Anda di halaman 1dari 26

Nama: RIZKA AULIA ZEIN

Kelas: XII – KEPERAWATAN

SMK KESEHATAN DELIMA NUSANTARA MEDAN


T.P. 2019-2020
KATA PENGATAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH subhanawata’ala karena
atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudlu”ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN OSTEOPORISIS”. Makalah ini penulis
susun untuk memenuhi tugas kami.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Namun dengan demikian, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan penulis.

Meski masih banyak kekurangan, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat,


khususnya bagi penulis dan SISWA SMK KESEHATAN DELIMA NUSANTARA MEDAN
umumnya kepada para pembaca yang budiman.

Medan, Oktober 2019-10-07

RIZKA AULIA ZEIN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut
adalah gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis.
Menghadapi problem ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan
menjadikan beban yang akan di tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia
lanjut dengan keluarga akan menjadi sangat besar dan akan menghambat
perkembangan ekonomi serta memperburuk kualitas hidup manusia secara utuh
(isbagio H dalam Daniel, 2007).
Osteoporosis adalah suatu problem klimakterium yang serius. Di amerika
serikat dijumpai satu kasus osteoporosis di antara dua sampai tiga wanita
pascamonopause. Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia sekita
35 tahun, kemudian terjadi penurunan massa tulang secara eksponensial. Penurunan
massa tulang ini berkisar antara 3-5% setiap decade, sesuai dengan kehilangan massa
otot dan hal ini di alami baik pada pria dan wanita. Pada masa klimakterium,
penurunan massa tulang pada wanita lebih mencolok dan dapat mencapai 2-3%
setahun secara eksponensial. Pada usia 70 tahun kehilangan massa tulang pada
wanita ini baru mencapai 25% (Gonta,P.1996).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit yang
mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan mudah
patah. Tulang menjadi mudah patah dengan stres, yang pada tulang normal tidak
menimbulkan pengaruh. Sherwood (2001), mengatakan selama dua decade pertama
kehidupan, saat terjadi pertumbuhan, pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang
dibawah pengaru hormone pertumbuhan. Sebaiknya pada usia 50-6- tahun, resorpsi
tulang melebihi pembentukan tulang. Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang
dan merangsang pembentukan tulang mengalami penurunan. Hormone paratiroid
meningkat bersama bertambahnya dan meningkatkan resorpsi tulang. Hormone
estrogen yang menghambat pemecahan tulang, juga berkurang bersama
bertambahnya usia.
Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang
lebih sedikit daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan
tulang lebih cepat daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentang menderita
ospteoporosis serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah
defesiensi hormone estrogen. Pada osteoporosis, matriks dan mineral tulang hilang,
hingga massa dan kekuatan tulang, dengan peningkatan fraktur.
Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebra torakalis.
Terdapat penyempitan diskus vertebra, apabila penyebaran berlanjut keseluruh
korpus vertebra akan menimbulkan kompresi vertebra dan terjadi gibus. Fraktur
kolum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada
perempuan, yang disebabkan oleh penuaan dan osteoporosis pascamenopause.
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala, namun
terlihat sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan pengurangan tinggi
badan. Pada beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi badan sekitar 2,5-15 cm,
akibat kolaps vertebra.

B. Tujuan Penulisan
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar terkait penyakit osteoporosis dan
pengaplikasian dalam asuhan keperawatan.
b) Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui pengetian terkait osteoporosis
- Untuk mengetahui etiologi dan klasifikasi terkait osteoporosis
- Untuk mengetahui tanda dan gejala terkait osteoporosis
- Untuk mengetahui penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang terkait
osteoporosis
- Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan yang akan diberikan
pada klien dengan osteoporosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Defenisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos
dan rapuh. “Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang
mudah patah akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang
pergelangan tangan (Endang Purwoastuti : 2009) .
Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah
penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan
perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas
tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis adalah
kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total (Lukman, Nurma Ningsih :
2009).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa
tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang
menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada
tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).

2. Klasifikasi Osteoporosis
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis
primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita
postmenopause (postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile
osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan
osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Kelainan
endokrin misalnya Chusing’s disease, hipertiriodisme, hiperparatiriodisme,
hipogonadisme, kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum
alcohol, pemakaian obat-obatan/kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Djuwantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis
postmenopause (Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik,
osteoporosis juvenil dan osteoporosis sekunder.

1) Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)


Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih
dan Asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang
berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa
menopause.
2) Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe
ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan
resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3) Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita
premenopouse dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak
berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah
timbulnya penurunan densitas tulang.
4) Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
5) Osteoporosis sekunder.
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur
atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik
reumatoid, kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis sistemik,
hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain.

3. Etiologi Osteoporosis
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75
tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita
memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopouse, pada wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit
hitam (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kasium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa
tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia
diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan postmenopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obet-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama
tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,
anti-kejang, hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang normal
dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).
Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur
daripada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran
universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu memiliki
ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya beban mekanis dan besar badannya.
Apabila individu dengan tulang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut
relatif masih mempunyai tulang lebih banyak daripada individu yang mempunyai
tulang kecil pada usia yang sama (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).

4. Patofisiologi Osteoporosis
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol),
dan aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai
terjadi setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar
dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan,
hilangnya estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan
percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca
menopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang
tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA :
recommended daily allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan
dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa
tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca
menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi
kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan
cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron
Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa
tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid
mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi
dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.
5. Manifestasi Klinis Osteoporosis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya
osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan
tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka
akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama
terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, korpus vertebra terutama
mengenai T8-L4, dan kollum femoris (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari pungung
yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah
tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara
bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang
hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang
(punuk), yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit (Lukman,
Nurma Ningsih : 2009).
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan
(radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur
Colles. Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan
secara perlahan (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).

6. Penatalaksanaan Osteoporosis
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang
lebih menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng.
Selain itu, juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement
therapy (HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu
terapi non hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.

1) Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan
efek dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk
menekan atau memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa
sakit.
a) Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan
obat pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut
memberikan efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi
yang mengalami rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat
pereda sakit, dapat diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti
paracetamol atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol,
co- codramol, atau co-proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk
menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-
hari.
2) Terapi hormone pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan
hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih besar.
Namun, demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus osteoporosis
berat untuk mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk mencegah
penurunan massa tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya kurang terasa
sehingga banyak pasien penderita osteoporosis merasa putus asa dan
menghentikan pengobatan. Hal tersebut sangat tidak baik karena pengobatan
jangka panjang diperlukan untuk dapat secara maksimal menekan laju penurunan
massa tulang dan patah tulang.

Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause.


Lamanya pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin
terhindar dari osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter
menganjurkan untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak
menopause pada wanita yang mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga
berpendapat bahwa penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah
penggunaan selama 5-10 tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya
kanker.
a) Hormone Replacement Theraphy (HRT)
Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone
pengganti (THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen
dan progesterone. Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah
diproduksi oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama
menopause sehingga perlu dilakukan HRT.
Penggunaan estrogen memang efektif dalam upaya pengobatan dan
pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya
efek samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding rahim).
Dengan adanya hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan sel-sel di
dinding rahim yang apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat berkembang
menjadi kanker ganas. Oleh karena itu, penggunaan estrogen biasanya di
kombinasikan dengan progesterone untuk mengurangi resiko tersebut.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone,
diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual,
muntah, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun,
demikian, efek tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi
berangsur membaik dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian
hormone estrogen dan progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan
pada awal terapi dilihat dulu reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat
diterima tubuh, dosis kemudian dinaikkan secara bertahap.

b) Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin.
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja
sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin
timbul pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh.
Kalsitonin biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap
hari atau dua hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat
menimbulkan efek samping berupa rasa mual dan muka merah, mungkin
pula terjadi muntah dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.
c) Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria.
Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat
muncul efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di
dada, kaki, tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti
yang biasa terjadi pada pria.
3) Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling
baik untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang
dapat ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis,
maka sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
a) Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat
dikenal dalam pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat
ini adalah menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga
penurunan massa tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan
bisfosfonat adalah etidronat dan alendronat.

b) Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa
digunakan dalam pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk
tablet dengan dosis satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini
harus dikombinasikan dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu
diperhatikan agar konsumsi suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu
dua jam sebelum dan sesudah mengkonsumsi etidronat karena dapat
mengganggu penyerapannya. Kadang kala konsumsi etidronat memberikan
efek samping,tetapi relative kecil. Misalnya timbul mual, diare, ruam kulit dan
lain-lain.
c) Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan
etidronat, perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu
dikombinasikan dengan konsumsi suplemen kalsium, tetapi bila asupan
kalsium masih rendah, pemberian kalsium tetap dianjurkan. Efek samping
yang mungkin ditimbulkan pada konsumsi alendronat adalah timbulnya diare,
rasa sakit dan kembung pada perut, serta gangguan pada tenggorokan.
4) Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati
osteoporosis tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini
berhubungan dengan gaya hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang
dapat diberikan yaitu dengan berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari
minuman beralkohol dan menjaga pola makan yang baik.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Sebenarnya langkah terbaik dalam penanganan osteoporosis adalah
pencegahan karena bila sudah terkena susah, bahkan tidak dapat dipulihkan.
Seyogyanya, sedini mungkin dilakukan diagnosis untuk mendeteksi keadaan massa
tulang sebelum terjadi akibat yang lebih fatal seperti terjadinya patah tulang .
penilaian langsung tulang untuk mengetahui ada tidaknya osteoporosis dapat
dilakukan dengan berbagai cara , yaitu sebagai berikut :

 Pemeriksaan radiologic
 Pemeriksaan radioisotope
 Pemeriksaan Quantitative
 Magnetic resonance imaging (MRI)
 Quantitative Ultra Sound (QUS)
 Densitometer (X-ray absorptiometry)
 Tes darah dan urine
BAB III

TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

 Pengkajian
a. Data biografi
Nama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, penanggung jawab,
catatan kedatangan.
b. Keluhan utama
Klien mengatakan merasakan nyeri pada punggungunya sehingga klien
c. Riwayat kesehatan sekarang
Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 7 agustus 2017 klien mengatakan bahwa
nyeri pada punggungnya, klien mengatakan sakit hebat dan terlokalisasi pada
vertebra yang terserang. Pasien mengatakan nyeri berkurang pada saat istirahat di
tempat tidur. Klien tampak meringis dan gelisah menahan nyeri tersebut. Selain
itu klien juga mengatakan bahwa ia mengalami kesulitan untuk beraktivitas, klien
mengeluh kesakitan tiap kali bergerak, klien juga mengatakan bahwa ia
membutuhkan bantuan orang lain untuk bergerak. Klien tampak lemas, dank lien
tampak berbaring di tempat tidur.
d. Riwayat kesehatan terdahulu
Klien mengatakan bahwa seiring bertambahnya usia klien sering mengalami nyeri
pada punggungnya. Saat nyeri klien hanya beli obat di apotek, minum
jamu/herbal. Namun seiring berjalannya waktu, rasa nyeri yang di alaminya
semakin parah itulah mengapa pada 7 agustus 2017 klien dating ke rumah sakit
untuk berobat.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
f. Kebutuhan dasar
Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan
Seiring bertambahnya usia klien sering mengalami nyeri pada punggungnya. Saat
nyeri klein hanya beli obat di apotek, minum jamu atau herbal.
• Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya klien makan di bantu oleh orang lain, dank lien mengalami
penurunan berat badan.
• Pola Eleminasi
• Pola Latihan dan Aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan aktivitas karena kondisi tubuh yang
lemah dan adanya nyeri di bagian puggung, aktivitas klien di bantu
keluarga/orang lain.
• Pola Istirahat dan Tidur
Kesulitan dalam hal tidur, sulit tidur karena nyeri pada sendi lutut.

g. Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan psikologi
Keadaan umum tampak merasakan nyeri di bagian vertebra
• Pemeriksaan sistematik
 Inpeksi: kepala bentuk simetris, mata sclera ikterik, telinga
simetris, mulut lembab, leher normal, paru normal, kardiovaskuler
tidak ada kelainan.
 Perkusi: paru normal, kardiovaskuler normal.
 Palpasi: paru normal ada getaran.
 Auskultasi: paru normal, bunyi jantung normal.
• Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang
Pada klien osteoporosis akan mengalami nyeri pada punggungnya
• Pemeriksaan penunjang
dilakukan kadar serum kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali, pengukuran
ekskresi kalsium urine 24 jam, dan bila ada indikasi pemeriksaan fungsi
tiroid dan ginjal.
 Diagnosa Keperawatan
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 Pengkajian

Data di ambil tanggal : 23-september-2017 Jam : 11.00 wib

Ruang rawat : Cherry 14 Tanggal MRS : 23-september-2017

No rekam medic : 14-02-16 Diagnosa medis: Osteoporosis

A. Identitas klien
1. Identitas Klien
Nama : Tn. I
Umur : 75 tahun
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
Status Pernikahan : Nikah
Alamat : Martubung
Tanggal Masuk RS : 23-september-2017
Diagnosa Medis : Osteoporosis

PENANGGUNG JAWAB KLIEN


Nama : Ny.A
Umur : 65 tahun
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Martubung

2. Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa merasakan nyeri pada punggung nya sehingga klien
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 7 Agustus 2017 klien
mengatakan bahwa nyeri pada punggungnya, klien mengatakan sakit hebat
dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Pasien mengatakan nyeri
berkurang pada saat istirahat di tempat tidur. Klien tampak meringis dan
gelisah menahan nyeri tersebut. Selain itu klien juga mengatakan bahwa ia
mengalami kesulitan untuk beraktivitas, klien mengeluh kesakitan tiap kali
bergerak, klien juga mengatakan bahwa ia membutuhkan bantuan orang lain
untuk bergerak. Klien tampak lemas, dan klien tampak terbaring di tempat
tidur.
Adapun hasil pemeriksaan TTV klien yaitu :

TD : 110/70mmHg S : 36.5°C

N : 76x/i RR : 20x/i

Sedangkan hasil dari pengkajian nyeri yaitu :

P : Adanya pergerakan fragmen tulang dan spasme otot

Q : Tumpul

R : Punggung

S:7

T : Hilang timbul

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien mengatakan bahwa seiring bertambahnya usia klien sering
mengalami nyeri pada punggungnya. Saat nyeri klien hanya beli obat di
apotek, minum jamu/herbal. Namun seiring berjalannya waktu, rasa nyeri
yang dialaminya semakin parah itulah mengapa pada 7 Agustus 2017 klien
datang ke RS untuk berobat.

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
Genogram

3. Pemeriksaan Head To Toe


a. Tanda-tanda vital meliputi : TD : 110/70 N : 76 x/i
S : 36,5 C RR : 20 x/i
b. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi kepala : Bentuk : simetris
Karakteristik rambut : gelombang
Kebersihan : bersih
Palpasi kepala : Tidak ada benjolan/lesi
c. Pemeriksaan mata
Inspeksi : Sklera : ikterik
Conjungtiva : anemis
Kornea : Normal
Iris : Normal
Tanda-tanda radang : tidak ada
Edema palpebrae : tidak ada nyeri tekan
Rasa sakit : tidak ada rasa nyeri
d. Telinga
Inspeksi : Daun telinga : Simetris, tidak ada massa
Liang telinga : Bersih
Membran tympani : tidak ada kelainan
Pendarahan : tidak ada
e. Hidung
Simetris/ tidak : cuping hidung simetris kiri dan kanan

Membran mukosa : tidak ada secret

Test penciuman / ketajaman membedakan bau : tidak ada kelainan

Alergi terhadap sesuatu : tidak ada alergi

f. Mulut dan tenggorokan


Inspeksi : Mulut : lembab

Mukosa mulut : bersih


Lidah : merah muda, tidak ada bintik-bintik putih
Kesulitan menelan : tidak kesulitan dalam menelan
g. Leher
Inspeksi leher : Normal
Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
Palpasi : Normal
Arteri carotis : tidak ada kelainan
Vena jugularis : tidak ada kelainan
Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
Nodus limfa : tidak ada kelainan
Pembesaran kelenjar : tidak ada pembesaran kalenjar
h. Thorak/paru
Inspeksi : Bentuk thorak : Normal
Warna kulit : Kuning langsat

Pola nafas : efektif

Palpasi : Vocal remitus : Normal ada getaran

Perkusi : Batas paru kanan : Normal

Batas paru kiri : Normal

Auskultasi : Suara nafas : Normal

i. Kardiovaskuler
Inspeksi : Iictus cordis : tidak ada kelainan

Palpasi : Ictus cordis : Normal

Heart rate : Normal


Perkusi : Batas jantung : normal

Auskultasi : Bunyi jantung I&II : Normal

j. Abdomen
Inspeksi : Kuadran regio : -

Umbilikus : ada
Distensi : tidak mengalami distensi
k. Pola nutrisi
1. Berat badan : 45kg tinggi badan :150 cm sakit: bb 42 kg
2. Frekuensi makan : 3 kali sehari setelah sakit : 3 kali sehari

1. Pola tidur dan istirahat


- Waktu tidur : 21.00-05.00 wib setelah sakit : 21.00-04.00 wib
- Lama tidur : 8jam/hari setelah sakit : 7jam/hari
- Kesulitan dalam hal tidur: sulit tidur karena nyeri pada sendi lutut

2. Pola aktivitas & latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/ minum 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi/ROM 

Ket : 0 :mandiri 1: dengan alat bantu 2 : dibantu orang lain 3: dibantu orang lain
dan alat 4: tergantung totl oksigenisasi
3. Analisa Data
Nama Klien : Tn.I No. Register : .....
Umur : 75 tahun Diagnosa Medis :
OSTEOPOROSIS
Ruang Rawat : R IV Interne Alamat : Jl Seberang
padang
No. Data Etiologi Masalah
1. Ds : Adanya Nyeri akut
• Klien mengatakan nyeri pergerakan
pada punggungnya fragmen tulang
• Nyeri berkurang saat dan spasme otot
klien beristirahat di
tempat tidur
Do :
• Klien tampak meringis
menahan nyeri
• Klien tampak gelisah

2. Ds : Disfungsi sekunder Hambatan


• Klien mengatakan tidak akibat perubahan mobilitas fisik
bisa bergerak dan skeletal (kifosis)
beraktivitas
• Klien mengatakan tidak
bisa beranjak dari tempat
tidur
Do :
• Klien tampak lemah
• Klien tampak terbaring
di tempat tidur

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d fragmen tulang dan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik b.d disfungsi sekunder skeletal
C. Intervensi
N Dx. Keperawatan NOC NIC
o.
1 Nyeri akut b.d perubahan  Pain level Pain mangement
. patologis oleh atritis rematik  Pain control  Lakukan
 Comfort level pengkajian
Kriteria hasil : nyeri secara
 Mampu komprehens
mengontrol nyeri if termasuk
(tahu penyebab lokasi,
nyeri, mampu karakteristik
menggunakan , durasi,
tehnik frekuensi,
nonfarmakologi kualitas dan
untuk faktor
mengurangi presipitasi
nyeri, mencari  Observasi
bantuan) reaksi
 Melaporkan nonverbal
bahwa nyeri dari
berkurang ketidaknya
dengan manan
menggunakan  Gunakan
manajemen nyeri teknik
 Mampu komunikasi
mengenali nyeri terapeutik
(skala, intensitas, untuk
frekuensi dan mengetahui
tanda nyeri) pengalaman
nyeri pasien
2 Hambatan mobilitas fisik b.d  join movement : Execise therapy
. kerusakan integritas struktur active : ambulation
tulang, kekakuan sendi  mobility Level  monitoring
 transfer vital sign
perfomance sebelum/ses
kriteria Hasil : udah latihan
 klien meningkat dan lihat
dalam aktivitas respon
fisik pasien saat
 mengerti tujuan latihan
dari peningkatan  konsultasika
mobilitas n dengan
 memverbalisasik terapi fisik
an perasaan tentang
dalam rencana
meningkatkan ambulasi
kekuatan dan sesuai
kemampuan dengan
berpindah kebutuhan
 bantu klien
untuk
menggunaka
n tongkat
saat berjalan
dan cegah
terhadap
cedera
 ajarkan
pasien atau
tenaga
kesehatan
lain tentang
teknik
ambulasi
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa
tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai
dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan
kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.

Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi
kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,
siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan
lain sebagainya.

Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda


vertebra mengakibatkan deformitas skelet.

B. Saran
Mahasiswa harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada
gangguan system musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu menerapkannya di
lahan praktik demi memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.

Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definis


& Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

M. Gloria Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Singapore


: El Sevier.

Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore : El


Sevier.

Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai