Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan
isthmus yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian
keempat yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis
tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.

Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 – 30 gram dan terletak antara


tiroidea dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan
yang disebut true capsule.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari :

. 1) A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa

2) A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia

3) A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta


Gambar 3.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal
tiroid sebelum masuk ke laring.

3.2 Fisiologi Tiroid

Hormon tiroid disintesis oleh glandula tiroidea. Sekresi hormon dipengaruhi


oleh TRH dan TSH dari hipotalamus dan hipofisis anterior. Hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur
sekresi dari kelenjar tiroid. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat
penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian,
sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan di dalam maupun di
luar tubuh (Watson, 2002).

Mekanisme feedback terhadap hipotalamus dan hipofisis dilakukan oleh T3 dan


T4. Sel-sel follikular kelenjar tiroid mensintesis tiroksin dan tiroglobulin.Tiroksin
berikatan dengan tiroglobulin. Tiroksin yang terkandung dalam tiroglobulin
disekresikan ke dalam koloid secara eksositosis. Iodine dari darah masuk ke dalam sel
folikel dengan bantuan iodine pump. Iodine yang sudah sampai ke koloid akan
berikatan dengan tiroksin yang terkandung dalam globulin (Agamemnon, 2001).

Bila 1 iodine + 1 tyrosine = Monoiodotyrosine (MIT)


Bila 2 iodine + tyrosine = Diiodotyrosine (DIT)
MIT + DIT = T3
DIT + DIT = T4
T3 dan T4 kemudian dilepaskan ke dalam darah sedangkan iodine yang terikat
pada MIT dan DIT dipergunakan kembali. TSH berperan untuk mempertahankan
integritas kelenjar tiroid dan meningkatkan sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid.
Dalam keadaan fisiologis, faktor yang diketahui dapat meningkatkan sekresi TRH dan
TSH dalam darah adalah rasangan udara dingin pada bayi baru lahir untuk
meningkatkan produksi panas dan suhu tubuh (Agamemnon, 2001). Sedangkan pada
orang dewasa mekanisme meningkatkan suhu tubuh tidak melalui TRH atau TSH
melainkan melalui jalur simpatis. Respon terhadap kenaikkan kadar hormon tiroid di
dalam darah dapat dideteksi setelah beberapa jam. Durasi kerjanya bisa sangat lama
oleh karena responsnya akan tetap berlangsung sampai konsentrasi hormon tiroid di
dalam darah normal dan juga karena hormon tiroid tidak didegradasi (Agamemnon,
2001).
Gambar 3.2 Sintesis dan sekresi hormon tiroid

3.3 Definisi Struma

Struma disebut juga dengan goiter adalah pembesaran kelenjar gondok yang
disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon
tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebardebar,
keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar,
penyakit ini dinamakan hipertiroid (Amin huda, 2016). Struma didefinisikan sebagai
pembesaran kelenjar tiroid. Struma dapat meluas keruang retro sternal, dengan atau
tanpa pembesaran substansial. Karena hubungan anatomi kelenjar tiroid ke trakea,
laring, saraf laring, superior dan inferior, dan esophagus, pertumbuhan abnormal dapat
menyebabkan berbagai sindrom komperhensif (Tampatty, 2019).
3.4 Etiologi Struma

Struma disebabkan oleh gangguan sintesis hormone tiroid yang menginduksi


mekanisme kompensasi terhadap kadar TSH serum, sehingga akibatnya menyebabkan
hipertrofi dan hyperplasia selfolikel tiroid dan pada akhirnya menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid. Efek biosintetik, defisiensi iodin penyakit otoimun dan
penyakit nodular juga dapat menyebabkan struma walaupun dengan mekanisme yang
berbeda. Bentuk goitrous tiroiditis hashimoto terjadi karena defek yang didapat pada
hormone sintesis, yang mengarah ke peningkatan kadar TSH dan konsuekensinya efek
pertumbuhan (Tampatty, 2019)

Menurut Manjoer (2002) Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan


hormon tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara lain:

a. Defisiensi yodium
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan misalnya:
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium

Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai


masa karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas,
pertumbuhan, menstruasi, kehamilan, laktasi, monopouse, infeksi atau stres lain. Pada
masa-masa tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan
ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat
berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia
(Amin huda, 2016).
3.5 Klasifikasi Struma

Klasifikasi dan karakteristik struma nodusa antara lain:

a. Berdasarkan secara fisiologik


1) Eutiroid
Keadaan dimana fungsi kelenjar tiroid berfungsi secara normal,
meskipun pemeriksaan kelenjar tiroid menunjukkan kelainan, gejala yang
terjadi jika seseorang sakit, mengalami kekurangan gizi atau telah menjalani
pembedahan, maka hormon tiroid T4 tidak diubah menjadi T3. Akan tertimbun
sejumlah besar hormone T3, yang merupakan hormon tiroid dalam bentuk tidak
aktif. Meskipun T4 tidak diubah menjadi T3, tetapi keenjar tiroid tetap
berfungsi dan mengendalikan metabolisme tubuh secara normal (Prof. Dr.
Anies, 2016)
2) Hipotiroid
Keadaan dimana terjadi kekurangan hormon tiroid yang
dimanifestasikan oleh adanya metabolisme tubuh yang lambat karena
menurunnya konsumsi oksigen oleh jaringan dan adanya perubahan personaliti
yang jelas. Pasien dengan hipotiroid 6 mempunyai sedikit jumlah hormon tiroid
sehingga tidak mampu menjaga fungsi tubuh secara normal. Penyebab
umumnya adalah penyakit autoimun, operasi pengangkatan tiroid, dan terapi
radiasi (Tarwoto, 2012)
3) Hipertiroid
Suatu keadaan atau gambaran klinis akibat produksi hormon tiroid yang
berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu aktif. Karena tiroid memproduksi
hormon tiroksin dan lodium, maka lodium radiaktif dalam dosis kecil dapat
digunakan untuk mengobatinya atau mengurangi intensitas fungsinya (Amin
Huda, 2016)
b. Berdasarkan secara klinik
1) Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke
jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme
karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
2) Non toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non
toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut
sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan
goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam
keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama
dengan yang diekskresi lewat urin. (Tarwoto, 2012).

3.6 Patofisiologi

Pembentukan hormon tiroid membutuhkan unsur yodium dan stimulasi dari


TSH. Salah satu penyebab paling sering terjadi penyakit gondok karena kekurangan
yodium. Aktivitas utama dari kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi dalam
pengambilan yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak
cukup membuat hormon tiroid jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu,
dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Kekurangan hormon tiroid
(hipotiroid) tubuh akan berkompensasi terhadap pembesaran tiroid, hal ini juga
merupakan proses adaptasi terhadap defisiensi hormon tiroid. Namun demikian
pembesaran dapat terjadi sebagai respon meningkatnya sekresi pituitari yaitu TSH
(Tarwoto, 2012).

3.7 Manifestasi Klinis

Jika struma disebabkan oleh keadaan hipotiroidisme, beberapa gejalanya adalah


penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi,
gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,
pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

Jika struma disebabkan karena keadaan hipertiroidesme, gejalanya berupa berat


badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka
udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar,
tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur,
rambut rontok, dan atrofi otot.

3.8 Penegakan Diagnosis

A. Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau
hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali
lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan
gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru
ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu
juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah
ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang dengan
keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih
jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama
dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-
tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.

Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar
adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien
diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak
saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan
pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan
:
- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul
tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan
kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa
yang sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun
nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis,
dan enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar
progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berry’s Sign)

C. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui
kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan teknik
radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma darah. Kadar
normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl. Kadar normal untuk T3
pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl (Joshi, 2011).
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap
macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum penderita dengan
penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin dan thyroid stimulating
hormone antibody
 Pemeriksaan Radiologis
1. Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau pembesaran
struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga.
Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya menjadi pilihan.
2. USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul, membedakan
antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya jaringan kanker yang tidak
menangkap iodium dan bisa dilihat dengan scanning tiroid.
3. Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131 yang
didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid (distribusi dalam kelenjar).
Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning tiroid dapat
dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang dari normal
dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah
dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm nodule bila
uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul sama
dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake lebih dari
normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma.
 Pemeriksaan Histopatologi
1. FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar
jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.

3.9 Penatalaksanaan

A. Medikamentosa

Kelompok derivat tiomidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol atau


tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg)
menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun. Dosis dimulai dengan 30 mg
CMZ, 30 mg MTZ atau 400mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Propanolol dapat
diberikan bersama OAT untuk mempercepat hilangnya gejala. Biasanya dalam 4-6
minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis. Lama
pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi.
Apabila Obat anti tiroid (OAT) terlalu cepat dihentikan, biasanya penyakit akan cepat
kambuh kembali (Ghandour, 2011).

B. Non Medikamentosa
Non Operatif
- Terapi Radioiodine
Merupakan terapi alternatif untuk single toxic adenoma atau toxic multinodular goiter.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk mempertahankan fungsi dari jaringan tiroid normal.
Radioiodine juga digunakan untuk mengurangi volume nodul pada nontoksik
multinodular goiter.

Operatif
Operasi tiroid (tiroidektomi) merupakan operasi besar. Berapa luas kelenjar tiroid yang
akan diambil tergantung patologinya serta ada tidaknya penyebaran dari karsinomanya.
Ada 6 macam operasi, yaitu:
1. Lobektomi subtotal: pengangkatan sebaian lobus tiroid yang mengandung
jaringan patologis
2. Lobektomi total (hemitiroidektomi, ismolobektomi): pengangkatan satu sisi
lobus tiroid
3. Tiroidektomi subtotal: pengangkatan sebgian kelenjar tiroid yang mengandung
jaringan patologis, meliputi kedua lobus tiroid
4. Tiroidektomi near total: pengangkatan seluruh lobus tiroid yang patologis
berikut sebgian besar lobus kontralateralnya
5. Tiroidektomi total: pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
6. Operasi yang sifatnya “extended”
a. Tiroidektomi total + laringektomi total
b. Tiroidektomi total + reseksi trakea
c. Tiroidektomi total + sternotomy
d. Tiroidektomi total + FND atau RND
 Indikasi operasi pada struma:
- Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
- Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
- Struma dengan gangguan tekanan
- Kosmetik
 Kontraindikasi operasi struma:
- Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
- Struma dengan dekompensasi kordia dan penyakit sistemik yang lain yang
belum terkontrol
- Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari
tipe anaplastic yang jelek prognosisnya. Perlekatan pada trakea atau laring
dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan
dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
- Struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena
metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomy, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi
dan sering hasilnya tidak radikal.

Komplikasi pembedahan tiroid:


a. Perdarahan dari A. tiroidea superior
b. Dispneu
c. Paralisis N. Rekurens laryngeus yang dapat menyebabkan kelemahan otot-otot
laring
d. Paralisis N. Laringeus superior yang mengakibatkan suara penderita menjadi lebih
lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi pemendekan pita
suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid. kemungkinan nervus terligasi saat
operasi.
3.10 Prognosis
Pasien yang segera diberikan pengobatan memiliki prognosis yang baik.
Prognosis yang buruk terkait dengan hipertiroidisme tidak segera diobati. Pasien harus
diberi pemahaman mengenai hipertiroidisme. Jika tidak diobati, hipertiroidisme bisa
menyebabkan osteoporosis, aritmia, gagal jantung, koma, dan kematian. Penilaian rutin
fungsi tiroid penting dalam penyakit pemantauan.
Pembedahan biasanya terdiri dari lobektomi dari nodul yang hiperfungsi.
Tingkat hipotiroidisme terkait dengan prosedur ini sangat rendah. Tingkat kekambuhan
dengan operasi telah dilaporkan serendah 0-9%. Pada gondok multinodular lebih besar,
mungkin memerlukan tiroidektomi total.

Anda mungkin juga menyukai