Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM

Disusun oleh:
Nelly Wira Nurhadi
16/394481/PT/07154
Kelompok IX

Asisten : Denis Cyntia Melida Puspita Sari

LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK


DEPARTEMEN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PRINSIP KERJA
Penetapan kadar bahan kering.
Prinsip penetapan kadar bahan kering adalah air yang terkandung di
dalam suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya apabila bahan
tersebut dipanaskan selama beberapa waktu pada suhu 105-110⁰C dengan
tekanan udara bebas. Bahan pakan ditimbang terlebih dahulu dan
dipanaskan dengan menggunakan oven selama 24 jam. Fungsi dari
pemanasan bahan pakan dalam beberapa waktu adalah agar air yang
terkandung di dalam bahan pakan akan menguap, sehingga yang tersisa
adalah bahan kering. Kadar bahan kering dapat diperolah dengan
perhitungan sebagai berikut.
Kadar air = (X + Y) – (Z) x 100%
Y
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
X = bobot silica disk
Y = bobot cuplikan pakan
Z = bobot cuplikan pakan + silica disk setelah dioven 105-110⁰C
Penetapan kadar bahan organik.
Prinsip penetapan kadar bahan organik adalah suatu bahan pakan
apabila dibakar pada suhu 550-600⁰C selama beberapa waktu, maka
semua zat organiknya akan terbakar sempurna menghasilkan oksida yang
menguap, yaitu berupa CO2, H2O, dan gas-gas lain, sedangkan yang
tertinggal tidak menguap adalah oksida mineral atau yang disebut abu.
Bahan pakan dimasukkan ke dalam silica disk kemudian di tanur pada suhu
550-600⁰C selama dua jam hingga bahan pakan berwarna putih seluruhnya.
Silica disk merupakan alat yang terbuat dari keramik dan tahan terhadap
suhu tinggi, sehingga apabila dipanaskan atau dibakar tidak akan pecah.
Fungsi bahan pakan dibakar dengan menggunakan tanur adalah agar
bahan organik terbakar secara sempurna dan menyisakan abu. Apabila
bahan pakan telah selesai dibakar, maka tanur tidak dapat langsung dibuka
dikarenakan suhu yang sangat tinggi dalam tanur dapat membahayakan.
Kadar bahan kering dapat diperolah dengan perhitungan sebagai berikut
Kadar abu = Z – Y x 100%
Y
Kadar bahan organik = 100% - abu
X = bobot silica disk kosong
Y = bobot sampel awal
Z = bobot sampel + silica disk setelah dibakar dalam tanur
Penetapan kadar protein kasar.
Prinsip penetapan kadar protein kasar adalah asam sulfat pekat
dengan katalisator tablet Kjehltab yang berisi CuSO4 dan K2SO4 dapat
memecah ikatan N organik menjadi (NH4)2SO4, kecuali ikatan N=N, NO,
dan NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana basa akan melepaskan NH3 yang
kemudian dititrasi dengan HCI 0,1 N. Penetapan kadar protein kasar terbagi
menjadi tiga metode, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Destruksi
merupakan pelepasan N organik sampel dengan adanya penambahan
H2SO4. Bahan pakan dan H2SO4 sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam
tabung Kjehltag untuk didestruksi, kemudian ditambahkan tablet Kjehltab
sebanyak satu per empat setiap tabung agar lebih efisien, meskipun
menggunakan satu tablet hasil yang diperolah akan tetap sama. Tablet
Kjehltab merupakan katalisator yang berisi selenium dan K2SO4. Selenium
berfungsi untuk mengefektifkan pelepasan N dan K 2SO4 berfungsi untuk
menaikkan titik didih H2SO4. Proses destruksi dilakukan selama 1 jam pada
suhu 420⁰C. Proses destruksi telah selesai apabila larutan yang semula
berwarna coklat berubah menjadi jernih.
Destilasi merupakan pelepasan NH3 yang kemudian ditangkap oleh
H3BO3. Proses destilasi dimulai dengan mengencerkan hasil destruksi
menggunakan aquades dan digojog agar larutan homogen. Erlenmeyer
berisi H3BO3 dan indikator mix dipanaskan dan diubah menjadi uap,
kemudian handle steam ditarik untuk membuka pembuangan uap panas.
Indikator mix terdiri dari bromkresol green, methyl red, dan methanol.
Bromkresol green berfungsi untuk memberikan suasana basa, methyl red
untuk memberikan suasana asam, dan methanol untuk melarutkan dua
indikator tersebut. Larutan kemudian ditambahkan NaOH dan dipanaskan.
Akan tetapi, sebelum dilakukan penambahan, NaOH dilarutkan terlebih
dahulu dengan air agar tidak terlalu reaktif. Penambahan NaOH
menyebabkan (NH4)2SO4 akan melepaskan NH3. Hasil uap NH3 dan H2O
ditangkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam labu erlemeyer dan
membentuk senyawa (NH4)3BO3. Proses destilasi telah selesai apabila
larutan telah berwarna hijau.
Titrasi yaitu mengetahui jumlah N yang terdestilasi. Proses titrasi
dilakukan dengan penambahan cairan HCI sedikit demi sedikit ke dalam
labu yang berisi (NH4)3BO3. Proses titrasi ditandai dengan adanya
perubahan warna larutan menjadi perak. Apabila larutan berwarna merah
muda, maka larutan telah berubah menjadi suasana asam. Kadar bahan
kering dapat diperolah dengan perhitungan sebagai berikut
Kadar protein kasar = (X – Z) x N x 0,014 x 6,25 x 100%
Y
X = jumlah titrasi sampel (ml)
Y = bobot sampel (gram)
N = Normalitas HCI
Z = jumlah titrasi blanko
Penetapan kadar serat kasar.
Prinsip penetapan kadar serat kasar adalah semua senyawa organik
kecuali serat kasar akan larut apabila direbus dalam H2SO4 1,25% (0,255
N) dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N) yang berurutan masing-masing
selama 30 menit dihitung mulai mendidih. Bahan organik yang tertinggal
disaring dengan glass wool dan crucible. Hilangnya bobot setelah dibakar
550-600⁰C adalah serat kasar. Penetapan kadar serat kasar dilakukan
dengan merebus bahan pakan jadi dalam larutan H2SO4 1,25% (0,255 N)
dan larutan NaOH 1,25% (0,313 N) secara berurutan masing-masing
selama 30 menit. Larutan pertama disaring menggunakan saringan linen
dengan bantuan pompa vacum dan hasil saringannya dimasukkan ke
dalam beaker glass dan ditambahkan NaOH. Larutan kemudian disaring
kembali dengan menggunakan crucible yang telah dilapisi glass wool
dengan bantuan pompa vacum, kemudian dicuci dengan air panas dan
ethyl alkohol 95%. Bahan pakan di oven pada suhu 105-110⁰C agar air yang
terdapat dalam sampel dapat menguap dan di tanur pada suhu 550-600⁰C
agar zat organik yang terkandung di dalam bahan pakan hilang. Larutan
H2SO4 1,25% (0,255 N) berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat dan
protein, NaOH 1,25% (0,313 N) untuk penyabunan lemak, dan etil alkohol
untuk menghidrolisis lemak yang ada dalam bahan pakan. Glass wool
berfungsi sebagai penyaring partikel serat kasar yang berukuran sangat
kecil dan tidak meleleh pada suhu tinggi. Kadar serat kasar dapat diperolah
dengan perhitungan sebagai berikut.
Kadar serat kasar (%) = X – Z x 100%
Y
X = bobot sampel setelah dikeringkan dalam oven 105⁰C
Y = bobot sampel awal
Z = bobot sisa pembakaran 550-600⁰C
Penetapan kadar lemak kasar.
Prinsip penetapan kadar lemak kasar adalah lemak dapat diekstraksi
dengan menggunakan ether atau zat pelarut lemak lain menurut Soxhlet,
kemudian ether diuapkan dan lemak dapat diketahui bobotnya. Penetapan
kadar lemak kasar menggunakan tiga sampel bahan pakan untuk mencari
yang terbaik dan mengurangi tingkat kesalahan. Bahan pakan dibungkus
dengan menggunakan kertas saring bebas minyak yang berfungsi untuk
menghindari adanya pencampuran lemak yang tertinggal pada kertas
dengan lemak bahan pakan. Bahan pakan kemudian di oven pada suhu
105-110°C sampai beratnya stabil. Tujuannya adalah untuk memperoleh
bahan pakan dalam keadaan dry matter. Labu penampung diisi dengan
petroleum benzen sekitar satu per dua volume labu penampung dan alat
ekstraksi Soxhlet juga diisi sekitar satu per dua volume petroleum benzen.
Tujuan penambahan petroleum benzen adalah untuk melarutkan lemak dan
bersifat non polar. Petroleum benzen juga memiliki titik didih yang rendah
sehingga akan menguap dengan cepat dan proses ekstraksi berlangsung
dengan cepat pula. Ekstraksi dilakukan selama 16 jam agar lemak dapat
larut dengan sempurna. Pengovenan 105-110°C selama semalam
bertujuan untuk mengembalikan bahan pada kondisi bahan kering. Kadar
serat kasar dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut.
Kadar ekstrak ether = X – Z x 100%
Y
X = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105°C (belum
diekstrasi)
Y = bobot sampel awal
Z = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105°C (setelah
diekstrasi)
Penetapan kadar ETN.
Ekstrak tanpa nitrogen terdiri dari karbohidrat yang mudah larut
terutama pati yang kecernaannya tinggi. Energi yang dihasilkan sekitar 3,75
sampai 4,75 kcal/g. Rata-rata karbohidrat mengandung energi 4 kcal/g.
Ekstrak tanpa nitrogen diperoleh dengan jalan sebagai berikut.
ETN (BK) = 100% - (SK%(BK) + EE%(BK) + PK%(BK) + Abu%)
Penetapan kadar TDN.
TDN (Total Digestible Nutrien) merupakan jumlah nutrien
pakan yang dapat dicerna oleh ternak. Penetapan nilai TDN dapat
dilakukan dengan menjumlahkan fraksi dalam analisis Wendee yang
tercerna. Data yang dibutuhkan untuk menghitung TDN adalah fraksi dalam
pakan atau komposisi kimia pakan (%), komposisi kimia feses (%),
konsumsi pakan (kg), dan feses yang keluar (kg). Langkah untuk
menghitung TDN, yaitu mengetahui jenis ternak, kelas bahan pakan yang
digunakan, dan komposisi kimia bahan pakan berdasarkan analisis
proksimat. Kadar TDN dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut.
TDN (%) = Protein Tercerna (PT) + Serat Kasar Tercerna (SKT) + Ekstrak
Tanpa Nitrogen (ETN) + [Ekstrak Ether Tercerna (EET) + 2,25]
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat Pakan Jadi


Analisis proksimat adalah suatu sistem yang digunakan untuk
mengidentifikasi kandungan nutrien yang terdapat dalam bahan pakan.
Analisis ini bersifat pendekatan dan bukan secara empiris karena nilai yang
diperoleh hanya mendekati nilai komposisi yang sebenarnya. Analisis
proksimat memiliki enam macam fraksi, yaitu air, abu, protein kasar (PK),
lemak kasar (Ekstrak Ether atau EE), serat kasar (SK), dan ekstrak tanpa
nitrogen (ETN). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh
data hasil analisis proksimat sebagai berikut.
Tabel 1.Hasil analisis proksimat
Parameter Hasil
Bahan Kering 78,56%
Bahan Organik 7,08%
Protein Kasar 15,82%
Serat Kasar 12,99%
Lemak Kasar 6,58%
ETN 57,53%
TDN 22,96%
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa kadar
bahan kering adalah 78,56%, bahan organik 7,08%, protein kasar 15,82%,
serat kasar 12,99%, lemak kasar 6,58%, ekstrak tanpa nitrogen 57,53%,
dan Total digestible nutrien 22,96%. Hasil analisis yang didapatkan adalah
bahan pakan termasuk ke dalam klasifikasi kelas 4, yaitu sumber energi.
Subekti (2009) menyatakan bahwa bahan pakan sumber energi adalah
pakan yang mengandung protein kurang dari 20%, serat kasar kurang dari
18%, dan kandungan dinding sel kurang dari 39%.
Evaluasi dan Formulasi Ransum
Formulasi ransum adalah menyamakan kandungan nutrisi (protein,
asam amino, energi, vitamin dan mineral) beberapa bahan pakan yang
terpilih dengan kebutuhan nutrisi ternak. Formulasi ransum dilakukan agar
ransum yang diberikan kepada ternak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat
nutrisi dan sesuai dengan kemampuan konsumsinya. Penyusunan ransum
memerlukan beberapa informasi, yaitu kebutuhan nutrisi ternak, bahan
pakan yang tersedia, jenis ransum, serta konsumsi yang diharapkan
(Hidayat dan Mukhlash, 2015).
Formulasi ransum yang dilakukan adalah ransum pada kambing.
Kambing memiliki bobot 50 kg. Kebutuhan bahan kering pada kambing
adalah 4,5% dari berat badan, yaitu sebesar 2,25 kg. kebutuhan protein
kasar yang adalah 15% dari bahan kering atau sebesar 0,375% yaitu
sebesar 337,5 gram. Perbandingan antara hijauan dengan konsentrat
adalah 70% berbanding 30%. Hijauan yang digunakan adalah rumput gajah
dan Brachiaria brizantha, sedangkan konsentratnya adalah pakan jadi yang
telah dianalisis proksimat, dedak, tepung kepala dan kulit udang, dan
bungkil biji kapas. Metode analisis penyusunan ransum yang digunakan
adalah Pearson square method. National Research Council (2001)
menyatakan bahwa Pearson Square adalah cara yang sederhana, cepat
untuk menghitung jumlah pakan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak dan hewan lainnya. Sebagai contoh, ketika dua
bahan pakan dicampur untuk bagian dari jatah campuran total atau sebagai
suplemen untuk makan rumput, Pearson Square dapat digunakan untuk
menentukan kuantitas setiap bahan pakan yang diperlukan untuk mencapai
tingkat gizi tertentu dalam campuran.
Berdasarkan kebutuhan protein kasar, jumlah hijauan yang diberikan
adalah 134,49 gram, sedangkan protein kasar yang dapat diberikan oleh
pakan jadi adalah 53,39 gram. Apabila kebutuhan protein kasar yang harus
dipenuhi adalah 337,5 gram, maka protein kasar mengalami kekurangan
sebesar 30,07% atau 0,3007 gram. Akibat dari kekurangan protein kasar
tersebut, penyusunan ransum harus disusun kembali dengan
menambahkan bahan pakan konsentrat.
Sukmawan et al. (2014) menyatakan bahwa pada batas-batas
tertentu peningkatan jumlah konsumsi protein dapat meningkatkan daya
cerna karena pada umumnya kebutuhan protein kambing berkisar 12
sampai 14%, sehingga pemberian konsentrat dapat meningkatkan jumlah
konsumsi protein kasar. Apabila terlalu banyak pemberian protein dapat
menyebabkan kerugian ekonomis yang besar, karena akan berdampak
pada harga ransum yang lebih mahal, sedangkan bila jumlah pemberian
protein terlalu sedikit, maka produktivitas ternak tidak akan mencapai
optimal. Konsumsi protein yang tinggi akan mempengaruhi aktifitas
mikroorganisme khususnya untuk peningkatan jumlah serat kasar yang
diubah oleh mikroba rumen dan kemudian diserap oleh tubuh ternak. Tinggi
rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan
pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan.
Protein merupakan salah satu komponen gizi yang diperlukan oleh ternak
muda untuk pertumbuhan. Kekurangan protein dalam ransum, dapat
berpengaruh negatif terhadap ternak. Kekurangan protein ransum dapat
ditanggulangi pada ternak dengan menggunakan cadangan protein tubuh
yang ada di dalam darah, hati dan jaringan otot, hal ini dapat
membahayakan kondisi dan kesehatan ternak, dan menekan
perkembangan mikroorganisme rumen yang bermanfaat untuk mencerna
selulosa dan sebagai sumber protein bagi ternak.
Formulasi ransum dapat dilakukan dengan cara perhitungan
kebutuhan BK dan PK ternak. Kekurangan PK sebesar 187,88 gram dalam
ransum akan dipenuhi oleh konsentrat. Berdasarkan hasil perhitungan
formulasi ransum, diperoleh data pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Formulasi Ransum
PK Harga
Bahan Pakan Proporsi (%) Asfed (Kg)
(BK)(%) (Rp/Kg)
Rumput gajah 21 1,91 0,47 208,8
Brachiaria 49 4,06 1,10 352
brizantha
Pakan jadi 10,08 1,59 0,22 784
Dedak 6,72 0,92 0,15 510
Tepung kepala 10,53 5,31 0,23 1690
dan kulit udang
Bungkil biji 2,63 1,16 0,059 252
kapas
Total 100 14,95 2,23 3796,8
Penyusunan ransum menggunakan beberapa macam bahan pakan.
Pemilihan bahan pakan tersebut dikarenakan tingkat kesukaan ternak atau
palatabilitas dan faktor aroma yang dapat menentukan tingkat konsumsi.
ternak sehingga ternak dapat memilih dan memakan pakan yang lebih
disukai. Pemilihan bahan pakan pada formulasi ransum juga harus
mempertimbangkan harga yang paling murah akan tetapi nutrien yang
dibutuhkan dapat tercukupi. Pond et al. (1995) menyatakan bahwa
palatabilitas sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk
menimbulkan selera makan dan langsung dimakan oleh ternak.
Palatabilitas biasanya diukur dengan cara memberikan dua atau lebih
pakan kepada ternak.
Rumput gajah (Pannisetum purpureum) merupakan bahan pakan
ternak yang memiliki tingkat pertumbuhan dan produktifitas yang tinggi
serta nilai gizi yang sangat baik. Adrianton (2010) menyatakan bahwa nilai
gizi tanaman rumput gajah pada interval pemotongan 4 minggu dianggap
lebih baik, dengan komposisi kadar air dan kadar protein kasar yang lebih
tinggi sebesar 82,79% dan 8,86% serta lemak kasar dan serat kasar yang
lebih rendah sebesar 4,46% dan 33,20%. Interval pemotongan 4 minggu
memungkinkan tanaman dapat membentuk dan mengakumulasi
karbohidrat yang cukup. Karbohidrat merupakan hasil reduksi CO 2 melalui
proses fotosintesis dengan memamfaatkan energi sinar matahari atau
cahaya tamnpak yang dikonversi atas bantuan sistem pigmen menjadi
energi kimia. Kandungan protein kasar tanaman rumput gajah akan
menurun seiring dengan meningkatnya umur. Umumnya, makin tua umur
tanaman pada saat pemotongan, makin berkurang kadar proteinnya dan
serat kasarnya makin tinggi.
Fanindi dan Prawiradiputra (2000) menyatakan bahwa rmput
Brachiaria adalah salah satu rumput padang penggembalaan yang memiliki
produksi lebih baik jika dibandingkan dengan rumput lapangan, memiliki
nutrisi yang tinggi, lebih tahan pada musim kemarau, dan cocok untuk
daerah tropis. Salah satu spesies dari rumput Brachiaria adalah Brachiaria
brizantha. Rumput Brachiaria brizantha tumbuh dengan cepat, dan dapat
dipanen atau digunakan untuk pengembalaan ringan (light grazing) pada
umur 3 sampai 5 bulan setelah biji disebar. Rumput ini juga dapat terus
menerus tumbuh atau dirotasi dengan tinggi pemotongan 20 sampai 30 cm.
Rumput Brachiaria brizantha memiliki produksi biomassa yang tinggi dalam
tiap panen dan kandungan nutrien yang tinggi. Jumlah produksi rumput
yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan pakan hijauan untuk ternak.
Ketersediaan pakan baik secara kuantitas, kualitas maupun kontinyuitas
merupakan faktor penting dalam mendukung pengembangan suatu
peternakan.
Dedak merupakan bahan pakan dari industri pengolahan padi.
Penggunaan dedak sebagai pakan sangat mudah didapatkan karena rata-
rata para petani menanam padi dan beras sebagai makanan pokoknya,
sehingga banyak hasil sampingan dari pemrosesan gabah menjadi beras,
yaitu dedak padi. Harga dedak padi yang murah menyebabkan bahan
pakan ini dimanfaatkan oleh peternak kecil sebagai tambahan pakan ternak.
Hidayat et al. (2017) menyatakan bahwa dedak memiliki kandungan air
adalah 10,61%, protein kasar 9,96%, lemak 5,96%, BETN 37,32%, dan
serat kasar 30,39%.
Tepung kepala dan kulit udang merupakan produk sampingan dari
udang yang telah diambil dagingnya. Tepung ini masih jarangan digunakan
oleh para peternak karena dapat berpengaruh negatif terhadap saluran
pencernaan. Andre et al. (2015) menyatakan bahwa tepung kepala dan kulit
udang memiliki kandungan protein sebesar 58,37%, kalsium 2,98%, dan
fosfor 0,98%. Kandungan protein kasar yang tinggi dalam kulit udang ini
tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal karena adanya faktor pembatas
dalam kulit udang, yaitu kandungan khitin yang tinggi.
Bungkil biji kapas merupakan bahan pakan yang memiliki nilai gizi
tinggi dan setara dengan bungkil kedelai. Harga bungkil biji kapas lebih
murah dibandingkan bungkil kedelai serta rasa yang dapat diterima oleh
ternak dengan baik. Hasan (2013) menyatakan bahwa biji kapuk ini memiliki
kandungan protein kasar antara 27 sampai 32% dan minyak 22 sampai
44%, dan asam lemak esensial linoleat (27% total lemak).
BAB III

KESIMPULAN
Berdasakan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa bahan pakan yang diuji dengan menggunakan analisis proksimat,
yaitu proporsi hijauan dan konsentrat yang diberikan pada ternak pada
formulasi awal tidak mencukupi kebutuhan PK dengan presentase
kekurangan sebesar 30,07% dan diberikan pakan tambahan berupa
konsentrat dari sumber energy, yaitu dari pakan jadi dan dedak, sedangkan
bahan pakan sumber protein, yaitu tepung kepala dan kulit udang dan
bungkil biji kapas pada formulasi yang baru sehingga dapat memenuhi
kebutuhan nutrient ternak. Harga ransum per kilogram adalah Rp 488,02.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianton. 2010. Pertumbuhan dan nilai gizi tanaman rumput gajah pada
berbagai interval pemotongan. Jurnal Agroland. 17 (3) : 192 - 197
Andre, R.Y, Wowor., B. Bagau., I. Untu., H. Liwe. 2015. Kandungan protein
kasar, kalsium, dan fosfor tepung limbah udang sebagai bahan
pakan yang diolah dengan asam asetat (CH3COOH). Jurnal Zootek.
35 (1) : 1-9.
Fanindi, A. dan Prawiradiputra, B. R. 2000. Karakterisasi dan pemanfaatan
rumput Brachiaria Sp. Balai penelitian Ternak. Bogor.
Hasan, O. D. S, Enang, H., Agus, A. S., Dedi, J., Eddy, S. 2013. Evaluasi
kecernaan pakan, kandungan gossypol dan asam siklopropenoat
dalam organ, dan pertumbuhan ikan mas yang diberi formulasi pakan
dengan kandungan tepung biji kapuk berbeda. Jurnal Ris. Akuakultur.
Vol. 8 (1) : 97-107
Hidayat, M. N, A. Hifizah., K. Kiramang., Astati. 2017. Rekayasa komposisi
kimia dedak padi dan aplikasinya sebagai ransum ayam buras.
Seminar Nasional Optimalisasi Sumberdaya Lokal Pada Peternakan
Rakyat Berbasis Teknologi. Makassar
Hidayat, S. dan Mukhlash, I. 2015. Rancang bangun dan implementasi
sistem pendukung keputusan berbasis web untuk menentukan
formulasi ransum pakan ternak. Jurnal Sains dan Seni ITS. 4 (2) :
2337-3520
National Research Council. 2001. Nutrient Requirements for Dairy Cattle
7th rev edition. Washington DC: National Academy Press.
Pond, W.G., D.C. Chruch, and K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. 4th. JhonWiley and Son, United States of America.
Subekti, E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Jurnal Mediagro. 5
(2) : 63 - 71
Sukmawan, A, Liman., Erwanto M.S. 2014. Pengaruh penambahan
konsentrat dengan kadar protein kasar yang berbeda pada ransum
basal terhadap kecernaan protein dan kecernaan serat kasar
kambing boerawa pasca sapih. Jurusan Peternakan. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai