Psychological well-being adalah suatu kondisi di mana individu memiliki perasaan
puas, bahagia, dapat menerima segala aspek baik positif dan negatif dalam dirinya. Psychological well-being dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan. Talasemia adalah kelainan bawaan yang dapat menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu. Selain memerlukan transfusi darah, pasien juga memerlukan pemberian obat yang dapat mengeluarkan zat besi yang berlebih akibat transfusi. Baik transfusi darah maupun pemberian obat tersebut merupakan keadaan yang tidak nyaman bagi penderita, sehingga dapat menyebabkan psychological well-being yang pada umumnya rendah. Penelitian ini menggunakan subjek seorang wanita penderita talasemia beta mayor yang berusia 42 tahun dan memerlukan transfusi darah secara rutin. Dilakukan penelitian psychological well-being dengan metode penelitian kualitatif menggunakan studi kasus intrinstik. Penelitian kualitatif dilakukan berdasarkan observasi dan wawancara baik terhadap subjek maupun significant other. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa walaupun mengidap talasemia yang cukup berat, subjek tetap mempunyai psychological well-being yang tinggi. Hal ini dibuktikkan dengan kemampuan subjek yang mempunyai prestasi selama masa pendidikan SMA dan universitas selain itu subjek mampu bekerja dan nyaman dengan lingkungan kerja. Di bidang sosial subjek mempunyai aktivitas di organisasi Yayasan Talasemia dengan memberikan dukungan positif bagi penderita talasemia lainnya. Kesimpulannya tidak semua penderita talasemia yang berat menunjukkan psychological well-being yang rendah. Subjek justru memperlihatkan psychological well-being yang tinggi. Hal tersebut tidak terlepas dari dukungan keluarga, maupun lingkungan kerja. Contoh kasus ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan psychological well-being penderita talasemia lainnya.
Psychological well-being is a condition in which individuals have the feeling satisfied,
happy, can receive both positive and negative aspects in him. Psychological well- being can be affected by various circumstances. Thalassemia is a congenital disorder that can cause disturbed daily activities. In addition to requiring blood transfusion,
Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 197
patients also require medication that can remove excess iron due to transfusion. Neither blood transfusion or administration of the drug is a state that is uncomfortable for the patient, which can lead to psychological well-being were generally low. This study uses the subject of a woman with beta thalassemia major who was 42 years old and require regular blood transfusions. Research conducted psychological well-being with a qualitative research method using case studies intrinstik. Qualitative research based on observations and interviews conducted both the subject and significant other. This study shows that despite suffering from thalassemia is quite heavy, the subject still have the psychological well-being is high. It dibuktikkan with the ability of subjects had achievements during the period of education high school and university in addition to the subject is able to work and comfortable work environment. In the social field the subject has activity in Thalassemia Foundation organization to provide positive support for other thalassemia patients. The conclusion is not all that severe thalassemia patients showed psychological well-being that low. Subject it shows the psychological well- being is high. It is inseparable from the support of family or work environment. An example of this can be utilized to improve the psychological well-being of other thalassemia patients.
Keywords :Psychological Well-Being, Talasemia
PENDAHULUAN
Penyakit talasemia adalah salah Thomas B. Cooley merupakan
satu jenis penyakit yang kurang populer orang pertama yang menemukan talase- di kalangan masyarakat karena jarang mia pada tahun 1925. Pada tahun 1932 terdengar pemberitaan. Penyakit talase- Whipple dan Bradford menciptakan isti- mia merupakan penyakit keturunan aki- lah talasemia dari bahasa Yunani yaitu bat kelainan sel darah merah. Penderita thalassa yang artinya laut, karena penya- talasemia akan mengalami kekurangan kit ini pertama kali dikenal di daerah se- darah karena sel darah merahnya tidak kitar Laut Tengah [14]. cukup mengandung hemoglobin dan mu- Penyakit talasemia diklasifikasi- dah pecah. Pada orang normal, umur sel kan menjadi talasemia alfa dan talasemia darah merah 120 hari, tetapi pada pen- beta, berdasarkan sintesis rantai globin derita talasemia umur sel darah merah yang merupakan bagian dari hemoglobin mungkin hanya empat hingga enam yang mengalami gangguan. Berdasarkan minggu. Pembawa sifat talasemia adalah berat ringannya gambaran klinis tala- orang-orang yang sehat tetapi dapat me- semia dibagi menjadi talasemia mayor neruskan sifat talasaemia ataupun penya- dan talasemia minor, di antara keduanya kit talasemia kepada keturunannya. Pe- disebut talasemia intermediate. Pada nyakit keturunan merupakan penyakit umumnya berat ringannya gambaran kli- yang disebabkan oleh kelainan genetik nis ditentukan oleh jumlah gen yang yang diturunkan dari orang tua kepada mengalami kerusakan atau kecacatan anaknya [12]. [11].
198 Thirafi, Psychological Well-Being...
Penyakit ini banyak terdapat di ningkatan sebesar 8,3% dari 3.653 kasus dunia khususnya orang yang berasal yang tercatat di tahun 2006 [23]. mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Jika dilihat dari tingkat kepara- India dan Myanmar, serta di daerah hannya talasemia dibagi menjadi talase- sepanjang garis antara Cina bagian sela- mia mayor, minor, dan intermediate. Ta- tan, Thailand, semenanjung Malaysia, lasemia minor dan intermediate memiliki Kepulauan Pasifik dan Indonesia [24]. gejala yang ringan hingga sedang, se- Rund dan Rachmilewitz menya- hingga penderitanya tidak membutuhkan takan bahwa kurang lebih 5% dari pen- transfusi darah yang rutin [10]. Keadaan duduk dunia mempunyai gen talasemia. tersebut berbeda dengan penderita tala- Data Organisasi Kesehatan Dunia (WH- semia mayor, yaitu kedua gen menga- O: World Heatlh Organisation) tahun lami kegagalan untuk membentuk rantai 1994 menunjukkan bahwa jumlah carrier globin sehingga penderitanya memer- atau orang pembawa gen talasemia di lukan transfusi darah yang rutin dan seluruh dunia mencapai 4,5%, yaitu teratur sepanjang hidupnya [1]. sekitar 250 juta orang. Di Indonesia, Talasemia mayor merupakan sa- talasemia merupakan kelainan genetik lah satu kelainan kronis. Seseorang yang yang paling banyak ditemukan dan ter- berhadapan dengan penyakit kronis yang banyak di antara golongan anemia hemo- mengancam kehidupan ditemukan me- litik (anemia yang disebabkan hancur miliki pengalaman kecemasan, depresi, atau lisisnya sel darah merah). Sejak ta- dan kesulitan emosional lainnya [2]. Pe- hun 2006 sampai tahun 2009 rata-rata nelitian yang dilakukan oleh Bulan me- pasien baru talasemia meningkat 3-8% nunjukkan bahwa talasemia beta mayor dan diperkirakan banyak kasus yang sebagai penyakit kronis yang diderita se- tidak terdeteksi, sehingga penyakit ini umur hidup akan membawa banyak ma- telah menjadi penyakit yang membu- salah psikologis bagi penderitanya [5]. tuhkan penanganan yang serius. Jika per- Talasemia merupakan salah satu penya- sentase talasemia mencapai 5%, dengan kit genetik yang secara nyata dapat angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 memberikan efek pada kualitas hidup juta penduduk, maka diper-kirakan ada penderita akibat penyakitnya sendiri sekitar 3.000 bayi penderita talasemia maupun efek terapi yang diberikan [5]. yang lahir di Indonesia setiap tahunnya Adanya pengaruh efek pada kualitas [13]. kehidupan penderita seperti mengalami Indonesia termasuk wilayah de- hambatan dalam beraktivitas karena sa- ngan kasus talasemia mayor yang cukup kit dan harus menjalani transfusi darah. tinggi [12]. Frekuensi pembawa gen Pemberian transfusi darah yang ber- penyakit talasemia di Indonesia sekitar ulang-ulang dapat menimbulkan kompli- 5%, sehingga dapat diperkirakan 5000 kasi hemosiderosis dan hemokromatosis, kasus baru terjadi pertahun [6]. Jenis yaitu penumpukan zat besi dalam ja- talasemia terbanyak yang ditemukan di ringan tubuh akibat penyerapan besi ya- Indonesia adalah talasemia mayor se- ng berlebih oleh saluran cerna. Penum- banyak 50% [5]. Berdasarkan penelitian pukan zat besi ini dapat menyebabkan yang dilakukan oleh Wahyuni tercatat kerusakan organ-organ tubuh seperti: sampai bulan Maret 2009 kasus tala- hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, dan semia di Indonesia mulai mengalami pe- pankreas [24]. Penyebab kematian terse-
Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 199
ring akibat penimbunan zat besi adalah lihatkan gejala depresi, cemas dan gagal jantung. Salah satu terapi yang gangguan psikososial dan fungsi sekolah perlu dilakukan oleh penderita yaitu te- [7]. Ganguan fungsi sekolah yang timbul rapi kelasi agar zat besi yang terkandung seperti harus tidak masuk sekolah ketika dalam tubuh penderita bisa dikeluarkan. transfusi darah, tidak bisa mengikuti pe- Penderita juga mengalami gangguan per- lajaran karena dirawat sakit dan kurang tumbuhan akibat malnutrisi, yaitu berat mampu mengikuti pelajaran di sekolah badan dan tinggi badan menurut umur karena fisik yang lemah, akibat penyakit berada di bawah persentil 50 dengan yang dideritanya maupun efek peng- mayoritas gizi buruk [8]. obatan yang dijalani. Sementara untuk Penyakit talasemia mayor secara keluarga penderita, adanya keluarga atau klinis menunjukkan beberapa masalah anak yang menderita talasemia mayor yang cukup besar [12]. Menurut Ratip, merupakan beban yang sangat berat. Ke- Skuse,Porter, Wonke, Yardumian, & luarga akan merasa sedih, kecewa, putus Modellaspek klinis penyakit talasemia asa, stres, bahkan depresi. Sejalan deng- akan memberikan pengaruh yang besar an hal tersebut penelitian yang dilakukan terhadap kehidupan sehari-hari pende- oleh Wahyuni menyatakan bahwa akibat ritanya, baik dampak fisik maupun dam- yang ditimbulkan penyakit talasemia pa- pak psikologis. Sampai saat ini transfusi da anak tidak hanya mempengaruhi darah masih merupakan pengobatan uta- fungsi fisik, tetapi juga mempengaruhi ma untuk menanggulangi anemia pada kondisi psikososial, emosional, integritas talasemia mayor [15]. Transfusi darah sosial, dan masalah sekolah [23]. diperlukan untuk menjaga tingkat he- Penelitian yang dilakukan oleh moglobin darah mendekati normal dan Bulan juga menemukan bahwa penderita harus terus menerus dilakukan [12]. penyakit talasemia mayor akan menja- Menurut Pramita dengan melaku- lani perawatan medis yang lama dan se- kan transfusi darah secara teratur maka ring di rumah sakit [5]. Tindakan peng- harapan hidup penderita talasemia mayor obatan yang menimbulkan rasa sakit dan akan meningkat [12]. Penderita talase- pikiran tentang masa depan yang tidak mia mayor biasanya akan kehilangan jelas dan kemungkinan menghadapi ke- waktu untuk melakukan kegiatan ruti- matian, tidak hanya memberikan dam- nitas sehari-hari, misalnya anak-anak pak fisik saja tetapi juga memberikan harus kehilangan beberapa hari dalam dampak psikologis yang besar bagi pen- sebulan di sekolah karena harus meng- deritanya. Berbagai dampak psikologis alokasikan banyak waktu ke rumah sakit. yang muncul seperti bagaimana peneri- Selain itu orang tua juga harus kehi- maan diri pada penderita talasemia, hu- langan waktu untuk bekerja [3]. Hal ter- bungan positif dengan orang lain, otono- sebut tentunya menimbulkan beban yang mi, penguasaan lingkungan, tujuan hi- berat bagi penderitanya, oleh sebab itu dup, dan pertumbuhan pribadi penderita- penderita talasemia mayor tidak hanya nya. Semua aspek tersebut terangkum mengalami permasalahan fisik tetapi ju- dalam aspek psychological well-being. ga permasalahan psikologis [12]. Setiap aspek menggambarkan usaha ya- Menurut Ismail, Campbell, Ibra- ng dilakukan seseorang untuk mengha- him, dan Jones gambaran umum indi- dapi tantangan-tantangan yang berbeda vidu yang menderita talasemia memper- sehingga individu dapat berfungsi secara
200 Thirafi, Psychological Well-Being...
positif [8]. Menurut Ryffpsychological pnya, akan membuat psychological well- well-being adalah suatu keadaan atau being individu meningkat [19]. Individu kemampuan individu untuk dapat mene- yang mendapatkan dukungan sosial da- rima kekuatan dan kelemahan diri seba- lam hidupnya memiliki psychological gaimana adanya, memiliki hubungan po- well-being yang lebih tinggi [21]. Me- sitif dengan orang lain, mampu meng- nurut Keyes, Shmotkin dan Ryff psy- arahkan perilakunya sendiri, mampu chological well-being bukan hanya ber- mengembangkan potensi diri secara ber- kisar tentang kepuasan hidup dan ke- kelanjutan, mampu mengatur lingkungan seimbangan antara arah positif dan efek serta memiliki tujuan dalam hidupnya negatif, namun juga melibatkan persepsi [17]. Efek yang ditimbulkan dari pe- dari keterlibatan dengan tantangan se- nyakit talasemia mayor maupun terapi panjang hidup [8]. Pada penderita penya- yang dilakukan akan menurunkan kese- kit talasemia mayor, meskipun penyakit- hatan fisik individu. Orang yang memi- nya dapat menganggu fungsi fisik dan liki psychological well-being yang posi- memberikan dampak psikologis yang be- tif adalah jika orang tersebut mampu sar, bila individu mampu menerima se- menerima segala aspek diri dan memiliki mua hal yang terjadi pada dirinya dan pandangan positif tentang masalah yang memiliki pandangan positif tentang ma- dialaminya. Individu juga memiliki rasa salah penyakit yang dialaminya, maka percaya diri, kematangan pribadi dan individu akan memiliki psychological keamanan emosional [17]. Psychological well-being yang tinggi. Hal ini sesuai well-being pada penderita talasemia dengan pendapat Keyes dan Sapiro, Ryff mayor tidak dapat muncul dengan sen- dan Singer yang menyatakan bahwa dari dirinya tetapi ada faktor-faktor yang sisi psikologis, perasaan subjektif akan menyebabkan terjadinya psychological kesejahteraan atau kebahagiaan dalam well-being. Faktor-faktor tersebut adalah kehidupannya serta kesehatan mental ya- faktor demografis (usia, jenis kelamin, ng positif melibatkan suatu perasaan se- status sosial ekonomi, pendidikan, pe- jahtera yang berjalan beriringan dengan kerjaan), faktor pengalaman hidup dan perasaan [9]. interpretasinya serta faktor dukungan Individu yang memiliki psycho- sosial [17]. logical well-being yang tinggi adalah in- Faktor sosial ekonomi juga dividu yang merasa puas dengan hidup- sangat berpengaruh terhadap psycho- nya, kondisi emosional yang positif, logical well-being penderita talasemia mampu melalui pengalaman buruk yang mayor. Penelitian yang dilakukan Ryan dapat menghasilkan kondisi emosional dan Deci menunjukkan bahwa semakin negatif, memiki hubungan yang positif individu mementingkan tujuan yang ber- dengan orang lain, mampu menentukan hubungan dengan materi dan finansial, nasibnya sendiri tanpa bergantung deng- maka semakin rendah tingkat well-being an orang lain, mengontrol kondisi ling- orang tersebut [16]. Berpendidikan dan kungan sekitar, memiliki tujuan hidup memiliki pekerjaan yang baik menye- yang jelas, dan mampu mengembangkan babkan tingkat psychological well-being potensinya [17]. Menurut Vazquez, Her- yang lebih baik [10]. Individu yang vas, Rahona, dan Gomez psychological berusaha memperbaiki dan tidak pasrah well-being juga memiliki peranan pen- begitu saja dengan pengalaman hidu- ting dalam proses pencegahan dan pe-
Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 201
nyembuhan suatu penyakit [22]. Apabila bertujuan untuk mendapatkan pe- memiliki psychological well-being yang mahaman yang mendalam tentang ma- tinggi, maka penderita talasemia akan salah-masalah manusia dan sosial, bukan menjalani kehidupan dengan baik, dan mendeskripsikan bagian permukaan dari melakukan yang bermanfaat untuk ber- suatu realitas sebagaimana dilakukan tahan hidup melawan penyakitnya [4]. penelitian kuantitatif dengan positivis- Penelitian lain tentang psychological menya [3]. Peneliti menginterpretasikan well-being pada penderita penyakit kro- bagaimana subjek memperoleh makna nis yang mendukung pernyataan di atas dari lingkungan sekeliling, dan bagai- yaitu penelitian yang dilakukan oleh mana makna tersebut mempengaruhi Eiser dan Kolega [6], pada penderita perilaku mereka. Penelitian dilakukan penyakit kronis yaitu diabetes tipe 1 dan dalam latar (setting) yang alamiah (na- 2. Penderita yang menunjukkan psy- turalistic) bukan hasil perlakuan (treat- chological well-being yang tinggi adalah ment) atau manipulasi variabel yang dili- orang yang memiliki rasa percaya diri batkan. akan kemampuan untuk mengelola pe- Alasan peneliti menggunakan nyakitnya dan memiliki kepercayaan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi bahwa hal yang dilakukannya dapat kasus dalam penelitian ini adalah karena mencegah atau menunda munculnya peneliti ingin mendapat pemahaman komplikasi. yang mendalam mengenai psychological Berdasarkan penjelasan di atas well-being pada pasien talasemia. Studi terlihat bahwa penyakit talasemia mayor kasus yang digunakan dalam penelitian dan efek terapi yang diberikan membawa ini adalah studi kasus intrinsik (intrinsic dapak negatif, baik bagi kehidupan fisik case study). Data yang didapatkan dari maupun psikologis penderitanya [4]. metode kualitatif bersifat studi kasus Dampak negatif tersebut berpengaruh karena masalah yang diteliti bersifat terhadap psychological well-being pen- khusus. deritanya. Meskipun penyakit ini mem- Jumlah subjek yang diambil ber- berikan dampak negatif, namun ada be- jumlah satu orang karena menurut Patton berapa penderita yang tetap mampu tidak ada aturan pasti dalam jumlah menilai positif hidupnya, serta tetap subjek yang harus diambil dalam pe- dapat melakukan berbagai aktivitas yang nelitian kualitatif. Jumlah subjek sangat bermanfaat untuk diri sendiri dan untuk tergantung pada apa yang ingin diketahui orang lain. Berdasarkan uraian tersebut oleh peneliti, tujuan penelitian, konteks di atas, maka peneliti tertarik untuk saat ini apa yang dianggap bermanfaat melakukan penelitian mengenai psycho- dan dapat dilakukan dengan waktu dan logical well-being pada penderita tala- sumber daya yang tersedia. semia. HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN Berdasarkan analisis kasus pada Penelitian ini menggunakan pen- subjek penelitian yang dilakukan oleh dekatan penelitian kualitatif dalam studi peneliti mengenai psychological well- kasus. Basuki menjelaskan bahwa pene- being pada penderita talasemia, dapat litian kualitatif adalah penelitian yang dijelaskan bahwa subjek memiliki psy-
202 Thirafi, Psychological Well-Being...
chological well-being tinggi. Penelitian saikan sekolah perguruan tinggi dan ini menemukan beberapa faktor yang mampu berprestasi selama bersekolah, menyebabkan psychological well-being walaupun pernah tidak naik kelas karena subjek penderita talasemia, faktor-faktor kehadiran subjek yang kurang. Tetapi, tersebut adalah sebagai berikut: faktor setelah pindah sekolah subjek mampu demografis yaitu usia, subjek memiliki bangkit dan mampu bekerja sampai se- perubahan seiring bertambahnya usia, karang untuk keluarganya. Subjek tidak yaitu menjadi lebih ikhlas, tidak banyak trauma hanya karena pernah mengalami mengeluh, lebih sering mengevaluasi diri kegagalan, dan berniat untuk memiliki dan sabar dalam menjalani kehidupan pasangan hidup bahkan untuk menikah dengan penyakit talasemia. Usia juga lagi. Hal ini menunjukkan bahwa subjek menyebabkan otonomi subjek. Subjek melakukan penerimaan diri terhadap pe- mampu membuat keputusan sendiri ter- nyakit yang diderita. Kondisi subjek utama saat sedang bekerja di kantornya tersebut sejalan dengan pendapat Ryff, dan melakukan perawatan sendiri ketika yaitu seorang individu dikatakan me- sedang lemas dengan datang sendiri ke miliki nilai yang tinggi dalam aspek rumah sakit tanpa ditemani oleh orang penerimaan diri, apabila ia memiliki si- tuanya. Hal ini sesuai dengan hasil pe- kap positif terhadap dirinya sendiri, nelitian yang dilakukan Ryff dan menghargai dan menerima berbagai as- Keyesyang menunjukkan bahwa pada pek yang ada dalam dirinya, baik kua- aspek otonomi dalam psychological litas diri yang baik maupun yang buruk well-being mengalami peningkatan dan individu dapat merasakan hal yang seiring dengan bertambahnya usia [18]. positif dari kehidupan di masa lalunya Menurut Cobbindividu yang [18]. Tujuan hidup subjek untuk memba- mendapatkan dukungan sosial akan me- hagiakan keluarga dan lingkungan seki- rasa bahwa dirinya dicintai, diperdu- tarnya, tidak menyerah dalam meraih likan, dihargai dan menjadi bagian da- tujuan hidupnya. Subjek mau dikoreksi lam jaringan sosial (seperti keluarga dan bila ada yang salah untuk meraih tujuan- organisasi tertentu) yang menyediakan nya. Hal ini sesuai dengan penelitian tempat bergantung yang dibutuhkan yang dilakukan oleh Ryff, individu yang [20]. Subjek dalam penelitian ini men- tinggi dalam aspek tujuan hidup memi- dapat perhatian dari keluarga, teman, liki rasa keterarahan (directedness) da- tetangga, rekan kerja, atasan di tempat lam hidup, mampu merasakan arti dari kerja subjek. Bentuk dukungan dari masa lalu dan masa kini, memiliki be- orang tua mengingatkan untuk menjaga berapa tujuan hidup, serta memiliki tu- kesehatan walau banyak kerjaan, bentuk juan dan target yang ingin dicapai dalam dukungan dari atasan dan rekan kerja hidup [18]. subjek adalah menengok subjek ketika Subjek mampu berkembang dari dirawat di rumah sakit.Adapun aspek kecil hingga sekarang dengan meraih dari kriteria psychological well-being banyak prestasi, mampu menjadi juara yang pertama adalah penerimaan diri, kelas dan mewakili sekolah dalam ber- subjek menerima dirinya menderita tala- bagai lomba. Cepat menangkap pelajaran semia dan mensyukuri hidupnya serta yang diberikan oleh guru sehingga me- tidak pernah menyerah. Hal ini dibuk- raih juara, mampu lulus S1 teknik infor- tikan dengan subjek mampu menyele- matika hanya dengan kuliah selama tiga
Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 203
setengah tahun dengan meraih IPK di menghubungi orang tuanya. Kondisi atas tiga. Mau menerima tugas apapun subjek sejalan dengan teori Ryff, bahwa yang belum pernah diberikan terlihat individu memiliki skor yang tinggi da- saat observasi di mana subjek diminta lam aspek ini yang ditandai dengan ke- untuk menyelesaikan beberapa tugas mampuan untuk menentukan diri sen- yang diberikan, walaupun bukan tugas- diri dan bersikap mandiri, mampu berta- nya. Menurut Ryff individu yang tinggi han pada tekanan sosial, berpikir dengan dalam aspek ini memiliki pandangan cara-cara tertentu, dan meregulasi ting- bahwa dirinya selalu berkembang, ter- kah laku [18]. buka pada pengalaman baru, memiliki Subjek menguasai lingkungan kemampuan dalam menyadari potensi baru, mampu beradaptasi dengan baik diri yang dimiliki, mampu merasakan terhadap lingkungan yang baru seperti perkembangan diri dan perilakunya menerima berbagai macam tugas yang setiap waktu dan dapat berubah menjadi diberikan orang lain ketika acara di Pun- pribadi yang lebih efektif dan mampu cak, mengikuti kegiatan dengan mampu memiliki pengetahuan yang bertambah membuat manfaat bagi orang lain. Sub- [18]. jek mampu bertahan lama selama hampir Subjek membina dan membang- enam belas tahun lebih di satu perusa- un hubungan yang positif dengan orang haan. Subjek mampu menyelesaikan pe- lain dengan tetap saling peduli satu sama kerjaan yang ada walaupun kondisinya lain, saling bantu dan menyemangati tidak sehat. orang lain serta berempati dengan men- Kemampuan subjek mengenai dengar keluh kesah para penderita tala- penguasaan lingkungan didukung teori semia lain yang mengalami kesulitan, dari Ryff, yaitu penguasaan lingkungan membantu membawa barang-barang ya- adalah kemampuan individu dalam me- ng bukan miliknya saat acara di Puncak, milih atau menciptakan lingkungan yang membantu membawa beberapa tas milik sesuai dengan kondisi psikologisnya, peserta yang mengalami kesulitan dalam mampu memanipulasi dan mengontrol membawa tas maupun barang lainnya. lingkungan yang kompleks, dan dapat Kondisi subjek sejalan dengan teori beradaptasi dalam aktifitas diluar dirinya Ryff, bahwa individu yang memiliki dalam melakukan aktifitas fisik dan skor tinggi dalam aspek ini yang ditandai mental [17]. dengan kemampuan untuk menentukan diri sendiri dan bersikap mandiri, mam- KESIMPULAN DAN SARAN pu bertahan pada tekanan sosial, berpikir dengan cara-cara tertentu, dan mere- Berdasarkan hasil penelitian ini, gulasi tingkah laku. dapat disimpulkan mengenai gambaran Subjek mampu membuat otono- psychological well-being pada penderita mi diri yang baik dengan menyelesaikan talasemia, faktor-faktor apa saja yang masalah secara diskusi dan tanpa ada menyebabkan psychological well-being emosi dalam menyelesaikan suatu masa- dan proses perkembangan psychological lah yang ada, serta tidak manja walaupun well-being. sedang sakit. Bahkan subjek mampu ke Pada gambaran psychological rumah sakit sendiri tanpa orang lain well-being, secara umum subjek me- ketika sedang menurun kondisinya, baru nunjukkan kepercayaan diri yang besar,
204 Thirafi, Psychological Well-Being...
mampu berkomunikasi dengan orang la- diharapkan tetap terus berjuang tanpa in secara baik, adanya empati terhadap menyerah untuk tetap membahagiakan kehidupan orang lain, mempunyai tang- keluarga dan orang-orang sekitarnya, gung jawab yang besar terhadap peker- walaupun sering masuk rumah sakit jaan dan tugas yang diberikan padanya. akibat keadaan fisik yang menurun. Faktor-faktor yang menyebabkan Untuk penelitian selanjutnya di- timbulnya psychological well-being pada sarankan untuk meneliti lebih mendalam subjek adalah adanya dukungan dari mengenai perbandingan psychological keluarga, orangtua, lingkungan sekitar, well-being pada talasemia antara perem- agama dan pertambahan usia, ikut mem- puan dan laki-laki, dengan menambah buat timbulnya psychological well-being jumlah subjek penelitian. Mungkin hasil- subjek muncul walau subjek menderita nya akan terdapat perbedaan, karena je- talasemia. nis kelamin merupakan salah satu faktor Proses perkembangan psycholo- yang menyebabkan psychological well- gical well-being pada subjek mengetahui being. Masih banyak perbedaan yang bahwa subjek menderita talasemia, ia terjadi untuk bisa dibandingkan dengan menerima kondisinya secara perlahan penelitian tersebut. Perbedaan tersebut demi perlahan. Ia mampu berprestasi dan tidak hanya dilihat dari faktor yang juara kelas walaupun jarang masuk menyebabkan saja, tetapi juga bisa dari sekolah, karena ia mampu menangkap cara pola asuh orang tua yang membuat pelajaran secara cepat ketika guru men- timbulnya psychological well-being pen- jelaskan. Ia sempat merasa kehilangan derita talasemia yang tinggi. semangat ketika tidak naik kelas dua kali sewaktu di SMA. Dengan bantuan ibu- DAFTAR PUSTAKA nya ia mau bersekolah lagi dengan pin- dah sekolah, di mana ia mampu menjadi [1] Aesopos, A., Kati, M., Farmakis D. juara kelas dan mengikuti lomba-lomba (2007). Heart disease in thalasse- sesekali. Ia mampu lulus dengan cepat mia intermedia: a review of the dalam waktu tiga setengah tahun dengan underlying pathophysiology. Hae- IPK cukup tinggi sewaktu kuliah. Ia matologica, 92 (5), 658-665. mampu bertahan selama 16 tahun di [2] Barnes, J., Kroll, L., Lee, J., Burke, kantornya. Ia tidak trauma dengan kega- O., Jones, A., & Stein, A. (2002). galan rumah tangganya terdahulu. Tuju- Factors predicting communication an hidupnya sekarang adalah untuk about the diagnosis of maternal membahagiakan orangtua, keluarga dan breast cancer to childre. Journal of orang-orang sekitarnya yang ia sayangi Psychosomatic Research, 52(4), dengan tidak mudah menyerah pada kon- 209-214. disinya yang terbatas. [3] Basuki, H. (2006). Penelitian Berikut ini adalah beberapa saran kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanu- yang dapat diterapkan bagi mereka yang siaan dan budaya. Jakarta: Univer- ingin mengetahui tentang kehidupan so- sitas Gunadarma. sial penderita talasemia, yang berjuang [4] Budiartini, N. K. (2014). Psycho- dalam hidupnya untuk bisa menerima logical well-being pada penderita kondisinya dan mampu bersosialisai thalassemiamayor. Skripsi tidak dengan lingkungannya.Kepada subjek
Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 205
diterbitkan. Jakarta: Universitas [13] Puskom. (2012). Thalasemiabu- Gunadarma. kanpenyakitmenular [5] Bulan, S. (2009). Faktor-faktor http://sehatnegeriku.com/thalasemi yang berhubungan dengan kualitas abukanpenyakitmenular/ hidup anakthalassemia beta mayor. diaksespadatanggal 2014-06-30 Program pendidikan dokter [14] Rudolph, C. D., Rudolph A. M., spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak. Hostetter, M. K., Lister, G. & Skripsi tidak diterbitkan. Sema- Siegel, N. J. (2002). Rudolph’spe- rang: UniversitasDiponegoro. diatric’s. Part 19 blood and blood- [6] Indriati, G. (2011). Pengalaman ibu forming tissues. 19.4.7 Thallasemia dengan merawat anak thalassemia (21st ed.). McGraw-hill Company: di Jakarta. Fakultas Ilmu Kepera- North America. watan. Program studi magister [15] Rund, D., & Rachmilewitz, E. ilmu keperawatan. Tesis: Univer- (2005). Beta-thalassemia. The New sitas Indonesia. EnglandJournal of Medicine, [7] Ismail, A., Campbell M. J., Ibra- 343(11), 1135-1146 him, H. M., & Jones, G. L. (2006). [16] Ryan, R, M., & Deci, E. L. (2001). Health related quality of life in On happiness and human poten- malaysian children with thala- tials: A review of research on he- ssemia. Health and Quality ofLife donic and eundaimonic well-being. Outcomecy, 4(9), 39-46. Annual Review ofPsychology, 52, [8] Keyes, C. L. M., Shmotkin, D., & 141-166. Ryff, C. D. (2002). Optimizing [17 Ryff, C. D. (1989). Happiness is well-being: The empirical encoun- everything, or is it? Exploration on ter of two traditions. Journal of the meaning of psychological well- Personality and SocialPsychology, being. Journal of Personality and 82, 1007–1022. Social Psychology, 57, 1069-1081. [9] Papalia D. E., Olds, S.W., & Feld- [18] Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M. man, R.D. (2009). Human develop- (1995). The structure of psy- ment (10th ed.). New York: chological well-being revisited. McGraw-Hill. Journal of Personality and Social [10] Papalia, D. E., Sterns, H.L., Psychology, 69(4), 719-727. Feldman, R.D., & Camp, C. J. [19] Ryff, C. D. & Singer, B. (1996). (2007). Adultdevelopment and Psychological well-being: Mean- aging (3rded.). New York: ing, measurement, and implications McGraw-Hill. for psychotherapy research. Jour- [11] Potts, N. L., & Mandleco. B. L. nal ofPsychotherapy and Psycho- (2007). Pediatric nursing: Caring somatics, 65, 14-23. for childrenand their families [20] Sarafino, E. (1990). Health (2rded.). New York : Thomson psychology: Biopsychosocial inte- Coor-poration. ractions. New York : John Wiley [12] Pramita, A. (2008). Gambaran ha- & Sons. rapan pada remaja penyandang [21] Vania, I. W., & Dewi, K. S. thalassemia. Skripsi tidak diterbit- (2014). Hubungan antara dukungan kan. Universitas Indonesia. sosial dengan psychological well
206 Thirafi, Psychological Well-Being...
being caregiver penderita gang- [23] Wahyuni, M. (2010). Perban- guan skizofrenia. Empati, 3(4), dingan kualitas hidup anak pende- 266-278. rita thalasemiadengan saudara [22] Vazquez, C., Hervas, G., Rahona., penderita thalassemia yang nor- J.R., & Gomez, D. (2009). Psy- mal. Skripsi tidakditerbitkan. Me- chological well being and health. dan: Universitas Sumatera Utara. Contributions of positive psycho- [24] Weatherall, D.J. (2000). The logy. Annuary of Clinicaland thalasemias. Wiliam hematology Health Psychology, 5, 15-27 (6thed.). New York: McGraw Hill .
Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 207