Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Teori Teknik Jumputan
Teknik jumputan adalah teknik yang dicapai dengan cara
mencelupkan kain pada warna sesuai pola yang telah dibentuk pada kain.
Menurut Karmila, 2010 teknik ini sama dengan teknik ikat celup atau tie
dye. Teknik ini menurutnya telah digunakan selama berabad-abad. Teknik
jumputan ini sangat mengandalkan pola yang dihasilkan pada kainnya.
Pola tersebut sesuai dengan pendapat Ustazah (2010) dan Ernawati (2009)
yang membagi patra motif batik menjadi 3. Patra inilah yang membuat ciri
motif kain menjadi kuat.
a. Tehnik batik jumputan
Beberapa teknik dalam batik jumputan antara lain:
(a) .Teknik Pinching
Teknik batik jumputan dengan menghias kain dengan
cara mengambil bagian kain dengan mencubitnya (‘men-
jumput’) dan mengikatnya jumputan tersebut dengan tali.
Teknik inilah yang menyebabkan teknik ini disebut dengan
batik ‘jumputan’.

a
.

b
Gambar 1. Hasil Kain Ikat Celup
dengan Teknik Pinching (a. Karya
Hana Lamria (2015), b. Karya
Dinda Ayu Puspita) Sumber :
Dokumentasi Anggri Indraprasti
(2015)

(b) Teknik Ombre


Teknik menghias kain yang memanfaatkan lama dan
cepatnya waktu pewarnaan dengan cara pencelupan dan
(rembesan) warna ke dalam pewarna. Teknik ini akan
menghasilkan gradasi warna pada kain batiknya.

Gambar 2. Hasil Kain Ikat Celup dengan


Teknik Ombre Karya Hana Lamria.

Sumber : Dokumentasi Anggri Indraprasti


(2015)

(c) Teknik Shibori


Teknik menghias kain dengan melipat-lipat kain,
sehingga kain yang terlipat akan membentuk pola dalam
pewarnaannya. Kain terlipat akan dapat membentuk pola
geometris dengan warna pada tepi lipatnya.

Gambar 3. Hasil Kain Ikat Celup dengan Teknik Shibori


Karya Dewi Sitha.
Sumber : Dokumentasi
Anggri Indraprasti (2015)
(d) Teknik Pole
Teknik menghias kain dengan menggulung kain dengan
bantuan benda lain, yang kemudian ditali. Setelah diberikan
warna, maka efek tali tersebut akan terlihat pada kain batiknya.

Gambar 4. Hasil Kain Ikat Celup dengan Teknik


Pole Karya Hana Lamria dan Maharani Versyah
Sumber : Dokumentasi
Anggri Indraprasti (2015)
(e) Teknik Kombinasi
Teknik menghias kain ikat celup dengan menggunakan
gabungan berbagai kombinasi yang ada pada kain batinya.

Gambar 5. Hasil Kain dengan Teknik Kombinasi


(shibori & Jumput) Karya Dinda Ayu P. dan Riza Nurmalita

Sumber : Dokumentasi
Anggri Indraprasti (2015)

(Menumbuhkan Minat pada


Kain Nusantara Melalui
Pelatihan Pembuatan Kain
Ikat Celup (Jumputan) pada
Warga Masyarakat)
2. Kain Katun
3. Kain Kaos
4. Kain Blacu
Kain blacu atau kain blaco sering merupakan kain yang paling
rendah kualitasnya. Biasanya dijual di pasaran dalam keadaan grey atau
belum diputihkan. Kain blacu adalah kain dasar dari kain mori, yaitu kain
tenun berwarna putih yang terbuat dari kapas dan biasanya dipakai sebagai
bahan untuk membuat kain batik. Ada 2 jenis kain mori yaitu kain mori
yang telah mengalami proses pemutihan atau bleaching dan kain mori
yang belum diputihkan. Kain mori pernah pula amat populer sebagai
bahan pakaian yaitu pada era 1960–1970-an. Untuk kain yang belum
diputihkan tersebutlah yang juga disebut sebagai kain blacu (belacu).
Kain blaco ini sebagian besar sudah dihasilkan di dalam negeri.
Kain blacu merupakan nama salah satu kain yang terbuat dari kapas
sehingga sangat aman untuk digunakan. Kain blacu sendiri punya sifat
fleksibel, sehingga bisa dibentuk dengan berbagai macam model. Blacu
sendiri tidak memiliki warna, karena warna kain blacu adalah warna murni
atau asli (belum mengalami pewarnaan atau pemutihan).
https://fitinline.com/article/read/kain-blacu diakses tanggal 22 november
2017

5. Warna
Warna merupakan salah satu sifat penting makanan yang dapat
menambah selera makan. Beberapa alasan penambahan zat warna dalam
makanan adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi atau mencegah hilangnya warna makanan yang
disebabkan oleh adanya paparan sinar matahari, suhu yang
ekstrim, kelembaban, dan kondisi penyimpanan.
b. Memperbaiki perubahan warna bahan makanan yang terjadi
secara alami
c. Memperkuat warna yang secara alami sudah ada.
d. Memperkuat identitas makanan dengan warna.
e. Melindungi flavor dan vitamin yang dapat dipengaruhi oleh
sinar matahari selama penyimpanan.
f. Memberikan penampilan makanan sesuai keinginan
konsumen.
Warna dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau
kematangan, selain itu warna dapat memberikan petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan
pengkaramelan. Warna makanan disebabkan oleh pigmen alam atau
pewarna yang ditambahkan. Pigmen alam adalah segolongan senyawa
yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Pigmen alam mencakup
pigmen yang sudah terdapat dalam makanan dan pigmen yang
terbentuk pada pemanasan, penyimpanan, atau pengolahan. Menurut
Winarno (2002) masing – masing pigmen warna mempunyai kestabilan
yang berbeda terhadap kondisi pengolahan seperti terlihat pada Tabel 2.2.
Umumnya zat warna alam terbentuk dari kombinasi tiga unsur,
yaitu karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang
mengandung unsur lain seperti nitrogen pada indigotin dan
magnesium pada klorofil. Jaringan tumbuhan seperti bunga, batang,
kulit, kayu, biji, buah, akar dan kayu mempunyai warna – warna
karakteristik yang disebut pigmen dalam botani (Zerrudo, 1999).

Tabel 2.2 Jenis Senyawa Pigmen Alami dan Sifatnya


Jeni Jumla
s h Warna Sumber Pelaru Kestabila
Pigme Senya t n
n wa
Peka
Jingg pada
Antosiani 1 a, Tanaman Ai perubah
n 2 mera r an pH
0 h, dan
biru panas
Ta Umumn Taha
Flavonoi 6 k ya Ai n
d 0 berwarn tanama r pana
a,
0 kuning n s
Leukoan 2 Tak Tanaman Ai Taha
to 0 berwar r n
sianin na pana
s
Ta
Tanin 2 k Tanaman Ai Taha
0 berwarn r n
a, pana
kuning s
Pek
Betalain 7 Kunin Tanaman Ai a
0 g, r terhad
mera ap
h panas
Kuning
Kuinon 2 samp Tanama Ai Taha
0 ai n, r n
hita bakteri pana
0 m s
Xanto n 3 Kuning Tanaman Ai Taha
0 r n
pana
s
Ta
k Taha
Katotenoi 3 berwarn Tanaman Lemak
d 0 n
a,
0 kuning, pana
merah s
Pek
Klorofil 2 Hijau Tanaman Lema a
5 , k, terhad
cokel air ap
at panas
Pigme Mera Pek
n 6 h, Hewan Ai a
heme cokel r terhad
at ap
panas
Sumber :Clydesdale & Francis, 1979

Zat warna alami dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan


berdasarkan original source atau sumber bahan baku, yaitu vegetable origin,
mineral origin, dan animal origin. Vegetable origin merupakan sumber bahan
baku zat warna yang berasal dari akar, daun, kulit kayu, atau bagian lain dari
tumbuhan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Beberapa Contoh Zat Warna Alam dari Vegetable Origin

Bagian
No. Sumber zat warna
tumbuhan
1 Akar Beetroot, kunyit (Curcuma longa), Madder
(Rubia tinctoria)
Secang (Caesalinia sappam), Nangka
2 Kulit kayu / kayu (Artocarpus heterophylla), Cendana
(Santalum album)
Teh (Camellia sinesis), Eukaliptus
3 Daun
(Eucalyptus sp), Tarum (Indigofera tinctroria)

4 Bunga Dahlia (Dahlia pinnata), Marigold


(Tagetessp)
5 Buah / biji Delima (Punica granatum)
Sumber : Kumbasar, 2011
Mineral origin merupakan bahan baku zat warna yang berasal dari
senyawa-senyawa anorganik di alam. Animal origin bersumber dari
serangga yang memiliki zat warna contohnya cochineal dan kermes
(Kumbasar, 2011).
Peraturan mengenai zat warna dalam makanan ditetapkan oleh
masing – masing negara, dengan tujuan antara lain untuk menjaga
kesehatan dan keselamatan rakyat dari hal – hal yang dapat timbul karena
pemakaian zat warna tertentu yang dapat membahayakan kesehatan.
Suatu zat pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian
sebelum digunakan untuk zat pewarna makanan yang dikenal dengan
proses sertifikasi. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dikenal
sebagai permitted color atau certified color (Winarno, 2002). Zat warna
sintetis yang dilarang di Indonesia diatur dalam peraturan Menkes RI No.
239/Menkes/Per/VI/1985 yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi
oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat
pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu
senyawa antara yang kadangkadang berbahaya dan sering kali tertinggal
dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan
arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih
dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes.
 Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan
dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan pasta.
Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat,
minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus
sosis, dan lain-lain.
 Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan
dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan
pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan
donat.

Tabel 2.4 Jenis Zat Warna Sintetis yang Dilarang di Indonesia

Nomor
No Zat
indeks
warna
warna
1 Citrus Red No. 2 12156
2 Ponceau 3R (Red G) 16155
3 Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700
4 Rhodamine B (Food Red No.5) 45170
5 Guinea Green B (Acid Green 42085
No.3)
6 Magenta (Basic Violet No.14) 42510
7 Chrysoidine (Basic Orange No.2) 11270
8 Butter yellow (solvent yellow 11020
104)
9 Sudan I (Food Yellow No.2) 12055
Metanil Yellow (Ext. D&C Yellow
10 13065
No.2)
11 Auramine (Basic Yellow No.2) 41000
12 Oil Orange SS (solvent orange 12100
No.7)
13 Oil orange XO (Solvent orange 12170
No.5)
14 Oil yellow AB (solvent yellow 11380
No.5)
15 Oil yellow OB (solvent yellow 11390
No.6)
16 Alkanet 75520
17 Black 7984 (food black no. 2) 27755
18 Burn umber (Cl basic Orange 77491
no.7)
19 Crysoine S ( Cl food yellow B) 14270
Chocolate brown FB (Food
20 -
brown no.
2)
21 Fast red E (Cl food red no. 4) 16045
22 Fast yellow AB (Cl food yellow 13015
no. 2)
23 Idanthrene blue RS (Food blue 69800
no.4)
24 Orange G (food orange no. 4) 16230
25 Orange GGN (food orange no. 2) 15980
26 Orange RN (food orange no. 1) 15970
27 Orchil dan orcein -
28 Ponceau 6R (food red no. 8) 16290
29 Scarlet GN (food re no. 2) 14815
30 Violet 6B 42640
Sumber : Departemen Kesehatan, 1985

(EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KAYU SECANG


(Caesalpinia sappan Linn) DENGAN METODE ULTRASOUND
ASSISTED EXTRACTION UNTUK APLIKASI PRODUK PANGAN
skirpsi)

6. Zat Warna
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak
jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat warna dengan serat. Gugus kromofor merupakan suatu bagian
dari molekul yang dapat menyerap panjang gelombang tertentu dari
cahaya tampak dan merefleksikan warna tertentu. Umumnya gugus
kromofor mengandung atom nitrogen, oksigen, atau sulfur. Ketiga atom
tersebut dapat membentuk single bond atau double bond. Beberapa nama
gugus kromofor dan struktur kimia yang berperan dalam penyerapan
cahaya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Gugus dan Struktur Kromofor

Group Struktur
Karbonil >C=O
Azo -N=N-
Nitroso -N=O
Nitro -NO2
Thio-karbonil -C=S
Azomethine -N=C<
Sumber : Taqim, 2010

Gugus auksokrom merupakan suatu gugus fungsional bersifat


jenuh yang jika terikat pada suatu gugus kromofor maka akan
menyebabkan timbulnya pergeseran puncak serapan gugus kromofor
tersebut ke panjang gelombang yang lebih besar dan juga mempertinggi
intensitasnya. Gugus auksokrom yang tidak terikat dengan kromofor tidak
dapat memberikan warna. Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan
(Taqim, 2010 , yaitu :
 Golongan ion positif (kation) : -NH2, -NHR, -NR2
 Golongan ion negative (anion) : -OH, -COOH, -SO2OH

(EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KAYU SECANG


(Caesalpinia sappan Linn) DENGAN METODE ULTRASOUND
ASSISTED EXTRACTION UNTUK APLIKASI PRODUK PANGAN
skirpsi)

7. Proses Pembuatan Zat Warna

Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999)


sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan
tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda
tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat
berbentukklorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen –
pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan
dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil.
Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk
mengambil pigmen – pigmen penimbul warna yang berada di dalam
tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar.
Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses
ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan
pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang
diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian
daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. Untuk proses
ekplorasi ini dibutuhkan bahan – sebagai berikut: 1). Kain katun (birkolin)
dan sutera, 2) Ekstrak adalah bahan yang diambil dari bagian tanaman di
sekitar kita yang ingin kita jadikan sumber pewarna alam seperti : daun
pepaya, bunga sepatu, daun alpokat, kulit buah manggis, daun jati, kayu
secang, biji makutodewo, daun ketela pohon, daun jambu biji ataupun
jenis tanaman lainnya yang ingin kita eksplorasi 3) Bahan kimia yang
digunakan adalah tunjung (FeSO4) , tawas, natrium karbonat/soda abu
(Na2CO3) , kapur tohor (CaCO3), bahan ini dapat di dapatkan di toko-toko
bahan kimia. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, ember, panci,
kompor, thermometer pisau dan gunting.
(https://batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/teknik-eksplorasi-zat-
pewarna-alam-dari-tanaman-di-sekitar-kita-untuk-pencelupan-bahan-
tekstil/ Di akses tanggal 22 November 2017)

8. Zat Warna Kayu Secang


Menurut Safitri (2002), ekstrak kayu secang mengandung lima
senyawa aktif jenis flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Asam
lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap reaksi oksidasi, terutama reaksi
autooksidasi. Reaksi ini meliputi tiga tahap reaksi, yaitu tahap inisiasi,
propagasi, dan terminasi (Papas,1999; Pokorny et al., 2001). Daging
cincang merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan,
baik akibat reaksi oksidasi maupun aktivitas mikroba dipermukaan.
Penggunaan ekstrak kayu secang diharapkan dapat memberikan efek daya
awet, sekaligus memberikan warna alami pada bahan pangan daging
cincang.
Kayu secang merupakan sumber antioksidan alami. Sudah banyak
penelitian tentang khasiat tanaman secang, baik sebagai antimikroba,
antioksidan, maupun zat pewarna alami. Komponen senyawa bioaktif
yang terkandung dalam kayu secang, yaitu brazilin, brazilein, 3’-O-
metilbrazilin, sappanone, chalcone, sappancalchone dan komponen
umum lainnya, seperti asam amino, karbohidrat dan asam palmitat yang
jumlahnya relatif sangat kecil. Komponen brazilin merupakan spesifik
dari kayu secang yang dapat memberikan warna merah kecoklatan jika
teroksidasi atau dalam suasana basa. Selain itu, brazilin ini diduga juga
dapat melindungi tubuh dari keracunan akibat radikal kimia. Hasil
beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kayu secang berpotensi
sebagai antimikroba. Maka dari itu perlu diujikan efektivitas penggunaan
ekstrak kayu secang sebagai bahan pengawet daging cincang mengingat
bahan pangan ini merupakan bahan pangan yang mudah rusak akibat
aktivitas mikroba.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Pikir

Anda mungkin juga menyukai