Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN KRITIS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3:

1. NILA KURNIA SAFITRI


2. SITI ASSUARO SOLIHA
3. NADIA NUR SETIAHATI
4. MAYA NOVIKA WULANDARI
5. MITA PUSPARINI
6. PUTRI NINGSIH
7. SAHRATUL AINI
8. UMMAH
9. YUNI KARTINA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “TREND DAN ISSUE
DALAM KEPERATAN KRITIS” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari teman-
teman untuk membantu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua teman-teman yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun kami. Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Mataram, 16 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian trend dan issue


2. Trend dalam keperawatan
3. Issue dalam keperawatan

BAB III PENTUP

1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berdampak


besar terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Pelayanan
keperawatan yang dilaksanakan oleh tenaga profesional, dalam melaksanakan
tugasnya dapat bekerja secara mandiri dan dapat pula bekerja sama dengan
profesi lain.
Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk
pasien/klien baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan
memandang manusia secara biopsikososial spiritual yang komperhensif.
Sebagai tenaga yang profesional, dalam melaksanakan tugasnya diperlukan
suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan
bertanggungjawab secara moral.
Merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang menangani
respon manusia terhadap masalah yang mengancam hidup. Perawat ruang
intensif/kritis harus memberikan pelayanan keperawatan yang mencerminkan
pemahaman akan aspek etika dan legal keperawatan yang mencerminkan
pemahaman akan aspek etika dan legal kesehatan. Perawat ruang kritis harus
bekerja sesuai dengan aturan yang ada (standar rumah sakit/standar pelayanan
maupun asuhan keperawatan). Etik ditujukan untuk mengukur perilaku yang
diharapkan dari manusia sehingga jika manusia tersebut merupakan suatu
kelompok tertentu atau profesi tertentu seperti profesi keperawatan, maka
aturannya merupakan suatu kesepakatan dari kelompok tersebut yang disebut
kode etik.
Status pekerjaan sebagai seorang perawat rumah sakit ataupun bagian dari
staf paramedik tidak membuat perawat bisa menghindari tanggung jawab dan
kewajiban mematuhi hukum dalam setiap tindakan/pelayanan keperawatan
yang dilakukan. Kumpulan hukum/peraturan keperawatan yang telah
dikembangkan dikenal sebagai standar pelayanan keperawatan. Standar

1
pelayanan keperawatan ditentukan dengan pengambilan keputusan atas
tindakan profesional yang paling tepat dilakukan untuk mengatasi masalah
yang ada.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat,
baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya
kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-
hari secara mandiri.
Masalah, merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari segala
segi kehidupan. Tidak ada satupun benda ataupun subjek hidup yang bersih
tanpa masalah, namun ada yang tersembunyi namun ada juga yang lebih
dominan oleh masalahnya.
Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa isu yang bisa jadi
merupakan masalah dalam praktik keperawatan kita. Baik merupakan
perbuatan dari pihak yang tidak bertanggung jawab, ataupun segala hal yang
terjadi disebabkan oleh pertimbangan etis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian trend dan issue keperawatan kritis
2. Apa saja trend dalam keperawatan

3. Apa saja issue keperawatan

C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian trend dan issue keperawatan kritis
2. Mengetahui tren dalam keperawatan

2
3. Mengetahui beberapa issue keperawatan

BAB II
PEMBAHASAN

1. Trend Dan Isu Keperawatan Kritis


Trend adalah hal yang sedang dibicarakan, disukai bahkan digunakan.
Perkembangan yang pesat di bidang teknologi dan pelayanan kesehatan
cukup berkontribusi dalam mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah
sakit.
Trend adalah sesuatu yang sedang “menjamur” atau sedang disukai dan
digandrungi oleh orang banyak dan sesuai dengan fakta.Trend merupakan
suatu alur yang menuju ke arah mana pasar bergerak dan suatu pola dari
peristiwa-peristiwa atau perilaku yang sama-sama dialami oleh semakin
banyak orang. Trend juga merupakan hal yang sangat mendasar dalam
pendekatan analisa dan merupakan salah satu gambaran ataupun informasi
yang terjadi saat ini yang biasanya sedang populer di kalangan masyarakat.
Isue adalah suatu peristiwa atau kejadiaan yang dapat di perkirakan terjadi
atau tidak terjadi pada masa mendatang dan merupakan sesuatu yang sedang
di bicarakan banyak orang tetapi masih belum jelas fakta atau buktinya.
Dari pengertian diatas dapat ditarik garis besar untuk trend dan isue
keperawatan merupakan sesuatu yang sedang di bicarakan banyak orang
tentang peraktek ataupun mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta
atau tidak, trend dan isue keperawatan tentunya menyangkut aspek legal dan
etis dalam dunia keperawatan.(Nasir, 2009)

2. Trend Dalam Keperawatan Kritis


a. Using the Tele-ICU Care Delivery Model to Build Organizational
Performance

3
Merupakan paradigma baru dalam model pemberian perawatan saat ini
telah bergeser ke arah perbaikan kualitas hidup pasien dan keamanan
perawatan pasien.
Tele-health terintegrasi adalah salah satu contohnya. Dengan
menggunakan perangkat mobile dan keahlian dari dokter yang
berpengalaman dapat dihubungkan ke lokasi terpencil, sehingga pemberi
asuhan keperawatan didaerah terpencil sekarang dapat menerima bantuan
untuk manajemen pasien secara langsung melalui metode ini.
Tele-ICU adalah salah satu contoh dari penerapan model teknologi yang
mempercepat pemecahan masalah klinis dan pengambilan keputusan,
sehingga mempercepat pemberian perawatan kritis dan akhirnya
meningkatkan hasil yang diharapkan.
A second set of eyes: an introduction to tele-ICU (Goran, 2010). Dalam
artikel ini dijelaskan bahwa Tele-ICU, eICU, virtual ICU, atau pusat ICU
terpencil telah diterapkan dalam perawatan pasien ICU oleh dokter di 28
negara, lebih dari 40 sistem perawatan kesehatan, dan lebih dari 200
rumah sakit. Meskipun di beberapa tim perawatan tetap belum terbiasa
untuk aplikasikan metode baru ini, sedangkan yang lain tetap skeptis
meskipun rasio biaya perawatan yang bisa ditekan dan manfaat yang
didapat. Namun, dengan perluasan berbagai program dan publikasi hasil
klinis dan fiskal, tele-ICU menjadi lebih diperhatikan dan mengubah
wawasan tentang perawatan klinis.
Konsep tele-ICU memberikan manfaat bagi tim perawatan untuk
memperoleh kemudahan dalam pengawasan pasien jarak jauh, tidak untuk
mengendalikan atau mengganggu, tetapi untuk mendukung dan
meningkatkan kualitas perawatan. Saat pasien kritis keluarga, tim ICU dan
tele-ICU dapat berbagi pengalaman, berkolaborasi untuk menemukan
solusi, dan pemahaman melalui tele-ICU, serta belajar bagaimana bersama
tim dapat meningkatkan perawatan pasien.

3. Beberapa Issue Keperawatan Pada Saat Ini :


A. Euthanasia

4
Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia,
pembuhuhan legal yang sampai kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan
legal ini pun ada beragam jenisnya.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara
tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai
bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang akan
mengakhiri hidupnya.
1. Ada empat metode euthanasia:
a) Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara
sadar menginginkan kematian.
b) Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu
untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan
mental.
c) Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang
sekarat dapat ditanyakan persetujuan,
d) Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu
bentuk euthanasia.

2. Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:


a) Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan
dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan kematian.

b) Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan


oleh penghentian tindakan medis.

B. Aborsi
Aborsi berasal dari bahasa latin abortus yaitu berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.
Aborsi yaitu tindakan pemusnahan yang melanggar hukum,
menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum masa lahir secara
alami.
Aborsi telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi
selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan

5
aborsi. Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum
abortus pada umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti
yang tersebut di bawah ini:
1. Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang
melakukan abortus atas indikasi medik.
2. Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provocatus
criminalis.
3. Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
4. Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib
kandungannnya.
5. Untuk memenuhi desakan masyarakat.

C. Confidentiality
Yang dimaksud confidentiality adalah menjaga privasi atau rahasia
klien, segala sesuatu mengenai klien boleh diketahui jika digunakan
untuk pengobatan klien atau mendapat izin dari klien. Sebagai perawat
kita hendaknya menjaga rahasia pasien itu tanpa memberitahukanya
kepada orang lain maupun perawat lain.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya
mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik
keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yang secara fundamental mesti
dilakuakan dalam merawat pasien adalah:
1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi
kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
2. Individu yang menyalahgunakan kerahsiaan, keamanan, peraturan
dan informasi dapat dikenakan hukuman/ legal aspek

D. Informed Consent
Informed consent merupakan suatu persetujuan tindakan medis
terhadap suatu hal yang dapat dilakukan pada dirinya. Informed consent
dinyatakan valid jika memenuhi tiga elemen yaitu : pasien harus
kompeten atau sadar untuk menyetujui, pasien harus diberikan informasi

6
yang adekuat sehingga mampu mengambil keputusan, dan pasien pada
saat pengambilan keputusan harus bebas dari ancaman atau paksaan
(Khan, Haneef, 2010).
Menurut Kepmenkes Nomor 290 Tahun 2008 tentang persetujuan
tindakan kedokteran, pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau
bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah
menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi
secara wajar, tidak mengalami penyakit menyal sehingga mampu
membuat keputusan secara bebas.
Namun, pada beberapa keadaan, persetujuan tindakan tersebut tidak
diperlukan. Sebagai contoh keadaan darurat yang tidak membutuhkan
persetujuan tindakan dan pasien dapat melepaskan haknya untuk
memberikan persetujuan tindakan dengan menyatakan ia tidak
menginginkan informasi mengenai rencana terapi atau prosedur (Morton,
2009).
Menurut Iwanowsky (2007), pengkajian dari kompetensi pasien
untuk memberikan informed consent merupakan isu yang terpisah.
Sebuah hasil survei yang cukup unik dilakukan pada Swedish Acute
Coronary Trialist mengenai pendapat tentang kompetensi pasien gawat
darurat, bahwa sebanyak 86% dari mereka berpikir bahwa pasien SKA
tidak akan mampu menerima informasi dengan baik terkait penjelasan
tentang informed consent itu sendiri. Namun, 68% dari mereka berpikir
bahwa jumlah informasi yang biasanya mereka berikan kepada pasien
sudah cukup banyak. Hasil ini sepertinya menunjukkan apa yang banyak
dipikirkan dan dirasakan oleh physicians lainnya diluaran sana
khususnya dalam memberikan informed consent : seperti halnya pasien
yang berkurang kompetensinya, bahkan yang lebih parah lagi
kebanyakan dari mereka tidak membacakan lembar informed consent ini.
Jadi poin yang terpenting dari hasil penelitian ini adalah bahwa defisit
dari kompetensi seorang pasien tidak mudah untuk dideteksi dengan
pemeriksaan medis rutin.

7
Biasanya, memperoleh persetujuan tindakan dari pasien atau
keluarga adalah tanggung jawab dokter, namun perawat sering diminta
untuk menyaksikan penandatanganan formulir persetujuan tersebut. Pada
kasus ini perawat bersaksi bahwa tanda tangan pada formulir persetujuan
tersebut adalah tanda tangan pasien atau keluarga. ketika perawat
menyaksikan seluruh penjelasan dokter mengenai sifat terapi yang
direncanakan, resiko, manfaat, dan kemungkin akibat perawat dapat
memberikan catatan pada formulir persetujuan tersebut atau pada catatan
perawat yang menyebutkan “prosedur disaksikan” (Morton, 2009).
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi
yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan
dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan
bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan
sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia
perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.
Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat
menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar
moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’
Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang
kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori
terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut
hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi
yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas
pertanyaan pasien.

E. Hak untuk Menolak Perawatan Medis


Menurut Urden (2010), hak untuk menyetujui dan informed
consent didalamnya mencakup penolakan treatement. Pada banyak kasus,
keputusan seseorang yang dianggap kompetern untuk menolak perawatan
sekalipun perawatan ini ditujukan untuk penyelamatan jiwa, namun hal

8
ini tetap dihargai. Hak untuk menolak perawatan tidak diterima pada
beberapa situasi, mencakup di dalamnya adalah :
1. Perawatan berhubungan dengan penyakit menular yang dapat
mengancam kesehatan public
2. Penolakan untuk melanggar standar etik
3. Treatement harus diberikan, untuk mencegah pasien bunuh diri dan
mempertahankan kehidupan.
Pada saat pasien menolak suatu perawatan, masalah etik, legal, dan
praktik menjadi meningkat. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki
kebijakan spesifik terkait permasalahan tersebut.

F. Penahanan atau Pengakhiran Terapi (Withholding and Withdrawing


Treatement)
Seperti penjelasan sebelumnya, telah disampaikan bahwa orang
dewasa memiliki hak untuk menolak perawatan, meskipun tujuan dari
perawatan tersebut untuk mempertahankan kehidupan. Namun, hal ini
akan menjadi masalah jika pasien tersebut kehilangan kompetensi/
kemampuan untuk mengambil keputusan yang bisa disebabkan karena
semakin memburuknya keadaan pasien.
Namun, dewasa ini rekomendasi penghentian terapi dapat diberikan
oleh petugas kesehatan pada kasus-kasus tertentu, yang menjadi
permasalahan adalah ketika keluarga tidak menyetujui dan tetap ingin
melanjutkan terapi. Pemberi perawatan kesehatan juga tidak mempunyai
jalan legal untuk melawan keluarga yang menolak mencabut bantuan
hidup kecuali sebelumnya pasien sudah meninggalkan petunjuk tertulis
pada saat pasien masih kompeten (Morton & Fontaine, 2009).

G. Advance Directives : Living Will and Power of Attorney


Menurut (Richard, 2011) advances directive merupakan instruksi
spesifik yang dipersiapkan pada penyakit serius yang sudah lanjut.
Dimaksudkan untuk menuntun pelayan kesehatan berdasarkan keinginan
pasien jika suatu saat pasien tidak kompeten/mampu lagi untuk

9
menyatakan pilihan atau mengambil keputusan terkait perawatan
kesehatannya. Adapun keputusan tersebut seperti hal nya sebagai berikut:
1. Penggunaan cairan intravena dan pemberian nutrisi secara parenteral
2. Resusitasi kardiopulmonal
3. Penggunaan untuk upaya penyelamatan hidup ketika kemampuan
pasien mengalami gangguan. Misal : kerusakan otak, demensia,
ataupun stroke
4. Prosedur spesifik, contoh : transfusi darah
Advances directives diantaranya meliputi living will dan power
of attorney. Menurut Morton (2012), living will merupakan bentuk
arahan tertulis dari seorang pasien yang kompeten pada keluarga dan
anggota tim perawatan kesehatan mengenai keinginan pasien apabila
pasien tidak lagi dapat menyatakan keinginannya. Sedangkan Power
of Attorney, merupakan dokumen legal dimana pasien menunjuk
orang yang diberi tanggung jawab dan diberi kekuatan untuk
membuat keputsan mengenai pelayanan kesehatan jika pasien sudah
tidak dapat lagi membuat keputusan dan tidak dapat berkomunikasi
lagi.
Perawat kritis harus mampu menjelaskan sebaik-baiknya kepada
pasien dan keluarga terkait living will maupun power of attorney dan
dalam hal ini perawat dapat berperan sebagai advokat klien.

H. Instruksi Jangan Meresusitasi (DNR)


Menurut Morton & Fontaine (2009), angka keberhasilan RJP pada
pasien rawat inap sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh lingkungan
pasien dan faktor resusitatif. Akan tetapi, RJP tidak selalu tepat untuk
dilakukan ke semua pasien, karena sifatnya yang invasif dan dapat
bermakna sebagai suatu pelanggaran hak individu untuk meninggal
secara bermartabat. Oleh karena itu, RJP bisa tidak diindikasikan pada
pasien-pasien yang mengalami kasus ireversibel ,penyakit yang terminal,
dan saat pasien tidak mendapat manfaat apapun dari tindakan ini,

10
Oleh karena itu, setiap rumah sakit perlu memiliki aturan yang jelas
mengenai tindakan DNR tersebut. Menurut Urden (2011) , aturan
mengenai DNR tersebut, harus diatur dalam suatu kebijakan tertulis yang
mencakup hal-hal dibawah ini :
1. Perintah DNR harus terdokumentasi dengan baik oleh dokter yang
bertanggung jawab
2. Perintah DNR harus dilengkapi dengan second opinion dari dokter
yang lain
3. Kebijakan DNR harus ditinjau ulang secara berkala
4. Pasien yang masih memiliki kemampuan harus memberikan
informed consent
5. Pada pasien yang tidak memiliki kemampuan, dapat diwakilkan oleh
keluarganya

11
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Banyak sekali isu-isu yang terkait dalam keperawatan kritis. Isu-isu
tersebut terdiri dari isu yang berkaitan dengan isu yang terkait bantuan hidup
pada pasien.
Oleh karena itu, penting sekali bagi seorang perawat kritis untuk selalu
menjalankan peran serta fungsinya dan melakukan tindakan sesuai dengan
standar keperawatan dan lebih memahami ataupun meningkatkan
pengetahuannya terkait isu yang berkaitan dengan aspek legal khususnya
pada ranah keperawatan kritis maupun keperawatan gawat darurat sehingga
perawat kritis dapat menghindari timbulnya permasalahan hukum yang rentan
sekali terjadi di dunia kesehatan ini.

2. SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa yang nantinya sebagai tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan ataupun masyarakat dapat mengetahui trend
dan issue keperawatan dan dapat memberikan pengetahuan tersebut kepada
masyarakat luas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ake, J (2003). Malpraktek dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Ashley, Ruth C. (2003). Understanding Negligence. The Journal for high acuty,
progressive, and critical care nursing Vol.23 pp : 72-73

Guwandi. (2004). Hukum Medik (Medical Law). Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia

Hendrik. (2011). Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC


Iwanowski, Piotr S. (2007). Informed Consent Procedure For Clinical Trials in
Emergency Settings : The Polish Perspective. Science English Ethics Vol 13
pp : 333-336

Keputusan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran

Khan,M.Kaleem, Hanif, Shaukat A. (2010). Self Autonomy and Informed Consent


In Clinical Setup. Indian Journal of Medical Science Vol 64 No. 8

Morton, Fontaine. (2009). Critical Care Nursing : A Holistic Approach.


LippincotWilliams & Wilkins.

Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat
anatomis, dan transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, proses, dan praktik
Ed.4. Jakarta : EGC

13
14

Anda mungkin juga menyukai