Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di Indonesia penggunaan sumber daya alam sekitar sebagai pengobatan
sudah diterapkan sejak jaman dahulu. Penggunaan sumber daya alam sekitar
untuk penyembuhan dapat diasumsikan sebagai bentuk pengobatan tertua di
dunia. Hampir setiap budaya di dunia mempunyai sistem pengobatan tradisional
yang khas yang sesuai dengan karakter budaya tersebut. Bahkan di setiap daerah
juga dijumpai berbagai macam jenis sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat (Dorly, 2005). Obat tradisional Indonesia, seperti
jamu yang merupakan obat-obatan tradisional Jawa, Usada yang memuat obat-
obatan tradisional Bali telah banyak digunakan sebagai obat konvensional di
banyak daerah di Indonesia. Salah satu sumber daya alam sekitar yang
digunakan sebagai penyembuhan adalah tumbuh-tumbuhan. Penggunaan
tumbuhan sebagai obat disebut dengan istilah Etnofarmasi.
Etnofarmasi adalah kajian ilmu interdisipliner mengenai aspek-aspek
farmasi yang terdapat pada suatu komunitas etnis masyarakat pada suatu daerah
tertentu. Etnofarmasi melibatkan kajian pengenalan, pengelompokan, dan
pengetahuan darimana obat tersebut dihasilkan (etnobiologi), preparasi sediaan
obat (etnofarmasetik), aplikasi sediaan obat (etnofarmakologi), dan aspek sosial
dari penggunaan pengetahuan perobatan dalam etnis tersebut ( etnomedisin ).
Dalam penelitian etnofarmasi, yang menjadi objek utama penelitian adalah
sebuah komunitas yang terisolasi untuk menemukan kembali resep tradisional
komunitas tersebut dan mencoba melakukan evaluasi secara biologis maupun
kultural (Pieroni et al., 2002: 218). Obat tradisional semakin berkembang,
dengan penggolongan obat alami menjadi tiga kategori, yaitu obat empiris
tradisional (jamu), obat herbal terstandar dan fitofarmaka (Pudjiastuti, 1996).
Penggunaan bahan alam sebagai pengobatan di Indonesia semakin
meningkat hal ini disebabkan oleh pola pikir masyarakat untuk kembali lebih
dekat dengan alam dan juga bagaimana dapat memanfaat bahan alam sebaik-
baiknya, sehingga lebih memilih pengobatan alami untuk mangatasi masalah
kesehatan. Di Bali sendiri pengobatan dengan bahan alam masih menjadi salah
satu pengobatan yang digemari oleh masyarakat karena dianggap manjur dan
masih dipercaya dapat mencegah dan mengobati penyakit yang ada, serta
masyarakat di Bali masih menganggap bahwa penggunaan obat tradisional lebih
aman dari penggunaan obat-obat dari bahan kimia.
Di Bali, pengobatan tradisional didokumentasikan dalam bentuk Lontar
Usada. Usada adalah ilmu pengobatan tradisional Bali, yang sumber ajarannya
terdapat pada lontar. Lontar masalah pengobatan di Bali dapat dibagi menjadi
dua golongan yakni golongan lontar usadha dan lontar tutur. Di dalam lontar
tutur (tatwa) berisi tentang ajaran aksara gaib atau wijaksara. Ajaran anatomi,
phisiologi, falsafah sehat-sakit, padewasaan mengobati orang sakit, sesana
balian, tatenger sakit. Sedangkan di dalam Lontar Usada berisi tentang cara
memeriksa pasien, memperkirakan penyakit (diagnosa), meramu obat
(farmasi), mengobati (terapi), memperkirakan jalannya penyakit (prognosis),
upacara yang berkaitan tentang masalah pencegahan (preventif) dan pengobatan
(kuratif) (Sukantra, 1992).
Lontar Usada merupakan lontar yang menguraikan tentang penyakit, nama-
nama penyakit, pemberian obat penyembuhan dengan cara-caranya. Kata Usada
berasal dari kata ausadhi yang dalam bahasa Sansekerta berarti tanaman yang
mengandung khasiat obat. Dalam Lontar Usada dikemukakan berbagai
penyakit dan ramuan obat yang berbeda-beda dan memiliki banyak variasi.
Beberapa jenis Usada, seperti Usada Dalem, Usada Edan, Usada Mala, Usada
Rare, Usada Sasah Bebai, Usada Tiwang, Usada Tiwas Panggung, Usada
Tetengger Beling, Usada Tenung Tanyalara, Usada Tumbal, Usada Upas,
Usada Taru Premana, dan Usada Rukmini Tatwa (Suwidja, 1991).
Maka dari itu pengobatan tradisional Bali atau Usada Bali perlu
dikembangkan sehingga dapat semakin dikenal oleh masyarakat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Usada sebagai warisan nenek moyang
juga dapat tetap dilestarikan. Pengembangan dari usada juga diharapkan dapat
menjadi peluang untuk dikembangkannya obat obat-baru dimasa yang akan
datang.

1.2 TUJUAN
1. Mengetahui definisi dan tujuan penggunaan Usada Rare.
2. Mengetahui jenis, cara pengolahan dan tujuan pengobatan dari tanaman
yang digunakan dalam Usada Rare.
3. Menjelaskan tanaman yang digunakan dalam Usada Rare yang telah
terbukti secara ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 USADA RARE


1. Definisi Usada
Salah satu peninggalan naskah lontar usada adalah Usada Rare. Usada
rare terdiri dari 2 kata, yaitu “usada” dan “rare". Usada yang berarti tumbuh-
tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat-obatan dan rare yang berarti
anak-anak. Jadi usada rare merupakan lontar yang memuat mengenai
tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat-obatan untuk anak-anak. Dari
usia bayi sampai anak-anak (Suwidja, 1991).
Pada usada rare banyak ditelaah mengenai pengobatan untuk anak-
anak. Penyakit yang umum terjadi pada anak-anak, yang dalam usada rare
disebut dengan tiwang antara lain step (kejang), tangan dan kaki kaku, lidah
keputih-putihan, demam, sakit perut, sariawan, gelisah, perut kembung,
bengkak ulu hati, mual, diare, mimisan, batuk, sesak nafas, mata merah,
bisul, sakit telinga, sulit buang air besar dan buang air kecil, cacingan, panas
dalam, tidak nafsu makan, dan penyakit kulit (Suwidja, 1991).

2. Dasar pengobatan
Dalam Usada Rare pendekatan yang dilakukan untuk pengobatan
adalah secara empiris, berdasarkan pengalaman nenek moyang. Biasanya
untuk memulai pengobatan dapat dilihat dari kondisi fisik dan pernapasan
pada pasien.

3. Tujuan penggunaan Usada


Usada Rare ditujukan untuk mengobati penyakit yang sering terjadi
pada bayi maupun anak- anak seperti diare, perut kembung, perut terasa
panas, sakit perut, perut bayi panas dalam, anak panas, batuk kering, sebagai
obat guwam, mengatasi anak tidak nafsu makan, muntah-muntah dan sesak
nafas (Warditiani et al., 2015).
2.2 TABEL NAMA TANAMAN OBAT DALAM USADA RARE

No. Nama Nama Latin Kegunaan Cara Penggunaan


Tanaman Tanaman
1 Adas Foeniculum Badan panas, Cara meramu adas untuk
vulgare Mill. gelisah dan obat diare adalah
ingin meramu bahan-bahan
muntah. seperti adas, pucuk
Sakit perut. (daun muda) kecapi,
jamblang, gamongan,
ketumbar, dan kunyit
kemudian dipipis halus
setelah itu ditempelkan
pada perut.
2 Delima Punica mengobati kulit buah delima dan
granatum L diare pada beras dibakar dicampur
bayi yang secukupnya lalu digiling,
lama tidak dioleskan pada perut
sembuh hingga kepinggangnya.
3 Belimbing Averrhoa mengobati belimbing besi dibakar,
Besi carambola bayi panas asam, kunir, sama- sama
sariawan dibakar dengan batang
L.
cengkeh, masui, sepet-
sepet, sampar wantu,
pula sari, garam hitam,
digiling, kemudian
diperas dan diminum.
4 Beras merah Oryza sativa mengobati beras merah, daun piduh
bayi sigsigan akar dan batangnya
(tangisnya (sakamulan), sesawi,
sekamulan, cabe kedi,
terputus- teriketuka, digiling,
putus) dipakai sebagai boreh.
5 Kencur Kaempferia mengobati kencur laki (umbi kencur
galanga L. bayi belahan yang tidak ada
cabangnya) 3 iris, bagian
daun canging yang di
tengah-tengah 3 lembar,
rumput lepas 3 batang,
digiling dipakai pupuh
(tempelkan).
6 Kemiri Aleurites mengobati kemiri dibakar, daun
moluccana perut bayi dusa gede, jajar tanah,
(L.) yang beras padi gaga,

Willd kembung, berangbang, adas,


badannya sembur badannya semua
kurus, dan
makan tidak
merasa
kenyang
7 Kunir Curcuma mengobati kunir, kencur, adas,
domestica mual majakeling, garam,
Val (muntah) tumbar, dibakar dalam
pada bayi abu panas, diminum
8 Bangle Zingiber mengobati kesimbukan, sulasih-
cassumunar perut harum, bangle,
Roxb. kembung disemburkan.
pada

bayi
9 Bawang Allium cepa mengobati bawang merah, umbi
Merah L. penyakit tunjung, dan adas dibuat
belahan pada minyak urut.
anak
10 Dapdap Erythrina mengobati weding, dapdap, weding
variegata L. sariawan kendal, betuka, kulit turi
pada bayi merah, sulasih-harum,
gegambiran anom, adas,
sari lungid, pula sari,
berangbang dibakar pada
abu panas, semua dipakai
tum dan dikukus,
diminumkan.

2.2.1 Daftar Istilah


Belahan : bagian putih matanya berubah menjadi biru dan
agak memejam, tangisnya terisak-isak serta tangan
dan kaki dingin

Boreh : masker terbuat dari rempah yang telah digunakan


sebagai obat tradisional untuk menghangatkan
badan.

Guwaman : bibir pecah-pecah, jantungnya berdebar-debar, dan


apabila bagian putih matanya seperti ada darah

Tum : dibuat dalam bungkusan daun pisang


Weding : bagian dalam kulit batang
2.3 TANAMAN OBAT DALAM USADA RARE YANG TELAH
TERBUKTI SECARA ILMIAH

1. Adas (Foeniculum vulgare Mill.)

Gambar 1. Foeniculum vulgare Mill.

a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliosida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Foeniculum
Spesies : Foeniculum vulgare Mill.

a. Kandungan Kimia
Adas mengandung minyak atsiri (Oleum Foenculi) 1-6%,
mengandung 50-60% anetol, lebih kurang 20% fenkon, pinen, limonen,
dipenten, felandren, metilchavikol, anisaldehid, asam anisat, dan 12%
minyak lemak (Agromedia, 2008).
b. Efek Farmakologi Menurut Penelitian
1. Antibakteri
Dalam suatu penelitian yang dilakukan Gulfraz et al.,
(2008)menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah adas, ekstrak
etanol buah adas, dan minyak adas dengan konsentrasi ekstrak 100
μg/disc mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. coli dengan
diameter zona hambat masing-masing 14 mm, 12 mm, dan 16
mm.Aktivitas antimikroba dari minyak Foeniculum vulgare dinilai
dengan menggunakan difusi cakram serta metode konsentrasi
penghambatan minimum (MIC). Minyak adas menunjukkan
penghambatan terhadap Bacillus cereus, Bacillus magaterium,
Bacillus pumilus, Bacillus substilis, Eschericha coli, Klebsiella
pneumonia, Micrococcus lutus, Pseudomonos pupida, Pseudomonos
syringae, dan Candida albicans dibandingkan dengan ekstrak
metanol dan etanol. Diamati bahwa minyak atsiri dan ekstrak biji
Foeniculum vulgare menunjukkan tingkat aktivitas antimikroba
yang berbeda tergantung pada dosis yang diterapkan.

Infusa biji adas dapat menghambat pertumbuhan bakteri


Salmonella spesies sv abony dan Bacillus cereus pada konsentrasi
infusa biji adas 0,147 g/l (Dewi et al., 2014).
Ekstrak air panas biji adas dan ekstrak aseton biji adas
menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih baik daripada ekstrak
air mendidih biji adas dan ekstrak heksan biji adas terhadap bakteri
Enterococcus faecalis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Salmonella typhi, Salmonella typhimurium 1, Salmonella
typhimurium 2, dan 3 Shigella flexneri (Kaur dan Arora, 2009).
2. Delima (Punica granatum L )

Gambar 2. Punica granatum L.


a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Punica L.
Spesies : Punica granatum L

a. Kandungan Kimia
Pada buah delima mengandung senyawa saponin, flavonoid dan
polifenol. Senyawa yang terkandung di dalam kulit batang, bunga dan
buahnya juga adalah tanin (Hutapea, 2000)

b. Efek Farmakologi Menurut Penelitian


1. Antibakteri
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prestiandari et.al.
(2018) hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa ekstrak buah delima merah (Punica granatum Linn) memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Konsentrasi ekstrak buah delima merah yang memiliki daya hambat
terbesar terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Konsentrasi
ekstrak buah delima merah yang memiliki daya hambat terbesar
terhadap pertumbuhan S. aureus, yaitu konsentrasi 75% dan 100%.
Penelitian lain juga menunjukan bahwa delima dapat digunaka
sebagai antibakteri. Dari hasil penelitian ekstrak etanol 70% kulit
buah delimamempunyai efek antibakteri ( konsentrasi 8,6; 34,4 dan
137,6 mg/ml) terhadap bakteri Salmonella typhi dan Vbibrio
cholera, tetapi masih jauh lebih kecil dibandingkan kloramfenikol
dan tetrasiklin (Sundari et al., 1998)
Delima juga dapat digunakan sebagai antibiotik pada bakteri
Staphylococcus aureus yang resisten terhadap penisilin. Buah
delima memiliki banyak potensi klinis dari senyawa polifenolnya.
Senyawa senyawa polifenol diduga dapat mengganggu
pembentukan enzim, dinding sel, protein dan agregasi dari bakteri
selain dapat menurunkan konsentrasi inhibitor minimum pada
antibiotik lini pertama. Ekstrak buah delima memiliki tingkat
toksisitas yang rendah farmakokinetik yang lebih baik dibanting
tanaman herbal lain. ( Hardana, dkk 2015).

3. Kencur (Kaempferia galanga L.)

Gambar 3. Kaempferia galanga L.

a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia L
Spesies : Kaempferia galanga L.

b. Kandungan Kimia
Rimpang kencur mengandung saponin, flavonoid, dan senyawa-
senyawa polifenol, di samping minyak atsiri (2,4-3,9%) yang
mengandung sineol, borneol, kamfer, etil alkohol, asam metal-kaneelat,
2,4,6-trimetil oktan, etilsinamat, limonen dioksida, asam etil ester 3-(4-
metoksifenil)-2-propenoat, dan etil pmetoksisinamat. Senyawa yang
berperan sebagai antiinflamasi yaitu etilp-metoksisinamat (Hasanah
dkk., 2011).

c. Efek Farmakologi Menurut Penelitian


1. Antiinflamsi
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman
Suku Zingiberaceae yang diketahui mengandung minyak atsiri.
Secara empirik rimpang kencur sering digunakan sebagai obat
tradisional, salah satunya untuk mengobati radang (inflamasi).
Aktivitas antiinflamasi ditentukan melalui uji terhadap inflamasi
akut yang diinduksi dengan karagenan dan analisis kandungan
minyak atsirinya dilakukan menggunakan GC/MS. (Hasanah dkk.,
2011).
Dalam sebuah penelitian juga mengatakan rimpang kencur
(Kaempferiae galanga L.) terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas
antiinflamasi yang ditunjukkan dengan adanya persentase inhibisi
udema. Senyawa yang diduga memberikan efek antiinflamasi dari
tanaman tersebut adalah senyawa golongan flavonoid (Ramadhani
et al., 2016).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pentingnya pengembangan Usada adalah supaya dapat dapat semakin
dikenal oleh masyarakat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Usada sebagai warisan nenek moyang juga dapat tetap dilestarikan.
Pengembangan dari usada juga diharapkan dapat menjadi peluang untuk
dikembangkannya obat obat baru dimasa yang akan datang.
2. Efek farmakologis tanaman yang telah terbukti:
a. Adas (Foeniculum vulgare Mill.) : antibakteri.
b. Delima (Punica granatum L.) : antibakteri.
c. Kencur (Kaempferia galanga L.) : antiinflamasi.
DAFTAR PUSTAKA

Agromedia. 2008. BukuPintarTanamanObat. Jakarta: PT AgromediaPustaka.


Dewi, N. w., & Sopandi, T. (2014). INHIBISI PERTUMBUHAN BAKTERI
Salmonella spesies sv abony DAN Bacillus cereus OLEH INFUSA BIJI
ADAS (Foeniculum vulgare). ISSN 1412 - 1840, 07(02), 28–31.
Dorly. (2005). Potensi tumbuhan obat indonesia dalam pengembangan industri
agromedisin. Makalah Pribadi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor, 1–10.
Gulfraz, M., Mehmood, S., Minhas, N., Jabeen, N., Kausar, R., Jabeen, K., &
Arshad, G. (2008). Composition and antimicrobial properties of essential oil
of Foeniculum vulgare. African Journal of Biotechnology, 7(24), 4364–4368.
https://doi.org/10.4314/ajb.v7i24.59591
Hardana, H., & Warganegara, E. (2015). Ekstrak Buah Delima Sebagai Antibiotik
Pengobatan Infeksi MRSA. Majority, 4(9), 83–87. Retrieved from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1414/1257
Hasanah, A. N., Nazaruddin, F., Febrina, E., & Zuhrotun, A. (2011). Analisis
Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang
Kencur ( Kaempferia galanga L .). Jurnal Matematika & Sains, 16(3), 147–
152.
Kaur, G. J., & Arora, D. S. (2009). Antibacterial and phytochemical screening of
Anethum graveolens, Foeniculum vulgare and Trachyspermum ammi. BMC
Complementary and Alternative Medicine, 9, 1–10.
https://doi.org/10.1186/1472-6882-9-30.
Prestiandari, E., Hernawati, S., & rohma dewi, L. (2017). Daya Hambat Ekstrak
Buah Delima Merah ( Punica granatum Linn ) Ter- hadap Pertumbuhan
Porphyromonas gingivalis ( The Inhibition of Red Pomegranate Fruit Extract
( Punica granatum Linn ) on The Growth Porphyromonas gingivalis ). Jurnal
Pustaka Kesehatan, 5(2), 192–198.
Pudjiastuti, 1996. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa PerguruanTinggi di
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan
PenelitianDan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Ramadhani, N., & Sumiwi, S. A. (2015). Aktivitas Antiinflamasi Berbagai
Tanaman Diduga Berasal Dari Flavonoid. Farmaka Suplemen Volume 14
Nomor 2, 14(2), 111–123.
Sundari, D., Nuratmi, B., & Triyani, S. (2012). EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK
KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) TERHADAP BAKTERI
PENYEBAB DIARE SECARA IN VITRO DAN UJI TOKSISITAS AKUT.
Media of Health Research and Development, Vol. 8.
https://doi.org/10.22435/mpk.v8i03&04Des.1042.
Suwidja, I. K. 1991. Berbagai Cara Pengobatan Menurut Lontar
Usada Pengobatan TradisionalBali. Singaraja: Indra Jaya.
Warditiani, N.K., Leliqia, N.P.A., dan Savitri, P.A. 2015. Data Tanaman dan
Pengobatan pada Lontar Usada Rare. Jurnal Farmasi Udayana. Vol 4 (1). Pp.
29-32.

Anda mungkin juga menyukai