PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketika nabi Muhammad SAW lahir (570 M). Terjadi perubahan yang
sangat signifikan dalam masyarakat Arab. Bukan hanya dalam hal ekonomi dan
sosial, namun juga dalam hal sikap dan perilaku yang jauh lebih baik dari
sebelumnya. Perubahan ini adalah salah satu pengaruh dari risalah yang dibawa
oleh nabi Muhammad yaitu al-Qur’an dan Hadits.
Biasanya, dalam membicarakan al-Qur`an selalu ada kaitannya dengan isi
kandungan ayat, serta penafsirannya melalui berbagai kitab tafsir. Dalam makalah
ini, kami membahas mengenai ahli kitab dalam al-Qur`an Surat Alu ‘Imran ayat
113 – 115. Ahli Kitab secara etimologi berasal dari dua suku kata yaitu kata Ahli
yang merupakan serapan dari bahasa Arab dan kitab. Kata ahl adalah bentuk kata
benda (isim) dari kata kerja fi’il yaitu kata ahila-yahalu-ahlan. Al-Ahl yang
bermakna juga famili, keluarga, kerabat. Adapun kata Kitab atau al-Kitab maka
sudah masyhur di Indonesia yaitu bermakna buku, dalam makna yang lebih
khusus yaitu kitab suci. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
ahlul kitab adalah ahli yaitu orang-orang yang berpegang kepada kitab suci selain
al-Qur’an.
Dalam makalah ini, kami akan membahas secara lengkap mengenai ayat
dan terjemahnya, tafsir perkata, hingga penjelasan tafsir dari berbagai kitab tafsir,
sehingga tidak menutup kemungkinan jika ada penafsiran yang berbeda dari
beberapa kitab tafsir tersebut.
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penulisan ayat dan terjemah Q.S. Alu ‘Imran: 113 – 115
2. Untuk mengetahui tafsir perkata Q.S. Alu ‘Imran: 113 – 115
3. Untuk mengetahui pembahasan Q.S. Alu ‘Imran: 113 – 115 dalam
berbagai kitab tafsir
4. Untuk mengetahui Asbabun Nuzul Q.S. Alu ‘Imran: 113 – 115.
: dan mereka : terhadap orang –
menyuruh orang bertakwa
2
Imam Jalaludin al-Mahalli dan Imam Jalaludin as-Suyuti (Translator: Bahrun Abubakar, L.C)..
Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul. 2011. Bandung: Sinar Baru Algesindo. h. 252 –
253.
3
Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT). Al-Qur’an dan Tafsirnya. (Tafsir
Kemenag RI). 2011. Jakarta: Widya Cahaya. h. 23.
5| Tafsir Q.S. Alu ‘Imran:
113-115
mereka yang beriman, sekalipun kebanyakan diantaranya adalah orang-orang
fasik.
Abdullah bin Salam, Sa’labah bin Said, Usaid bin ‘Ubaid dan kawan-
kawannya adalah orang Yahudi dari ahli kitab yang menegakkan kebenaran dan
keadilan, tidak menganiaya orang, memeluk Islam dan tidak melanggar perintah
Allah.
Mereka membaca ayat-ayat al-Qur`an dengan tekun dan penuh perhatian
pada waktu malam yang diawali terbenamnya matahari dan diakhiri terbitnya
fajar, ketika orang tidur nyenyak, dan mereka sujud mengadakan hubungan
langsung dengan Allat Swt.
(114) Mereka beriman kepada Allah da kepada hari akhirat dengan iman
yang sungguh-sungguh dan tidak tercampur dengan kemunafikan. Beriman
kepada Allaah berarti iman juga terhadap yang wajib dipercayai, mencakup rukun
iman.
Beriman kepada hari akhirat berarti menjauhi segala macam maksiat,
karena yakin apabila mereka bermaksiat didunia maka hukumannya di azab di
hari kemudian dan mereka mengadakan kebajikan karena mengharapkan pahala
dan keridhaan Allah.
(115) Orang-orang Yahudi yang masih fasik senantiasa melakukan
provokasi kepada teman-temannya yang telah masuk Islam. Bahwa mereka rugi
dengan imannya itu.
Sebagai jawaban dan bantahan atas perbuatan buruk mereka, ditegaskan
bahwa kebajikan apa saja yang telah dikerjakan mereka yang telah beriman,
mereka tetap akan memperoleh pahala dari amal perbuatannya dan tidak ada
penghalang untuk menerimanya.4
Inilah lukisan yang terang bagi orang-orang beriman dari kalangan ahli
kitab. Mereka telah beriman dengan iman yang benar dan mendalam, sempurna
dan menyeluruh, bergabung kepada barisan muslim, dan berusaha menjaga agama
ini. Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Mereka melaksanakan tugas
iman, dan mereka wujudkan identitas umat Islam yang mereka bergabung sebagai
4
Ibid,. h. 24-25.
6| Tafsir Q.S. Alu ‘Imran:
113-115
khairu ummah- dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi Munkar. Jiwa mereka
senang dengan kebaikan secara menyeluruh.
Inilah lukisan yang dipajang dihadapan orang-orang yang membutuhkan
kesaksian dan janji ini. Agar dapat mewujudkan pada setiap orang yang
merindukan cahayanya yang terang cemerlang dalam cakrawala yang menyinari.
Hal itu pada satu sisi dan pada sisi yang lain terdapat orang-orang kafir
yang tak akan bermanfaat harta dan anak-anaknya. Karena tak ada hunbungan
dengan garis kebajikan yang mantap dan lurus. Kebajikan dan iman yang
digambarkan secara jelas. Kalau tidak begitu, kebajikan hanyalah keinginan sesaat
yang tidak stabil, kecenderungan yang diombang-ambingkan hawa nafsu, tidak
punya rujukan dengan dasar yang jelas, tidak mudah dimengerti dan dipahami,
dan tidak merujuk pada manhaj yang sempurna dan lengkap serta lurus.5
Pada ayat yang terdahulu telah diterangkan bahawa ahli Kitab yang
memusuhi umat Islam tidak akan mendatangkan kemudharatan terhadap umat
Islam, yang mampu mereka lakukan hanyalah sekedar mencela yang tidak sampai
ke tahap melumpuhkan kekuatan dan 'menghabisi' umat Islam. Selanjutnya
diterangkan pula bahwa segolongan ahli Kitab tidak seperti yang telah disebutkan,
bahkan sebaliknya; mereka itu senantiasa membaca ayat-ayat Al-Quran, shalat,
beriman kepada Allah dan hari Akhirat, melakukan amr ma'ruf nahy mungkar, dan
bersegera melakukan berbagai kebaikan, Allah berfirman: Mereka itu tidak sama;
di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-
ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud
(shalat).
Dalam tafsir Online dari Dr. Musthafa Umar, Lc. MA yaitu tafsir al-
Ma’rifah dibahas secara lengkap mengenai tafsir al-Qur’an Surat Alu ‘Imran.
Berikut kutipan tafsir ayat 113-115:
(113) Dipermulaan ayat disebutkan bahwa ahli Kitab itu tidak sama
(laysuu sawaa'aa), maksudnya bahwa mereka itu tidak semuanya sama; yaitu
semuanya sama-sama dalam kekufuran dan permusuhan dengan umat Islam,
5
Sayyid Quthb. Tafsir fi zhilalil Qur`an di bawah naungan al-Qur`an jilid 2. (Judul Asli: Sayyid
Quthb. Tafsir fi Zhilalil Qur`an. 2004. Beirut: Darusy-Syuruq). Penerjemah: As`ad Yasin dkk.
2001. Jakarta: Gema Insani. h. 132
7| Tafsir Q.S. Alu ‘Imran:
113-115
tetapi ada diantara mereka itu yang beriman dan beramal shaleh; Allah menyebut
mereka itu sebagai umat yang lurus (qaa'imah); yaitu golongan yang ta'at kepada
Allah dan Rasul-Nya. Sebahagian besar ulama tafsir berpendapat bahwa mereka
itu adalah orang-orang yang memeluk agama Islam dan membuktikan keislaman
mereka dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, seperti Abdullah bin Salam, Asad
bin 'Ubaid dan lain-lain. Selanjutnya Allah menerangkan tentang sifat-sifat ahli
Kitab yang terpuji tersebut; yaitu mereka sangat dekat dan khusyuk dengan ayat-
ayat Allah, tidak hanya untuk mendapatkan pahala bacaan tetapi juga untuk
mendapatkan petunjuk dan bimbingan dalam kehidupan.
Perkataan “beberapa waktu di malam hari” menjelaskan bahwa mereka
sangat menikmati ayatayat Al-Quran, dan membacanya di malam hari
memberikan kesan yang sangat mendalam di dalam hati dan jiwa, Allah
berfirman:
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (Q.S. Al-Muzzammil : 6)
Allah juga menerangkan bahwa mereka di malam hari tidak hanya
membaca ayat-ayat Al-Quran tetapi juga mengerjakan shalat. Di dalam ayat ini
mereka disebutkan sebagai orang yang bersujud untuk menjelaskan bahwa mereka
sangat merendahkan diri ketika beribadah kepada Allah, dan penggunaan kata
kerja bentuk sekarang dan akan datang (fi'il mudhari') di dalam ayat ini
memberikan isyarat bahwa mereka senantiasa membaca ayat-ayat AlQuran dan
senantiasa mengerjakan shalat, bahkan kedua-duanya mereka lakukan sekaligus;
yaitu dengan membaca Al-Quran di dalam shalat. Senantiasa beribadah kepada
Allah merupakan sifat yang terpuji dan makna ini juga dikandungi oleh perkataan
“qaa'imah” yang bisa bermaksud 'istiqaamah'; yaitu tidak berubah dalam
beribadah, artinya tetap dalam kesungguhan sepanjang waktu dan dalam keadaan
bagaimanapun.
Pada ayat selanjutnya dijelaskan pula tentang sifat-sifat terpuji yang
berikutnya, Allah berfirman : “Mereka beriman kepada Allah dan hari Akhirat,
mereka menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan
6
Musthafa Umar. Tafsir al-Ma’rifah. Dikutip dari www.tafaqquhstreaming.com pada tanggal 5
November 2014 pukul 16.00 WIB.
10 | Tafsir Q.S. Alu ‘Imran:
113-115
bahwa Labid bin Sahlin yang mencurinya. Padahal ia adalah orang yang telah
masyhur akan keimanannya. Kemudian Labid marah sekali karena merasa
dituduh. Ia berkata: “Kamu telah menuduh aku melakukan pencurian. Demi
Allah, pedangku akan ikut berbicara agar kau tahu kebenarannya”. Setelah diteliti
lebih lanjut ternyata pencurinya adalah Bani Ubairiq. Setelah itu Rifa’ah
menganjurkan Qatadah untuk menemui Rasul.
Ketika Bani Ubairiq mengetahui bahwa Nabi akan meneliti tentang kasus
itu. Mereka segera mendatangi saudaranya yang bernama Asir bin Urwah untuk
mengadukan permasalahan tersebut. Mereka mengadukan bahwa Qatadah
menuduh salah satu merekalah yang mencuri. Maka setelah itu saat Qatadah
menghadap Rasul, ia langsung ditegur. Maka setelah itu turun ayat ke 105:
105. dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai
dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka
Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,
Sebagai teguran untuk Rasul karena membela Bani Ubairiq yang ternyata
dalam posisi yang salah. Kemudian turun ayat ke 106-114:
7
A. Mujab Mahali. Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman al-Qur’an Surat al-Baqarah – an-Nas.
Ed.1 cet.1. 2002. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. h. 272-274.
13 | Tafsir Q.S. Alu ‘Imran:
113-115
Dalam Tafsir Ibnu Katsir Juz 4, dibahas secara lengkap mengenai asbabun
nuzul Q.S. Alu ‘Imran ayat 113 sampai 115. Disini akan kami bahas pula hingga
ayat ke 117. Karena pembahasan tafsirnya tidak dapat dilepaskan hanya sampai
ayat 115 saja. Berikut pembahasannya:
Ibnu Abu Nujaih mengatakan bahwa Al-Hasan Ibnu Abu Yazid al-Ajali
meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firmanNya:
....
Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang Berlaku
lurus... (Alu ‘Imran: 113)
Menurut dugaannya, Ahli Kitab tidak sama dengan umat Muhammad Saw.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh as-Saddi. Pendapat ini diperkuat dengan
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal di dalam kitab
Musnad-nya. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abun Nadr dan
Hasan Ibnu Musa; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Syaiban, dari Asim, dari Zur, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. Mengakhirkan salat Isya, kemudian beliau keluar menuju masjid,
tiba-tiba beliau melihat orang-orang sedang menunggu salat (berjamaah), lalu
beliau bersabda:
..... Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa. (Alu ‘Imran
:115)
...Diantara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus... (Alu
‘Imran:113)
Yakni menegakkan perintah Allah, taat kepada syariat-Nya, dan mengikuti
Nabi-Nya. Maka mereka adalah orang-orang yang berlaku lurus.
...Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari,
sedangkan mereka juga bersujud. (shalat). (Alu ‘Imran: 113)
Yaitu melakukan ibadah di malam hari, banyak bertahajud dan membaca
al-Qur'an dalam shalat mereka.
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh
kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera kepada
(mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.
(Alu ‘Imran:114)
15 | Tafsir Q.S. Alu ‘Imran:
113-115
Mereka adalah orang-orang yang disebutkan di dalam akhir surat Alu
‘Imran ini melalui firman-Nya:
Dan sesungguhnya diantara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada
mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah. (Alu ‘Imran: 199), hingga
akhir ayat.
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:
Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka
tidak dihalangi (menerima pahala)nya. (Alu ‘Imran: 115)
Artinya, pahala kebajikan yang mereka lakukan tidak akan hilang disisi
Allah, bahkan Allah akan memberikannya kepada mereka dengan balasan pahala
yang sangat berlimpah.
....
Disebut pula dari Ibnu Abbas dan Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya:
... ...
8
al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi. Tafsir Ibnu Katsir Juz 4 (Alu ‘Imran: 92 s.d.
an-Nisa: 23). tt: Sinar Baru Algesindo. h. 97-102.
18 | Tafsir Q.S. Alu ‘Imran:
113-115
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penulisan ayat dan terjemah Q. S. Alu ‘Imran ayat 113-115 yang benar
sesuai dengan satu redaksi tertentu akan memudahkan pemahaman kita
mengenai maknanya dan mencegah kesalahpahaman makna.
Tafsir yang ditulis per kata dapat memberikan pemahaman kepada kita
lebih mendalam terhadap makna ayat secara lebih rinci tiap kata.
Berbagai tafsir yang dimuat dalam pembahasan tafsir Q. S. Alu ‘Imran
ayat 113-115 memberikan pembahasan yang berbeda dengan alasan
masing-masing. Kita boleh cenderung setuju pada satu tafsir saja atau
semuanya sesuai pemahaman kita pribadi.
Asbabun Nuzul Q. S. Alu ‘Imran ayat 113-115 memberikan pemahaman
kepada kita mengenai peristiwa apa yang melatarbelakangi turunnya
ayat tersebut. Asbabun Nuzul bisa saja lebih dari satu peristiwa. Bisa
karena perbedaan periwayatan, namun bisa saja memang asbabun
nuzulnya lebih dari satu.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita
khususnya dalam kajian Tafsir Q. S. Alu ‘Imran ayat 113-115. Penulis berharap
dengan makalah ini kita sebagai kaum muslim agar lebih giat lagi beribadah
kepada Allah SWT.