Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi yang didapat melalui plasenta selama kehamilan disebut sebagai

infeksi kongenital. Beberapa patogen hanya menimbulkan penyakit ringan atau

subklinis pada balita dan anak, namun dapat menyebabkan sakit berat pada

neonatus. Beberapa infeksi kongenital memiliki kemiripan manifestasi klinik

pertumbuhan janin terhambat, hidrop imun, anemia, trombositopenia, ikterus,

hepatosplenomegali, korioretinitis, dan kelainan kongenital1.

Beberapa infeksi kongenital yang telah diketahui, dikenal dengan singatan

TORCH yang merupakan kepanjangan dari Toxoplamosis, Other (Parvovirus,

Varicella Zoster, Syphylis, Hepatisis B) Rubella virus, Cytomegalovirus (CMV),

dan Herpes Simplex Virus2.

Sitomegalovirus merupakan infeksi bawaan yang paling umum terjadi dan

penyebab utama kehilangan pendengaran sensorineural, retardasi mental, penyakit

retina, dan palsi serebral. Sitomegalovirus bawaan terjadi pada 0,5% - 1,5 %

kelahiran. Ketika infeksi primer mengenai ibu selama kehamilan, 35% kasus virus

akan ditransmisi ke janin. Sebanyak 10% bayi yang tidak terinfeksi tidak memiliki

gejala hingga masa kanak-kanak, yaitu ketika diketahui menderita kehilangan

pendengaran sensorineural dan katerlambatan pendengaran1.


2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi

Infeksi CMV Kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan karena

infeksi Cytomegalovirus. Virus ini termasuk dalam family Herpesviridae,

dengan struktur DNA rantai ganda. Virus ini disebut cytomegalovirus karena

sel yang terinfeksi akan membepapasar hingga dua kali lipat dibandingkan sel

yang tidak terinfeksi. Struktur virus ini terbagi menjadi 3 yaitu capsid, tegumen,

dan envelope. Capsid berisi genome virus dan dikelilingi oleh lapisan tegument

yang kaya protein. Dilapisan terluar terdapat envelope yang mengandung

glikoprotein. Pada pasien dengan seropositif terjadi netralisasi oleh antibodi

terhadap glikoprotein ini 3,5,4.

Gambar 1. Struktur Cytomegalovirus


Sumber gambar : Pratama BF. Tinjauan Pustaka : Infeksi Cytomegalovirus Kongenital. Jurnal Kesehatan
Melayu. Vol 1. 2018. 114-117

2.2 Epidemiologi

Infeksi CMV merupakan infeksi kongenital yang paling umum terjadi baik di

negara maju maupun negara berkembang. CMV Kongenital terjadi pada 0,5% -

1,5% kelahiran. Estimasi kejadian pada negara berkembang mencapai 1% - 5%.

Transmisi ke fetus terjadi pada 32,4% kasus dari infeksi primer dan 1,1 -1,7%
3

terjadi karena infeksi non-primer. Infeksi primer dilaporkan lebih banyak terkena

pada trimester awal kehamilan dibandikan pada trimester kedua kehamilan. Saat

lahir 85%-90% asimtomatis, 10%-15% simtomatis. Secara keseluruhan 50% dari

infeksi simtomatis dan 10% dari infeksi asimtomatis berkembang menjadi SNHL

(Sensorineural Hearing Loss), menjadikan infeksi CMV menjadi penyebab

terbanyak nongenetic SNHL1,5.

2.3 Transmisi

Secara alamiah infeksi CMV sangat komnpleks, dapat bersifat primer atau

rekuren. Infeksi primer berarti infeksi untuk pertama kali dengan CMV, sedangkan

infeksi rekuren merupakan reaktivasi dari infeksi laten atau reinfeksi oleh strain

CMV baru. CMV dapat ditransmisikan melalui kontak dengan individu yang

membawa infeksi CMV, dapat ditularkan pada ibu hamil atau wanita usia produktif,

dan dapat juga ditransmisikan lewat jalut fetomeaternal6.

Cytomegalovirus dapat ditemukan di dalam darah, urin, cairan semen, sekret

serviks, saliva, air susu ibu, dan organ yang ditransplantasi. Dengan keberasaannya

pada cairan semen dan sekret serviks, infeksi CMV dapat ditularkan melalui

hubungan seksual dari pasangan yang seropositif. Transmisi CMV ke fetus dan bayi

baru lahir dapat melalui jalur-jalur sebagai berikut7:

1. In utero : melalui jalur transplasenta, lewat viremia dalam darah ibu dan

menyebar secara hematogen.

2. Intrapartum : paparan janin terhadap sekret serviks dan vagina yang

mengandung CMV saat proses persalinan.


4

3. Postnatal : meminum air susu ibu yang mengandung CMV atau melalui

transfusi darah yang didalamnya terdapat CMV.

2.4. Manifestasi Klinis

Infeksi dari CMV dapat bermanifestasi pada saat kehamilan maupun saat bayi

telah lahir. Infeksi CMV dapat mengakibatkan kematian neonatus, IUGR, bayi lahir

mati, dan kelahiram preterm. Selain efek pada bayi, dapat juga timbul komplikasi

pada ibu berupa preeklamsi5.

Sebagian besar anak yang lahir dengan infeksi CMV kongenital bersifat

asimtomatis pada periode nenonatus, hanya sekitar 10 – 15% yang menunjukan

gejala. Asimptomatik didefinisikan sebagai terdeteksinya CMV dalam cairan tubuh

manapun pada anak namun tidak menunjukan kelainan pada klinis, hasil

laboratorium, dan radiologis3.

Manifestasi klasik dari CMV kongenital seringkali disebut trias klasik, terdiri

atas kuning (62%), ptekie (58%), hepatosplenomegali (50%). Sering bayi lahir

dalam kondisi prematur dan kecil masa kehamilan (KMK). Dapat juga muncul

hiperbulirubinemia yang bersifat trasnsien dan terjadi peningkatan pada komponen

direk. Trombositopenia terjadi pada 1/3 kasus dan bertahan dalam 1 minggu.

Pneumonia dapat muncul pada usia 1-4 bulan6,8.

Manifestais neurologis infeksi CMV kongenital berupa meningoensefalitis,

kalsifikasi, mikrosefal, gangguan pada penghantaran impuls, kista germinal,

ventrikulomegali, dan hipoplasia serebral. Dampak pada CNS ini bermanifestasi

berupa letargis, hipotonia, kejang, desisif pendengaran, dan chorioretinitis8.


5

Gambar 2. (1) CT Scan kepala gambaran ventrikulomegali dan kalsifikasi paraventrikuler. (2)
gambaran MRI diffuse polymicrogyria
sumber gambar : (1) https://emedicine.medscape.com/article/963090-overview.
(2)Kim CS. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean Jurnal of Pediatric. 2010. 53(1) : 14-20.

Gambar 3. Bluberry Muffin Rush


sumber gambar : (1) Plosa E. et al. Cytomegalovirus Infection. American Academy of Pediatric. 2012(33) 159
(2) Latif MA, Sugo E. Congenital Cytomegalovirus Infection. New England Journal of Medicine. 2010

Gambar 4. Bayi baru lahir dengan infeksi CMV kongenital terdapat hepatospelomegali dan
petechiae
sumber gambar : Leung A, Sauve R. Congenital Cytomegalovirus Infection. Journal of the National Medical
Asscosiation. 2003. Vol 95(3) 215.
6

Sensorineural Hearing Deficit (SNHD) dapat muncul pada kisaran 2-70

bulan dengan progresifitas awal pada usia 18 bulan. Beberapa pasien dapat

memiliki pendengaran yang normal pada 6 tahun pertama kehidupan, namun

kemudian dapat mengalami penurunan pendengaran mendadak atau fluktiatif.

Penurunan pendengaran ini dicuragi karena efek sitopatik virus dan respon

inflamasi lokal pada telinga dalam. Selain itu juga terjadi infeksi kronik pada

endolabirin dan CNS. Hal ini dibuktikan dengan didapatkan gambaran histologis

pada bayi yang terkena infeksi CMV kongenital dan menunjukan kerusakan pada

sistem vestibular, endolimfatik, organ vestibular (sakulus dan utrikulus), dan

kopalpsnya membran sakular8,9.

Lebih dari 70% CMV kongenital simtomatik akan menderita sekuele jangka

panjang yang menetap yaitu palsi serebral, perkembangan psikomotor terhambat,

retardasi mental, keterlambatan bicara dan belajar, epilepsi, atrofi optik, dan non-

hereditary sensori-neural hearing loss (SNHL)6.

Dikenal juga istilah Cytomegalic Inclusion Damage (CID) yang ditandai

dengan keterlibatan organ multipel termasuk retikuloendotelial dan CNS, dengan

atau tanpa dampak pada pendengaran. Gejala yang paling mudah ditemui pada CID

adalah jaundice, hepatosplenomegaly, dan petekie pada bayi kecil masa kehamilan

dan seringkali lahir prematur8.

Bayi dengan CMV Kongenital simtptomatik memiliki mortality rate 20-30%.

Kematian dapat disebabkan karena disfungsi hepatik, perdarahan, disseminated

intravascular coagulopathy, dan dapat disebabkan karena infeksi bakteri sekunder9.


7

Kebanyakan bayi baru yang terinfeksi CMV akan menunjukan spektrum

gejala dengan satu atau beberapa manifestasi seperti yang tertera (tabel 1)10.

Tabel 1. Manifestasi Klinis Infeksi Cytomegalovirus Kongenital7,10.


Pemeriksaan Fisik
- Hidrops Fetalis nonimun - Bluberry Muffin Spots
- Prematur - Chorioretinitis (20 %)
- IUGR (50%) - Microcephaly (53%)
- Jaundice (67%) - Lethargy
- Hepatosplenomegali (60%) - Sulit makan
- Petekie (76%) - Hipotonia
- Purpura (13%) - Kejang (7%)
- Hernia Inguinalis
Temuan Laboratorium
- Anemia - Hiperbilirubinemia direk dan
- Trombositopenia (77%) indirek (81%)
- Peningkatan enzim - Peningkatan protein dalam CSF
hati/peningkatan AST (83%) (46%)
Temuan Radiologis
- Pneumonia
- Neuroimaging :
- Kalsifikasi (periventrivular, talamus, kortikal)
- Ventriculomegaly
- Dysplasia kortikal
Kelainan Pendengaran
*Ket : tanda garis bawah menunjukan tanda dan gejala yang sering didapati
8

2.5. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada ibu hamil tentang riwaya Anamnesis pada

ibu hamil tentang riwayat mengalami gejala-gejala nonspesifik seperti mialgia,

asthenia, disertai atau tanpa demam atau flu-like symptoms. Infeksi CMV maternal

umumnya asimtomatik, hanya <10% yang menimbulkan gejala. Ibu teridentifikasi

mendapat infeksi dalam kehamilan, dengan kemungkinan 32% bayi baru lahir

menderita CMV kongenital bila ibu infeksi primer, dan 1,4% bila ibu infeksi

rekuren atau past infection. Pada keadaan ini direkomendasikan untuk dilakukan

evaluasi CMV kongenital pada bayi baru lahir6.

Pemeriksaan fisis pada 40-50% ditemukan IUGR, mikrosefal,

hepatosplenomegali, ptekie, erupsi purpura, dan ruam makulo-papular,

trombositopenia, atau hiperbilirubinemia pada tes darah, dan ada gangguan

pendengaran pada uji tapis pendengaran. Pada keadaan ini direkomendasika untuk

dilakukan evaluasi CMV kongenital pada bayi baru lahir6. Pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan serologik dan radiologis dapat menunjang diagnosis infeksi

CMV. CT Scan lebih sensitif untuk mendeteksi kalsifikasi intrakranial, sedangkan

MRI dapat berguna untuk mendeteksi lesi parenkim serebral7.

Diagnosis infeksi kongenital pada neonatus didasarkan pada keberadaan virus

yang didapatkan lewat : (1) Isolasi virus lewat urin, (2) identifikasi CMV-DNA

lewat PCR pada sampel urin, darah, saliva, dan cairan serebrospinal sebelum usia

3 minggu, (3) Deteksi antigen CMV-IgM dalam darah7. Jika terjadi peningkatan

IgM CMV sebelum usia 2-3 minggu mengindikasikan infeksi CMV kongenital.
9

Meskipun peningkatan kuat pada IgM dapat mengarah kepada infeksi CMV

kongenital, namun pemeriksaan antibodi ini tidak dianjurkan sebagai alat diagnosis

infeksi CMV dikarenakan dapat terjadi positif atau negatif palsu8.

Baku emas diagnosis infeksi Cytomegalovirus kongenital adalah pemeriksaan

Polymerase Chain Reaction (PCR) virus atau biakan urin dan saliva bayi baru lahir

sampai minggu ke 2-3 kehidupan. Jika sudah melewati minggu ke 3 kehidupan,

sulit untuk menilai apakah infeksi perinatal atau kongenital. Pemeriksaan PCR

memiliki sensitivitas 89% dan spesifitas 96%. Sampel urin harus didinginkan (4o)

namun tidak sampai beku atau disimpan pada temperatur ruangngan. Keberadaan

virus masih 95% pada urin setelah 7 hari didinginkan, dan menurun menjadi 50%

setelah 1 bulan6,7.

Diagnosis infeksi CMV selain dilakukan saat bayi lahir, dapat juga dilakukan

diagnosis pranatal dan diagnosis maternal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

untuk diagnosis maternal yaitu pemeriksaan serologik IgG dan IgM spesifik CMV.

Peningkatan CMV-IgM dapat menunjukan infeksi yang sedang berlangsung.

Perubahan seronegatif menjadi seropositif sebagai hasil pemeriksaan serial dengan

interval 3 minggu menunjukan kecurigaan infeksi. Pemeriksaan IgM harus

dibarengi dengan pemeriksaan IgG avidity dikarenakan peningkatan IgM juga

dapat terjadi pada infeksi primer maupun non primer. Pemeriksaan IgG avidity

menilai ikatan/afinitas antibodi IgG terhadap protein virus. Peningkatan IgM dan

afinitas yang rendah dari antibodi IgG menunjukan infeksi primer. Jika hal ini

dideteksi pada masa kehamilan 12-16 minggu dapat mengindikasikan resiko infeksi

kongenital5.
10

Diagnosis pranatal sangat disarankan dikerjakan terhadap ibu dengan

kecurigaan atau teleh terkonfirmasi dengan infeksi primer pada umur kehamilan

sampai 20 minggu. Diagnosis pranatal dilakukan dengan metode PCR dan isolasi

virus pada cairan ketuban yang diperoleh dengan amniosentesis. Paling baik

dikerjakan pada umur kehamilan 21-23. Pemeriksaan USG juga dapat dijakdikan

pemeriksaan saat pranatal. Kecurigaan ingeksi CMV intrauterin jika terdapat

poilihidramnion, hidrops nonimun, asites janin, IUGR, mikrosefali,

ventrikulomegali serebral, kalsifikasi intrakranial, hepatosplenomegali, dan

kalsifikasi intrahepatik7.

2.6 Diferensial Diagnosis

Dalam mendiagnosis CMV Kongenital dipikirkan juga infeksi kongenital

lainya seperti Toxoplasmosis dan Rubella, dan infeksi lainya berupa sifilis, Herpes

Simpleks Virus (HSV), Ebsteinbar Virus. Toxoplasmosis nampak sebagai

gambaran mikrosefali, chorioretinitis, dan kalsifikasi serebral, lebih sering

makulopapular rush dibanding purpura atau petechiae. Rubella menunjukan

gambaran katarak kongenital dan kelainan jantung bawaan. Vesikel pada kulit,

mata dan mulut lebih mengarah ke infeksi HSV. Gambaran yang mengarah kepada

infeksi sifilis kongenital yaitu lesi mukokutaneus, limfadenopaty,

hepatosplenomegaly, perubahan tulang (epiphysitis dan osteochondritis), dan

hidrops11.

Infeksi Ebsteinbar virus dan infeksi CMV dapat menunjukan gambaran

mononukleosis sindrom. Yang membedakan keduanya adalah monospot.

Monospot positif pada infeksi EBV dan negatif pada infeksi CMV12.
11

2.7 Tata Laksana

Tatalaksana anak dengan infeksi CMV kongenital meliputi tatalaksana

suportif. Pemberian ASI harus diusahakan pada anak. Transfusi sel darah merah

atau trombosit dapat diberikan jika terjadi anemia berat atau trombositopenia berat.

Anak dapat dirawat dalam ruang perawatan intensif jika diperlukan3.

Gambar 5. Rekomendasi Pemberian Obat Antivirus CMV Kongenital


Sumber gambar : T rihono PP, Djer MM, Citraresmi E. Tatalaksana Penyakit TORCH yang Ditukarkan Secara Vertikal
dalam : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XI Ikatan Dokter Anak Indonesia, Practical Management in Pediatrics.
Jakarta. 2014. 5-15.

Terapi antivirus yang diberikan pada CMV kogenital yaitu Ganciclovir

6mg/kgBB/hari tiap 12 jam IV dan Valgaciclovir per oral dengan dosis 15

mg/kgBB tiap 12 jam6. Direkomendasikan untuk memberikan terapi antivirus

selama 6 minggu. Terapi dengan ganciclovir selama 6 minggu dapat diberikan pada

pasien CMV kongenital dengan keterlibatan CNS, namun tidak harus rutin

dikerjakan. Pemberian ganciclovir pada bayi terinfeksi selama 2 minggu dapat

diterapkan. Tambahan 1-2 minggu dapat diberikan jika gejala dan tanda tidak

kunjung membaik7.
12

2.8 Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan untuk mencegah infeksi CMV. Paling sederhana

dapat dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan dan menghindari kotak dengan

saliva, urin, dan bahan-bahan yang dapat menularkan CMV. Pencegahan infeksi

fetomaternal dari ibu yang menderita infeksi CMV sehingga tidak menularkan ke

bayinya dapat juga dilakukan. Beberapa penelitian menunjukan pemberian

intravena Hyperimune Globulin (HIG) CMV berguna untuk melindungi fetus.

Penggunaan HIG intravena menurunkan transmisi ke fetus 16%-40% dibandingkan

dengan wanita yang tidak menerima HIG, dan resiko menderita CMV kongenital

berkurang dari 50% menjadi 3%5.

Dapat juga dilakukan prosedur pasteurisasi ASI untuk mengurangi transmisi

virus dari ibu ke bayi lewat ASI. Metode pasteurisasi ini juga bisa diterapkan pada

ASI yang didonorkan sebelum diberikan kepada bayi.

1. Metode Pretoria

- ASI sebanyak 50-100 ml ditempatkan dalam wadah kaca / sisa selai 450

ml.

- Letakan dalam panci aluminium 1 liter. Tuangkan air mendidih 450 ml

atau hingga permukaan mencapai 2 cm dari bibir panci.

- Tunggu selama 30. Setelah itu siap dberikan

2. Metode Heating

- ASI 50-100 ml kedalam wadah kaca 450 ml, buka tutup wadah, dan

letakan dalam 1 liter Hart Pot (pemananas susu).


13

- Tuangkan air 450 ml atau hingga permukaan air mencapai 2 cm dari bibir

panci, lalu didihkan air.

- Bila telah timbul gelembung pindahkan wadah dengan cepat dari air dan

sumber panas. Dinginkan dan ASI siap diberikan

Penelitian terbaru sedang mengusahakan pemberian vaksin untuk mencegah

infeksi CMV. Secara prinsip, terdapat 4 kelompok populasi yang tepat untuk

diberikan proteksi dari infeksi CMV yaitu wanita usia subur dengan seronegatif,

wanita usia subur seropositif, resipien transplantasi organ yang didonasikan dari

indvidu seropositif, dan resipien hematogenous stem cell seropositif. Salah satu

jenis kandidat vaksin yang telah diteliti yaitu vaksin rekombinan Glikoprotein B

dengan adjuvan. Vaksin ini dapat memberikan antibodi anti-gB. Namun penelitian

lanjutkan masih diperlukan untuk menyempurnakan vaksin ini13.

2.9 Prognosis

Infeksi selama kehamilan awal dapat memunculkan sekuele yang lebih parah

dibanding infeksi pada kehamilan yang tidak awal. Kira-kira 50-90% penderita

CMV kongenital yang simptomatis memiliki long-term sequele seperti mikrosefal,

kehilangan pendengaran, kejang, kelainan mata berupa chorioretinitis dan atropi

optik, autism, dan kesulitan belajar7.

Faktor yang berhubungan dengan prognosis yang buruk adalah mikrosefal

dan abnormalitas pada CT Scan otak. Sementara bayi dengan lingkar kepala normal

dan gambaran CT Scan normal menunjukan perkembangan kognitif yang baik. Hal

ini menunjukan CT Scan dan MRI merupakan prediktor paling sensitif dan spesifik

untuk neurodevelopmental7.
14

SNHD merupakan sekuele CMV kongenital yang paling sering, baik pada

infeksi simptomatis ataupun asimptomatis. Meskipun demikian, sekitar 60% bayi

dengan kehilangan pendengaran muncul saat lahir atau periode neonator, dan 40%

terjadi onset lambat. Bayi prematur dengan infeksi CMV serius saat perinatal

meningkatkan resiko sekuele neurologik dan retardasi psikomotor7.

Bayi dengan CMV Kongenital simtptomatik memiliki mortality rate 20-30%.

Kematian dapat disebabkan karena disfungsi hepatik, perdarahan, disseminated

intravascular coagulopathy, dan dapat disebabkan karena infeksi bakteri sekunder9.


15

BAB 3

KESIMPULAN

Infeksi yang didapat melalui plasenta selama kehamilan disebut sebagai

infeksi kongenital Beberapa infeksi kongenital yang telah diketahui, dikenal dengan

singatan TORCH yang merupakan kepanjangan dari Toxoplamosis, Other

(Parvovirus, Varicella Zoster, Syphylis, Hepatisis B) Rubella virus,

Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes Simplex Virus.

Sitomegalovirus merupakan infeksi bawaan yang paling umum terjadi dan

penyebab utama kehilangan pendengaran sensorineural, retardasi mental, penyakit

retina, dan palsi serebral. Infeksi CMV Kongenital adalah kelainan bawaan yang

disebabkan karena infeksi Cytomegalovirus. Virus ini termasuk dalam family

Herpesviridae, dengan struktur DNA rantai ganda.

Sitomegalovirus bawaan terjadi pada 0,5% - 1,5 % kelahiran , 35% kasus

virus akan ditransmisi dari ibu ke janin. CMV dapat ditransmisikan melalui kontak

dengan individu yang membawa infeksi CMV, dapat ditularkan pada ibu hamil atau

wanita usia produktif, dan dapat juga ditransmisikan lewat jalut fetomeaternal.

Manifestasi klasik dari CMV kongenital seringkali disebut trias klasik, terdiri

atas kuning (62%), ptekie (58%), hepatosplenomegali (50%), keterlibatan

neurologis, trombositopenia, hiperkolesterolemia, dan sindrom-sindrom

neurologis.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada ibu hamil tentang riwaya Anamnesis pada
16

ibu hamil tentang riwayat mengalami gejala-gejala nonspesifik seperti mialgia,

asthenia, disertai atau tanpa demam atau flu-like symptom.

Pemeriksaan fisis pada 40-50% ditemukan IUGR, mikrosefal,

hepatosplenomegali, ptekie, erupsi purpura, dan ruam makulo-papular,

trombositopenia, atau hiperbilirubinemia pada tes darah, dan ada gangguan

pendengaran pada uji tapis pendengaran. Baku emas diagnosis infeksi

Cytomegalovirus kongenital adalah pemeriksaan Polymerase Chain Reaction

(PCR) virus atau biakan urin dan saliva bayi baru lahir sampai minggu ke 2-3

kehidupan.

Terapi antivirus yang diberikan pada CMV kogenital yaitu Ganciclovir

6mg/kgBB/hari tiap 12 jam IV dan Valgaciclovir per oral dengan dosis 15

mg/kgBB tiap 12 jam. Pemberian ganciclovir pada bayi terinfeksi selama 2 minggu

dapat diterapkan. Tambahan 1-2 minggu dapat diberikan jika gejala dan tanda tidak

kunjung membaik.

Prognosis dari infeksi CMV Kongenital tergantung dari usia kehamilan saat

diinfeksi, gambaran radiologis CT Scan dan MRI, dan apakah bayi prematur atau

tidak. Bayi dengan CMV Kongenital simtptomatik memiliki mortality rate 20-30%.

Kematian dapat disebabkan karena disfungsi hepatik, perdarahan, disseminated

intravascular coagulopathy, dan dapat disebabkan karena infeksi bakteri sekunder.


17

DAFTAR PUSTAKA

1. Marcdante JK, Kliegman MR, Jenson BH, Behrman ER. 2014. Nelson Ilmu

Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam. Philadelphia : Elsevier. 286 – 292.

2. Yadav RK, Maity S, Saha S. A Review on TORCH : Group Of Congenital

Infection During Pregnancy. Journal of Scientific & Inovative Research. 2014.

258 – 264.

3. Pratama BF. Tinjauan Pustaka : Infeksi Cytomegalovirus Kongenital. Jurnal

Kesehatan Melayu. Vol 1. 2018. 114-117.

4. Schleiss MR. Congenital Cytomegalovirus Infection : Molecular Mechanisms

Mediating Viral Pathogenesis. Infection Disorder Drug Treatment. 2011.

11(5):449-465.

5. Zuylen WJ, Hamilton ST, Naing Z, et al. Congenital Cytomegalovirus

Infection : Clinical Presentation, Epidemiology, Diagnosis and Prevention.

Review article. Obstetric Medicine. 2014. 140-146.

6. Trihono PP, Djer MM, Citraresmi E. Tatalaksana Penyakit TORCH yang

Ditukarkan Secara Vertikal dalam : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XI

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Practical Management in Pediatrics. Jakarta.

2014. 5-15.
18

7. Kim CS. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean Jurnal

of Pediatric. 2010. 53(1) : 14-20.

8. Malm G, Engman M-L. Congenital Cytomegalovirus Infection. Seminar in

Fetal & Neonatal Medicie. Elsevier. 2007. 12:154-159.

9. Buonsenso D, Serranti D, Gargiullo L, et al. Congenital Cytomegalovirus

Infection : Current Strategies and Future Perspectives. European Review for

Medical and Pharmacological Science. 2012 (16) : 919-935.

10. Boppana SB, Ross SA, Fowler KB. Congenital Cytomegalovirus Infection :

Clinical Outcome. Clinical Infectious Disease. 2013. 57:178-280

11. Swanson E, Schleiss MR. Congenital Cytomegalovirus Infection : New

Prospects for Prevention and Therapy. Pediatric Clinics of North America-

Elsevier. 2012.

12. Taylor G. Cytomegalovirus. American Family Physician. 2003. Vol 67 (3).

519-524.

13. Plotkin SA, Boppana SB. Vaccination against the human cytomegalovirus.

Vaccine (2018), https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2018.02.089

Anda mungkin juga menyukai