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan

(Formulasi Nasional, 1978 : 333)

3.3 Ketidakstabilan emulsi dan faktornya

Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika (Anief, M.

2007):

a. Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk

membentuk agregat dari bulatan-bulatan,

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 8 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

b. Jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau

turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase

dalam, dan

c. jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan

dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar

emulsi, yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam

disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi

dan pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia lainnya (Ansel,

1989 : 89).

Agregasi atau penggabungan. Agregat dari bulatan fase dalam mempunyai

kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh

ke dasar emulsi daripada partikel-partikelnya sendiri. Terjadinya bulatan-

bulatan seperti itu disebut “creaming” dari emulsi tersebut dan apabila tidak

terjadi penggabungan maka akan merupakan proses yang bolak-balik.

Kerusakan yang lebih besar daripada creaming pada suatu emulsi adalah

penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan fase tersebut

menjadi suatu lapisan. Pemisahan fase dalam dari emulsi tersebut disebut

“pemecahan” (breaking) emulsi dan emulsinya disebut “pecah” atau “retak”

(cracked). Hal ini bersifat reversibel karena lapisan lapisan pelindung di

sekitar bulatan-bulatan fase terdispersi tidak ada lagi. Usaha untuk

menstabilkan kembali emulsi tersebut dengan pengocokan, dari dua lapisan

yang memisah umumnya gagal. Biasanya diperlukan zat pengemulsi

tambahan dan pemrosesan kembali dengan mesin yang sesuai untuk dapat

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 9 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

memproduksi emulsi kembali. Umumnya harus berhati-hati guna

melindungi emulsi terhadap efek dingin dan panas . Apabila terjadi

pembekuan kemudian mencair, emulsi akan menjadi kasar dan kadang-

kadang pecah. Panas yang berlebihan akan memberikan pengaruh yang

sama.

3.3.1 HLB dan kegunaannya

Tipe suatu emulsi yang dihasilkan bergantung pada sifat emulgator

(zat pengemulsi) yang digunakan dalam suatu formula . karakteristik ini

dikenal sebagai Hidrophile – Lipophile Balance (HLB). Umumnya masing-

masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik dengan salah

satu diantaranya lebih atau kurang dominan dalam mempengaruhi dengan

cara yang telah diuraikan untuk membentuk tipe emulsi. suatu metode telah

dipikirkan dimana zat pengemulsi dan zat aktif permukaan dapat

digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan HLB nya. Dengan

metode ini setiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukan

polaritas dari zat tersebut. Walaupun angka tersebut telah ditentukan sampai

kira-kira 40, kisar lazimnya antara 1 dan 20. Bahan-bahan yang sangat polar

atau hidrofilik angkanya lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang

polar dan nlebih lipofilik. umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai

harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi air-

dalam-minhyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB antara 8

sampai 18 menghasilkan emulsi minyak – dalam – air. tipe aktivitas yang

diharapkan dari surfaktan dengan harga HLB yang telah ditetapkan terdapat

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 10 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

dalam tabel berikut (Alfred, 1994 : 51) Nilai HLB dari fase minyak suatu

emulsi, misalnya minyak, lilin dan lain-lain harus dipertimbangkan pertama

adalah penentuan HLB apa yang cocok dari emulgator atau campuran

emulgator yang dibutuhkan untuk menghasilkan emulsi yang stabil

( Lachman, 2008 : 1055 )

3.3.2 Nilai-nilai HLB

Nilai-nilai HLB yang diperlukan oleh lemak-lemak yang umum


digunakan.

Bahan Kimia Emulsi M / A Emulsi A / M

(Cairan) (Cairan)

Cetil alkohol 15 -

Stearil alkohol 14 -

Asam stearat 15 -

Lanolin anhidrat 10 8

Minyak mineral, ringan dan berat 12 -

Minyak biji kapas 10 5

Pertolatum 12 5

Malam tawan 12 4

Lilin paraffin 11 4

(Arthur, 1986 : 305)


Bahan Kimia Emulsi M / A Emulsi A / M

(Cairan) (Cairan)

Asam stearat - 17

Alkohol setil - 13

Lording anhidrat 8 15

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 11 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Minyak kapas - 7,5

Minyak mineral ringan 4 10-12

Minyak mineral berat 4 10,5

Lilin tawan 5 10-16

Mirokristalin - 9,5

Parafin - 9

(Arthur, 1986 : 305)

IV PROSEDUR KERJA

R/ Minyak 20 g
Emulgator total 10 g
(Tween 80 dan Span 80)
Setil alkohol 2g
Air ad.
100 g

Prosedur kerja yang dilakukan

5 (lima) larutan seri emulsi dibuat dengan ketentuan

Tipe Emulsi Nilai HLB Butuh


1 5
2 7
3 9
4 11
Jumlah 5Tween 80 dan Span 80 yang dibutuhkan
13
dihitung untuk kelima tipe emulsi yang akan dibuat

Minyak, air,
Laboratorium TweenTerpadu
Farmasi 80, Span 80,Edan
Unit Setil alcohol| ditimbang
– Farmasetika sesuai
Program Studi yang |
Farmasi
Fakultas MIPA – Unisba dibutuhkan Halaman 12 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Bahan-bahan dicampurkan sesuai dengan fasenya

Fase minyak : minyak dengan Span 80 dan setil alcohol dicampurkan


Fase air : air dengan Tween 80 dicampurkan

Kedalam cawan dimasukan campuran masing-masing


fase disimpan diatas penangas air 60-70 C

V DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

5.1 Tabel Pengamatan

5.1.1 Tabel Kestabilan Emulsi

Jumlah Jumlah
Tipe HLB Tinggi Creaming (cm)
Tween Span 80
Emulsi butuh
80 (BJ) (BJ)
1 2 3 4

1 5 0,65 9,35 2 6,4 12 17,2

2 7 6,26 7,48 - 3 7 12

3 9 4,39 5,61 1 4 6,8 15,9

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 13 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

4 11 2,52 3,74 - 2 3,5 5,9

5 13 8,13 1,87 1,3 7 12 15,5

5.2 Perhitungan

5.2.1 Perhitungan Air ad

Air ad – (gr minyak + gremulgator total + gr setil alkohol)

100 – (20 + 10 + 2)

100 – 32 = 68 + 10 %

= 68 +6,8

= 74,8 gr air ad

5.2.2 Jumlah Tween 80 dan Span 80

Gr emulgator total . HLB butuh = (gr tween 80 . HLB t80) + (gr span 80. HLBs80)

 10 gr x 5 = (a x 15) + (10 – a x 4,3)

50 gr = a15 + (43 – 4,3a)

50 gr = 43 + 10,7a

10,7a = 7

a =7
10,7

= 0,65 gr tween

Gr span = 10 – 0,65

= 9,35 gram

 10 gr x 7 = (a x 15) + (10 – a x 4,3)

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 14 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

70 gr = a15 + (43 – 4,3a)

15a – 4,3a = 70 – 43

10,7a = 27

a = 2,52 gr tween

gr span = 10 – 2,52

= 7,48 gram

 10 gr x 9 = (a x 15) + (10 - a x 4,3)

90 gr = 15a + (43 – 4,3a)

15a – 4,3a = 90 – 43

10,7a = 47

a = 4,39 gr tween

gr span = 10 – 4,39

= 5,61 gram

 10 gr x 11 = (a x 15) + (10 – a x 4,3)

110 gr = 15a + (43 – 4,3a)

15a -4,3a = 110 – 43

10,7a = 67

a = 6,26 gr tween

gr span = 10 – 6,26

= 3,74 gram

 10gr x 13 = (a x 15) + (10 – a x 4,3)

130 gr = 15a + (43 – 4,3a)

15a – 4,3a = 130 – 43

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 15 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

10,7a = 87

a = 8,13 gram tween

gr span = 10 – 8,13

= 1,87 gram

VI PEMBAHASAN

Praktikum famasi fisika bertujuaan untuk mempelajari dasar-dasar pembuatan

sediaan farmasi. ilmu Fisika sangat mendukung dalam memenuhi

kestabilan obat yang baik. Pengetahuan mengenai sifat fisika molekul zat obat

merupakan dasar dalam penyusunan formula sediaan obat karena sifat fisika

molekul obat lah yang akan

memengaruhi aspek-aspek formulasi zat obat menjadi sebuah sediaan farmasi

yang memenuhi syarat. Emulsifikasi merupakan salah satu dari dasar-dasar

pembuatan sediaan farmasi. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu

cairanya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika

minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase

8pembawa (pendispersi), sisitem ini di sebut emulsi minyak dalam air dan

sebaliknya, jika air yang merupakan fase terdispersi dan minyak sebagai

pembawa, sistem ini di sebut air dalam minyak. Pada percobaan emulsi minyak

dan air, untuk minyak yang akan diemulsi harus ditentukan dulu nilai HLB butuh

minua Pada percobaan emulsi minyak dan air, minyak yang akan diemulsi harus

ditentukan dulu nilai HLB butuh minyak agar membentuk emulsi yang stabil.

Titik kritis percobaan emulsifikasi ini adalah menentukan HLB untuk minyak

agar minyak dan air bersatu. Percobaan ini dilakukan dengan membandingkan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 16 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

kestabilan dan ketidakstabilan emulsi untuk menentukan formula mana yang

paling baik. Ketidakstabilan yang mungkin terjadi seperti flokulasi dimana globul-

globul dalam emulsi membentuk kelompok-kelompok, creaming dimana

terbentuknya lapisan-lapisan yang memiliki konsentrasi berbeda, kolalesen

dimana kelompok- kelompok globul bersatu menjadi lebih besar, atau terjadi

demulsifikasi dimana kedua fase dari emulsi berpisah. Untuk mencegah

ketidakstabilan emusli tersebut perlu ditambahkan emulgator. Ada 3 jenis

emulgator yaitu surfaktan, kolioda hidrofilik, dan partikel padat terbagi halus,

namun pada praktikum kali ini digunakan surfaktan sebagai emulgator. Surfaktan

memiliki mekanisme kerja dengan menurunkan tegangan permukaan atau

antarmuka antara minyak dengan air seh ingga air dan minyak lebih mudah

bercampurserta membentuk film monomolekuler pada permukaan fase terdispersi.

Surfaktan mengikat molekul polar dan nonpolar untuk menurunkan tegangan

permukaan. Surfaktan yang digunakan pada praktikum ini adalah tween dan span

karena tween dapat mengikat molekul polar atau air dan span dapat mengikat

molekul nonpolar atau minyak.

Pada percobaan emulsi air dan minyak perlu ditentukan HLB butuh

minyak agar membentuk emulsi yang stabil karena HLB butuh minyak setara

dengan HLB surfaktan atau campuran surfaktan untuk mengemulsi minyak.

Penentuan HLB butuh minyak dengan rentang HBL lebar digunakan minyak 20 gr

emulgator toltal 10 gr, asetil alkohol 10 gr, dan air ad sebanyak 74,8 gr. Dibuat 5

larutan seri tipe emulsi dengan tujuan agar dapat membanding kan formula mana

yaang tebaik. Sebelum menentukan HLB ditentukan dulu perhitungan kebutuhan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 17 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

surfaktan agar jumlah total emulgator total sesuia dengan formula yaitu 10 gr

dengan variasi HLB yang berbeda. Minyak, air, tween 80, span 80 dan setil

alkohol ditimbanh sesuai jumlah yang dibutuhkan lagi dicampurkan sesuai fase

masing-masing. Untuk fase minyak dicampurkan minyak dengan span 80 dan setil

alkohol. Minyak yang digunakan adalah parafin karna parafin merupakan minyak

kental dan jernih. Span digunakan sebagai surfaktan yang akan mengikat molekul

minyak dan Setil alkohol digunakan dalam formulasi karena mempunyai efek atau

manfaat ganda, yakni dapat digunakan sebagai emulgator dan sebagai stiffering

agent. Stiffering agent adalah suatu zat yang ditambahkan kedalam suatu formula,

yang berfungsi sebagai pengental dalam sediaan emulsi seperti lotion. Pada fase

air dicampurkan air dengan tween 80 karena tween dapat mengikat molekul air.

Setiap tipe emulsi baik fase minyak ataupun air dipanaskan diatas penangas air

sampa suhu antara 60°C dan 70°C. Tujuan dipanaskan adalah agar tegangan

permukaannya turun karena meningkatnya energi kinetik molekul. Setelah

dipanaskan fase minyak dan fase air disatukan dalam gelas pelastik lagi diaduk

dengan rotary steerer agar tercampur atau teraduk dengan merata lalu dimasukan

kegelas plastik sendimentasi bening agar dapat diamati perubahannya selama 4

hari. Berdasarkan data pengamatan dapat emulsi dengan HBL 5 mengalami

creaming paling tinggi dengan ketinggian 17,2 cm yang menandakan bahwa HLB

5 paling tidak stabil sedangkan emulsi dengan HLB 11 mengalami creaming

paling rendah yaitu 5,9 sehingga HLB 11 merupakan formula HLB terbaik.

VII KESIMPULAN

HLB butuh minyak yang paling stbail pada percobaan ini adalah HLB 11

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 18 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan


RI: Jakarta
Lachman, L. 1994. “Teoridan Praktek Farmasi Industri”. UI-Press : Jakarta.
Martin, A. 1990. “Farmasi Fisik”. UI-Press : Jakarta.
Lachman, L. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI-Press : Jakarta.
Kibbe, Arthur. 1986. Hand Book of Pharmaceutical Excipient. London : United
Kingdom.
Rowe, R.C, J.Sheskey, Paul. E Quinn, Marian. 2009. The Handbook of
Pharmaceutical Excipient Six The Edition. American Pharmaceutical Press :
America.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Farmasi Edisi V. Gadjah Mada Press :
Yogyakarta.
Anief, M. 2007. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. UI-Press :
Jakarta.
Depkes RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta.

LAMPIRAN

LAMPIRAN HARI PERTAMA

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 19 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 20 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

LAMPIRAN HARI KEDUA

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 21 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 22 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 23 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 24 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

LAMPIRAN HARI KETIGA

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 25 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

LAMPIRAN HARI KEEMPAT

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 26 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 27 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 28 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 29 dari 30
1441H/
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
2019M

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba Halaman 30 dari 30

Anda mungkin juga menyukai