Anda di halaman 1dari 11

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

PADA PENDERITA TALASEMIA

Khalish Nadhilah Thirafi

Universitas Gunadarma

Abstrak

Psychological well-being adalah suatu kondisi di mana individu memiliki perasaan


puas, bahagia, dapat menerima segala aspek baik positif dan negatif dalam dirinya.
Psychological well-being dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan. Talasemia
adalah kelainan bawaan yang dapat menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu.
Selain memerlukan transfusi darah, pasien juga memerlukan pemberian obat yang
dapat mengeluarkan zat besi yang berlebih akibat transfusi. Baik transfusi darah
maupun pemberian obat tersebut merupakan keadaan yang tidak nyaman bagi
penderita, sehingga dapat menyebabkan psychological well-being yang pada
umumnya rendah. Penelitian ini menggunakan subjek seorang wanita penderita
talasemia beta mayor yang berusia 42 tahun dan memerlukan transfusi darah secara
rutin. Dilakukan penelitian psychological well-being dengan metode penelitian
kualitatif menggunakan studi kasus intrinstik. Penelitian kualitatif dilakukan
berdasarkan observasi dan wawancara baik terhadap subjek maupun significant
other. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa walaupun mengidap talasemia yang
cukup berat, subjek tetap mempunyai psychological well-being yang tinggi. Hal ini
dibuktikkan dengan kemampuan subjek yang mempunyai prestasi selama masa
pendidikan SMA dan universitas selain itu subjek mampu bekerja dan nyaman dengan
lingkungan kerja. Di bidang sosial subjek mempunyai aktivitas di organisasi Yayasan
Talasemia dengan memberikan dukungan positif bagi penderita talasemia lainnya.
Kesimpulannya tidak semua penderita talasemia yang berat menunjukkan
psychological well-being yang rendah. Subjek justru memperlihatkan psychological
well-being yang tinggi. Hal tersebut tidak terlepas dari dukungan keluarga, maupun
lingkungan kerja. Contoh kasus ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
psychological well-being penderita talasemia lainnya.

Kata Kunci: Psychological Well-Being, Talasemia

PSYCHOLOGICALWELL-BEINGINTHALASSEMIA
SUFFERER
Abstract

Psychological well-being is a condition in which individuals have the feeling satisfied,


happy, can receive both positive and negative aspects in him. Psychological well-
being can be affected by various circumstances. Thalassemia is a congenital disorder
that can cause disturbed daily activities. In addition to requiring blood transfusion,

Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 197


patients also require medication that can remove excess iron due to transfusion.
Neither blood transfusion or administration of the drug is a state that is
uncomfortable for the patient, which can lead to psychological well-being were
generally low. This study uses the subject of a woman with beta thalassemia major
who was 42 years old and require regular blood transfusions. Research conducted
psychological well-being with a qualitative research method using case studies
intrinstik. Qualitative research based on observations and interviews conducted both
the subject and significant other. This study shows that despite suffering from
thalassemia is quite heavy, the subject still have the psychological well-being is high.
It dibuktikkan with the ability of subjects had achievements during the period of
education high school and university in addition to the subject is able to work and
comfortable work environment. In the social field the subject has activity in
Thalassemia Foundation organization to provide positive support for other
thalassemia patients. The conclusion is not all that severe thalassemia patients
showed psychological well-being that low. Subject it shows the psychological well-
being is high. It is inseparable from the support of family or work environment. An
example of this can be utilized to improve the psychological well-being of other
thalassemia patients.

Keywords :Psychological Well-Being, Talasemia

PENDAHULUAN

Penyakit talasemia adalah salah Thomas B. Cooley merupakan


satu jenis penyakit yang kurang populer orang pertama yang menemukan talase-
di kalangan masyarakat karena jarang mia pada tahun 1925. Pada tahun 1932
terdengar pemberitaan. Penyakit talase- Whipple dan Bradford menciptakan isti-
mia merupakan penyakit keturunan aki- lah talasemia dari bahasa Yunani yaitu
bat kelainan sel darah merah. Penderita thalassa yang artinya laut, karena penya-
talasemia akan mengalami kekurangan kit ini pertama kali dikenal di daerah se-
darah karena sel darah merahnya tidak kitar Laut Tengah [14].
cukup mengandung hemoglobin dan mu- Penyakit talasemia diklasifikasi-
dah pecah. Pada orang normal, umur sel kan menjadi talasemia alfa dan talasemia
darah merah 120 hari, tetapi pada pen- beta, berdasarkan sintesis rantai globin
derita talasemia umur sel darah merah yang merupakan bagian dari hemoglobin
mungkin hanya empat hingga enam yang mengalami gangguan. Berdasarkan
minggu. Pembawa sifat talasemia adalah berat ringannya gambaran klinis tala-
orang-orang yang sehat tetapi dapat me- semia dibagi menjadi talasemia mayor
neruskan sifat talasaemia ataupun penya- dan talasemia minor, di antara keduanya
kit talasemia kepada keturunannya. Pe- disebut talasemia intermediate. Pada
nyakit keturunan merupakan penyakit umumnya berat ringannya gambaran kli-
yang disebabkan oleh kelainan genetik nis ditentukan oleh jumlah gen yang
yang diturunkan dari orang tua kepada mengalami kerusakan atau kecacatan
anaknya [12]. [11].

198 Thirafi, Psychological Well-Being...


Penyakit ini banyak terdapat di ningkatan sebesar 8,3% dari 3.653 kasus
dunia khususnya orang yang berasal yang tercatat di tahun 2006 [23].
mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Jika dilihat dari tingkat kepara-
India dan Myanmar, serta di daerah hannya talasemia dibagi menjadi talase-
sepanjang garis antara Cina bagian sela- mia mayor, minor, dan intermediate. Ta-
tan, Thailand, semenanjung Malaysia, lasemia minor dan intermediate memiliki
Kepulauan Pasifik dan Indonesia [24]. gejala yang ringan hingga sedang, se-
Rund dan Rachmilewitz menya- hingga penderitanya tidak membutuhkan
takan bahwa kurang lebih 5% dari pen- transfusi darah yang rutin [10]. Keadaan
duduk dunia mempunyai gen talasemia. tersebut berbeda dengan penderita tala-
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WH- semia mayor, yaitu kedua gen menga-
O: World Heatlh Organisation) tahun lami kegagalan untuk membentuk rantai
1994 menunjukkan bahwa jumlah carrier globin sehingga penderitanya memer-
atau orang pembawa gen talasemia di lukan transfusi darah yang rutin dan
seluruh dunia mencapai 4,5%, yaitu teratur sepanjang hidupnya [1].
sekitar 250 juta orang. Di Indonesia, Talasemia mayor merupakan sa-
talasemia merupakan kelainan genetik lah satu kelainan kronis. Seseorang yang
yang paling banyak ditemukan dan ter- berhadapan dengan penyakit kronis yang
banyak di antara golongan anemia hemo- mengancam kehidupan ditemukan me-
litik (anemia yang disebabkan hancur miliki pengalaman kecemasan, depresi,
atau lisisnya sel darah merah). Sejak ta- dan kesulitan emosional lainnya [2]. Pe-
hun 2006 sampai tahun 2009 rata-rata nelitian yang dilakukan oleh Bulan me-
pasien baru talasemia meningkat 3-8% nunjukkan bahwa talasemia beta mayor
dan diperkirakan banyak kasus yang sebagai penyakit kronis yang diderita se-
tidak terdeteksi, sehingga penyakit ini umur hidup akan membawa banyak ma-
telah menjadi penyakit yang membu- salah psikologis bagi penderitanya [5].
tuhkan penanganan yang serius. Jika per- Talasemia merupakan salah satu penya-
sentase talasemia mencapai 5%, dengan kit genetik yang secara nyata dapat
angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 memberikan efek pada kualitas hidup
juta penduduk, maka diper-kirakan ada penderita akibat penyakitnya sendiri
sekitar 3.000 bayi penderita talasemia maupun efek terapi yang diberikan [5].
yang lahir di Indonesia setiap tahunnya Adanya pengaruh efek pada kualitas
[13]. kehidupan penderita seperti mengalami
Indonesia termasuk wilayah de- hambatan dalam beraktivitas karena sa-
ngan kasus talasemia mayor yang cukup kit dan harus menjalani transfusi darah.
tinggi [12]. Frekuensi pembawa gen Pemberian transfusi darah yang ber-
penyakit talasemia di Indonesia sekitar ulang-ulang dapat menimbulkan kompli-
5%, sehingga dapat diperkirakan 5000 kasi hemosiderosis dan hemokromatosis,
kasus baru terjadi pertahun [6]. Jenis yaitu penumpukan zat besi dalam ja-
talasemia terbanyak yang ditemukan di ringan tubuh akibat penyerapan besi ya-
Indonesia adalah talasemia mayor se- ng berlebih oleh saluran cerna. Penum-
banyak 50% [5]. Berdasarkan penelitian pukan zat besi ini dapat menyebabkan
yang dilakukan oleh Wahyuni tercatat kerusakan organ-organ tubuh seperti:
sampai bulan Maret 2009 kasus tala- hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, dan
semia di Indonesia mulai mengalami pe- pankreas [24]. Penyebab kematian terse-

Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 199


ring akibat penimbunan zat besi adalah lihatkan gejala depresi, cemas dan
gagal jantung. Salah satu terapi yang gangguan psikososial dan fungsi sekolah
perlu dilakukan oleh penderita yaitu te- [7]. Ganguan fungsi sekolah yang timbul
rapi kelasi agar zat besi yang terkandung seperti harus tidak masuk sekolah ketika
dalam tubuh penderita bisa dikeluarkan. transfusi darah, tidak bisa mengikuti pe-
Penderita juga mengalami gangguan per- lajaran karena dirawat sakit dan kurang
tumbuhan akibat malnutrisi, yaitu berat mampu mengikuti pelajaran di sekolah
badan dan tinggi badan menurut umur karena fisik yang lemah, akibat penyakit
berada di bawah persentil 50 dengan yang dideritanya maupun efek peng-
mayoritas gizi buruk [8]. obatan yang dijalani. Sementara untuk
Penyakit talasemia mayor secara keluarga penderita, adanya keluarga atau
klinis menunjukkan beberapa masalah anak yang menderita talasemia mayor
yang cukup besar [12]. Menurut Ratip, merupakan beban yang sangat berat. Ke-
Skuse,Porter, Wonke, Yardumian, & luarga akan merasa sedih, kecewa, putus
Modellaspek klinis penyakit talasemia asa, stres, bahkan depresi. Sejalan deng-
akan memberikan pengaruh yang besar an hal tersebut penelitian yang dilakukan
terhadap kehidupan sehari-hari pende- oleh Wahyuni menyatakan bahwa akibat
ritanya, baik dampak fisik maupun dam- yang ditimbulkan penyakit talasemia pa-
pak psikologis. Sampai saat ini transfusi da anak tidak hanya mempengaruhi
darah masih merupakan pengobatan uta- fungsi fisik, tetapi juga mempengaruhi
ma untuk menanggulangi anemia pada kondisi psikososial, emosional, integritas
talasemia mayor [15]. Transfusi darah sosial, dan masalah sekolah [23].
diperlukan untuk menjaga tingkat he- Penelitian yang dilakukan oleh
moglobin darah mendekati normal dan Bulan juga menemukan bahwa penderita
harus terus menerus dilakukan [12]. penyakit talasemia mayor akan menja-
Menurut Pramita dengan melaku- lani perawatan medis yang lama dan se-
kan transfusi darah secara teratur maka ring di rumah sakit [5]. Tindakan peng-
harapan hidup penderita talasemia mayor obatan yang menimbulkan rasa sakit dan
akan meningkat [12]. Penderita talase- pikiran tentang masa depan yang tidak
mia mayor biasanya akan kehilangan jelas dan kemungkinan menghadapi ke-
waktu untuk melakukan kegiatan ruti- matian, tidak hanya memberikan dam-
nitas sehari-hari, misalnya anak-anak pak fisik saja tetapi juga memberikan
harus kehilangan beberapa hari dalam dampak psikologis yang besar bagi pen-
sebulan di sekolah karena harus meng- deritanya. Berbagai dampak psikologis
alokasikan banyak waktu ke rumah sakit. yang muncul seperti bagaimana peneri-
Selain itu orang tua juga harus kehi- maan diri pada penderita talasemia, hu-
langan waktu untuk bekerja [3]. Hal ter- bungan positif dengan orang lain, otono-
sebut tentunya menimbulkan beban yang mi, penguasaan lingkungan, tujuan hi-
berat bagi penderitanya, oleh sebab itu dup, dan pertumbuhan pribadi penderita-
penderita talasemia mayor tidak hanya nya. Semua aspek tersebut terangkum
mengalami permasalahan fisik tetapi ju- dalam aspek psychological well-being.
ga permasalahan psikologis [12]. Setiap aspek menggambarkan usaha ya-
Menurut Ismail, Campbell, Ibra- ng dilakukan seseorang untuk mengha-
him, dan Jones gambaran umum indi- dapi tantangan-tantangan yang berbeda
vidu yang menderita talasemia memper- sehingga individu dapat berfungsi secara

200 Thirafi, Psychological Well-Being...


positif [8]. Menurut Ryffpsychological pnya, akan membuat psychological well-
well-being adalah suatu keadaan atau being individu meningkat [19]. Individu
kemampuan individu untuk dapat mene- yang mendapatkan dukungan sosial da-
rima kekuatan dan kelemahan diri seba- lam hidupnya memiliki psychological
gaimana adanya, memiliki hubungan po- well-being yang lebih tinggi [21]. Me-
sitif dengan orang lain, mampu meng- nurut Keyes, Shmotkin dan Ryff psy-
arahkan perilakunya sendiri, mampu chological well-being bukan hanya ber-
mengembangkan potensi diri secara ber- kisar tentang kepuasan hidup dan ke-
kelanjutan, mampu mengatur lingkungan seimbangan antara arah positif dan efek
serta memiliki tujuan dalam hidupnya negatif, namun juga melibatkan persepsi
[17]. Efek yang ditimbulkan dari pe- dari keterlibatan dengan tantangan se-
nyakit talasemia mayor maupun terapi panjang hidup [8]. Pada penderita penya-
yang dilakukan akan menurunkan kese- kit talasemia mayor, meskipun penyakit-
hatan fisik individu. Orang yang memi- nya dapat menganggu fungsi fisik dan
liki psychological well-being yang posi- memberikan dampak psikologis yang be-
tif adalah jika orang tersebut mampu sar, bila individu mampu menerima se-
menerima segala aspek diri dan memiliki mua hal yang terjadi pada dirinya dan
pandangan positif tentang masalah yang memiliki pandangan positif tentang ma-
dialaminya. Individu juga memiliki rasa salah penyakit yang dialaminya, maka
percaya diri, kematangan pribadi dan individu akan memiliki psychological
keamanan emosional [17]. Psychological well-being yang tinggi. Hal ini sesuai
well-being pada penderita talasemia dengan pendapat Keyes dan Sapiro, Ryff
mayor tidak dapat muncul dengan sen- dan Singer yang menyatakan bahwa dari
dirinya tetapi ada faktor-faktor yang sisi psikologis, perasaan subjektif akan
menyebabkan terjadinya psychological kesejahteraan atau kebahagiaan dalam
well-being. Faktor-faktor tersebut adalah kehidupannya serta kesehatan mental ya-
faktor demografis (usia, jenis kelamin, ng positif melibatkan suatu perasaan se-
status sosial ekonomi, pendidikan, pe- jahtera yang berjalan beriringan dengan
kerjaan), faktor pengalaman hidup dan perasaan [9].
interpretasinya serta faktor dukungan Individu yang memiliki psycho-
sosial [17]. logical well-being yang tinggi adalah in-
Faktor sosial ekonomi juga dividu yang merasa puas dengan hidup-
sangat berpengaruh terhadap psycho- nya, kondisi emosional yang positif,
logical well-being penderita talasemia mampu melalui pengalaman buruk yang
mayor. Penelitian yang dilakukan Ryan dapat menghasilkan kondisi emosional
dan Deci menunjukkan bahwa semakin negatif, memiki hubungan yang positif
individu mementingkan tujuan yang ber- dengan orang lain, mampu menentukan
hubungan dengan materi dan finansial, nasibnya sendiri tanpa bergantung deng-
maka semakin rendah tingkat well-being an orang lain, mengontrol kondisi ling-
orang tersebut [16]. Berpendidikan dan kungan sekitar, memiliki tujuan hidup
memiliki pekerjaan yang baik menye- yang jelas, dan mampu mengembangkan
babkan tingkat psychological well-being potensinya [17]. Menurut Vazquez, Her-
yang lebih baik [10]. Individu yang vas, Rahona, dan Gomez psychological
berusaha memperbaiki dan tidak pasrah well-being juga memiliki peranan pen-
begitu saja dengan pengalaman hidu- ting dalam proses pencegahan dan pe-

Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 201


nyembuhan suatu penyakit [22]. Apabila bertujuan untuk mendapatkan pe-
memiliki psychological well-being yang mahaman yang mendalam tentang ma-
tinggi, maka penderita talasemia akan salah-masalah manusia dan sosial, bukan
menjalani kehidupan dengan baik, dan mendeskripsikan bagian permukaan dari
melakukan yang bermanfaat untuk ber- suatu realitas sebagaimana dilakukan
tahan hidup melawan penyakitnya [4]. penelitian kuantitatif dengan positivis-
Penelitian lain tentang psychological menya [3]. Peneliti menginterpretasikan
well-being pada penderita penyakit kro- bagaimana subjek memperoleh makna
nis yang mendukung pernyataan di atas dari lingkungan sekeliling, dan bagai-
yaitu penelitian yang dilakukan oleh mana makna tersebut mempengaruhi
Eiser dan Kolega [6], pada penderita perilaku mereka. Penelitian dilakukan
penyakit kronis yaitu diabetes tipe 1 dan dalam latar (setting) yang alamiah (na-
2. Penderita yang menunjukkan psy- turalistic) bukan hasil perlakuan (treat-
chological well-being yang tinggi adalah ment) atau manipulasi variabel yang dili-
orang yang memiliki rasa percaya diri batkan.
akan kemampuan untuk mengelola pe- Alasan peneliti menggunakan
nyakitnya dan memiliki kepercayaan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi
bahwa hal yang dilakukannya dapat kasus dalam penelitian ini adalah karena
mencegah atau menunda munculnya peneliti ingin mendapat pemahaman
komplikasi. yang mendalam mengenai psychological
Berdasarkan penjelasan di atas well-being pada pasien talasemia. Studi
terlihat bahwa penyakit talasemia mayor kasus yang digunakan dalam penelitian
dan efek terapi yang diberikan membawa ini adalah studi kasus intrinsik (intrinsic
dapak negatif, baik bagi kehidupan fisik case study). Data yang didapatkan dari
maupun psikologis penderitanya [4]. metode kualitatif bersifat studi kasus
Dampak negatif tersebut berpengaruh karena masalah yang diteliti bersifat
terhadap psychological well-being pen- khusus.
deritanya. Meskipun penyakit ini mem- Jumlah subjek yang diambil ber-
berikan dampak negatif, namun ada be- jumlah satu orang karena menurut Patton
berapa penderita yang tetap mampu tidak ada aturan pasti dalam jumlah
menilai positif hidupnya, serta tetap subjek yang harus diambil dalam pe-
dapat melakukan berbagai aktivitas yang nelitian kualitatif. Jumlah subjek sangat
bermanfaat untuk diri sendiri dan untuk tergantung pada apa yang ingin diketahui
orang lain. Berdasarkan uraian tersebut oleh peneliti, tujuan penelitian, konteks
di atas, maka peneliti tertarik untuk saat ini apa yang dianggap bermanfaat
melakukan penelitian mengenai psycho- dan dapat dilakukan dengan waktu dan
logical well-being pada penderita tala- sumber daya yang tersedia.
semia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN
Berdasarkan analisis kasus pada
Penelitian ini menggunakan pen- subjek penelitian yang dilakukan oleh
dekatan penelitian kualitatif dalam studi peneliti mengenai psychological well-
kasus. Basuki menjelaskan bahwa pene- being pada penderita talasemia, dapat
litian kualitatif adalah penelitian yang dijelaskan bahwa subjek memiliki psy-

202 Thirafi, Psychological Well-Being...


chological well-being tinggi. Penelitian saikan sekolah perguruan tinggi dan
ini menemukan beberapa faktor yang mampu berprestasi selama bersekolah,
menyebabkan psychological well-being walaupun pernah tidak naik kelas karena
subjek penderita talasemia, faktor-faktor kehadiran subjek yang kurang. Tetapi,
tersebut adalah sebagai berikut: faktor setelah pindah sekolah subjek mampu
demografis yaitu usia, subjek memiliki bangkit dan mampu bekerja sampai se-
perubahan seiring bertambahnya usia, karang untuk keluarganya. Subjek tidak
yaitu menjadi lebih ikhlas, tidak banyak trauma hanya karena pernah mengalami
mengeluh, lebih sering mengevaluasi diri kegagalan, dan berniat untuk memiliki
dan sabar dalam menjalani kehidupan pasangan hidup bahkan untuk menikah
dengan penyakit talasemia. Usia juga lagi. Hal ini menunjukkan bahwa subjek
menyebabkan otonomi subjek. Subjek melakukan penerimaan diri terhadap pe-
mampu membuat keputusan sendiri ter- nyakit yang diderita. Kondisi subjek
utama saat sedang bekerja di kantornya tersebut sejalan dengan pendapat Ryff,
dan melakukan perawatan sendiri ketika yaitu seorang individu dikatakan me-
sedang lemas dengan datang sendiri ke miliki nilai yang tinggi dalam aspek
rumah sakit tanpa ditemani oleh orang penerimaan diri, apabila ia memiliki si-
tuanya. Hal ini sesuai dengan hasil pe- kap positif terhadap dirinya sendiri,
nelitian yang dilakukan Ryff dan menghargai dan menerima berbagai as-
Keyesyang menunjukkan bahwa pada pek yang ada dalam dirinya, baik kua-
aspek otonomi dalam psychological litas diri yang baik maupun yang buruk
well-being mengalami peningkatan dan individu dapat merasakan hal yang
seiring dengan bertambahnya usia [18]. positif dari kehidupan di masa lalunya
Menurut Cobbindividu yang [18]. Tujuan hidup subjek untuk memba-
mendapatkan dukungan sosial akan me- hagiakan keluarga dan lingkungan seki-
rasa bahwa dirinya dicintai, diperdu- tarnya, tidak menyerah dalam meraih
likan, dihargai dan menjadi bagian da- tujuan hidupnya. Subjek mau dikoreksi
lam jaringan sosial (seperti keluarga dan bila ada yang salah untuk meraih tujuan-
organisasi tertentu) yang menyediakan nya. Hal ini sesuai dengan penelitian
tempat bergantung yang dibutuhkan yang dilakukan oleh Ryff, individu yang
[20]. Subjek dalam penelitian ini men- tinggi dalam aspek tujuan hidup memi-
dapat perhatian dari keluarga, teman, liki rasa keterarahan (directedness) da-
tetangga, rekan kerja, atasan di tempat lam hidup, mampu merasakan arti dari
kerja subjek. Bentuk dukungan dari masa lalu dan masa kini, memiliki be-
orang tua mengingatkan untuk menjaga berapa tujuan hidup, serta memiliki tu-
kesehatan walau banyak kerjaan, bentuk juan dan target yang ingin dicapai dalam
dukungan dari atasan dan rekan kerja hidup [18].
subjek adalah menengok subjek ketika Subjek mampu berkembang dari
dirawat di rumah sakit.Adapun aspek kecil hingga sekarang dengan meraih
dari kriteria psychological well-being banyak prestasi, mampu menjadi juara
yang pertama adalah penerimaan diri, kelas dan mewakili sekolah dalam ber-
subjek menerima dirinya menderita tala- bagai lomba. Cepat menangkap pelajaran
semia dan mensyukuri hidupnya serta yang diberikan oleh guru sehingga me-
tidak pernah menyerah. Hal ini dibuk- raih juara, mampu lulus S1 teknik infor-
tikan dengan subjek mampu menyele- matika hanya dengan kuliah selama tiga

Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 203


setengah tahun dengan meraih IPK di menghubungi orang tuanya. Kondisi
atas tiga. Mau menerima tugas apapun subjek sejalan dengan teori Ryff, bahwa
yang belum pernah diberikan terlihat individu memiliki skor yang tinggi da-
saat observasi di mana subjek diminta lam aspek ini yang ditandai dengan ke-
untuk menyelesaikan beberapa tugas mampuan untuk menentukan diri sen-
yang diberikan, walaupun bukan tugas- diri dan bersikap mandiri, mampu berta-
nya. Menurut Ryff individu yang tinggi han pada tekanan sosial, berpikir dengan
dalam aspek ini memiliki pandangan cara-cara tertentu, dan meregulasi ting-
bahwa dirinya selalu berkembang, ter- kah laku [18].
buka pada pengalaman baru, memiliki Subjek menguasai lingkungan
kemampuan dalam menyadari potensi baru, mampu beradaptasi dengan baik
diri yang dimiliki, mampu merasakan terhadap lingkungan yang baru seperti
perkembangan diri dan perilakunya menerima berbagai macam tugas yang
setiap waktu dan dapat berubah menjadi diberikan orang lain ketika acara di Pun-
pribadi yang lebih efektif dan mampu cak, mengikuti kegiatan dengan mampu
memiliki pengetahuan yang bertambah membuat manfaat bagi orang lain. Sub-
[18]. jek mampu bertahan lama selama hampir
Subjek membina dan membang- enam belas tahun lebih di satu perusa-
un hubungan yang positif dengan orang haan. Subjek mampu menyelesaikan pe-
lain dengan tetap saling peduli satu sama kerjaan yang ada walaupun kondisinya
lain, saling bantu dan menyemangati tidak sehat.
orang lain serta berempati dengan men- Kemampuan subjek mengenai
dengar keluh kesah para penderita tala- penguasaan lingkungan didukung teori
semia lain yang mengalami kesulitan, dari Ryff, yaitu penguasaan lingkungan
membantu membawa barang-barang ya- adalah kemampuan individu dalam me-
ng bukan miliknya saat acara di Puncak, milih atau menciptakan lingkungan yang
membantu membawa beberapa tas milik sesuai dengan kondisi psikologisnya,
peserta yang mengalami kesulitan dalam mampu memanipulasi dan mengontrol
membawa tas maupun barang lainnya. lingkungan yang kompleks, dan dapat
Kondisi subjek sejalan dengan teori beradaptasi dalam aktifitas diluar dirinya
Ryff, bahwa individu yang memiliki dalam melakukan aktifitas fisik dan
skor tinggi dalam aspek ini yang ditandai mental [17].
dengan kemampuan untuk menentukan
diri sendiri dan bersikap mandiri, mam- KESIMPULAN DAN SARAN
pu bertahan pada tekanan sosial, berpikir
dengan cara-cara tertentu, dan mere- Berdasarkan hasil penelitian ini,
gulasi tingkah laku. dapat disimpulkan mengenai gambaran
Subjek mampu membuat otono- psychological well-being pada penderita
mi diri yang baik dengan menyelesaikan talasemia, faktor-faktor apa saja yang
masalah secara diskusi dan tanpa ada menyebabkan psychological well-being
emosi dalam menyelesaikan suatu masa- dan proses perkembangan psychological
lah yang ada, serta tidak manja walaupun well-being.
sedang sakit. Bahkan subjek mampu ke Pada gambaran psychological
rumah sakit sendiri tanpa orang lain well-being, secara umum subjek me-
ketika sedang menurun kondisinya, baru nunjukkan kepercayaan diri yang besar,

204 Thirafi, Psychological Well-Being...


mampu berkomunikasi dengan orang la- diharapkan tetap terus berjuang tanpa
in secara baik, adanya empati terhadap menyerah untuk tetap membahagiakan
kehidupan orang lain, mempunyai tang- keluarga dan orang-orang sekitarnya,
gung jawab yang besar terhadap peker- walaupun sering masuk rumah sakit
jaan dan tugas yang diberikan padanya. akibat keadaan fisik yang menurun.
Faktor-faktor yang menyebabkan Untuk penelitian selanjutnya di-
timbulnya psychological well-being pada sarankan untuk meneliti lebih mendalam
subjek adalah adanya dukungan dari mengenai perbandingan psychological
keluarga, orangtua, lingkungan sekitar, well-being pada talasemia antara perem-
agama dan pertambahan usia, ikut mem- puan dan laki-laki, dengan menambah
buat timbulnya psychological well-being jumlah subjek penelitian. Mungkin hasil-
subjek muncul walau subjek menderita nya akan terdapat perbedaan, karena je-
talasemia. nis kelamin merupakan salah satu faktor
Proses perkembangan psycholo- yang menyebabkan psychological well-
gical well-being pada subjek mengetahui being. Masih banyak perbedaan yang
bahwa subjek menderita talasemia, ia terjadi untuk bisa dibandingkan dengan
menerima kondisinya secara perlahan penelitian tersebut. Perbedaan tersebut
demi perlahan. Ia mampu berprestasi dan tidak hanya dilihat dari faktor yang
juara kelas walaupun jarang masuk menyebabkan saja, tetapi juga bisa dari
sekolah, karena ia mampu menangkap cara pola asuh orang tua yang membuat
pelajaran secara cepat ketika guru men- timbulnya psychological well-being pen-
jelaskan. Ia sempat merasa kehilangan derita talasemia yang tinggi.
semangat ketika tidak naik kelas dua kali
sewaktu di SMA. Dengan bantuan ibu- DAFTAR PUSTAKA
nya ia mau bersekolah lagi dengan pin-
dah sekolah, di mana ia mampu menjadi [1] Aesopos, A., Kati, M., Farmakis D.
juara kelas dan mengikuti lomba-lomba (2007). Heart disease in thalasse-
sesekali. Ia mampu lulus dengan cepat mia intermedia: a review of the
dalam waktu tiga setengah tahun dengan underlying pathophysiology. Hae-
IPK cukup tinggi sewaktu kuliah. Ia matologica, 92 (5), 658-665.
mampu bertahan selama 16 tahun di [2] Barnes, J., Kroll, L., Lee, J., Burke,
kantornya. Ia tidak trauma dengan kega- O., Jones, A., & Stein, A. (2002).
galan rumah tangganya terdahulu. Tuju- Factors predicting communication
an hidupnya sekarang adalah untuk about the diagnosis of maternal
membahagiakan orangtua, keluarga dan breast cancer to childre. Journal of
orang-orang sekitarnya yang ia sayangi Psychosomatic Research, 52(4),
dengan tidak mudah menyerah pada kon- 209-214.
disinya yang terbatas. [3] Basuki, H. (2006). Penelitian
Berikut ini adalah beberapa saran kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanu-
yang dapat diterapkan bagi mereka yang siaan dan budaya. Jakarta: Univer-
ingin mengetahui tentang kehidupan so- sitas Gunadarma.
sial penderita talasemia, yang berjuang [4] Budiartini, N. K. (2014). Psycho-
dalam hidupnya untuk bisa menerima logical well-being pada penderita
kondisinya dan mampu bersosialisai thalassemiamayor. Skripsi tidak
dengan lingkungannya.Kepada subjek

Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 205


diterbitkan. Jakarta: Universitas [13] Puskom. (2012). Thalasemiabu-
Gunadarma. kanpenyakitmenular
[5] Bulan, S. (2009). Faktor-faktor http://sehatnegeriku.com/thalasemi
yang berhubungan dengan kualitas abukanpenyakitmenular/
hidup anakthalassemia beta mayor. diaksespadatanggal 2014-06-30
Program pendidikan dokter [14] Rudolph, C. D., Rudolph A. M.,
spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak. Hostetter, M. K., Lister, G. &
Skripsi tidak diterbitkan. Sema- Siegel, N. J. (2002). Rudolph’spe-
rang: UniversitasDiponegoro. diatric’s. Part 19 blood and blood-
[6] Indriati, G. (2011). Pengalaman ibu forming tissues. 19.4.7 Thallasemia
dengan merawat anak thalassemia (21st ed.). McGraw-hill Company:
di Jakarta. Fakultas Ilmu Kepera- North America.
watan. Program studi magister [15] Rund, D., & Rachmilewitz, E.
ilmu keperawatan. Tesis: Univer- (2005). Beta-thalassemia. The New
sitas Indonesia. EnglandJournal of Medicine,
[7] Ismail, A., Campbell M. J., Ibra- 343(11), 1135-1146
him, H. M., & Jones, G. L. (2006). [16] Ryan, R, M., & Deci, E. L. (2001).
Health related quality of life in On happiness and human poten-
malaysian children with thala- tials: A review of research on he-
ssemia. Health and Quality ofLife donic and eundaimonic well-being.
Outcomecy, 4(9), 39-46. Annual Review ofPsychology, 52,
[8] Keyes, C. L. M., Shmotkin, D., & 141-166.
Ryff, C. D. (2002). Optimizing [17 Ryff, C. D. (1989). Happiness is
well-being: The empirical encoun- everything, or is it? Exploration on
ter of two traditions. Journal of the meaning of psychological well-
Personality and SocialPsychology, being. Journal of Personality and
82, 1007–1022. Social Psychology, 57, 1069-1081.
[9] Papalia D. E., Olds, S.W., & Feld- [18] Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M.
man, R.D. (2009). Human develop- (1995). The structure of psy-
ment (10th ed.). New York: chological well-being revisited.
McGraw-Hill. Journal of Personality and Social
[10] Papalia, D. E., Sterns, H.L., Psychology, 69(4), 719-727.
Feldman, R.D., & Camp, C. J. [19] Ryff, C. D. & Singer, B. (1996).
(2007). Adultdevelopment and Psychological well-being: Mean-
aging (3rded.). New York: ing, measurement, and implications
McGraw-Hill. for psychotherapy research. Jour-
[11] Potts, N. L., & Mandleco. B. L. nal ofPsychotherapy and Psycho-
(2007). Pediatric nursing: Caring somatics, 65, 14-23.
for childrenand their families [20] Sarafino, E. (1990). Health
(2rded.). New York : Thomson psychology: Biopsychosocial inte-
Coor-poration. ractions. New York : John Wiley
[12] Pramita, A. (2008). Gambaran ha- & Sons.
rapan pada remaja penyandang [21] Vania, I. W., & Dewi, K. S.
thalassemia. Skripsi tidak diterbit- (2014). Hubungan antara dukungan
kan. Universitas Indonesia. sosial dengan psychological well

206 Thirafi, Psychological Well-Being...


being caregiver penderita gang- [23] Wahyuni, M. (2010). Perban-
guan skizofrenia. Empati, 3(4), dingan kualitas hidup anak pende-
266-278. rita thalasemiadengan saudara
[22] Vazquez, C., Hervas, G., Rahona., penderita thalassemia yang nor-
J.R., & Gomez, D. (2009). Psy- mal. Skripsi tidakditerbitkan. Me-
chological well being and health. dan: Universitas Sumatera Utara.
Contributions of positive psycho- [24] Weatherall, D.J. (2000). The
logy. Annuary of Clinicaland thalasemias. Wiliam hematology
Health Psychology, 5, 15-27 (6thed.). New York: McGraw Hill
.

Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember 2016 207

Anda mungkin juga menyukai