Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STRAIN DI RUANG


POLI ORTHOPEDI DI RUMAH SAKIT dr SOEBANDI JEMBER

Oleh
Eka Mei Dianita, S.Kep
192311101023

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Eka Mei Dianita, S.Kep


NIM : 192311101023
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan STRAIN Ruang POLI
ORTHOPEDI Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember.

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal : November 2019

Jember, November 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Siswoyo,M.Kep Ns.M. Shodikin, M.Kep.,Sp.Kep.MB.CWCS


NIP 198004122006041002 NIP. 196812121991031010

ii
DAFTAR ISI

PENGESAHAN ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Anatomi Muskuloskeletal ....................................................................................... 1
1.2 Fisiologi Muskuloskeletal ....................................................................................... 3
1.3 Pengertian Strain .................................................................................................... 6
1.4 Klasifikasi Strain ..................................................................................................... 6
1.5 Etiologi ..................................................................................................................... 7
1.6 Patofisiologi ............................................................................................................. 8
1.7 Manifestasi Klinis.................................................................................................... 9
1.8 Penatalaksanaan ................................................................................................... 11
1.9 Pathway.................................................................................................................. 13
BAB II. KONSEP KEPERAWATAN ................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 21

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Muskuloskeletal


a. Anatomi Tulang
Tulang berasal dari embryonic hyline cartilage yang dengan melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
“Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Sistem rangka ini dipelihara oleh “sistem haversian” yaitu sistem yang berupa
rongga yang ditengahnya terdapat pembuluh darah (Risnanto & Insani, 2014).
b. Pembagian tulang
Tulang mempunyai dua bagian besar (Risnanto & Insani, 2014):
1. Tulang axial (tulang pada kepala dan badan)
Seperti: tulang kepala (tengkorak), tulang belakang (vertebrae), tulang rusuk
dan sternum.
2. Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki)
Seperti: extremitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, telapak
tangan), ekstremitas bawah (pelvis, femur, patella, tibia, fibula, telapak kaki)
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya:
1. Tulang panjang
Tulang panjang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan
dua ujung yang disebut epifisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat
metafisis. Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang
panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
2. Tulang pendek
Bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu
lapisan luar dari tulang yang padat. Contoh tulang pendek yaitu carpals

1
3. Tulang pendek datang
Terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
concellous. Contoh tulang pendek datang datar yaitu tengkorak.
4. Tulang yang tidak beraturan
Sama seperti dengan tulang pendek. Contoh tulang yang tidak beraturan
yaitu vertebra
5. Tulang sesamoid
Merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang yang berdekatan
dengan persendiaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasil, misalnya
patella (kap lutut).

Gambar . Anatomi tulang panjang


Sumber: Risnanto & Insani, (2014)
c. Srtuktur Tulang
Tulang tersusun oleh jaringan kompakta (kortikal) dan kanselus (trabecular atau
spongiosa). Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat. Akan tetapi,
jika diperiksa dengan mikroskop terdiri dari sistes harvers. Sistem Harvers
terdiri dari kanal havers. Sebuah kanal havers mengandung pembuluh darah,
saraf, dan pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi kanal

2
saraf), kanula (ruang di antara lamella yang mengandung sel-sel tulang atau
osteosit dan saluran linfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan
lacuna dank anal sentral. Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang
membawa nutrient dan oksigen ke osteosit. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari:
1. Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekrei
sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
2. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

Gambar: a. penampilan makroskopik tulang panjang, b. sistem haversian tulang


kompak (Sumber : Suratun dkk, 2008)

1.2 Fisiologi Muskuloskeletal

Fungsi tulang adalah sebagai berikut (Risnanto & Insani, 2014):

a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh


b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak

3
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sumsum tulang belakang
(hematopoiesis)
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor
Sistem Muskuler (otot)
Otot merupakan jaringan peka rangsang (eksitabel) yang dapat dirangsang secara
kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial. Otot
merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit dan rambut
setelah mendapat rangsangan (Risnanto & Insani, 2014).
a. Kemampuan otot
Otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu:
1. Kontraktibilitas : kemampuan untuk berkontraksi/ memendek
2. Ekstensibilitas : kemampuan untu melakukan gerakan kebalikan dari
gerakan yang ditimbulkan saat kontraksi
3. Elastisitas: kemampuan otot untuk kembali pada ukuran semula setelah
berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula otot disebut dalam keadaan
relaksasi.
b. Jenis otot
1. Otot lurik
Otot lurik adalah 1)otot rangka/otot serat lintang/musculus striated, otot
volunteer; 2) structur: serabut panjang, berwarna/lurik dengan garis terang
dan gelap, memiliki inti dalam jumlah banyak dan terletak di pinggir; 3)
kontraksi menurut kehendak (dibawah kendali sistem syaraf pusat),
gerakan cepat, kuat, mudah lelah dan tidak beraturan; 4) Lurik: Silindris,
lurik/ garis melintang, banyak memiliki intisel, melekat pada rangka,
pengendali secara sadar.

4
2. Otot polos
Otot polos adalah: 1) otot visceral/musculus nonstriated; 2) structur: bentuk
serabut panjang seperti kumparan, dengan ujung runcing, dengan inti
berjumlah satu terletak dibagian tengah; 3)kontraksi: tidak menurut
kehendak atau diluar kendali sistem saraf pusat, gerakan lambat, ritmis dan
tidak mudah lelah;4) otot polos: ciri-ciri gelendong, tiap 1 sel memiliki 1
inti, polos, pengendalian diluar kesadaran.
3. Otot Jantung
Otot jantung adalah 1) otot myocardium/ musculus cardiac/ jenis otot
involunter; 2) struktur: bentuk serabutnya memanjang, silindris, bercabang.
Tampak adanya garis terang dan gelap. Memiliki satu inti yang terletak di
tengah; 3) Kontraksi: tidak menurut kehendak, gerakan lambat, ritmis dan
tidak mudah lelah. Otot dikatakan antagonis bila saling berlawanan antara
beberapa otot, dan dikatakan siergis apabila saling kerjasama. Kerja otot
jantung adalah kerja otot polos, namun bentuknya otot lurik.

Gambar. Struktur anatomi dari otot rangka


Sumber: Risnanto & Insani, (2014)

5
1.3 Pengertian Strain
Strain adalah cedera yang melibatkan peregangan atau robeknya sebuah otot
dan tendon (struktur otot) (Januardi, 2011). Strain adalah “tarikan otot” akibat
penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan serta adanya robekan mikroskopis
tidak komplit dengan perdarahan kedalam jaringan (Smeltzer Suzame, 2011).
Strain merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan peregangan yang berlebihan
atau stres lokal yang berlebihan (Arif Muttaqin, 2008). Sedangkan menuurut
Wahid Abdul (2013) Strain merupakan keadaan cedera pada otot atau pelekatan
tendon yang biasanya terlihat pasca cedera traumatik atau cedera olahraga
(Kowalak, 2011).Strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendon
karena penggunaan yang berlebihan atau stres yang berlebihan.

1.4 Klasifikasi Strain


1. Derajat I (Strain ringan). Cidera akibat penggunaan berlebih pada unit
muskulotendinous ringan yang berupa robekan ringan pada otot atau ligament.
Gejala yang timbul berupa nyeri lokal, meningkat bila bergerak atau ada beban
pada otot. Ditandai dengan adanya spasme otot ringan, bengkak, dan gangguan
kekuatan otot (Januardi, 2011).

6
2 Derajat II (Strain sedang). Cedera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi
berlebihan dengan gejala nyeri lokal, menigkat apabila bergerak atau beban.
Ditandai dengan spasme otot sedang, bengkak, tenderness, gangguan kekuatan otot,
dan kelamahan fungsi otot sedang (Januardi, 2011).
3 Derajat III (Strain berat). Adanya tekanan berat sehingga mengakibatkan robekan
penuh pada otot dan ligament yang mengakibatkan ketidakstabilan sendi. Gejala
yang timbul berupa nyeri berat, dan stabilisasi. Ditandai dengan spasme otot kuat,
bengkak, tenderness, dan gangguan kekuatan otot dan fungsi berat (Januardi,
2011).
1.5 Etiologi
1. Menurut Kowalak (2011), etiologi strain dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Pada strain akut :
1) Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak
b. Pada strain kronis :
1) Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang
berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan
pada tendon).
2. Menurut Kowalak (2011), etiologi sprain dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh
tahun kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen
menurun pada usia tiga puluh tahun.
b. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan
ligamen mengalami sprain.
c. Pukulan
Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan
menyebabkan sprain.

7
d. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.
Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur.
3. Menurut Kowalak, etiologi kseleo meliputi :
1. Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan
ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi diluar kisaran gerak (RPS)
normal.
2. Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan.

1.6 Patofisiologi

Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact)
atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah
yang salah, kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi, otot
belum siap, terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha), hamstring
(otot paha bagian bawah), dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak (Smelzer,
Suzanne. C. 2001).

Jika sebuah ligamen mengalami ruptur maka eksudasi inflamatori akan terjadi
dalam hematoma diantara kedua ujung potongan ligamen yang putus itu.
Jaringan granulasi tumbuh kedalam dari jaringan lunak dan kartilago sekitarnya.
Pembentukan kolagen dimulai empat hingga lima hari sesudah cedera dan pada
akhirnya akan mengatur serabut-serabut tersebut sejajar dengan garis
tekanan/stres. Dengan bantuan jaringan fibrosa yang vaskular, akhirnya jaringan
yang baru tersebut menyatu dengan jaringan disekitarnya. Ketika reorganisasi ini
berlanjut, ligamen yang baru akan terpisah dari jaringan sekitarnya dan akhirnya
menjadi cukup kuat untuk menahan tegangan otot normal (Smelzer., et al 2001).

8
1.7 Manifestasi Klinis
1. Menurut Smelzer, Suzanne. C. (2001), klasifikasi strain yaitu:
a. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat I/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat penggunaan
yang berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan
berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament.
1) Gejala yang timbul :
a) Nyeri local
b) Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
2) Tanda-tandanya :
a) Adanya spasme otot ringn
b) Bengkak
c) Gangguan kekuatan otot
d) Fungsi yang sangat ringan
3) Komplikasi
a) Strain dapat berulang
b) Tendonitis
c) Perioritis
4) Perubahan patologi
Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendonnamun
tanda perdarahan yang besar.
5) Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan
elevasi,terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan
otot.
b. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit
muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebiha.
1) Gejala yang timbul

9
a) Nyeri local
b) Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
c) Spasme otot sedang
d) Bengkak
e) Tenderness
f) Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
2) Komplikasi sama seperti pada derajat I :
a) Strain dapat berulang
b) Tendonitis
c) Perioritis
3) Terapi :
a) Impobilisasi pada daerah cidera
b) Istirahat
c) Kompresi
d) Elevasi
4) Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot

c. Derajat III/Strain Severe (Berat)


Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran
mendadak yangcukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament
yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
1) Gejala :
a) Nyeri yang berat
b) Adanya stabilitas
c) Spasme
d) Kuat
e) Bengkak
f) Tenderness

10
g) Gangguan fungsi otot
2) Komplikasi ;
Distabilitas yang sama
3) Perubahan patologi
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
4) Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan
fungsinya.
1.8 Penatalaksanaan
Menurut Kowalak (2011) penatalaksanaan keperawatan yaitu RICE (Rice, Ice,
Compression, Elevation) Prinsip utama penatalaksanaan strain dan sprain adalah
mengurangi pembengkakan dan nyeri yang terjadi. Langkah yang paling tepat
sebagai penatalaksanaan tahap awal (24-48 jam) :
1. Rest (istirahat)
Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada
tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch
(penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk
mengurangi beban pada tempat yang cedera.
2. Ice (es)
Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau
semacamnya dengan. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama
maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena dingin.
3. Compression (penekanan)
Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan
penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan
perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari daerah yang paling jauh
dari jantung ke arah jantung.
4. Elevation (peninggian)

11
Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi
daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan keki yang terkena,
dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya pergelangan kaki lebih
tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini adalah agar
pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi.

Medis :
1. Kemotherapi.
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 – 600 mg/hari) atau Acetaminofen
(300 – 600 mg/hari)

Menurut Kowalak (2011) hindari atau Do not HARM yaitu:


a. Heat atau hot, pemberian (balsam atau kompres air panas) justru akan
meningkatkan pendarahan.
b. Alcohol, akan meningkatkan pembengkakan.
c. Running, atau exercise atau mencoba latihan terlalu dini akan memperburuk
cedera.
d. Massage, pemijatan tidak boleh diberikan pada masa akut karena merusak
jaringan.

12
1.9 Pathway

Penggunan berlebihan, Tekanan yang berulang, Peregangan yang berlebihan



Cedera otot → Perubahan
↓ jaringan sekitar
Spasme otot

Gerakan
2. Nyeriminimal
Akut ← Nyeri Akut → Hospitalisasi

3. Hambatan ↓ Pengetahuan
mobilitas
↓ fisik
Laserasi kulit

Anxietas

Risiko infeksi

13
BAB II. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Triage
Gambaran triage pada kasus strain biasanya ditemukan sebagai berikut:
1) Merah, P2 (Merah : Prioritas Pertama : Gangguan ABC, Prioritas 2 atau
Urgent : Pasien dengan penyakit yang akut, Mungkin membutuhkan
trolley, kursi roda atau jalan kaki, Waktu tunggu 30 menit, Area Critical
care).
2) Kuning, P2 (Kuning : Prioritas Sedang : Tanpa gangguan ABC tapi bisa
memburuk perlahan, Prioritas 2 atau Urgent : Pasien dengan penyakit yang
akut, Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, Waktu
tunggu 30 menit, Area Critical care).
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Ada atau tidanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
a) Look : Kesimetrisan bising nafas kanan dan kiri dan mungkin juga
dijumpai sianosis, penggunaan otot bantu pernapasan, Respirasi :
 Dewasa : 12-20 kali/menit
 Anak : 15-30 kali/menit
 Bayi baru lahir : 30-50 kali/menit
 Pada orang dewasa, abnormal bila pernapasan >30 kali/menit atau
<10 kali/menit.
b) Listen : suara nafas tambahan seperti ronchi dan wheezing
c) Feel : adanya hembusan nafas

14
d) Palpasi : rate, ritme dan bentuk pernapasan, juga diperiksa
peranjakan paru apakah simetris atau tidak dan dilihat adanya tanda
apnea.
e) Perkusi : pada daerah paru selalu sonor, pada daerah jantung
menjadi pekak dan di atas lambung menjadi tympani, juga perkusi harus
simetris kanan dan kiri.
f) Aukskultasi : bising napas vesikuler tanpa ronkhi, tempat pemeriksaan
dibawah klavikula dan pada garis aksilaris anterior, bising napas harus
simetris kanan dan kiri.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, takikardi, brakikardia, bunyi jantung
normal pada tahap dini, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut, mungkin juga adanya gejala syok dan henti jantung,
denyut nadi, CRT.
4) Disability
Pemeriksaan neurologist secara cepat dapat dilakukan dengan metode
AVPU (Allert, Voice respons, Pain respons dan Uniresponsive).
Pemeriksaan dengan CGS secara periodic dapat dilakukan untuk hasil yang
lebih detail pada survey secunder. Bila hipoksia dan hipovolemia pada
penderita dengan gangguan kesadaran dapat disingkirkan, pikirkan adanya
kerusakan CNS sampai terbukti lain.
5) Environment/exposure
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus dilakukan disertai tindakan untuk
mencegah hipotermia. Pemasangan bidai atau vacuum matras untuk
menghentikan perdarahan dapat juga dilakukan pada fase ini.
Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak dilakukan pada survey
primer. Yang dapat dilakukan pada survey primer adalah ; pemeriksaan
saturasi oksigen dengan pulse oksimetri, foto cervical, foto thoraks dan foto
polos abdomen. Tindakan lainnya yang dapat dilakukan pada survey

15
primer adalah pemasangan monitor EKG, kateter dan NGT. Pemeriksaan
dikerjakan tanpa menunda / menghentikan proses survey primer.

c. Pengkajian Sekunder
Prinsip pada pemeriksaan sekunder adalah memeriksa ulang tubuh dengan
lebih teliti mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe), baik
pada tubuh bagian depan maupun belakang.
Dimulai dengan anamnesa singkat yang meliputi SAMPLE :
1) Sing & syptomp :
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas /
ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
2) Allergy :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat alergi obat-obatan.
3) Medication :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan (anti
hipertensi, antibiotik).
4) Past medical history :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat gangguan kardiovaskuler,
pernafasan, dsb.
5) Last meal :
Makan terakhir yang dilakukan oleh klien.
6) Even lead to injury :
Gambaran tentang bagaimana awal terjadinya strain hingga klien sampai
ke rumah sakit dan diperiksa oleh tenaga kesehatan.
d. Focus Assement
1) P (Penyebab) : faktor yang menyebabkan nyeri itu datang.
a) Apa penyebab nyeri
b) Faktor yang meringankan nyeri
c) Faktor yang memperlambat nyeri

16
d) Obat_obatan yang diminum
2) Q (Quality) : menggambarkan nyeri yang dirasakan, klien mendiskripsikan
apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh
memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan
nyeri yang dirasakan. Bagaimana rasa nyerinya : terbakar, ditusuk-tusuk,
di gigit, di iris-iris, di pukul-pukul dan lain-lain.
3) R(region/tempat) : meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa,
menetap atau terasa pada menyebar.
a) Lokasi nyeri
b) Penyebaran nyeri
c) Penyebaran ini apakah sama intensitasnya dengan lokasi sebenarnya.
4) S (skala) : untuk mengukur tingkat nyeri klien di suruh untuk menunjukan
tingkat nyeri tersebut dengan menggunakan skala nyeri yang di beri oleh
perawat.
a) Berapa berkurang skala nyeri
b) Apakah nyeri mengganggu aktivitasnya : gangguan motorik, gangguan
kesadaran.
c) Apakah nyeri semakin bertambah atau
5) T (Time/waktu) : kapan nyeri itu tersa atau datag dan lama nyeri tersebut.
a) Kapan terasa nyari : pagi, siang, sore, malam.
b) Berapa kali serangannya dalam sehari.
c) Serangan tiba-tiba atau perlahan-lahan.
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri Akut

Hambatan Mobilitas Fisik

Ansietas

17
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi NIC :
berhubungan keperawatan 3x24 jam diharapkan
dengan agens- klien: 1. Monitor skala nyeri
agens penyebab Mampu mengkontrol nyeri 2. Istirahatkan bagian yang
cedera (biologi, NOC : cedera
kimia, fisik dan Skala 1 2 3 4 5 3. Berikan kompres air es
psikologis) Mengenali kapan 4. Berikan elastis bandage
nyeri terjadi untuk mengontrol
Menggunakan pembengkakan
tindakan 5. Naikkan bagain cedera untuk
pengurangan nyeri mengurangi pembengkakan.
tanpa analgesik 6. Edukasi untuk dilakukan
Menggunakan kompres air es jika dirasakan
analgesik yang nyeri dan adanya bengkak
direkomendasikan 7.Kolaborasi pemberian obat
Melaporkan nyeri
yang terkontrol
Indikator:
1: tidak pernh menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang-kadang menunjukkan
4: sering menunjukkan
5: secara konsisten menunjukkan
2 Hambatan NOC : NIC :
Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi Pengaturan posisi (NIC)
keperawatan 3x24 jam diharapkan
pasien: Terapi Latihan: Mobilitas
Memperlihatkan mobilitas Sendi
NOC

18
1 2 3 4 5 1. Menjelaskan kepada keluarga
Keseimbangan dan pasien tujuan melakukan
Cara berjalan latihan sendi
Gerakan sendi 2. Menginstruksikan pasien dan
Berjalan keluarga cara melakukan ROM
Bergerak dengan aktif
mudah
Indikator: Perawatan Gips:
1: sangat terganggu Pemeliharaan
2: banyak terganggu 1. Memonitor tanda-tanda
3: cukup terganggu infeksi
4: sedikit terganggu 2. Kompres dengan es pada 24-
5: tidak terganggu 36 jam pertama untuk
mengurangi pembengkakan dan
peradangan.
3. Tinggikan ekstremitas yang
di gips sejajar atau lebih tinggi
dari jantung untuk mengurangi
pembengkakan
4. Berikan bantalan pada sudut
dan sambungan traksi
5. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai perawatan gips.

3 Ansietas NOC : NIC:


Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan:
keperawatan diharapkan kecemasan 1. gunakan pendekatan yang
teratasi dengan kriteria hasil : tenang dan meyakinkan
1 2 3 4 5 2. Berikan informasi yang
Tidak dapat factual terkait diagnosis dan
beristirahat perawatan
Perasaan gelisah 3. intruksikan pasien untuk
Kesulitan menggunakan teknik relaksasi
konsentrassi nafas dalam
Rasa cemas yang 4. Dorong pasien untuk
disampaikan secara mengungkapkan perasaan,
lisan ketakutan, dan persepsi
Rasa takut yang 5. Identifikasi tingkat
disampaikan secara kecemasan
lisan
Gangguan tidur

19
Indikator
1: berat
2: cukup berat:
3: sedang
4: ringan
5: tidak ada

20
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2008. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. Penerbit
: EGC, Jakarta.

Januardi. 2011. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit :


AKPER Depkes, Banjarbaru.

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC


Smelzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Dan Suddarth. Ed 8. Jakarta : EGC.

Risnanto & Insani, Uswatun. (2014). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


(Sistem Muskuloskeletal). Yogyakarta: CV. Budi Utama. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=Si88DAAAQBAJ&pg=PA1&dq=anatomi+fisiologi+mu
skuloskeletal&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwink-
6s9c3kAhUv73MBHcO6B_AQ6AEILjAB#v=onepage&q=anatomi%20fisiologi%20muskul
oskeletal&f=false

Suratun, dkk. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri Asuhan


Keperawata. Jakarta: EGC. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=Si88DAAAQBAJ&pg=PA1&dq=anatomi+fisiologi+mu
skuloskeletal&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwink-
6s9c3kAhUv73MBHcO6B_AQ6AEILjAB#v=onepage&q=anatomi%20fisiologi%20muskul
oskeletal&f=false

Wahid Abdul. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. FKUI. Media
Aesculapius.

21

Anda mungkin juga menyukai