Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI KASUS

HERPES ZOSTER

Moderator :
Dr. I Dewa Ayu Supriyantini, Sp. KK

Disusun oleh :
Laotesa Rammang
112019091

Dipresentasikan Hari/Tanggal:
Kamis, 12 Desember 2019

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSPAD GATOT SOEBROTO PERIODE
25 NOVEMBER – 29 DESEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha esa atas segala karunia dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Herpes Zoster”. Tujuan
penulisan laporan kasus ini ialah untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik
bagian Kulit dan Kelamin di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dr. I Dewa Ayu Supriyantini, Sp. KKselaku moderator dalam laporan kasus ini.
2. Dokter – dokter spesialis kulit dan kelamin lainnya, atas arahan dan bimbingannya.
3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang kedokteran.

Jakarta, 12 Desember 2019

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Nama : Ny. J
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kebayoran lama selatan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 12 Desember 2019

1.2.Anamnesis
Dilakukan secara Autoanamnesis, tanggal 12 Desember 2019 di poli RSPAD Gatot
Soebroto.
1. Keluhan Utama
Bintil-bintil berisi carian jernih dan kulit kemerahan pada daerah perut samping kanan
sampai ke belakang diserati rasa nyeri, panas, dan gatal sejak 4 hari.
2. Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang keluhan bintil-bintil dan gelembung berisi cairan jernih dan kulit kemerahan
pada daerah perut samping kanan sampai ke belakang disertai rasa nyeri, panas, dan gatal.
Pasien mengatakan keluhan tersebut muncul sejak 4 hari yang lalu. Sekitar 2 hari sebelum lesi
muncul, pasien mengeluhkan badan lemas, tidak nafsu makan, demam, dan dirasa rasa panas
dan gatal pada tempat lesi. Pasien mengatakan keluhan tersebut sebelumnya hanya berjumlah
sedikit yaitu di daerah depan perut, namun lama kelamaan keluhan tersebut bertambah sampai
ke daerah punggung. Pasien mengatakan keluhan dirasa hanya pada daerah perut samping
kanan sampai punggung, tidak ada keluhan pada daerah lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat cacar air atau Varicella Zoster ( lupa)
- Riwayat penyakit serupa disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit seperti pasien.

1.3 Status Generalis


Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Gizi : BB = 66 kg TB = 154 cm IMT = 24.9 (Berat badan lebih)
Tanda Vital :
- Tekanan darah = 140/70 mmHg
- Nadi = 84x/menit
- RR = 18x/menit
- Suhu = 36,8C
Kepala : Normocephal
Mata :
Konjungtiva anemis (- / -)
Sklera ikterik (- / -)
Tenggorok :
Faring : Tidak tampak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tampak tenang
Thoraks : Suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Abdomen : Bising usus normoperistaltik
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), deformitas (-)
1.4.Status Dermatologikus
a. Lokasi : Regio abdominalis lateral dextra
Efloresensi : Kumpulan vesikel sampai bula, multipel bergerombol
b. Lokasi : Regio trunkus psoterior lateral dextra
Eflorosensi : Kumpulan vesikel sampai bula, multipel bergerombol
(herpetiformis), dengan dasar eritem
1.5 Pemeriksaan Penunjang
-
1.6 Resume
Ny. J, 82 tahun mengeluhkan bintil-bintil dan gelembung berisi cairan jernih dan kulit
kemerahan pada daerah perut samping kanan sampai ke belakang disertai rasa nyeri, panas,
dan gatal sejak 4 hari yang lalu. Keluhan tidak ada di daerah lain. Pada pemeriksaan status
generalis dalam batas normal. Pada status deramtologikus terdapat kumpulan vesikel sampai
bula, multipel bergerombol (herpetiformis), dengan dasar eritem, di regio abdominalis lateral
dextra sampai regio trunkus posterior lateral dextra.

1.7 Diagnosis Kerja


Herpes Zoster

1.8 Diagnosis Banding


-
1.9 Pemeriksaan Anjuran
-
1.10 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi

Medikamentosa
Sistemik : - Acyclovir 5x800mg PO
- As. Mefenamat 3x500mg PO
Topikal: - Bedak As. Salisilat 2%
1.11 Prognosis
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

HERPES ZOSTER
2.1 .Definisi
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikular
berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas
di satu dermatom.1 Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus
varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau
ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.2

2.2. Epidemiologi
Herpes zoster cenderung menyerang orang pada usia lanjut dan penderita penyakit
imunosupresif seperti penderita HIV/AIDS, leukemia, lupus, limfoma, dan orang berusia diatas 60
tahun. Kejadian Herpes zoster meningkat seiring dengan bertambahnya usia, di mana lebih dari
2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun. Kira- kira
30% populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami Herpes zoster selama hidupnya, bahkan pada usia
85 tahun, 50% (1 dari 2 orang) akan mengalami Herpes zoster. Insiden Herpes zoster pada anak-
anak adalah 0,74 per 1000 orang per tahun. Insiden ini meningkat menjadi 2,5 per 1000 orang di
usia 20-50 tahun, 7 per 1000 orang di usia lebih dari 60 tahun dan mencapai 10 per 1000 orang per
tahun di usia 80 tahun. Meningkatnya usia setelah terinfeksi cacar air menimbulkan reduksi pada
imunitas terhadap virus varisela zoster yang berhubungan dengan kemampuan proteksi terhadap
herpes zoster.1

2.3. Etiopatogenesis
Hope Simpson, 1965, mengajukan hipotesis bahwa imunitas terhadap varisela zoster virus
(VZV) berperan dalam patogenesis herpes zoster terutama imunitas selulernya. mengikuti infeksi
primer VZV, partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion saraf sensoris saraf spinalis,
kranialis atau otonom selama tahunan. Pada saat respons imunitas selular dan titer antibodi spesifik
terhadap VZV menurun (misal oleh karena umur atau penyakit imunosupresif) sampai tidak lagi
efektif mencegah infeksi virus, maka partikel VZV yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan
menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. Faktor lain seperti radiasi,
trauma fisik, obat-obat tertentu, infeksi lain, atau stres dapat dianggap sebagai pencetus walaupun
belum pasti.1,3
Faktor risiko terjadinya HZ adalah usia tua dan disfungsi imunitas seluler. Pasien
dengan supresi imun memiliki risiko 20-100 kali lebih besar dibanding pasien
imunokompeten. Keadaan imunosupresi yang berhubungan dengan risiko terjadinya HZ
adalah infeksi HIV (Human immunodeficiency virus), pasien yang menjalani transplantasi
organ, leukemia, limfoma, radioterapi, kemoterapi, dan penggunaan kortikosteroid jangka
panjang. Faktor lain yang dilaporkan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya HZ adalah
jenis kelamin perempuan, adanya trauma fisik pada dermatom yang terkena dan tindakan
pembedahan.4

2.4. Manifestasi Klinis


Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodormal berupa sensai abnormal atau
nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal parestesia sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan
sampai berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum,
kolesistitis, kolik ginjal atau emepedu, appendisitis. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi
misalnay nyeri kepala, malaise dan demam. Gejala prodormal dapat berlangsung beberapa hari (1-
10 hari, rata-rata 2 hari). Gejala prodormal ini jarang terjadi pada pasien dengan imunokompeten
di bawah 30 tahun.1,3
Setelah awitan gejala prodormal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri
terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula kemarahan. Kemudian berkembang
menjadi papul, vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-
10 hari). Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster,
erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.1
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata (10-20% penderita)
bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan neuropati motorik. Kadang-kadang dapat
terjadi meningitis, ensefalitis, atau mielitis.1
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi sindrom Ramsay-Hunt,
yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membran timpani disertai paresis fasialis,
gangguan lakrimal, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah; tinitus, vertigo, dan tulis.1-3
2.5. Diagnosis
Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya memiliki
karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi antigen atau nucleic acid
varicella zoster virus, isolasi virus sediaan hapus lesi atau pemeriksaan antibodi IgM spesifik
diperlukan. Pemeriksaan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) merupakan tes
diagnostik yang paling sensitif dan spesifik (dapat mendeteksi DNA VZV dari cairan vesikel).1
Jika ditemukan vesikel didekat mulut atau alat kelamin, bisa saja merupakan infeksi herpes
zoster namun tidak menutup kemungkinan itu adalah infeksi herpes simpleks, namun berdasarkan
dari gejala klinis, keduanya masih dapat dibedakan.
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena virus herpes labil dan
sulit to recover dari cairan vesikel. Pemeriksaan direct immunofluorecent antigen-staining lebih
cepat serta mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada kultur dan diapaki sebagai
diagnostik alternatif bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.1,2

2.6. Tatalaksana
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin dengan
cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.
1. Terapi Sistemik
a. Obat Antivirus, terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat keparahan nyeri
herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam mencegah NPH masih kontroversial. Tiga
antivirus oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi herpes
zoster, famsiklovir (Famvir®), valasiklovir hidrokhlorida (Valtrex®), dan asiklovir
(Zovirax®). Bioavailabilitas asiklovir hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan
valasiklovir (65%) dan famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3x500 mg atau
valasiklovir 3x1000 mg atau asiklovir 5x800 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi
selama 7 hari.1
b. Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai penelitian
menunjukkan hasil beragam.Prednison yang digunakan bersama asiklovir dapat
mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan penurunan derajat neuritis akibat infeksi
virus dan kemungkinan juga menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terlibat.
Akan tetapi pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid hanya memberikan
sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk mencegah NPH,
walaupun memberikan perbaikankualitas hidup. Mengingat risiko komplikasi terapi
kortikosteroid lebih berat daripada keuntungannya, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin FKUI/RSCM tidak menganjurkan pemberian kortikosteroid pada herpes
zoster.1,5
c. Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons baik terhadap AINS (asetosal,
piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgetik non opioid (parasetamol dan asam
mefenamat). Kadang-kadang dibutuhkan opioid (kodein, tramadol, morfin atau
oksikodon) untuk pasien dengan nyeri kronik hebat. Pernah dicoba pemakaian
kombinasi parasetamol dengan kodein 30-60 mg.1
d. Antidepresan dan antikonvulsan, penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa
kombinasi terapi asiklovir dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal
mengurangi prevalensi NPH.1
2. Terapi Topikal
a. Analgetik topikal
• Kompres, kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin (Caladryl®)
dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri di oruritus. Kompres
dengan solusio Burowi (Alumunium asteta 5%) dilakukan 4-6 kali.hari selama
30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan.
• AINS, berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil eter,
krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai. Asam asetil salisilat topikal
dalam pelembap juga diberikan dan didapat lebih efektif dibanding bubuk
aspirin.1
b. Anestetik lokal
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jejas saraf yang terlibat
dalam herpes zoster telah banyak diberikan untuk menghilangkan nyeri.1
c. Kortikosteroid
Krim atau losion yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada lesi akut
herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi resiko terjadinya NPH.1
2.7. Komplikasi
Herpes zoster dapat menyebabkan komplikasi pada kulit, mata, dan persarafan. Bekas lesi
yang timbul akan meninggalkan bekas luka yang jelas. Terjadinya infeksi sekunder yang biasa
disebabkan oleh Staphylococci atau Streptococci akan menghambat penyembuhan dan
menyebabkan bekas luka yang jelas. Pada herpes zoster oftalmikus akan timbul kelainan pada mata
dan kulit di daerah persarafan canang pertama nervus trigeminus.2,3
Neuralgia pasca herpes (NPH) juga dapat menjadi komplikasi, NPH didefinisikan sebagai
nyeri menetap pada dermatom yang terkena setelah erupsi HZV menghilang. Batasan waktunya
adalah nyeri yang menetap hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.2,3

2.8. Pencegahan
Pemberian booster vaksin varisela strain oka terhadap orang tua harus di pikirkan untuk
meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VZV sehingga dapat memodifikasi perjalanan penyakit
herpes zoster.1 Pemberian vaksin direkomendasikan diberikan pada populasi yang berusia di atas
50 tahun, baik yang sudah memiliki riwayat varicella atau belum, tidak boleh diberikan pada
pasien dengan imunokompromais.2

2.9. Prognosis
Prognosis herpes zoster pada pasien dengan usia lebih muda dan imunokompeten umumnya
baik. Komplikasi yang dapat terjadi adalah post herpetik neuralgia, namun dapat juga terjadi
komplikasi pada mata dan neurologi.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S. Herpes Zoster. In : Pusponegoro EHD, editors. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Ed. 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. p. 121-4.
2. PERDOSKI. Panduan Praktis Klinis 2017. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2017.
3. Soter N. A, Kaplan A.P. Urticaria and Angioedema. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In Genereal Medicine
9th ed. New York : McGraw-Hill Inc; 2019. p. 3035-58.
4. Ayuningati LK, Indramaya DM. Studi Retrospektif: Karakteristik Pasien Herpes Zoster.
BIKKK. 2015; 27(3): 211-7.
5. Evina B, Berawi KN, Ibrahim A. Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Beresiko Tinggi
Neuralgia Paska Herpetik. J Medulla Unila. 2016; 6(1):8-14

Anda mungkin juga menyukai