Anda di halaman 1dari 12

BAB III

GEOLOGI REGIONAL

3.1 Geologi Regional


Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai hydrocarbon province.
Cekungan ini berada di bagian Barat laut dari pulau Jawa dan membentang hingga

laut Utara Jawa yang meliputi daerah dengan luas 40.000 km2 dan 25.000 km2
berada di daerah laut. Secara umum cekungan Jawa Barat Utara ini dibatasi oleh
cekungan lain yaitu Cekungan Bogor di bagian selatan, Platform Seribu di bagian
Barat laut, Cekungan Arjuna di bagian Utara dan Busur Karimun Jawa di bagian
timur laut.

Gambar 3.1 Geologi Regional dan Penampang Cekungan Jawa Barat Utara
(Harreira dkk, 1991)
Secara regional cekungan ini merupakan cekungan belakang busur yang
berhubungan langsung dengan Sumatera-Java arc trech system. Aktivitas tektonik
pada area cekungan belakang busur ini menyebabkan terbentuknya patahan-
patahan besar yang merupakan sesar-sesar turun yang berarah utara-selatan di
bagian Utara cekungan. Patahan-patahan inilah yang mengontrol pembentukan
struktur horst dan graben pada cekungan belakang busur ini khususnya di

19
Cekungan Jawa Barat Utara dan membagi cekungan menjadi 3 (tiga) Sub-cekungan
yaitu, Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Pasir Putih dan Sub-Cekungan
Jatibarang (Adnan dkk.,1991). Ketiga Sub-Cekungan ini dipisahkan oleh Tinggian
(blok naik dari sesar) yaitu, Tinggian Pamanukan, Tinggian Rengasdangklok,
Tinggian Tangerang dan Tinggian Arjawinangun yang mana sangat dipengaruhi
oleh penyebaran fasies batuan sedimen berumur Tersier baik sebagai batuan induk
(Source Rock) maupun sebagai reservoir (Reminton and Pranyoto, 1985;
Adnan,dkk., 1991).

Gambar 3.2 Sistem horst-graben pada Cekungan Jawa Barat Utara


(Patmosukismo dan Yahya, 1974)

Hidrokarbon daerah Cekungan Jawa Barat Utara sebagian besar dihasilkan


oleh Formasi Jatibarang, Batugamping Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan, dan
Formasi Parigi. Ketebalan sedimen berkisar antara 3000m – 4000m pasa sub-
cekungan dan kurang dari 1000m pada tinggian-tinggian (Reminton and Nasir,
1986).

3.2 Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara


Periode sedimentasi Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai pada kala
Eosen Tengah-Oligosen Awal dengan pengendapan Formasi vulkanik Jatibarang di
atas permukaan bidang erosi dari batuan Pra-Tersier. Hal ini berhubungan dengan

20
interaksi antar lempeng di sebelah selatan pulau Jawa, akibatnya daerah-daerah
yang masih labil menjadi sering mengalami aktivitas tektonik yang mana material-
material vulkanik dari arah Timur mulai diendapkan. Material vulkanik dihasilkan
oleh aktivitas vulkanisme dari pusat-pusat erupsi di Sub-Cekungan Jatibarang dan
Tinggian Pamanukan. Pengendapan konglomerat dan tufa terjadi di timur paparan
Pulau Seribu (Tinggian Tangerang) dihasilkan oleh erosi aktif dekat sumber di
sebelah Barat dan Sub-Cekungan Pasir Putih dan Jatibarang terus mengalami
penurunan dengan cepat sehingga dapat menerima sedimen vulkanik sampai
1000m.
Pada Miosen Awal, fase transgresi pertama mulai berlangsung dengan
dimulainya penggenangan cekungan oleh air laut di timur dan air rawa di barat.
Fase trasgesi ini menghasilkan sedimen anggota Cibulakan bawah (setara dengan
Formasi Talang Akar) yang diendapkan di atas bidang ketidakselarasan menyudut
dari Formasi vulkanik Jatibarang. Selanjutnya pada akhir Miosen Awal aktifitas
vulkanik semakin berkurang sehingga daerah-daerah menjadi relatif stabil, hanya
Sub-Cekungan Ciputat yang mengalami penurunan cepat dan air mulai mengenangi
Tinggian Tanggerang sehingga sedimen klastik yang dihasilkan diendapkan di laut
yang berbeda. Pada akhir Miosen Awal daerah cekungan relatif stabil dan daerah
sebelah Barat Pamanukan merupakan platform laut dangkal dan karbonat
berkembang membentuk batu gamping setara dengan Formasi Baturaja, sedangkan
di bagian timur laut menjadi lebih dalam kemudian Tinggian Tangerang tetap
muncul walaupun dengan relif yang rendah.
Pada Miosen Tengah seiring dengan pengendapan karbonat, laut menjadi
meluas kearah Barat dan menggenangi Tinggian Tangerang dan Tinggian
Rengasdangklok. Trasgersi ini terjadi disebabkan oleh penurunan yang cepat oleh
Sub-Cekungan Ciputat dan Pasir Putih dan sedimen yang terbentuk merupakan
anggota Cibulakan Atas dengan ketebalan 1200 m di Sub-Cekungan Pasir
(Pertamina, 2002). Selama akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir cekungan
kembali menjadi stabil dan fase trasgresi kedua mulai terjadi sehingga membentuk
pengendapan batu gamping Formasi Parigi yang diendapkan pada lingkungan laut
dangkal. Pertumbuhan karbonat Formasi Parigi ini sebagai build-up yang

21
memanjang dengan arah relatif utara-selatan, sedangkan lereng berkembang sejajar
dengan bentuk build-up. Pada periode ini dari Jatibarang ke Cisubuh laut terbuka
adalah ke arah Selatan, sedangkan dari Cisubuh ke Jatinegara dan Rengasdangklok
adalah ke arah barat.
Mulai Miosen Akhir sampai dengan Pliosen, fase transgresi mencapai
maksimum dan terjadi pengangkatan dataran di bagian utara setara dasar laut
menjadi lebih dalam sehingga pertumbuhan karbonat berhenti dan regesi pun terjadi
dengan adanya pengendapan Formasi Cisubuh di lingkungan marginal marine
paralic dan pengangkatan di bagian sumbu Pulau Jawa membentuk antiklin pada
Pliosen Akhir sehingga mengakhiri pengendapan Formasi Cisubuh ini.

3.3 Petroleum System


Cekungan jawa barat utara terdiri dari dua area yaitu laut (offshore) di utara dan
darat (onshore) di selatan. Seluruh area didominasi oleh patahan ektensional dengan
sangat minim struktur kompresional. Cekungan didominasi oleh rift yang
berhubungan dengan patahan yang membentuk beberapa struktur deposenter,
antara lain deposenter utamanya. Kemudian cekungan ini memiliki cadangan
hidrokarbon yang baik tentunya didukung oleh adanya petroleum system yang
menjadikan cekungan ini sangat potensial. Petroleum system cekungan ini
diantaranya:
3.3.1 Batuan Induk (Source Rock)
Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk
yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coal dan fluvio deltaic shale
(bacterial gas). Studi geokimia yang dilakukan menunjukan bahwa fluvio
deltaic coal dan shale dari Formasi Talang Akar memberikan peran utama
dalam pembentukan hidrokarbon pada sistem Cekungan Jawa Barat Utara.
Shale Formasi Talang akar memiliki kandungan TOC sekitar 0,5 – 2% .
Lacustrine shale dari Formasi Jatibarang ekuivelen juga menjadi penyuplai
hidrokarbon terutama pada Sub- cekungan Jatibarang. Terkhusus pada Sub-
cekungan Jatibarang yang merupakan horst graben system terdapat beberapa

22
depresi yang menjadi active local kitchen yang menyuplai hidrokarbon pada
sub-cekungan ini.
a. Lacustrine Shale
Lacustrine Shale terbentuk pada periode syn-rift dan berkembang dalam
dua macam fasies yang kaya akan material organik. Fasies pertama adalah yang
berkembang selama Initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada Formasi
Banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan
material vulkanik klastik (Nobel et al.,1997). Fasies kedua adalah fasies yang
terbentuk selama periode akhir syn-rift yang berkembang pada bagian Formasi
Talang Akar. Pada formasi ini batuan induk dicirikan oleh batuan klastik
nonmarine yang merupakan interbedde batupasir dan lacustrine shele.
b. Fluvio Deltaic Coal
Batuan induk ini dihasilkan dari ekuivalen Formasi Talang akar yang di
deposisikan selama post rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing sediment
yang terbentuk pada sistem fluvial pada Oligosen Akhir. Batuan induk tipe ini
menghasilkan minyak dan juga gas (Noble dkk.,1997).
c. Marine Lacustrine
Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Formasi Cisubuh.
Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria yang
menyebabkan degradasi pada material organik pada lingkungan laut.

3.3.2 Jalur Migrasi (Migration Route)


Migrasi hidrokarbon secara garis besar dikelompokan menjadi dua jenis
yaitu migrasi primer, migrasi sekunder. Migrasi primer adalah keluarnya
minyak dan gas bumi dari batuan induk yang telah matang dan masuk ke dalam
reservoir melalui lapisan penyalur. Migrasi sekunder adalah pergerakan
minyak dan gas bumi dari lapisan penyalur menuju trap/perangkap
hidrokarbon. Migrasi hidrokarbon dari batuan induk menuju batuan reservoir
pada dasarnya terjadi secara vertikal dan lateral. Migrasi vertikal terjadi
melalui zona-zona kekar dan sesar secara langsung dari batuan induk ke batuan
reservoir, sedangkan migrasi lateral terjadi melalui permeabilitas matrik seperti

23
batu pasir ataupun batu gamping yang porous. Pada Cekungan Jawa Barat
Utara, lapisan penyalur yang menjadi agen migrasi lateral lebih banyak Pada
Cekungan Jawa Barat Utara, lapisan penyalur yang menjadi agen migrasi
lateral lebih banyak berupa batupasir Formasi Talang Akar yang menyuplai
hidrokarbon pada Tinggian vulakanik Jatibarang ataupun celah batupasir yang
mempunyai arah utara-selatan Anggota “Masive” ataupun “Main”. Sedangkan
sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertikal yang mentrasportasikan
hidrokarbon bersamaan dengan periode tektonik aktif dan pergerakan sesar
(Noble dkk., 1997).

Gambar 3.3 Jalur Migrasi (Noble, dkk,. 1997)

3.3.3 Batuan Reservoir (Reservoir Rock)


Batuan reservoir merupakan batuan yang berfungsi sebagai wadah
tempat terakumulasinya hidrokarbon. Batuan reservoir umumnya dicirikan
oleh batuan yang memiliki porositas yang baik, baik itu porositas primer
ataupun porositas sekunder yang nantinya merupakan rongga yang akan terisi
oleh hidrokarbon. Pada Cekungan Jawa Barat Utara ini umumnya batuan yang
diidentifikasi sebagai reservoir merupakan batupasir Formasi Talang Akar,
batugamping Formasi Parigi, batugamping Formasi Baturaja dan batuan

24
vulkanik Formasi Jatibarang. Pada Formasi Baturaja, batugamping mempunyai
porositas yang baik yang memungkinkan tempat menghasilkan akumulasi
endapan yang besar pada daerah penelitian. Timbunan pasokan sedimen dan
laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasikan dari
clinoforms yang menunjukan adanaya progradasi. Pasokan sedimen ini
disebabkan oleh perpaduan ketidaksabilan tektonik yang merupakan akibat
dari subsidance yang terus menerus pada daerah forelend dari lempeng Sunda.
Pertambahan yang cepat dalam sedimen klastik dan laju subsidance yeng terus
menerus pada Miosen Awal diinterpetasikan sebagai akibat dari perhentian
deposisi batugamping Baturaja.
3.3.4 Tipe Jebakan (Trap)
Tipe jebakan pada Cekungan Jawa Barat Utara merupakan perangkap
kombinasi antara cebakan struktur dan cebakan stratigrafi. Tipe jebakan di
Cekungan Jawa Barat Utara secara keseluruhan memiliki kemiripan seperti
dome anticlinal dan jebakan berupa sesar-sesar turun ataupun cebakan struktur
berupa tinggian suatu batuan dasar atau batuan vulkanik yang mengalami
pensesaran secara intensif. Sedangkan jebakan stratigrafi dapat ditemukan
seperti jebakan reef dan unit batupasir yang onlap menutupi ketinggian batuan
dasar.
3.3.5 Batuan penutup (Seal Rock)
Pada Cekungan Jawa Barat Utara hampir semua formasi memiliki
potensi sebagai lapisan penutup yang efektif termasuk di dalamnya
intraformational seal. Lapisan batuan untuk dapat bertindak sebagai penutup
harusnya memiliki kemampuan untuk kedap terhadap fluida. Adapun lapisan
batuan yang memiliki kriteria tersebut berupa shale Formasi Cisubuh,
batugamping tight, dan shale Formasi Talang Akar sebagai intraformational
seal.

3.4 Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara


Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala
Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu

25
pada Formasi Jatibarang yang terendapkan secara tidak selaras di atas Batuan
Dasar. Urutan startigrafi regional dari yang paling tua sampai yang muda adalah
Batuan Dasar, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah (Talang Akar,
Baturaja), Formasi Cibulakan Atas (Massive, Main, Pre-Parigi), Formasi Parigi dan
Formasi Cisubuh, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara


(Arpandi dan Padmosukismo, 1975)
a. Batuan Dasar
Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur
Kapur Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur Pra-
Tersier (Sinclair dkk., 1995). Lingkungan pengendapannya merupakan suatu
permukaan dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk (Koesoemadinata, 1980).

26
b. Formasi Jatibarang
Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early synrift, terutama
dijumpai pada bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada
bagian barat cekungan ini (daerah Tambun-Rengasdengklok), kenampakan
Formasi Jatibarang tidak banyak (sangat tipis) dijumpai. Pada bagian bawah
Formasi ini, tersusun oleh tuff bersisipan lava (aliran), sedangkan bagian atas
tersusun oleh batupasir. Formasi ini diendapkan pada fasies continental-fluvial.
Minyak dan gas di beberapa tempat pada rekahan-rekahan tuff. Umur Formasi
ini adalah dari kala Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Formasi ini terletak
secara tidak selaras di atas batuan dasar.
c. Formasi Talang Akar
Pada synrift berikutnya diendapkan Formasi Talang Akar. Pada awalnya
formasi ini memiliki fasies fluvio-deltaic sampai fasies marin. Litologi Formasi
ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir dengan serpih non-marin dan
diakhiri oleh perselingan antara batugamping, serpih dan batupasir dalam
fasies marin. Ketebalan Formasi ini sangat bervariasi dari beberapa meter di
Tinggian Rengasdengklok sampai 254 m di Tinggian Tambun - Tangerang,
hingga diperkirakan lebih dari 1500 m pada pusat Dalaman Ciputat.
Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang Akar ditandai dengan
berakhirnya sedimen synrift. Formasi ini diperkirakan berkembang cukup baik
di daerah Sukamandi dan sekitarnya. Formasi ini diendapkan pada kala
Oligosen sampai dengan Miosen Awal. Pada Formasi ini juga dijumpai lapisan
batubara yang kemungkinan terbentuk pada lingkungan delta. Batu bara dan
serpih tersebut merupakan batuan induk untuk hidrokarbon.
d. Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar.
Litologi penyusun Formasi Baturaja terdiri dari baik yang berupa paparan
maupun yang berkembang sebagai reef build up (menandai fase post rift) yang
secara regional menutupi seluruh sedimen klastik pada Formasi Talang Akar
di Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian bawah tersusun oleh batu gamping

27
masif yang semakin ke atas semakin berpori. Perkembangan batu gamping
terumbu umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui
sebagai daerah dalaman. Selain itu juga ditemukan dolomit, interkalasi serpih
glaukonit, napal, chert, batu bara. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen
Awal-Miosen Tengah (terutama dari asosiasi foraminifera). Lingkungan
pembentukan Formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih,
sinar matahari cukup (terutama dari melimpahnya foraminifera Spiroclypens
Sp). Ketebalan Formasi ini berkisar pada (50-300) m.
e. Formasi Cibulakan
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batu pasir dan
Batu gamping. Batu gamping pada satuan ini umumnya merupakan batu
gamping klastik serta batugamping terumbu yang berkembang secara
setempat-setempat. Batu gamping terumbu ini dikenal sebagai Mid Main
Carbonate (MMC). Formasi ini dibagi menjadi 2 (dua) anggota, yaitu anggota
Cibulakan Atas dan anggota Cibulakan Bawah. Pembagian anggota ini
berdasarkan perbedaan lingkungan pengendapan, dimana anggota Cibulakan
Bawah merupakan endapan transisi (paralik), sedangkan anggota Cibulakan
Atas merupakan endapan neritik. Anggota Cibulakan Bawah dibedakan
menjadi dua bagian sesuai dengan korelasi Cekungan Sumatera Selatan, yaitu:
Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja. Secara keseluruhan Formasi
Cibulakan ini berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Formasi
Cibulakan Atas terbagi menjadi tiga anggota, yaitu :
1. Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja.
Litologi anggota ini adalah perselingan batu lempung dengan batu pasir
yang mempunyai ukuran butir dari halus-sedang. Pada Massive ini
dijumpai kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu
terdapat fosil foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus serta
foraminifera bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan
Padmosukismo, 1975).

28
2. Main
Anggota Main terendapkan secara selaras di atas anggota Massive.
Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir
yang mempunyai ukuran butir halus-sedang (bersifat glaukonitan). Pada
awal pembentukannya, berkembang batu gamping dan juga blangket-
blangket pasir, dimana pada bagian ini dibedakan dengan anggota Main
itu sendiri yang disebut dengan Mid Main Carbonat.
3. Pre Parigi
Anggota Pre-Parigi terendapkan secara selaras di atas anggota Main.
Litologinya adalah perselingan batu gamping, dolomit, batu pasir dan
batu lanau. Anggota ini terbentuk pada kala Miosen Tengah-Miosen
Akhir dan diendapkan pada lingkungan Neritik Tengah-Neritik Dalam
(Arpandi dan Padmosukismo, 1975), dengan dijumpainya fauna-fauna
laut dangkal dan juga kandungan batu pasir glaukonitan.
f. Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.
Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batu gamping abu-abu terang,
berfosil, berpori dengan sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun yang lain
adalah serpih karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah. Selain itu,
kandungan koral dan alga cukup banyak dijumpai selain juga bioherm dan
biostrom. Pengendapan batu gamping ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa
Barat Utara. Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal-neritik
tengah (Arpandi dan Padmosukismo, 1975). Formasi Parigi berkembang
sebagai batu gamping terumbu, namun di beberapa tempat ketebalannya
menipis dan berselingan dengan napal. Batas bawah Formasi Parigi ditandai
dengan perubahan berangsur dari batuan fasies campuran klastika karbonat dari
Formasi Cibulakan Atas menjadi batuan karbonat Formasi Parigi. Kontak
antara Formasi Parigi dengan Formasi Cisubuh yang berada di atasnya sangat
tegas yang merupakan kontak antara batu gamping bioklastik dengan napal
yang berfungsi sebagai lapisan penutup. Formasi ini diendapkan pada kala
Miosen Akhir-Pliosen.Formasi Cisubuh

29
g. Formasi Cisubuh
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litolog
penyusunnya adalah batu lempung berselingan dengan batu pasir dan
serpih gamping. Umur Formasi ini adalah kala Miosen Akhir sampai Pliosen-
Pleistosen. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin
ke atas menjadi lingkungan litoral-paralik.

30

Anda mungkin juga menyukai