Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

Limbah (waste) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak digunakan, tidak

disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak

terjadi dengan sendirinya. Sedangkan FKM-UI mendefinisikan limbah/sampah ialah

benda bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang

tidak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara saniter kecuali buangan dari

tubuh manusia (Kusnoputranto, 1986).

2.1.1. Limbah Rumah Sakit

Menurut Arifin (2008), limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah

yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Menurut

Permenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah

yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.

Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang

kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun dan

radoiaktivitas. Menurut Depkes RI (1997) keterpaparan air limbah dapat dibedakan

sebagai berikut:

1. Keterpaparan kimiawi: hasil pembuangan limbah kimiawi dimanfaatkan oleh

mikroba yang terdapat di lingkungan air sebagai makanannya, selain itu limbah

9
Universitas Sumatera Utara
kimiawi di dalam air membentuk suspensi sebagai koloid atau partikel. Bahan

organik dan garam anorganik masuk kedalam air secara domestik atau industrial

umumnya memberikan kontribusi terhadap pencemaran air. Pemeriksaan air

secara kimiawi digunakan test BOD, COD, TSS dan pH. Jika sekitar 5 (lima)

hari limbah kimiawi menjadi karbon dioksida, secara konvensional bahan

organik mengalami dekomposisi yang menstabilisasi polutan organik dalam

lingkungan alamiahnya. Biological Oxygen Demmand adalah ukuran penggunaan

oksigen oleh mikroorganisme.

2. Keterpaparan Fisik: keterpaparan fisik air dapat dilihat dari bau, warna dari air

limbah keabu-abuan dan mengandung kerosin.

3. Keterpaparan Biologi: limbah berbahaya secara biologis jika terdapatnya

mikroorganisme patogen yang endemik yang memberi dampak pada kesehatan

masyarakat.

2.1.2. Jenis-Jenis Limbah Rumah Sakit

Arifin (2008) menyebutkan secara umum limbah rumah sakit dibagi dalam 2

(dua) kelompok besar, yaitu: 1) limbah klinis, 2) limbah non klinis baik padat

maupun cair. Limbah klinis/medis padat adalah limbah yang terdiri dari limbah benda

tajam, limbah infeksius, limbah laboratorium, limbah patologi atau jaringan tubuh,

limbah sitotoksis, limbah farmasi, dan limbah kimiawi

Universitas Sumatera Utara


1. Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,

ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum

hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.

Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera

melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin

terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau

radio aktif. Limbah benda tajam mempunyai potensi bahaya tambahan yang dapat

menyebabkan infeksi atau cidera karena mengandung bahan kimia beracun atau radio

aktif. Potensi untuk menularkan penyakit akan sangat besar bila benda tajam tadi

digunakan untuk pengobatan pasien infeksi atau penyakit infeksi.

2. Limbah infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit

menular (perawatan intensif).

b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan mikrobiologi dari rumah sakit

atau ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

Namun beberapa institusi memasukkan juga bangkai hewan percobaan yang

terkontaminasi atau yang diduga terkontaminasi oleh organisme pathogen ke dalam

kelompok limbah infeksius.

Universitas Sumatera Utara


3. Limbah laboratorium

Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari

poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

4. Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh,

biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

5. Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksis adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin

terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan

terapi sitotoksik dan harus dimusnahkan melalui Incenerator pada suhu lebih dari

1.000ºC. Tempat pengumpul sampah sitotoksik setelah dikosongkan lalu dibersihkan

dan didesinfeksi.

6. Limbah farmasi

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang

terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang

terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat,

obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang

dihasilkan selama produksi obat- obatan.

7. Limbah kimia

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia

dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

Pembuangan limbah kimia kedalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi pada

Universitas Sumatera Utara


saluran, sementara bahan kimia lainnya dapat menimbulkan ledakan. Limbah kimia

yang tidak berbahaya dapat dibuang bersama-sama dengan limbah umum.

8. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang

berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari

antara lain :

1. Tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bacterilogis dapat

berbentuk cair, padat atau gas.

2. Penanganan, penyimpanan dan pembuangan bahan radioaktif harus memenuhi

peraturan yang berlaku.

2.1.3. Sumber Limbah Medis

Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan memiliki ruangan atau unit

kerja dimana sebagian dari ruangan ini dapat menghasilkan limbah/sampah medis.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Jenis Limbah/Sampah Menurut Sumbernya
No. Sumber/Area Jenis Limbah/ Sampah
1. Kantor/Administrasi Kertas
2. Unit obstetric dan Dressing (pembalut/pakaian), placenta, sponge
ruang perawatan (sepon/penggosok, ampul (pembengkakan),
obstetric termasuk kapsul perak nitrat, jarum syringe (alat
semprot), masker disposable (masker yang dapat
dibuang), disposable drapes (tirai/kain yang dapat
dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet
disposable (pisau bedah), disposable chateter (alat
bedah), dispposable unit enema (alat suntik pada
usus), disposable diaper (popok) dan underpad
(alas/bantalan), sarung tangan disposable.

3. Unit emergency dan Dressing (pembalut/pakaian), sponge


bedah termasuk ruang (sepon/penggosok), jaringan tubuh, termasuk
perawatan amputasi ampul bekas, masker disposable (masker
yang dapat dibuang), jarum syiringe (alat semprot),
drapes (tirai/kain), disposable blood lancet (pisau
bedah), disposable kantong emesis. Levin tubes
(pembuluh), chateter (alat bedah), drainase set
(alat pengaliran), kantong colosiomy, underpads
(alas/bantalan), sarung bedah.
4. Unit Laboratorium, Gelas terkontaminasi, termasuk pipet patri dish,
ruang mayat, pathologi wadah specimen (contoh). Slide specimen
dan autopsy (kaca/alat sorong), jaringan tubuh, organ, tulang.

No. Sumber/Area Jenis Limbah/ Sampah


5. Unit Isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan
nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur),
dressing (pembalut/pakaian) dan bandages
(perban), masker disposable (masker yang dapat
dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan.
6. Unit Perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe (alat
semprot), kertas dan lain-lain.
7. Unit Pelayanan Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah dari
ruang umum dan pasien, sisa makanan buangan
8. Unit gizi/dapur Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan
sayuran dan lain-lain
9. Halaman RS Sisa pembungkus, daun ranting, debu.
Sumber ; Depkes RI (1995)

Universitas Sumatera Utara


Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-

bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan

uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TSS, pH, mikrobiologik, dan lain-

lain (Agnes, 1999).

Menurut Joko (2001) jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut

ini :

1. Limbah Klinik : Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin,

pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan

mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf rumah

sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh

limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan,

anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan

produk darah.

2. Limbah Patologi : Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya

diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label

Biohazard.

3. Limbah Bukan Klinik : Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau

kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak

menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan

tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.

Universitas Sumatera Utara


4. Limbah Dapur : Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai

serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan

gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.

Tabel 2.2. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya

No. Kategori Warna tempat atau Lambang Keterangan


kantong plastik
pembungkus sampah
1. Radio Aktif Merah Kantung boks
timbal dengan
simbol
radioaktif

(Warna Hitam)
Kantung plastik
kuat dan anti
bocor atau
2. Infeksius Kuning kontainer

(Warna Hitam)

3. Sitotoksis Ungu
Kantong plastik
kuat dan anti
bocor

(Warna Hitam)

”Domestik” Kantung plastik


4.. Umum Hitam
(Warna Putih) ataukontainer

Sumber : Depkes RI, 2004

5. Limbah dari tempat pencucian linen : Linen sebelumnya dipisahkan antara linen

infeksius dan non infeksius. Pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius

Universitas Sumatera Utara


dimulai dari sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastic sesuai

jenisnya serta diberi label

6. Limbah Radioaktif : Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan

pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur

dengan baik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1204 tahun 2004 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit maka limbah Cair harus meengikuti

ketentuan sebagai berikut:

1. Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau

lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu

2. Efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-

58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat

3. Limbah Cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan

keterpaparan bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan

dan penyimpangannya.

4. Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,

kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan

saluran air hujan.

5. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau

bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi

Universitas Sumatera Utara


persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan

air limbah perkotaan.

6. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian

limbah yang dihasilkan.

7. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air

limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril.

8. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola

sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasam dengan pihak lain atau pihak

yang berwenang.

9. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap

bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

10. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena

zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai ketentuan BATAN.

11. Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan

radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan.

2.2. Pengumpulan dan Pembuangan Air Limbah

Pada setiap tempat dimana orang berkumpul akan selalu dihasilkan limbah

dan memerlukan pembuangan. Seperti halnya rumah sakit yang merupakan tempat-

tempat umum menghasilkan limbah yang lazim disebut limbah rumah sakit atau

Universitas Sumatera Utara


limbah medis. Tetapi sebenarnya komposisi limbah pada dasarnya tidak banyak

berbeda dengan limbah rumah tangga, bahkan dari segi mikrobiologi sekalipun

kecuali limbah yang berasal dari bagian penyakit menular karena organisme belum

dipisahkan melalui proses olahan khusus setempat. Limbah cair medis adalah semua

limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung

mikroorganisme dan bahan kimia beracun. Bila bahan-bahan yang terkontaminasi

seperti bedpan, dressing, tidak ditangani dengan baik selama pengumpulan maka

akan dapat terjadi kontaminasi ruangan secara langsung (Depkes RI, 1995).

Arifin (2008) menyebutkan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan

benar adalah dengan melaksanakan kegiatan sanitasi Rumah Sakit. Melihat

keterpaparan dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan/limbah

rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai

sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai

Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi

Internasional.

2.2.1. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit

Pengelolaan air limbah rumah sakit merupakan bagian yang sangat penting

dalam upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang mempunyai tujuan melindungi

masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan. Air limbah yang tidak ditangani

secara benar akan mengakibatkan dampak negatif khususnya bagi kesehatan,

sehingga perlu pengelolaan yang baik agar bila dibuang ke suatu areal tertentu tidak

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan pencemaran yang didukung dengan Instalasi Pengolahan Air limbah

(IPAL) yang dimiliki oleh rumah sakit itu sendiri (Aris, 2008).

Dalam standar Organization for Standar (ISO) yang merupakan salah satu

sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkungan menyebutkan pengelolaan

limbah adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan

limbah yang ramah lingkungan dan tidak tercemar dan aman bagi masyarakat

disekitarnya.

Hasil olahan limbah yang ramah lingkungan merupakan buangan yang tidak

menghasilkan bahan-bahan pencemar. Bahan pencemar adalah jumlah berat zat

pencemar dalam satuan waktu tertentu yang merupakan hasil perkalian dari kadar

pencemar dengan debit limbah cair.

Yuda (2008) mengemukakan pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan

menggunakan cara: 1) trickling filter, 2) kolam aerasi, 3) lumpur aktif, 4) anaerobic

lagoon dan land spraying atau drain field.

1) Pada trickling filter kumpulan benda padat yang berbentuk silinder, pada

tempat tersebut diberikan kerikil, pasir dan subtrak digunakan untuk

menyaring air limbah yang akan disemprotkan dari atas silinder tersebut.

Pada kerikil dan pasir tersebut akan membentuk lapisan biofilm sehingga

mampu untuk mendegradasi bahan organik yang berada pada air limbah

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


2) Kolam aerasi adalah kolam yang diberikan perlakuan aerator sehingga akan

mampu untuk meningkatkan O2 terlarut dalam air limbah tersebut sehingga

dapat mencukupi kebutuhan mikroba.

3) Lumpur aktif merupakan lumpur yang berisi kumpulan mikroba. Aerobic

lagoon adalah bak-bak yang diberikan mikroba anaerob yang mampu

berperan dalam mengolah air limbah dalam kondisi anaerobik.

2.2.2. Keterpaparan dan Parameter Limbah Rumah Sakit

Keterpaparan limbah cair rumah sakit, hampir sama dengan limbah cair

domestik, hanya yang membedakannya adalah adanya kandungan limbah infeksius

dan kimia/toksik/antibiotik. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam

mikroorganisme tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang

dilakukan sebelum dibuang.

Pengukuran baku mutu limbah rumah sakit berdasarkan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup nomor 58 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi

kegiatan rumah sakit sebagai berikut:

Pengukuran baku mutu kimia limbah cair bagi kegiatan rumah sakit menurut

SNI (2008) sebagai berikut :

a. BOD (Biochemical Oxygent Demand)

BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global

proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD

diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk

Universitas Sumatera Utara


mendesain sistem pengolahan secara biologis. Menurut Wardhana (2000), BOD atau

kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan

buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Mikroorganisme yang

memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut dengan

bakteri aerobik. Sedangkan mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen disebut

dengan bakteri anaerobik. Jadi, pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat

organik dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya

bakteri aerobik.

Pengujian BOD yang dapat diterima adalah pengukuran jumlah oksigen yang

akan dihabiskan dalam waktu 5 (lima) hari oleh organisme pengurai aerobik dalam

suatu volume limbah pada suhu 20ºC. Hasilnya dinyatakan dalam bpj (ppm). Jadi

misalnya BOD sebesar 200 ppm berarti bahwa 200 mg oksigen akan dihabiskan oleh

contoh ,imbah sebanyak satu liter dalam waktu lima hari pada suhu 20ºC

(Sastrawijaya, 1991).

b. COD (Chemical Oxygent Demand)

COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-

zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7

digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika,

1987).

Menurut Wardhana (2000), COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah

oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi

Universitas Sumatera Utara


melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh

Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Kalium

bichromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).

c. pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman (pH) menunjukkan suatu proses reaksi yang berada dalam

perairan seperti reaksi dalam kondisi asam atau basa. Derajat keasaman (pH) sangat

berpengaruh terhadap tingkat toksisitas baahn beracun. Perairan yang netral memiliki

nilai pH yaitu 7, perairan yang bersifat asam pH < 7 dan bersifat basa pH > 7.

d. TSS (Total Suspended Solid)

TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah

setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron Penentuan

zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air

limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air.

e. Fosfat

Fosfat dalam air terdapat sebagai ortofosfat, polifosfat dan organik fosfat,

jumlah kandungan ketiga fosfat tersebut dinyatakan sebagai total fosfat. Sumber

fosfat di dalam air dapat berbentuk inorganik dan organik. Sumber utama fosfat

inorganik adalah hasil dari buangan detergen, alat pembersih rumah tangga atau

industri, sedangkan fosfat organik berasal dari makanan dan buangan rumah

tangga/rumah sakit. Fosfat sangat diperlukan untuk pertumbuhan organisme dan

merupakan faktor yang menentukan produktivitas suatu perairan dan merupakan

parameter untuk mendeteksi pencemaran air. Penentuan kadar fofat (PO4²-) dalam air

Universitas Sumatera Utara


bertujuan untuk mencegah tingginya kadar fosfat, sehingga tidak merangsang

pertumbuhan tanaman air (Sutrisno, 1987).

f. NH3 Bebas

Senyawa nitrogen yang terdapat dalam air adalah protein, ammoniak, nitrit dan

nitrat. Dalam bentuk protein, senyawa nitrogen ini di alam akan mengalami

penguraian dengan bantuan aktivitas bakteria menjadi ammoniak. Penguraian tersebut

secara alamiah berjalan relatif sangat lambat sehingga apabila terdapat protein di

dalam air dapat ditarik kesimpulan bahwa air tersebut telah terkontaminasi.

Dalam bentuk amonium (NH4) senyawa nitrogen ini labil, karena dalam waktu

singkat akan beroksidasi menjadi nitrit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

keberadaan ammonium dalam air dapat menandakan bahwa air tersebut baru

mengalami kontaminasi air buangan (Malida, 1992).

2.3. Pengaruh Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan

Lingkungan

Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat

gangguan karena buangan rumah sakit: 1) pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk

memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini

merupakan kelompok yang paling rentan. 2) karyawan rumah sakit dalam

melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang

merupakan sumber agen penyakit, 3) pengunjung/pengantar orang sakit yang

berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar,

Universitas Sumatera Utara


4) masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah

sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke

lingkungan sekitarnya. Dampak buangan air limbah rumah sakit yang tidak

memenuhi aturan mengakibatkan mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan

akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan

tersebut.

2.3.1. Dampak Positif Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Pengaruh baik dari pengelolaan limbah rumah sakit akan memberikan dampak

postif terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan dan rumah sakit itu sendiri, seperti

a. Meningkatkan pemeliharaan kondisi yang bersih dan rapi, juga meningkatkan

pengawasan pemantauan dan peningkatan mutu rumah sakit sekaligus akan

dapat mencegah penyebaran penyakit (infeksi nosokomial).

b. Keadaan lingkungan yang saniter serta esetetika yang baik akan menimbulkan

rasa nyaman bagi pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit tersebut.

c. Keadaan lingkungan yang bersih juga mencerminkan keberadaan sosial

budaya masyarakat disekitar rumah sakit.

d. Dengan adanya pengelolaan limbah yang baik maka akan berkurang juga

tempat berkembang biaknya serangga dan tikus sehingga populasi kepadatan

vektor sebagai mata rantai penularan penyakit dapat dikurangi.

Universitas Sumatera Utara


2.3.2. Dampak Negatif Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Dampak yang ditimbulkan limbah rumah sakit akibat pengelolaannya yang

tidak baik atau tidak saniter dapat berupa :

a. Merosotnya mutu lingkungan rumah sakit yang dapat mengganggu dan

menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal dilingkungan

rumah sakit maupun masyarakat luar.

b. Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun,

buangan yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat

menimbulkan gangguan kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau

penyakit akibat kerja.

c. Limbah medis yang berupa partikel debu dapat menimbulkan pencemaran

udara yang akan menyebabkan kuman penyakit menyebar dan

mengkontaminasi peralatan medis ataupun peralatan yang ada.

d. Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika

lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan

pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar.

e. Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran

terhadap sumber air (permukaan tanah) atau lingkungan dan menjadi media

tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, serangga yang dapat

menjadi transmisi pernyakit terutama kholera, disentri, thypus abdominalis

(Kusnoputranto, 1986).

Universitas Sumatera Utara


f. Air limbah yang mempunyai sifat fisik, kimiawi, dan bakteriologi yang dapat

menjadi sumber pengotoran dan menimbulkan bau yang tidak enak serta

pemandangan yang tidak menyenangkan, bila tidak dikelola dengan baik.

2.4. Dampak Kualitas Air Limbah Rumah Sakit Terhadap Penyakit Kulit

Dampak lingkungan yang serius bisa timbul dari dihasilkannya limbah

biomedis dan dari proses penanganan, manajemen dan pembuangan limbah yang

tidak dikelola dengan baik. Dampak yang terjadi bisa secara langsung maupun tidak

langsung. Dampak langsung biomedis yang potensial menurut beberepa ahli dapat

menimbulkan penyakit terutama keracunan dan penyakit kulit (Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Indira Gandi, 2005).

Limbah biomedis bisa menyebabkan polusi air jika limbah tersebut di buang

di daerah dataran rendah atau dibuang di danau atau kolam air, bisa menyebabkan

polusi air yang parah. Limbah cair yang dihasilkan saat masuk ke saluran air bisa juga

menyebabkan polusi air jika tidak dikelola dengan baik. Polusi air juga bisa

disebabkan substansi biologis, kimiawi atau radioaktif. Patogen yang ada di limbah

tersebut bisa luluh dan mengkontaminasi air atau air permukaan. Bahan kimia

berbahaya yang ada dalam limbah biomedis, polusi logam berat dalam bentuk

leachate, kelebihan leacheate seperti nitrat dan sosfat dari galian tanah bisa

menyebabkan fenomena yang disebut eutrophication (dimana pada permukaan kolam

air tumbuh alga). Polusi air bisa mengubah parameter seperti pH BOD, COD dan

lain-lain. (Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indira Gandi, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Selain itu limbah effluent dari rumah sakit mengandung bakteri dan residu

antibiotik resisten yang jumlahnya banyak pada konsentrasi yang bisa

menunmbuhkan spesies bakteri. Dengan demikian effluent limbah rumah sakit bisa

meningkatkan jumlah bakteri atau mikroba resisten di saluran air penerima lewat

mekanisme replikasi dan proliderasi dan lewat pilihan untuk mengembangkan strain

bakteri resisten. Area utama yang perlu diperhatikan adalah air limbah dengan

kandungan patogen enterik yang tinggi, termasuk bakteri, virus dan helmintes yang

dengahn mudah berpindah melalui air dan bisa menyebabkan penyakit diare dan

kolera serta penyakit kulit, (Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indira Gandi, 2005).

2.5. Penyakit Kulit

2.5.1. Definisi

Menurut Sudoyo (2006), penyakit kulit adalah peradangan kulit yang

menimbulkan reaksi peradangan yang terasa gatal, panas dan berwarna merah.

Penyakit kulit terjadi pada orang-orang yang kulitnya terlalu peka, kadang-kadang

menunjukkan sedikit gejala dan kadang-kadang dalam kondisi yang parah.

Menurut Diana (2004), penyakit kulit adalah suatu penyakit yang

berhubungan dengan jaringan penutup permukaan tubuh dan bersifat relatif ringan.

Meskipun bersifat relatif ringan, apabila tidak ditangani secara serius, maka hal

tersebut dapat memperburuk kondisi kesehatan.

Penyakit kulit menurut Ganong (2006), merupakan peradangan kulit

(epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap faktor endogen (alergi) atau eksogen

Universitas Sumatera Utara


(bakteri, jamur). Gambarannya polimorfi, dalam artian berbagai macam bentuk, dari

bentol-bentol, bercak-bercak merah, lenting-lenting, basah, keropeng kering,

penebalan kulit disertai lipatan kulit yang semakin jelas, serta gejala utama adalah

gatal. Dermatitis termasuk penyakit kulit yang menyebalkan, karena kekambuhannya,

serta penyebabnya yang sukar untuk dicari dan ditentukan. Sifat dermatitis adalah

residif, dalam artian bisa kambuh-kambuhan, tergantung dari jenisnya dan faktor

pencetusnya, maka kekambuhan bisa dihindari. Sebagai contoh Dermatitis Numularis

yang memiliki bentuk seperti koin-koin (uang logam) yang basah dan gatal, biasanya

penderita memiliki infeksi setempat berupa gigi berlubang, bila hal tersebut ditangani

dan eksim tersebut diobati, bukannya tidak mungkin kesembuhan mencapai 100%.

2.5.2. Patofisiologi Penyakit Kulit

Hygiene yang kurang dan menurunnya daya tahan tubuh menyebabkan

bakteri, virus, jamur dan parasit mudah masuk ke dalam tubuh. Pada penyakit kulit

yang disebabkan oleh bakteri dan virus, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh

melalui aliran darah. Sedangkan pada penyakit kulit akibat infestasi parasit seperti

sarcoptes scabiei yang hidup dirambut dan bertelur disana. Siklus hidupnya melalui

stadium telur, larva, nimfa dan dewasa. Kelainan kulit yang timbul akibat dari

garukan gatal akibat sensitisasai terhadap sekret dan exkret sarcoptes kurang lebih

sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan

ditemukannya papul, vesikel, urtika. Gerukan dapat menimbulkan erosi, ekskoriasi,

krusta dan infeksi sekunder (Ganong, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit

yang paling luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler,

hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh

darah kulit yang luas, sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa

memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh. Pada eritroderma terjadi eritema

dan skuama (pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit sel–sel dalam lapisan

basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel–sel yang baru terbentuk bergerak lebih

cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/ plak jaringan epidermis

yang profus.

Menurut Ganong (2006), mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi

secara non imunologik dan imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan

reaksi imunologik. Pada mekanisme immunologik, alergi obat terjadi pada pemberian

obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat

molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap (hapten).

Obat/metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkonjugasi dahulu dengan protein

misalnya jaringan, serum/ protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat

dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.

2.5.3. Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh

dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai berikut (Harahap, 1990).

Universitas Sumatera Utara


a. Pelindung

Jaringan tanduk sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-

benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari dalam tubuh. Melanin

yang memberi warna pada kulit dari akibat buruk sinar ultra violet.

b. Pengatur Suhu

Di waktu suhu dingin peredaran di kulit berkurang guna mempertahankan

suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat

dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga suhu tubuh

dapat dijaga tidak terlalu panas.

c. Penyerapan

Kulit dapat menyerap bahan tertentu seperti gas dan zat larut dalam lemak

lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk ke peredaran darah, karena

dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit masuknya

zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya sekali yang melalui

muara kelenjar keringat.

d. Indera Perasa

Indera perasa di kulit karena rangsangan terhadap sensoris dalam kulit.

Fungsi indera perasa yang utama adalah merasakan nyeri, perabaan, panas

dan dingin.

Universitas Sumatera Utara


2.6. Landasan Teori

Keterpaparan limbah cair rumah sakit, disebabkan oleh karena adanaya

kandungan limbah infeksius dan kimia/toksik/antibiotik yang dihasilkan selama

proses pelayanan. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam

mikroorganisme tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang

dilakukan sebelum dibuang. Jika limbah rumah sakit ini tidak di kelola dengan baik

dan dibuang ke tempat yang tidak dipersyaratkan seperti badan sungai maka akan

dapat memberi dampak negatif tidak hanya bagi air sungai itu sendiri tetapi juga bagi

masyarakat yang menggunakan air yang telah dialiri limbah tersebut.

Pengukuran baku mutu limbah rumah sakit sebelum dibuang harus benar-

benar diperhatikan. Dampak lingkungan yang serius bisa timbul dari dihasilkannya

limbah biomedis dan dari proses penanganan, manajemen dan pembuangan limbah

yang tidak dikelola dengan baik. Dampak yang terjadi bisa secara langsung maupun

tidak langsung. Dampak langsung biomedis yang potensial menurut beberepa ahli

dapat menimbulkan penyakit terutama keracunan dan penyakit kulit (Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Indira Gandi, 2005).

Limbah biomedis bisa menyebabkan polusi air jika limbah tersebut di buang

di daerah dataran rendah atau dibuang di danau atau kolam air, bisa menyebabkan

polusi air yang parah. Limbah cair yang dihasilkan saat masuk ke saluran air bisa juga

menyebabkan polusi air jika tidak dikelola dengan baik. Polusi air juga bisa

disebabkan substansi biologis, kimiawi atau radioaktif. Patogen yang ada di limbah

tersebut bisa luluh dan mengkontaminasi air atau air permukaan. Bahan kimia

Universitas Sumatera Utara


berbahaya yang ada dalam limbah biomedis, polusi logam berat dalam bentuk

leachate, kelebihan leacheate seperti nitrat dan sosfat dari galian tanah bisa

menyebabkan fenomena yang disebut eutrophication (dimana pada permukaan kolam

air tumbuh alga). Polusi air bisa mengubah parameter seperti pH BOD, COD dll,

(Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indira Gandi, 2005).

Untuk mengantisipasi ini pemerintah telah membuat peraturan yang bisa

dijadikan acuan untuk pengukurran baku mutu limbah rumah sakit sesuai yang

didasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 58 tahun 1995 tentang

baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit. Dalam standar Organization for

Standar (ISO) yang merupakan salah satu sertifikasi internasioanal di bidang

pengelolaan lingkungan menyebutkan pengelolaan limbah adalah suatu usaha untuk

meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan

tidak tercemar dan aman bagi masyarakat disekitarnya.

Universitas Sumatera Utara


2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat digambarkan kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Parameter Kualitas Air


1. pH
2. BOD
3. COD
4. TSS
Gangguan /
5. NH3 Bebas
Kelainan Kulit :
6. Phosfat
1. Gatal-gatal
2. Bercak kemerahan
3. Bentol-bentol
Keterpaparan Masyarakat:
1. Lama Tinggal > 6
Bulan
2. Penggunaan Air
Untuk Keperluan
Sehari-Hari
3. Kontak Dengan
Air > 4 Kali
Sehari
4. Lama Dalam Air >
1 Jam

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai