Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Konsentrasi
Kelompok Abs. 260 Abs. 280 Abs. 230 Kemurnian
(µg/mL)
1 0,085 0,066 0,101 425 1,288
2 0,035 0,028 0,049 175 1,25
3 0,076 0,058 0,082 380 1,31
4 0,079 0,060 0,083 395 1,317
5 0,096 0,077 0,117 480 1,247
6 0,035 0,028 0,040 175 1,25
Tabel 2. Genom Tanaman
Konsentrasi
Kelompok Abs. 260 Abs. 280 Abs. 230 Kemurnian
(µg/mL)
1 0,293 0,140 0,111 1465 2,093
2 1,686 1,620 0,621 8430 1,041
3 1,335 0,731 0,457 6675 1,826
4 0,043 0,026 0,053 215 1,654
5 0,449 0,212 0,514 2245 2,118
6 0,469 0,224 0,524 2345 2,094
Tabel 3. Genom Bakteri
Konsentrasi
Kelompok Abs. 260 Abs. 280 Abs. 230 Kemurnian
(µg/mL)
1 0,142 0,086 0,152 710 1,651
2 0,119 0,070 0,119 595 1,7
3 0,085 0,050 0,091 425 1,7
4 0,088 0,056 0,109 440 1,571
5 0,086 0,053 0,092 430 1,623
6 0,149 0,098 0,154 745 1,52
Tabel 4. Genom Darah
Konsentrasi
Kelompok Abs. 260 Abs. 280 Abs. 230 Kemurnian
(µg/mL)
1 0,029 0,026 0,097 145 1,115
2 0,027 0,023 0,098 135 1,174
3 0,025 0,020 0,094 125 1,25
4 0,037 0,033 0,121 185 1,121
5 0,028 0,025 0,098 140 1,12
6 0,031 0,026 0,092 155 1,192
Tabel 5. Genom Mukosa/Epitel
Konsentrasi
Kelompok Abs. 260 Abs. 280 Abs. 230 Kemurnian
(µg/mL)
1 0,012 0,008 0,016 60 1,5
2 0,012 0,008 0,014 60 1,5
3 0,009 0,005 0,008 45 1,8
4 0,016 0,011 0,021 80 1,455
5 0,008 0,005 0,013 40 1,6
6 0,011 0,007 0,014 55 1,571
Gambar 1. Pola pita elektroforesis DNA kromosom amplikon bakteri E. coli
Keterangan :
M = Marker
K(+) = Kontrol positif
K(-) = Kontrol negatif
Bn = Amplikon bakteri E. coli ke-n
Hasil isolasi DNA, dikatakan murni jika memiliki nilai rasio 260/ 280 antara 1,8
sampai 2,0. Jika nilai rasio 260/ 280 < 1,8 µg/ml, maka hal ini menandakan bahwa isolat
DNA yang dihasilkan menunjukkan adanya kontaminan protein. Jika nilai rasio 260/ 280 >
2,0 maka isolat DNA masih terkontaminan dengan senyawa berat molekul kecil, misalnya
RNA, sehingga diperlukan purifikasi dengan RNAase. Hasil isolasi DNA kapang dari keenam
kelompok, nilai kemurniannya berada di bawah batas normal, yaitu < 1,8. Hal ini menandakan,
bahwa isolat DNA yang dihasilkan menunjukkan adanya kontaminan protein, masih
mengandung kontaminan fenol dan pelarut yang digunakan terlalu banyak, sedangkan DNA
yang diambil terlalu banyak. Faktor lain yang menyebabkan DNA tidak murni adalah adanya
sisa kandungan metabolit sekunder pada organ tanaman yang diekstrak (Hadioetomo, 1993).
Uji Kuantitatif DNA Tanaman
Berdasarkan hasil praktikum isolasi DNA tanaman sawi hijau (Brassica rapa
var.parachinensis) langkah pertama yakni penghancuran (lisis) membran dinding sel pada
daun yang digunakan, ekstraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan
protein, serta pemurnian DNA. Isolasi DNA tanaman ini digunakan daun yang masih muda hal
ini dikarenakan dipucuk daun dapat menekan senyawa polifenol dan polisakarida sehingga
dapat memperbesar kemungkinan keberhasilan untuk melakukan isolasi DNA yang kita
inginkan.
Menurut Zubaidah (2004), pada bagian tanaman banyak memiliki senyawa polifenol
dan polisakarida dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pemurnian DNA, senyawa
polifenol dan polisakarida juga dapat mempengaruhi enzim-enzim seperti polimerase, ligase,
endonuklease restriksi atau enzim yang mengakibatkan DNA tidak digunakan dalam praktikum
Biologi Molekuler. Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan
cara fisik seperti menggerus sampel daun dengan menggunakan mortar dan alu dalam nitrogen
cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi et al, 2005).
Penghancuran bertujuan untuk merusak jaringan yang ada pada sel sehingga
mempermudah bahan-bahan kimia lain yang akan digunakan untuk masuk ke dalam organel-
organel sel, dalam hal untuk mengambil DNA. DNA yang diisolasi dari tanaman seringkali
terkontaminasi oleh polisakarida dan metabolit sekunder seperti tanin, pigmen, alkaloid dan
flavonoid. Tahap pelisisan sel ditambahkan buffer ekstraksi atau buffer CTAB sebanyak 500
µl dengan komposisinya yang terdiri dari Tris-HCL, NaCl, EDTA, dan CTAB. Tris HCL
berfungsi untuk mendenaturasi protein. NaCl berfungsi untuk menghilangkan polisakarida dan
sebagai bahan penetral pada gula fosfat DNA (Ardiana, 2009). EDTA (Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid) berfungsi untuk menginaktivasi enzim DNAse yang dapat mendenaturasi
DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion
Magnesium (Mg) dan Kalsium (Ca) yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse
(Pharmawati, 2009).
Larutan CTAB (Cetyl Trimetyl Ammonium Bromide) berfungsi untuk melisiskan
dinding sel tumbuhan yang terdapat dalam larutan sampel. Dalam tahap ekstraksi sel, sampel
ditambahkan kloroform : isoamil alkohol (24:1) atau CIAA sebanyak 1x volume sampel.
Fungsi dari CIAA yaitu untuk memisahkan DNA dari kontaminan lainnya terutama untuk
mendenaturasi protein dan memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun
dengan ukuran yang terbatas (20.000–50.000 bp) (Muladno, 2002).
Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan
terbentuk 3 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah, protein dan debris berada
pada lapisan tengah serta DNA dan supernatan berada pada lapisan atas. Namun ada juga yang
berpendapat bahwa terbentuknya 2 fase setelah penambahan CIAA dan disentrifugasi yaitu
fase cair (supernatan) dan fase organik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pharmawati,
(2009) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase
organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA
akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan
berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik.
Tahap presipitasi DNA dengan menambahkan etanol absolute dingin yang berfungsi
untuk presipitasi DNA, dimana DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA
danprotein yang masih tersisa sehingga DNA terbebas dari kontaminan (Doyle, 1990). Saaat
penambahan isopropanol dingin terlihat benang-benang tipis DNA tanaman berwarna putih
yang melayang di larutan tersebut. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada
fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pelet setelah
dilakukan sentrifugasi. Menurut Heldt (2005) bahwa presipitasi berfungsi untuk
menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi. Setelah itu
ditambahkan etanol 70% yang bertujuan untuk menghilangkan sisa kontaminan-kontaminan
yang masih ada di larutan DNA sehingga akan menghasilkan DNA yang murni. Penggunaan
kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni,
namun dengan ukuran yang terbatas (20.000–50.000 bp). DNA kemudian diikat dari fase
aquoeus dengan presipitasi isopropanol (Muladno, 2002). Setelah proses ekstraksi, DNA yang
didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi. Umumnya digunakan isopropanol dingin untuk
mengendapkan, melekatkan dan memisahkan DNA dari larutan.
Saat penambahan isopropanol dingin terlihat benang-benang tipis DNA tanaman
berwarna putih yang melayang di larutan tersebut. Kedua senyawa tersebut akan
mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber
dan terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi. Menurut Heldt (2005) bahwa presipitasi
berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi.
Residu tersebut juga mengalami koagulasi namun tidak membentuk struktur fiber dan berada
dalam bentuk presipitat granular. Saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet
dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA pekat.
Proses presipitasi kembali dengan isopropanol sebelum pellet dikeringanginkan dapat
meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Farrel, 2004). Menurut Donata (2007)
DNA murni yang dihasilkan adalah DNA yang terbebas dari campuran material dan komponen
intraseluler yang mengandung larutan kompleks berupa RNA, protein, lemak dan karbohidrat.
Setelah itu ditambahkan 100 μL buffer TE ke dalam tabung yang berisi pelet
Menurut Yuwono, (2008) prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan
kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi
molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan
negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air.
Isopropanol dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air, kemudian
disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Menurut Ardiana, (2009) menyatakan
bahwa buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah
diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Pharmawati, (2009) juga
menjelaskan bahwa pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA
yang mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang
didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam
keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC.
Uji kuantitatif DNA dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai konsentrasi dan
kemurnian DNA. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui derajat kontaminasi suatu sampel dan
apakah sampel tersebut baik untuk digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu dalam analisis karakter
genetika. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran terhadap kuantitas baik konsentrasi maupun kemurnian
DNA genom. Selain kemurnian dan konsentrasi DNA, metode ekstraksi rusaknya DNA dan zat pengotor
seperti fenol dan protein lainnya dalam sampel sangat mempengaruhi pengukuran secara kuantitatif
(Birren, 1997). Uji kuantitatif DNA dengan metode spekrofotometri. Spektrofotometri merupakan suatu
metode analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut
mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Alat ini terdiri dari spektrofotometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara
fotometer adalah pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi (Fatchiyah 2011).
Panjang gelombang yang digunakan 260 nm sinar UV untuk pembacaan absorbansi molekul-molekul
DNA, sedang kontaminan protein atau fenol akan menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm.
Kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai
absorbansi 280 (Å260/Å280), dan nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0 (Fatchiyah, 2011).
Dapat dilihat dari tabel nilai kemurnian DNA tertinggi didapatkan oleh kelompok 3
yaitu 1,83 µg/ml . Nilai rata-rata kemurnian DNA yang didapatkan dari tiap sampel dengan
metode spektrofotometer UV-Vis adalah dibawah 1,8 µg/ml yang menunjukkan bahwa masih
terdapat banyak kontaminan dalam sampel isolasi DNA di tiap sampel. Hasil isolasi DNA
dikatakan murni jika nilai rasio 260/ 280 adalah antara 1,8 sampai 2,0. Jika nilai rasio
260/ 280 kurang dari 1,8 µg/ml maka hal ini menandakan bahwa isolat DNA yang dihasilkan
masih mengandung kontaminan berupa fenol dan pelarut yang digunakan terlalu banyak.
Sedangkan jika nilai rasio 260/ 280 lebih dari 2,0 maka isolat DNA masih terkontaminan
dengan protein dan senyawa lainnya (Sambrook dan Russell, 2001). Larasati (2011) juga
menyebutkan jika nilai melebihi 2,0 maka larutan yang diuji masih mengandung kontaminan
dari protein membran atau senyawa lainnya sehingga kadar DNA plasmid yang didapat belum
murni. Jika kurang dari 1,8 maka ddH2O yang diambil terlalu banyak sedangkan DNA yang
diambil terlalu sedikit.
Tinggi atau rendahnya konsentrasi DNA yang dihasilkan dalam proses isolasi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya faktor inkubasi. Sampel yang telah dicampur
dengan larutan buffer di inkubasi pada suhu tertentu. Larutan tersebut berfungsi untuk
menghancurkan jaringan dan memberan sel, mengeliminasi kontaminan, sehingga yang
didapatkan pada tahapan ini adalah DNA genom yang terdapat dalam sel. Jika suhu inkubasi
terlalu tinggi maka dapat merusak DNA, sedangkan jika suhu terlalu rendah maka membran
serta jaringan sel tidak dapat hancur. jika terlalu lama diinkubasi maka dapat merusak DNA,
sedangkan jika terlalu cepat dapat menghancurkan membran dan jaringan sel. Kombinasi
pengaturan suhu dan lama inkubasi yang tepat dapat memghasilkan konsentrasi isolat DNA
sesuai yang diharapkan.
Pemurnian DNA juga dilakukan dengan metode purifikasi silika. Prinsip dari metode
ini yaitu pengikatan molekul air oleh denaturan dan adanya ikatan hidrogen antara gugus
silanol (SiOH-) pada silika dengan atom oksigen pada gugus fosfat DNA. Metode ini juga
menguntungkan karena tidak memerlukan pelarut organik, mempersingkat waktu pengerjaan,
dan menghemat biaya. Memperoleh hasil DNA kromosom dengan kemurnian tinggi melalui
metode silika ini dapat menghilangkan residu fenol dan kloroform (Tan & Yiap, 2009; Yang
et al., 1998).
Konsentrasi terbesar terdapat pada kelompok 2 yaitu 8430 µg/ml . Perbedaan konsentrasi DNA
ini lah disebabkan karena perlakuan fisik yang diberikan serta kemampuan dari buffer ekstraksi
dalam memecah sel. Proses perusakan sel secara fisik dengan proses penggerusan sampel yang
sempurna dapat mempermudah kerja buffer ekstraksi dalam memecah sel pada sampel.
Disamping itu juga, Buffer ekstraksi yang digunakan dapat menentukan konsentrasi DNA yang
dihasilkan.
Uji Kuantitatif DNA Bakteri Rhizopus oryzae
Tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA yaitu isolasi DNA. DNA dapat
ditemukan di kromosom inti maupun di organel (Fatchiyah, 2011). Percobaan analisis DNA
kromosomal bakteri yang digunakan pada percobaan ini adalah Escherichia coli yang
kemudian diisolasi DNA-nya. Isolasi DNA bakteri digunakan dream taq green 2x master mix
atau yang disebut sebagai InstaGene matrix, merupakan sebuah kit yang sudah diproduksi
secara konvensional yang berfungsi untuk mempercepat proses isolasi DNA. Kandungan yang
terdapat di dalamnya yaitu air dan polystyrene-divinylbenzene iminodiacetate (Bio-Rad, 2015).
Uji kuantitatif DNA merupakan analisis untuk menentukan kandungan atau jumlah
DNA yang terdapat di dalam suatu sampel. DNA dan RNA menyerap pada panjang gelombang
maksimal 260 nm, sementara protein menyerap kuat pada λ180 nm. Selain itu, asam nukleat
dapat menyerap secara signifikan pada panjang λ280 nm dan sebagian protein dapat menyerap
kuat pada λ260 nm. Sehingga untuk mengukur dengan akurat konsentrasi DNA, RNA, dan
protein dalam suatu campuran yang kompleks bukan hal yang mudah. Pengukuran absorbansi
pada λ260 nm dan λ280 nm dapat memberikan validasi kemurnian sampel asam nukleat dengan
nilai 1,8 untuk DNA dan 2,0 untuk RNA yang mengindikasikan sampel murni. Nilai yang
rendah akan menunjukkan adanya kontaminan lain atau terdapatnya protein (Teare, 2009).
Berdasarkan hasil yang didapat dari analisis kuantitatif DNA bakteri Escherichia
coli dengan menggunakan alat spektrofotometer, nilai kemurnian DNA sampel bakteri tersebut
tidak ada yang mendekati nilai 1,8 sehingga DNA dapat dikatakan memiliki tingkat kemurnian
DNA yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak terdapat pengotor fenol dan
protein. DNA yang murni memiliki rasio 1,8. Apabila nilai rasio lebih dari 1,8 menunjukkan
adanya RNA, hal ini karena RNA juga diserap pada panjang gelombang yang sama yaitu λ260
- λ280 nm.
Nilai konsentrasi berkisar antara 425-745 µg/mL. Konsentrasi terbesar dimiliki oleh
sampel DNA Kromosomal Bakteri kelompok 6 dan terkecil dimiliki oleh kelompok 3.
konsentrasi DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Menurut Haris et
al. (2003), konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan menghasilkan fragmen yang sangat tipis
pada gel atau bahkan tidak terlihat secara visual, sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu
tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan antara satu fragmen
dengan fragmen lainnya. Selain itu menurut Restu et al. (2012) pemurnian yang kurang
maksimal menyebabkan sebagian supernatant yang mengandung DNA genom dapat ikut
terbuang sehingga konsentrasi DNA yang dihasilkan menjadi berkurang. Perbedaan hasil pada
masing-masing sampel tergantung pada banyaknya konsentrasi DNA yang terekstraksi.
Semakin sedikit atau tidak adanya smear pada pita DNA menunjukkan semakin baik kualitas
DNA.
Berdasarkan nilai absorbansi pada λ260 nm dari DNA bakteri Escherichia coli, dapat
dikatakan DNA kromosomal bakteri yang diisolasi memiliki tingkat kemurnian yang rendah
dan kurang bersih. Menurut Restu, dkk (2012), secara teoritis sampel DNA yang dianggap
cukup murni memiliki perbandingan λ260/ λ280 = 1,8-2,0. Tingkat kemurnian DNA yang
rendah dapat dimungkinkan terdapatnya kontaminasi fenol. Rasio λ260/ λ280 < 1,8
menunjukkan adanya kontaminasi fenol atau protein hasil ekstraksi. Umumnya pemurnian
DNA dilakukan dengan penambahan larutan fenol, klorofom, dan isoamil alcohol yang
berfungsi untuk menghilangkan senyawa yang dapat mengkontaminasi DNA (Birren, 1993).
Pemurnian DNA dengan penambahan fenol dan kloroform berguna untuk mengendapkan
protein dengan melalui proses sentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan protease
(Thermo Scientific, 2009).
Penyiapan template DNA sampel yang digunakan untuk diamplifikasi dengan PCR,
ekstraksinya dilakukan dengan cara boiling method (Medici, 2003) karena metode ini cukup
efisien dan ekonomis dimana Escherichia coli termasuk bakteri Gram negatif yang memiliki
dinding sel yang tidak terlalu tebal sehingga mudah dilisiskan dengan pemanasan
(Ratchtrachenchai, 2004). Pada dasarnya, metode boiling dengan pemanasan 100oC ini
mempercepat lisis dinding sel bakteri sehingga DNA dapat diekstraksi sekaligus
mempermudah proses denaturasi rantai DNA ketika dilakukan amplifikasi dengan cara PCR
(Radji, 2010).
Prinsip kerja PCR (Polymerase Chain Reaction) yaitu menggunakan reaction
mixture serta memanfaatkan enzim dari DNA polymerase yang bersifat termostabil dan
fragmen DNA yang pendek disebut primer. Primer berfungsi untuk mensintesis secara
langsung sekuens DNA target spesifik dari DNA template. Reaksi sintesis tersebut terus
berulang sehingga membentuk suatu siklus. Produk dari siklus sintesis sebelumnya dapat
berfungsi sebagai template atau cetakan bagi siklus selanjutnya. Hasilnya ialah amplifikasi
eksponensial dari sekuens DNA target. Siklus yang berulang tersebut dapat berlangsung karena
penggunaan Taq polymerase. Taq polymerase ialah sebuah enzim polymerase bersifat
termostabil yang diisolasi dari bakteri termofilik yaitu Thermus aquaticus (Tarigan, 2011).
Komponen – komponen dalam reaction mixture PCR yaitu H2O steril, fungsinya
sebagai pelarut campuran. Bufer berfungsi untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan
optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase. Bufer biasanya terdiri atas bahan-bahan
kimia. Komponen lainnya yaitu dNTP (deoxynucleoside triphosphate) sebagai pembentuk basa
komplementer dan penyusun DNA, terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA,
yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. Primer berfungsi untuk menginisiasi sintesis DNA pada
sekuens target yang spesifik dan membatasi reaksi polimerisasi DNA. Primer terdiri dari dua
macam, yaitu primer forward dan primer reverse. Primer forward untuk menginisiasi sintesis
untai DNA dari ujung 5’ ke ujung 3’, sedangkan primer reverse menginisiasi sintesis DNA dari
ujung 3’ ke ujung 5’. Kation divalen terdiri dari ion logam bivalen (umumnya Mg2+) dan ion
logam monovalen (K+), berfungsi sebagai kofaktor bagi enzim DNA polymerase. Tanpa ion-
ion tersebut enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja (Science biotech.net , 2011) DNA
template adalah DNA yang memiliki sekuens target untuk penempelan primer, berfungsi
sebagai cetakan DNA yang akan diamplifikasi. Komponen yang terakhir yaitu enzim DNA
polymerase berfungsi untuk membaca kode DNA serta menghubungkan pasangan nukleotida
dalam menghasilkan salinan DNA (Handoyo, 2001).
Uji Kualitatif DNA Bakteri Rhizopus oryzae
Uji elektroforesis dilakukan untuk mengetahui kualitas DNA hasil isolasi serta ukuran
DNA tersebut. Uji elektroforesis ini menggunakan alat elektroforesi dan marker DNA
berukuran 250-10000bp (Nurwati, 2016). Amplifikasi gen 16 rRNA bertujuan untuk
menggandakan gen target agar dihasilkan copy DNA yang banyak dalam waktu yang singkat.
Keberhasilan dari proses amplifikasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
penempelan primer pada cetakan genom. Konsentrasi template DNA berhubungan dengan
konsentrasi primer, sehingga perlu dicari optimalisasi rasio antar konsentrasi template DNA
dengan primer (Martida, 2016). Menurut Janda (2007) primer yang digunakan pada proses
amplifikasi DNA bakteri yaitu primer 16SrRNA. Primer 16SrRNA digunakan untuk
mengamplifikasi spesies bakteri karena gen 16SrRNA terdapat di dalam semua
sel bakteri sebagai kelompok multigen atau operon, fungsi dari gen 16S rRNA dalam waktu
yang lama tidak berubah tergantung jarak evolusinya dan gen 16S rRNA memiliki range yang
cukup panjang yaitu 1500 bp.
Berdasarkan hasil visualisasi gel agarose hasil elektroforesis menggunakan sampel
DNA yang telah di amplifikasi dengan metode PCR dapat diketahui bahwa pita fragmen DNA
yang tersinari oleh UV menunjukan adanya pergerakan atau migrasi pada sampel B1, B3, dan
B4 dengan panjang sekitar 1500 bp, sedangkan pada sampel B2, B5 dan B6 tidak mengalami
migrasi. Menurut Padmalatha (2006) dan Harini dkk. (2008) konsentrasi primer yang terlalu
rendah atau yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak terjadinya amplifikasi. Rasio rendah
antara primer dan DNA menyebabkan produk yang dihasilkan tidak konsisten (Ali dkk., 2006).
Sampel Eschericia coli menghasilkan fragmen DNA dengan panjang diantara 1.000-1.500 bp.
Menurut Radji dkk. (2010) sampel fragmen DNA dari bakteri Eschericia coli memiliki
panjang berkisar 584 bp, hal ini menandakan bahwa proses amplifikasi dari DNA bakteri E.
coli berhasil teramplifikasi. Sedangkan pada sumuran yang lain yang tidak tampak adanya
hasil pita DNA hal tersebut bisa terjadi dikarenakan konsentrasi DNA cetakan yang terlalu
rendah sehingga tidak akan menghasilkan amplifikasi, adapun faktor lainnya yaituDNA
cetakan terdegradasi akibat freezing dan thawing sehingga ukuran fragmen DNA menjadi
sangat pendek ataupun bisa juga karena terjadinya amplifikasi non spesifik (Weising dkk.,
2005).
Uji Kuantitatif DNA Darah
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran
membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA
yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel
atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan
menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode
freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi dkk., 2005). Cara lain yaitu dengan kimiawi
maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti menggunakan
detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran
sel (Surzycki,2000). Sedangkan penghancuran sel secara enzimatik menggunakan proteinase
K untuk melisiskan membran pada sel darah (Khosravinia dkk., 2007) serta mendegradasi
protein globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Brown,2010; Surzycki,2000).
Isolasi DNA dari darah dilakukan dengan teknik yang lebih modern atau disebut dengan
teknik KIT. Kelebihan dari penggunaan metode KIT adalah prosedur kerja yang simpel, proses
pengerjaan yang cepat, dan tidak menggunakan bahan kimia berbahaya seperti kloroform dan
memerlukan penanganan yang mudah. Metode KIT tersebut hanya memerlukan satu jenis
reagen dan dua kali inkubasi tanpa proses penggerusan dan sentrifugasi (University of
Queensland, 2003). Isolasi DNA pada darah menggunakan kit komersial instaGene matrix.
InstaGene matrix dinilai lebih efektif dan efisien baik tempat maupun waktu, memberikan hasil
cetakan DNA tidak kurang dari 1 jam, selain itu reagen yang digunakan tidak membutuhkan
banyak pelarut karena kit yang digunakan hanya memiliki satu reaksi. Komposisi dari
InstaGene matrix adalah chelex resin yang membantu dalam mengikat pengganggu dalam
proses PCR dan mencegah hilangnya DNA karena pengikatan DNA yang irreversibel. Tahap
isolasi DNA pertama-tama mengeluarkan DNA dari mitokondria atau nukleus dengan cara
melisiskan DNA dari kontaminan yang lain. Lalu tahap selanjutnya ditambah dengan aquades
1 mL, yang berfungsi agar endapan DNA yang dihasilkan mendapatkan konsentrasi yang
tinggi. Selanjutnya divortex hingga homogen, kemudian dilakukan sentrifugasi untuk
memisahkan DNA dari presipitat berupa protein. Setelah proses sentrifugasi selesai, langkah
berikutnya adalah menambahkan 100μL InstaGene matrix lalu diinkubasi pada suhu 56o C
selama 30 menit. Suhu inkubasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan DNA menjadi
terdenaturasi sedangkan di suhu yang rendah mengakibatkan membran serta jaringan sel tidak
dapat hancur(Yanti, 2017). Pemberian buffer TE saat isolasi di suhu -20oC berfungsi untuk
menjaga DNA agar tidak rusak dan dapat disimpan selama berminggu-minggu (Verkuil dkk.,
2008), serta memisahkan antara RNA dengan berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA
sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan dapat disimpan dalam
waktu yang lama. Penyimpanan di suhu -20oC bertujuan agar DNA toidak mudah terdegradasi
(Andayani, 2008).
Berdasarkan hasil uji kuantitatif, didapatkan konsentrasi terbesar, terdapat pada
kelompok 4 yaitu 185 μg/mL dan konsentasi terkecil pada kelompok 3 yaitu 135 μg/mL.
Konsentrasi DNA berpengaruh pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Konsentrasi yang
teralu rendah akan menghasilkan fragmen yang sangat tipis pada gel atau tidak terlihat secara
visual , sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi menyebabkan fragmen terihat tebal sehingga
sulit dibedakan satu fragmen dengan fragmen lainnya. Nilai dengan panjang gelombang 280
nm menandakan adanya kontaminan DNA. Sedangkan panjang gelombang 260 nm
menyatakan nilai DNA yang diserap oleh panjang gelombang 260 nm. Sehingga tinggi
rendahnya nilai panjang gelombang 260 nm akan sangat berpengaruh terhadap nilai konsentrasi
dan juga kemurnian DNA. Nilai konsentrasi DNA yang tinggi bukan berarti kemurnian yang
diperoleh juga tinggi. Hal ini didasarkan bahwa nilai kemurnian DNA dipengaruhi oleh nilai
Å280 atau nilai kontaminan (Iqbal,2016).
Hasil kemurnian isolasi DNA darah didapat dengan kisaran nilai antara 1,12-1,94. Hasil
isolasi DNA dikatan murni jika memiliki nilai rasio λ260/λ280 antara 1,8 sampai 2,0. Jika nilai
kurang dari 1,8μg/mL, maka dikatakan bahwa isolat DNA yang dihasilkan terdapat kontaminan
berupa fenol sedangkan pada nilai absorbansi 230 nm menunjukan kontaminasi yang berasal
dari komponen sel yang tidak lisis selama prosses pengerjaan ekstraksi DNA (Pratama, 2015).
Sedangkan jika nilai rasio lebih dari 2,0 maka isolat DNA masih terkontaminasi oleh senyawa
berat molekul kecil, misalnya protein membran dan adanya kontaminasi senyawa berat dengan
molekul kecil seperti RNA sehingga diperlukan purifikasi dengan RNAse. Hasil isolat DNA
darah dari keenam kelompok , nilai kemurniannya berada di bawah batas normal, yaitu <1,8.
Hal ini menandakan, bahwa isolat DNA yang dihasilkan menunjukkan adanya kontaminan
fenol dan pelarut yang digunakan terlalu banyak sedangkan DNA yang diambil terlalu sedikit.
Menurut Komalasari (2009), banyak sedikitya DNA yang dihasilkan dipengaruhi oleh
beberapa faktor saat proses ekstraksi DNA dan penambahan lisis buffer. Pada saat ekstraksi,
kecekatan termasuk faktor yang paling berpengaruh karena pada tahap lisis sel dan presipitasi
pengambilan supernatan dilakukan per sampel sehingga pada beberapa sampel telah terjadi
pengendapan.
Russel P.J. (1990). Genetics. Edisi ke-2. Ilinois : Scott, Foresman and Company.
Siswanto, J. E., Berlian, T., Putricahya, E., Panggalo, L. V., Yuniani, L. (2016). Isolasi DNA
pada Sampel Darah Tepi dan Swab Buccal pada Bayi Penderita ROP: Perbandingan
Hasil Uji Konsentrasi dan Indeksi Kemurnian. Sari Pediatri. Vol. 18, No. 4.
Sumarsih, S. (2003). Mikrobiologi Dasar. Universitas Pembangunan Nasional Veteran,
Yogyakarta.
Suryo. 2004. Genetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Surzycki,S. (2000). Basic Techniques in Molecular Biology. Germany : Springer Verlag Berlin
Heidelberg
Tarigan, Simson. 2011. Penggunaan Polymerase Chain Reaction Enzyme
Linked Oligonucelotide Sorbent Assay (PCR-ELOSA) untuk Deteksi Agen
Penyakit. WARTAZOA Vol. 21, No.1.
Teare, J.M. et al. (2009). Measurement of Nucleic Acid Concentration Using the DyNa
QuantTM and the GenequantTM. BioTechniques., 22(6):1170-1171.
Thermo Scientific. 2009. Thermo Scientific Pierce Cell Lysis Technical Handbook : Featuring
Cell Lysis Reagent and Detergents Vol. 11, No.8.
Varela, A.M., and A. Seif, 2004. A Guide to IPM and Hygiene Standards in Okra Production
in Kenya. ICIPE. Kenya.
Verkuill, E.V.P., Alex Van B., and Joh, P.H. (2008). Principles and Technical Aspect of PCR
Amplification.
Waluyo, L. (2007). Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.
Weising, K., H. Nybom, K. Wolff, and G.Kahl. (2005). DNA Fingerprinting in Plants:
Principles, Methods, and Applications. Second Edition. Taylor & Francis Group.
BocaRaton.
Yanti, L. (2017). Uji Autentifikasi Daging Kambing Terhadap Cemaran Daging Babi
Menggunakan Real-Time PCR (Polymerase Chain Reaction). Skripsi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
Yuwono, Triwibowo. 2008. Biologi Molekuler. Jakarta : Penerbit Erlangga
Yusuf A. 2010. Teknologi Budaya padi sawah. SLPTT.BPPT. Sumut.
Zainuddin, A. (2009). Cemaran Kapang Pada Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol. 28, No. 1, Hal. 15-22.
Zubaidah. 2004. Isolasi dan karakterisasi Gen Perbaikan DNA Baru pada Bakteri Radioresisten
Deinococcus radiodurans. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknik Nuklir.
Bandung.