Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah melebihi 150
mg/dl, dimana batas normal gula darah adalah 70-150 mg/dl, sebagai
akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ
pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan
tubuh. (Leonita and Muliani, 2015)
Penyakit diabetes merupakan penyakit yang dapat menurunkan
kualitas hidup penderita hingga mengakibatkan kematian. Pengobatan yang
dilakukan dalam jangka waktu panjang dan secara terus menerus akan
berdampak pada finansial pasien diabetes mellitus tersebut, karena biaya
pengobatan diabetes mellitus membutuhkan biaya yang besar (Leonita
and Muliani, 2015). Adanya perubahan status sosioekonomi dan nutrisi
menyebabkan peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 yang
berhubungan dengan gaya hidup penduduk. Menurut Federasi Diabetes
Internasional, jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 terus meningkat.
(Tjekyan, 2014)
Prevalensi dari diabetes meningkat bila terdapat peningkatan resiko
lingkungan seperti lifestyle berupa kebiasaan mengkonsumsi karbohidrat
yang berlebihan dan latihan fisik yang kurang, sehingga mengalami
peningkatan berat badan yang berlebihan, sedentary life (hidup santai),
merokok dan alkohol. Dan resiko terkena diabetes akan semakin
meningkat apabila usia di atas 40 tahun. (Oroh, 2018)
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes
Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Pada kasus ini tidak
ada tindakan yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi
552 juta pada tahun 2030 (IDF, 2011). Diabetes Melitus telah menjadi
penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu, pengeluaran biaya keseh untuk
Diabetes Melitus telah mencapai 465 miliar USD (IDF, 2011).

International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa


sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM
Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah
menengah (IDF, 2011). Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang
yang menderita DM di Asia Tenggara (IDF, 2009). Jumlah penderita terbesar
berusia antara 40-59 tahun (IDF, 2011).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 mengatakan jumlah


penderita Diabetes Melitus di dunia 371 juta jiwa. mengingat besarnya risiko
kesehatan yang dialami penderita. Tahun 2013 Indonesia menduduki
peringkat 7 dunia setelah China, India, Amerika, Brasil, Rusia dan Meksiko
dengan jumlah 8,5 juta penderita, dan diperkirakan naik menjadi 14.1 juta
pada tahun 2035 (International Diabetes Foundation (IDF) , 2013).

Data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018


menunjukkan bahwa prevalensi nasional DM berdasarkan hasil pengukuran
gula darah pada penduduk umur >15 tahun yang bertempat tingal
perkotaan adalah 8,5%. Riset ini juga menunjukkan bahwa preval Toleransi
Glukosa terganggu (TGT) secara pada penduduk berumur tahun yang
bertempat tinggal di perkotaan sebesar 10,9% (Balitbang 2018).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2015,


seseorang di sebut penderita Diabetes Mellitus jika pemeriksaan gula darah
puasa dengan bahan plasma vena ≥ 126 mg/dl, pemeriksaan gula darah puasa
dengan bahan kapiler ≥ 100 mg/dl dan pada pemeriksaan kadar gula darah
sewaktu dengan bahan plasma vena dan darah kapiler ≥ 200 mg/dl.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi atau
menyebabkan terjadinya penyakit lain yang paling banyak. Hiperglikemia
yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan berbagai
sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Komplikasi diabetes
melitus yang sering terjadi antara lain: penyebab utama gagal ginjal, retinopati
diabeticum, neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian
ulkus kaki, infeksi dan bahkan kaharusan untuk amputasi kaki, meningkatnya
resiko penyakit jantung dan stroke, danresiko kematian penderita diabetes
secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan bukan penderita diabetes
mellitus.( KEMENKES RI, 2014 )
Prevalensi diabetes melitus pada kota Batam pada tahun 2018, terjadi
peningkatan penderita penyakit diabelitus mellitus. Kasus baru sebanyak 4316
orang, sedangkan kasus lama terdapat sebanyak 10807 orang (Dinkes 2018).
Dari hasil rekap pencatatan kasus penderita Diabetes Mellitus tipe II
terbanyak di Kota Batam terdapat di Puskesmas Tiban Baru terdapat 765
kasus Diabetes Mellitus tipe II dimana 361 kasus adalah laki-laki dan 404
kasus adalah wanita. (Dinkes tahun 2018)
Manifestasi klinis pasien DM adalah peningkatan frekuensi urin
(polyuria), peningkatan rasa haus (polydipsia) dan peningkatan masukan
makanan dengan penurunan berat badan (polyphagia) (Black & Hawks,
2009). Akibat lanjut atau komplikasi dari DM dapat bersifat jangka panjang
berupa mikroangiopati dan makrongiopati dan jangka pendek yang hingga
menyebabkan kematian. Adapun komplikasi mikrovaskuler meliputi
retinopati, nefropati dan neuropati sedangkan kerusakan makrovaskuler
meliputi penyakit arteri koroner, kerusakan pembuluh darah serebral dan juga
kerusakan pembuluh darah perifer tungkai yang biasa disebut dengan kaki
diabetes. (Pasien and Melitus, 2016)

Perawatan kaki wajib dilakukan oleh setiap orang khususnya pada pasien
DM karena sangat rentan dan membutuhkan waktu yang lama dalam
proses penyembuhan apabila sudah terkena neuropati yang
mengakibatkan ulkus pada kaki. Senam kaki adalah kegiatan atau latihan
yang dilakukan oleh pasien Diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya
luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam
kaki ini bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga nutrisi ke
jaringan lebih lancar, memperkuat otot-otot kecil, otot betis, dan otot
paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang sering dialami oleh
penderita Diabetes mellitus. Senam kaki ini dapat diberikan kepada
seluruh penderita Diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun
sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita Diabetes mellitus
sebagai tindakan pencegahan dini. Senam kaki ini berpengaruh untuk
memperbaiki sirkulasi darah. (Suhertini et al., 2002)
Senam kaki diabetik merupakan senam yang berfungsi untuk memperbaiki
sirkulasi perifer akibat adanya gangguan vaskularisasi dan gangguan
metabolisme glukosa pada penderita Diabetes Melitus. Senam kaki diabetik
merupakan jenis olahraga sederhana yang cocok untuk penderita Diabetes
Melitus dan menunjukkan efektivitas jika dilakukan secara rutin. Senam kaki
dilakukan 3-4 kali seminggu untuk mendapatkan hasil yang efektif (Atun,
2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Suzuki, Egawa, Maegawa dan Kashiwaga


(2003) ditemukan adanya hubungan PAD pada penderita DM dengan
penurunan volume aliran darah di ekstremitas bawah sebesar 16%. Penderita
DM mungkin memiliki kelainan arteri pada ekstremitas (Strandness dalam
Tsuchiya et al, 2004). Hal itu diakibatkan arteri yang kaku sehingga terjadi
peningkatan tahanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan volume pada
ekstremitas bawah (Tsuchiya, Suzuki, Egawa, Nishio dan Kashiwagi, 2004).
Senam kaki diabetes juga digunakan sebagai latihan kaki. Latihan atau
gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kedua kaki secara bergantian atau
bersamaan bermanfaat untuk memperkuat atau melenturkan otot-otot di
daerah tungkai bawah terutama pada kedua pergelangan kaki dan jari-jari
kaki. Pada prinsipnya, senam kaki dilakukan dengan menggerakkan seluruh
sendi kaki dan disesuaikan dengan kemampuan pasien. Dalam
melakukan senam kaki ini salah satu tujuan yang diharapkan adalah
melancarkan peredaran darah pada daerah kaki. (Katuk, 2017).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui
Efektivitas Olaharaga Senam Kaki Diabetes Untuk Mengurangi Kebas Kaki
Pada Penderita Diabetes Mellitus tipe II di Puskesmas Botani, kota Batam.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mengetahui adanya “Efektivitas Olahraga Senam Kaki Diabetik
Untuk Mengurangi Kebas pada penderita Diabetes Melitus tipe II di
Puskesmas Botania kota Batam 2019”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui Efektivitas Olahraga Senam Kaki Diabetik
Untuk Mengurangi Kebas pada penderita Diabetes Melitus tipe II di
Puskesmas Botania kota Batam 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Olahraga Senam Kaki
Diabetik pada penderita Diabetes Mellitus tipe II di Puskesmas
Botania kota Batam 2019.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Diabetes Mellitus tipe II di
Puskesmas Botania kota Batam 2019.
c. Untuk mengetahui hubungan Efektivitas Olahraga Senam Kaki
Diabetik Untuk Mengurangi Kebas pada penderita Diabetes
Melitus tipe II di Puskesmas Botania kota Batam 2019.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Responden
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk
menambah pengetahuan responden tentang Efektivitas Olahraga
Senam Kaki Diabetik Untuk Mengurangi Kebas pada penderita
Diabetes Melitus tipe II di Puskesmas Botania Kota Batam.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam
pengembangan bahan ajar dan penelitian. Serta untuk
memberitahukan kepada instansi pendidikan untuk mengetahui
tentang Efektivitas Olahraga Senam Kaki Diabetik Untuk Mengurangi
Kebas pada penderita Diabetes Melitus tipe II di Puskesmas Botania
Kota Batam.
1.4.3 Bagi Peneliti
Sebagai refensi dan wawasan bagi saya sebagai Mahasiswa
Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Batam dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama masa
kuliah.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dan sumbangan
pengembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada, serta dapat menjadi
masukan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan
variabel lain.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya peningkatan kadar gula darah yang disebabkan karena defek
sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya Adanya perubahan
status sosioekonomi dan nutrisi menyebabkan peningkatan jumlah penderita
diabetes mellitus tipe 2 yang berhubungan dengan gaya hidup penduduk.
Menurut Federasi Diabetes Internasional, jumlah penderita diabetes mellitus
tipe 2 terus meningkat. (Tjekyan, 2014)

Diabetes Melitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang


akibat tubuh mengalami gangguan metabolik yang mengakibatkan
peningkatan kadar gula dalam darah. Gangguan tersebut dapat disebabkan
oleh sekresi hormon insulin yang tidak adekuat, fungsi insulin yang terganggu
(resistensi insulin) atau dapat merupakan gabungan dari keduanya (Soegondo,
2009). Penderita Diabetes Melitus sering kita temui dimana saja dan
merupakan masalah kesehatan yang angka kejadian terus meningkat dari
tahun ke tahun. (Oroh, 2018)

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua- duanya (Sari and Hisyam, 2014). Berdasarkan penyebabnya DM
dibedakan menjadi DM tipe I dan DM tipe II. Berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insidensi dan prevalensi DM tipe II di berbagai penjuru dunia dan peningkatan
prevalensi DM ini sangat mengkhawatirkan dengan total 3 juta kasus kematian
akibat DM.

6
7

Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (World Health


Organization (WHO), 1999) :

2.2.1 Diabetes Mellitus Tipe I


Destruksi sel beta umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut.
a. Melalui proses imunologik
Bentuk diabetes, sebelumnya dicakup oleh istilah insulin-
dependent diabetes, tipe 1 diabetes, atau juvenile-onset diabetes,
hasil dari penghancuran diperantarai autoimun sel beta pankreas.
Laju kerusakan cukup variabel, yang cepat dalam beberapa
individu dan lambat dalam diri orang lain. Bentuk progresif yang
cepat umumnya diamati pada anak-anak, tetapi juga dapat terjadi
pada orang dewasa. Bentuk progresif yang perlahan-lahan pada
umumnya terjadi pada orang dewasa dan kadang- kadang disebut
sebagai autoimmune laten diabetes pada orang dewasa (LADA).
Beberapa pasien, terutama anak-anak dan remaja, dapat hadir
dengan ketoasidosis sebagai manifestasi pertama penyakit
b. Idiopatik
Ada beberapa bentuk diabetes tipe 1 yang tidak diketahui
etiologi. Beberapa pasien ini memiliki insulinopenia permanen
dan rentan terhadap ketoasidosis, tetapi tidak punya bukti
autoimun. Bentuk diabetes ini lebih sering terjadi di antara
individu-individu dari asal Afrika dan Asia. Dalam bentuk lain
yang ditemukan di Afrika sebuah keharusan untuk terapi.
Penggantian insulin pada pasien yang terkena dampak dapat
datang dan pergi, dan pasien secara berkala mengembangkan
ketoasidosis

2.2.2 Diabetes Melitus Tipe II


Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin. Diabetes mellitus tipe ini sebelumnya
8

mencakup non-insulin- dependent diabetes, atau diabetes dewasa. Ini


adalah istilah yang digunakan untuk individu yang telah relatif (bukan
absolut) kekurangan insulin. Orang dengan diabetes tipe ini sering
resisten terhadap tindakan insulin. Paling tidak pada awalnya, dan
sering sepanjang masa hidupnya, orang-orang ini tidak memerlukan
pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Bentuk diabetes ini sering
tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun karena sering tidak
hiperglikemia cukup parah untuk menimbulkan gejala nyata diabetes

2.2.3 Diabetes Melitus Tipe Lain


a. Genetik cacat pada aksi insulin
Ada beberapa penyebab diabetes yang tidak biasa yang
dihasilkan ditentukan secara genetis kelainan tindakan insulin.
Kelainan metabolik yang berhubungan dengan mutasi dari reseptor
insulin dapat berkisar dari hyperinsulinaemia dan sederhana
hiperglikemia untuk gejala diabetes. Beberapa individu dengan
mutasi ini memiliki acanthosis nigricans. Perempuan mungkin
memiliki virilisasi dan telah diperbesar, kistik ovarium.
Di masa lalu, ini adalah disebut sindrom Tipe A resistensi nsulin.
Leprechaunism dan Rabson-Mendenhall sindrom adalah dua
pediatrik sindrom yang memiliki mutasi pada gen reseptor insulin
dengan perubahan berikutnya dalam reseptor insulin ekstrim fungsi
dan insulin. Mantan memiliki karakteristik fitur wajah sedangkan
yang terakhir dikaitkan dengan kelainan gigi dan kuku dan
hiperplasia kelenjar pineal.
b. Genetik cacat beta-fungsi sel
Beberapa bentuk dari negara diabetes dapat dihubungkan dengan
cacat pada monogenik fungsi sel beta, sering ditandai dengan
serangan ringan hiperglikemia pada usia dini (umumnya sebelum
usia 25 tahun). Mereka biasanya diwarisi dalam pola autosom
dominan. Pasien dengan diabetes bentuk-bentuk ini, sebelumnya
9

disebut sebagai diabetes kedewasaan muda (Mody), sekresi insulin


merugikan dengan sedikit atau tanpa cacat dalam aksi insulin.
c. Penyakit eksokrin pancreas
Setiap proses yang merusakkan pankreas dapat menyebabkan
diabetes. Proses yang diperoleh meliputi pankreatitis, trauma,
infeksi, karsinoma pankreas, dan pancreatectomy. Dengan
pengecualian kanker, kerusakan pada pankreas harus luas untuk
diabetes terjadi. Namun, adenokarsinoma yang hanya melibatkan
sebagian kecil dari pankreas telah dihubungkan dengan diabetes
d. Endocrinopathi
Beberapa hormon (misalnya hormon pertumbuhan, kortisol,
glukagon, epinefrin) menentang tindakan insulin. Penyakit yang
berhubungan dengan kelebihan sekresi hormon ini dapat
menyebabkan diabetes (misalnya Acromegaly, Syndrome Cushing,
Glucagonoma dan Feokromositoma).
e. Obat-atau kimia
Banyak obat-obatan dapat mengganggu sekresi insulin. Obat ini
mungkin tidak, oleh mereka sendiri, menyebabkan diabetes tetapi
mereka mungkin memicu diabetes pada orang dengan resistensi
insulin. Dalam kasus tersebut, klasifikasi ini ambigu, sebagai
keunggulan disfungsi sel beta atau resistansi insulin tidak diketahui.
Toksin tertentu seperti Vacor (racun tikus) dan pentamidin secara
permanen dapat menghancurkan sel beta pankreas. Untungnya,
reaksi obat tersebut jarang terjadi. Ada juga banyak obat-obatan dan
hormon yang dapat merusak tindakan insulin. Contohnya termasuk
asam nikotinat dan Glukokortikoid.
f. Infeksi
Virus tertentu telah dikaitkan dengan kerusakan sel beta.
Diabetes terjadi pada beberapa pasien dengan rubella kongenital.
Selain itu, Coxsackie B, cytomegalovirus dan virus lainnya (misalnya
adenovirus dan gondok) telah terlibat dalam mendorong penyakit
10

g. Jarang tetapi bentuk-bentuk spesifik diperantarai kekebalan diabetes


mellitus
Diabetes dapat berhubungan dengan beberapa penyakit
imunologi dengan etiologi patogenesis atau berbeda dari yang
mengarah pada diabetes tipe 1 proses. Postprandial keparahan
hiperglikemia dari cukup untuk memenuhi kriteria untuk diabetes
telah dilaporkan dalam individu yang jarang terjadi secara spontan
mengembangkan autoantibodies insulin. Namun, orang-orang ini
biasanya hadir dengan gejala hipoglikemia daripada hiperglikemia.
Yang "orang kaku sindrom" adalah gangguan autoimun dari sistem
saraf pusat, yang ditandai oleh kekakuan aksial kekejangan otot yang
menyakitkan.
h. Sindrom genetik lain kadang-kadang dikaitkan dengan diabetes
Banyak sindrom genetik yang disertai dengan peningkatan
kejadian diabetes melitus. Ini termasuk kelainan kromosom Down's
syndrome, Klinefelter's syndrome dan Turner's syndrome. Wolfram's
syndrome adalah kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh
kekurangan insulin diabetes dan tidak adanya sel beta pada otopsi.

2.2.4 Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya
bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2.
Termasuk mantan kehamilan kategori gangguan toleransi glukosa.

2.3 Faktor Risko Diabetes Melitus


2.3.1 Riwayat Keluarga
Meskipun diabetes melitus tergantung insulin banyak dijumpai
dalamkeluarga, mekanisme pewarisan belum jelas. Penurunan ini
diperkirakan autosomonal dominan, resesif, dan campuran tetapi
belum ada satupun yang terbukti. Kecenderungan genetik mungkin
dapat diterima tetapi bukan merupakan penyebab. (Daniel W Foster,
2000:2197).
11

2.3.2 Umur
Dapat dipahami bahwa semakin tua umur makin besar kemungkinan
meninggal. Karena makin berlanjut proses antherosklerosis, makin
banyak penyakit yang diderita serta proses menua menyebabkan
kemampuan berbagai organ makin menurun (Dede Kusmana,
2006:125).
Penyakit diabetes melitus dapat menyerang semua jenis umur, dan
umur yang paling dominan terkena penyakit diabetes melitus adalah
lebih dari 40 tahun Secara umum diketahui bahwa pada periode ini,
kebanyakan orang cenderung elakukan sedikit aktivitas tetapi suplai
nutrisi tidak mengalami penurunan, bahkan sering kali mengalami
kelebihan.
Berdasarkan diagnosa yang di Indonesia ditegakkan tenaga
kesehatan, terlihat kecenderungan peningkatan prevalensi dengan
semakin meingkatnya umur yang tertinggi pada kelompok umur 55-64
tahun yaitu sebesar 2,5% dan menurun kembali pada kelompok umur
>65 tahun (Lestari Handayani, 2007:60).

2.3.2 Tekanan Darat Tinggi (Hipertensi)


Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah keadaan peningkatan
tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu
target organ seperti diabetes melitus (Bustan M. N, 2000:32). Tekanan
darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik
(TDD) > 90 mmHg. The joint National Committee on Prevention,
Detection,Evaluation, and treatment of High Bloodpressure (JNCVI)
dan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines
subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk
klasifikasi hipertensi.
Jika tekanan darah sering diatas 120/90 mmgHg, risiko diabetes
meningkat dua kali lipat. Ini kalau dibandingkan dengan orang yang
tekanan darahnya normal. Demikian menurut penelitian yang
12

dilakukan ilmuwan dari Brigham and Woman Hospital dan Harvard


Medical School selama 10 tahun. Tekanan darah tinggi adalah ukuran
tekanan darah di atas batas normal, baik saat kita sedang santai,
terlebih saat kita sedang marah atau stres dalam jangka waktu tertentu.
Diabetes meningkatkan risiko darah tinggi sebab penumpukan gula
dan kolesterol menyebabkan pengerasan pembuluh darah arteri.
Ujung-ujungnya darah tidak mengalir lancar, sehingga tekanannya
menjadi naik. Selain menjadi pemicu darah tinggi, penyakit diabetes
juga bisa menjadi penyakit “bayangan” untuk gagal jantung dan
gangguan fungsi ginjal. (Azuan, 2009:16)
Hubungan antara hipertensi dengan diabetes melitus sangat kuat
karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu
peningkatan tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan
glukosa darah. Hipertensi adalah suatu faktor resiko yang utama
untuk penyakit kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti
nefropati dan retinopati.

2.3.4 Kegemukan (Obesitas)


Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya
ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh
dan kadang terjadi perluasan kedalam jaringan organ (Sarwono
Waspaji, dkk, 2003:115). Obesitas juga dapat dikaitkan dengan
ketidakseimbangan antara porsi tinggi badan dan berat badan, dimana
berat badan melebihi ukuran presentase tertentu. Umumnya ukuran
berat badan secara sederhana dikatakan dalam batas normal jika tinggi
badan dalam sentimeter dikurangi seratus sampai minus sepuluh persen.
Obesitas merupakan faktor independen (Sarwono Waspaji, dkk,
2003:45).
Obesitas sering mengalami hiperglikemia tetapi dalam keadaan
hiperinsulinisme, keadaan ini karena adanya resistensi insulin terhadap
adanya hiperglikemi. Ada pula yang mengatakan bahwa obes diabetik,
13

kelainan dasarnya adalah gangguan keseimbangan kinetik sekresi


insulin. Sekresi insulin terlambat sehingga kadar glukosa darah tidak
dapat dikontrol secara teratur dan terdapat peningkatan sekresi insulin
sehingga cenderung terjadi hiperinsulinisme yang disertai dengan
peningkatan resistensi insulin. Kecuali itu, hiperglikemi dan
hiperinsulinisme dapat pula disebabkan oleh karena kualitas insulin
yang abnormal, adanya produk/hormon yang bersifat antagonis
terhadap insulin atau berkurangnya jumlah reseptor yang sensitif pada
membran sel. (Embuai, Siauta and Tuasikal, 2018)

2.3.5 Aktivitas Olahraga


Peranan olah raga sebagai faktor pelindung. Penyakit diabetes
mellitus merupakan jenis penyakit dimana aktivitas fisik dapat dengan
jelas terbukti memberi peranan pencegahan. Dikatakan bahwa
kekurangan aktivitas fisik merupakan faktor risiko yang independen
terhadap kejadian penyakit diabetes melitus. Aktivitas fisik pada
dasarnya segala kegiatan fisik yang dilakukan seseorang, apakah itu
dalam kegiatan harian untuk bekerja, berolahraga atau berkreasi.
Aktivitas apapun hanya dapat dilakukan dengan adanya energi yang
diperlukan untuk kegiatan. Makin berat atau makin lama aktivitas fisik
makin banyak energi yang dibutuhkan, kebalikannya makin ringan dan
makin singkat aktivitas fisik makin sedikit energi yang dibutuhkan.
Kekurangan aktivitas fisik merupakan faktor risiko penyakit diabetes
melitus. Bahkan aktivitas fisik dengan teratur dan dalam jangka
panjang. Olah raga dapat mengontrol kolesterol darah, diabetes dan
obesitas, juga mengontrol tekanan darah. (Magelang, 2013)

2.4 Gejala Diabetes Melitus


Adanya penyakit diabetes melitus ini pada awalnya sering tidak dirasakan
dan tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapat perhatian menurut Imam Subekti yaitu:
14

2.4.1 Keluhan Klasik


1. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relative
singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang
menimbulkan penurunan prestasi di sekolah da lapangan olah raga
juga mencolok. Hal ini disebabkan oleh glukosa dalam darah tidak
dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar
untuk menghasilkan tenaga.
2. Banyak kencing (poliuri)
Sifat kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah yang
banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu
malam hari.
3. Banyak minum (polidipsi)
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyak cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini sering disalah artikan.
Diperkirakan oleh beberapa orang bahwa rasa haus disebabkan oleh
udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum air yang sangat
banyak.
4. Banyak makan (polifagi)
Kalori yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh
penderita, sehingga penderita selalu merasa lapar.

2.4.2 Keluhan Lain


Keluhan lain yang dirasa oleh pendrita diabetes mellitus antara lain.
(Oroh, 2018)
1. Gangguan syaraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit/kesemutan terutama pada kaki
diwaktu malam hari, sehingga dapat sangat mengganggu tidur.
15

2. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes melitus sering dijumpai
gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk
mengganti kaca mata berulang kali agar ia dapat tetap melihat
dangan baik.
3. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah
kemaluan/daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah
payudara, sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang
lama sembuh. Luka ini dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk oleh peniti.
4. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena
sering secara tidak terus terang dikemukakan oleh penderitanya.
Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu
membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut masalah
kemampuan/kejantanan seseorang.
5. Keputihan
Pada wanita keputihan atau gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala yang dirasakan.

2.5 Diagnosis Dini Penyakit DM


Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin, frekuensi sesungguhnya
sangat sulit diperoleh karena perbedaan standart diagnosis, tetapi mungkin 1
dan 2 jika hiperglikemia puasa merupakan kriteria diagnosis. Penyakit ini
ditandai dengan kelainan metabolik dan komplikasi jangka panjang yang
melibatkan mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah. Populasi pasien tidak
homogen dan sudah didapat beberapa perbedaan sindromadiabetik yang jelas.
(A.Mardhiyah, N. Jafar, 2014)
16

Sebenarnya penyakit diabetes melitus tidak menakutkan jika diketahui


lebih awal. Kesulitan diagnosa timbul karena diabetes melitus datang tenang
dan bila dibiarkan akan menghanyutkan tanda-tanda awal penyakit diabetes
melitus ini sangatlah penting (Imam Subekti, 2002:251).
Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa dalam darah. Dalam menentukan diagnosa diabetes melitus harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan
cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan
diagnosa diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pengendalian
mutu secara tertentu). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat
dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
yang memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
dengan pengakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat
diperiksa glukosa darah kapiler. (Betteng, Pangemanan and Mayulu, 2014)
Kriteria diagnosa diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa:
1. kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl atau
2. kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl atau
3. kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa
75 gram pada TTGO (test toleransi glukosa oral).
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
berat seperti ketoasidosis gejala yaitu polusi polidipsi dan berat badan
menurun cepat. Cara diagnosa dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik
untuk penelitian epidemiologi pada penduduk dianjurkan memakai kritria
diagnosis kadar darah puasa dan 2 jam pasca pembebanan (Reno Gustaviani,
2006:1879). Cara pelaksanaan TTGO, menurut Reno Gustaviani:
17

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat


cukup).
2. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
3. Puasa paling sediit 8 jam mulai malam hari sebelum pemriksaan,
minum air putih diperbolehkan.
4. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
5. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kg BB
(anak- anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam
waktu 5 menit.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok.

Nilai atau indeks diagnostik lainnya menurut Sidartawan Soegono


Gangguan toleransi glukosa tergantung pada pemeriksaan kadar glukosa
darah. Beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam
menentukan sub klas, penelitian epidemiologi, dalam menentukan
mekanisme dan perjalanan alamiah diabetes melitus. Untuk diagnosa dan
klasifikasi indeks tambahan yang dapat dibagi atas 2 bagian antara lain:

1. Indeks penentuan derajat kesehatan sel beta.


Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaaan kadar insulin, pro-insulin
dan sekresi peptida.
2. Indeks proses diabetogenik.
Untuk penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dilakukan
penentuan tipe dan antibodi dalam sirkulasi yang ditujukan pada
pulau- pulau langerhans. Ditemukan penyakit lain dan penyakit
endokrin lainnya pada pankreas.

2.6 Pencegahan DM
Menurut WHO, upaya pencegahan pada penyakit diabetes melitus ada 3
jenis yaitu:
18

1. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya
hiperglikemia pada individu yang beresiko untuk menjadi diabetes
melitus.
2. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap penyakit diabetes melitus sedini mungkin,
misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi yang
beresiko tinggi, dengan demikian pasien diabetes melitus yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat tersaring, sehingga dapat
dilakukan dengan upaya untu mencegah komplikasi/ kalau sudah ada
komplikasi masih reversibel.
3. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi kesehatan akibat
penyakit diabetes melitus, usaha tersebut meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi
b. Mencegah progesi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi
kegagalan organ.
c. Mencegah kecacatan tubuh
Pencegahan penyakit diabetes melitus diperlukan suatu strategi yang
efisien dan efektif, agar mendapatkan hasil yang maksimal. Ada dua
macam strategi menurut Slamet Suyono dilaksanakan antara lain:

1. Pendekatan populasi/masyarakat
Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku
masyarakat umum. Salah satunya yaitu dengan cara mendidik
masyarakat untuk menjalankan cara hidup sehat dan
menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini tidak ditujukan
hanya untuk mencegah penyakit diabetes melitus tetapi juga
untuk penyakit lain secara bersamaan. Upaya ini sangat berat
19

karena target populasinya sangat luas. Oleh karena itu harus


dilakukan tidak saja oleh profesi, tetapi harus oleh segala
lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta.
2. Pendekatan individu berisiko tinggi.
Semua pencegahan yang dilakukan pada individu-individu
yang beresiko panyakit diabetes melitus pada suatu saat. Pada
golongan ini termasuk individu yang berumur >40 tahun,
gemuk, hipertensi, riwayat keluarga diabetes melitus, riwayat
melahirkan bayi >4 kg, riwayat diabetes melitus saat
kehamilan.

2.7 Senam Kaki pada DM


Tingginya jumlah penderita DM, antara lain disebabkan adanya perubahan
gaya hidup masyarakat karena kurangnya pengetahuan dan pendidikan rendah,
kesadaran untuk menjaga kesehatan, mengatur pola makan dan minimnya
aktivitas fisik juga bisa menjadi faktor penyebab prevalensi DM dimasyarakat.
Hal ini jika diabaikan maka akan beresiko bertambah penyakit DM sehingga
jatuh pada keadaan yang lebih berat dengan munculnya komplikasi DM.
(Sulistyowati et al., 2017)
Dampak dari hiperglikemi yang terjadi dari waktu ke waktu dapat
menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh
darah. Komplikasi DM yang sering terjadi antara lain: penyebab utama gagal
ginjal, retinopati diabetacum, neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang
meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi bahkan keharusan untuk amputasi
kaki. Meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke dan risiko kematian
penderita diabetes secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan bukan
penderita diabetes mellitus. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2013)

2.7.1 Pengertian Senam Kaki Diabetes


Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
Diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan
20

peredaran darah bagian kaki. Senam kaki ini bertujuan untuk memperbaiki
sirkulasi darah sehingga nutrisi ke jaringan lebih lancar, memperkuat otot-otot
kecil, otot betis, dan otot paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang
sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus. Senam kaki ini dapat
diberikan kepada seluruh penderita Diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2.
Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita Diabetes
mellitus sebagai tindakan pencegahan dini. Senam kaki ini berpengaruh untuk
memperbaiki sirkulasi darah. (Suhertini et al., 2002)
Senam kaki diabetes juga digunakan sebagai latihan kaki. Latihan
atau gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kedua kaki secara
bergantian atau bersamaan bermanfaat untuk memperkuat atau
melenturkan otot-otot di daerah tungkai bawah terutama pada kedua
pergelangan kaki dan jari-jari kaki. Pada prinsipnya, senam kaki
dilakukan dengan menggerakkan seluruh sendi kaki dan disesuaikan
dengan kemampuan pasien. Dalam melakukan senam kaki ini salah
satu tujuan yang diharapkan adalah melancarkan peredaran darah pada
daerah kaki. (Katuk, 2017)

2.7.2 Manfaat Senam Kaki Diabetes


Senam kaki ini sangat dianjurkan untuk penderita diabetes yang
mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropathy di kaki, tetapi
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan tubuh penderita. Gerakan
dalam senam kaki diabet seperti yang disampaikan dalam 3rd National
Diabetes Educators Training Camp tahun 2005 dapat membantu
memperbaiki sirkulasi darah di kaki. Mengurangi keluhan dari
neuropathy sensorik seperti: rasa pegal, kesemutan, gringgingen di
kaki. Manfaat dari senam kaki diabet yang lain adalah dapat
memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki,
meningkatkan kekuatan otot betis dan paha (gastrocnemius, hamstring,
quadriceps), dan mengatasi keterbatasan gerak sendi, latihan seperti
21

senam kaki diabet dapat membuat otot- otot di bagian yang bergerak
berkontraksi. (Studi et al., 2012)
Praktek senam kaki berpengaruh memperbaiki keadaan kaki,
dimana akral yang dingin meningkat menjadi lebih hangat, kaki yang
kaku menjadi lentur, kaki kebas menjadi tidak kebas, dan kaki yang
atrofi perlahan-lahan kembali normal. Dari uji statistik didapat bahwa
senam kaki dapat membantu memperbaiki otot-otot kecil kaki pada
pasien diabetes dengan neuropati. Selain itu dapat memperkuat otot
betis dan otot paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi dan mencegah
terjadinya deformitas. Keterbatasan jumlah insulin pada penderita DM
mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat hal ini
menyebabkan rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur internal
lainnya sehingga pasokan darah ke kaki semakin terhambat, akibatnya
pasien DM akan mengalami gangguan sirkulasi darah pada kakinya.
(Hasneli, 2007)

2.7.3 Teknik Senam Diabetes Melitus


1. Persiapan alat dan lingkungan :
a. Kertas koran dua lembar
b. Kursi ( jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk )
c. Lingkungan yang nyaman dan jaga privasi
2. Prosedur
a. Perawat cuci tangan terlebih dahulu
b. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien
duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai.
Dapat juga dilakukan dalam posisi berbaring dengan
meluruskan kaki.
22

Gambar 1. Pasien duduk di kursi

c. Meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki


diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah
seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, jari-
jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan
kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.

Gambar 2. Tumit di lantai dan jari-


jari diluruskan keatas

d. Meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak


kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di
lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Dilakukan
pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi
sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, menggerakkan jari dan
tumit kaki secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan
sebanyak 10 kali.
23

Gambar 3. Tumit di lantai sedangkan telapak


kaki diangkat

e. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat


ke atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan
pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur,
kaki lurus ke atas dan buat gerakan memutar dengan
pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Gambar 4. Ujung kaki diangkat keatas

f. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat


gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan
kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur kaki harus diangkat
sedikit agar dapat melakukan gerakan memutar pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
24

Gambar 5. Jari-jari kaki di lantai

g. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada


pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari
angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian. (Studi et al.,
2012)

Gambar 6. Kaki diluruskan dan


diangkat

h. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi


seperti bola dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola
itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua
belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja

1) Lalu robek koran menjadi 2 bagian,


2) pisahkan kedua bagian koran. Sebagian koran di sobek-
sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki
25

3) Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan


kedua kaki lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian
kertas yang utuh.
4) Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk
bola

Gambar 7. Robek kertas koran


dengan kaki

i. Hal yang di Evaluasi Setelah Tindakan Setelah malakukan


senam kaki evaluasi pada lansia apakah dapat menyebutkan
kembali pengertian senam kaki, dapat menyebutkan
kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki, dan dapat
memperagakan sendiri teknik-teknik senam kaki secara
mandiri.
j. Dokumentasi Tindakan Perhatikan respon lansia setelah
melakukan senam kaki. Lihat tindakan yang dilakukan
lansia apakah sesuai atau tidak dengan prosedur, dan
perhatikan tingkat kemampuan lansia dalam melakukan
senam kaki.
26

2.8 Penelitian Terkait


Tabel 2.8 Penelitan Terkait

No. Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian Kesimpulan


Penelitian
1 Pengaruh Quasy experimental Rrata-rata ABI Senam kaki efektif
Senam Kaki dengan desain kelomok eksperimen dalam meningkatkan
Terhadap Ankle penelitian one-group sebelum perlakuan ABI yang berarti
Brachial Index pre-post test with adalah 0,800 dan efektif dalam
(ABI) Pada control design. menjadi 1,005 setelah perbaikan sirkulasi
Pasien DM Tipe perlakuan . Rata-rata darah pada kaki pasien
II ABI kelompok konrol diabetes melitus tipe II
pada saat pretest di wilayah kerja
adalah 0,775 dan pada Puskesmas Ngawen
tahap postest menjadi Kabupaten Klaten.
0,830, p value 0,000 (p
< 0,05) Kesimpulan
2 Pengaruh Penelitian kuantitatif, Hasil penelitian Kegiatan aktifitas
Senam Diabetes menggunakan metode menunjukkan adanya fisik, baik senam
Dan Jalan Kaki quasi experiment pengaruh yang diabetes maupun jalan
Terhadap dengan pre- dan post- signifikan terhadap kaki, sangat baik
Penurunan test two group design. penurungan kadar gula dilakukan oleh
Kadar Gula darah (KGD) pada penderita diabetes
Darah Pada pasien diabetes melitus tipe II untuk
Pasien Dm Tipe mellitus type II akibat menurunkan kadar
II Di Puskesmas kegiatan senam gula darah. Kegiatan
Krueng Barona diabetes (p-value = olahraga apabila
Jaya Aceh 0.002) dan jalan kaki dilaksanakan secara
Besar (p-value = 0.001). baik, benar, teratur dan
The, tahun 2018 Kegiatan terukur akan
membantu
menstabilkan kadar
gula darah (KGD),
membantu mengurangi
kebutuhan insulin atau
obat-obatan serta
memelihara berat
27

badan.
3 Efektivitas Penelitian kuantitatif Hasil uji independen t- memiliki pengaruh
Senam Kaki dengan menggunakan testdi dapatkan nilai yang signifikan
Terhadap desain true eksperimen signifikan pada terhadap sensitivitas
Sensitifitas dengan rancangan sensitivitas kaki kaki dan resiko jatuh
Kaki san Risiko penelitian yang p=0,007 dan pada pasien diabetes
Jatuh Pada digunakan adalah resiko jatuh melitus.
Lansia desain pre post test didapatkan nilai
group design dengan p=0,000 ( <α = 0,05)
kelompok kontrol, artinya terdapat
yaitu kelompok pengaruh yang
intervensi diberi signifikan pemberian
latihan senam kaki dan senam kaki diabetes
kelompok kontrol melitus terhadap
mendapatkan senam sensitivitas kaki dan
lansia resiko jatuh pada
lanisa DM.
4 Pengaruh Penelitian ini Rerata Rerata Rerata perbedaan
Senam Kaki menggunakan metode perbedaan sesudah sesudah dilakukan
Diabetes quasi experiment dilakukan latihan latihan senam kaki
Melitus Dengan dengan Nonequivalent senam kaki pada pada kedua kelompok
Menggunakan control group design. kedua kelompok yaitu yaitu (6,20 + 1,033 :
Tempurung (6,20 + 1,033 : 7,20 + 7,20 + 0,632). Terlihat
Kelapa 0,632). Terlihat nilai nilai mean antara pada
Terhadap mean antara pada kedua kelompk adalah
Sensitivitas kedua kelompk adalah 1,0 dengan standar
Kaki Pada 1,0 dengan standar deviasi 0,401 Secara
Pasien Diabetes deviasi 0,401 Secara statistik perbedaan
Melitus di statistik perbedaan tersebut signifikan (p
Wilayah Kerja tersebut signifikan (p < 0,05).
Puskesmas < 0,05).
Harapan Raya
Kota Pekanbaru

5 Senam Kaki Penelitian ini Analisis bivariat untuk sehingga Ha diterima


Lebih Efektif merupakan jenis mengetahui perbedaan dan ada pengaruh
meningkatkan penelitian Pra – Nilai ABPI dan Gula senam kaki terhadap
28

Sirkulasi Darah Experiment dengan darah responden perubahan nilai ABPI


ke Kaki One Pre-Post Test sebelum dan sesudah dan gula darah pada
disbanding Design. dilakukan intevensi penderita diabetes
Penurunan dengan uji Wilcoxon. mellitus, hal ini berarti
Kadar Glukosa Berdasarkan hasil uji ada pengaruh senam
Pada Penderita wilcoxon didapatkan kaki terhadap Sirkulasi
Diabetes p-value nilai ABPI Darah Ke Kaki pada
Melitus di 0,000 ≤ α(0,05) dan p- penderita diabetes
Wilayah Kerja value gula darah 0,006 mellitus dengan rata-
Puskesmas ≤ α(0,05) rata penurunan nilai
Rejoso ABPI 0,124 dan rata-
rata penurunan gula
darah sebesar 11,37.

2.9 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang Olah Raga Senam


mempengaruhi DM: Kaki

1. Yang dapat diubah:

 Gaya hidup
 Diet tidak sehat
 Obesitas
 Tekanan darah
tinggi PENDERITA DM GDA:
2. Yang tidak dapat ≥200
diubah:
 Usia
 Riwayat keluarga
DM
 Ras
 Riwayat DM pada Rendah Tinggi
kehamilan Sedang

Gambar 2.9 Kerangka Teori


29
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(tantur syahdrajat, 2019). Kerangka konsep penelitian ini seperti pada gambar
berikut.
Variavel Independen Variabel Dependen

Sensitivitas kaki Pada


Olah Raga Senam Kaki
Penderita DM Tipe 2

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

28
29

3.2 Hipotesis Statistik


Hipotesis adalah suatu pertanyaan yang masih lemah dan memerlukan
suatu pembuktian dalam menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima
ataupun ditolak berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulakan
dalam penelitian (Rumengan, 2008).
Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian
ini sebagai berikut:
1. Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada perbedaan efektivitas senam kaki DM dan senam kaki dengan
media koran terhadap sensitivitas kaki pada pasien Diabetes Melitus Tipe
II di Puskesmas Botania Kota Batam
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada perbedaan efektivitas senam kaki DM dan senam kaki dengan media
koran terhadap sensitivitas kaki pada pasien Diabetes Melitus Tipe II di
Puskesmas Botania, Kota Batam
3.3 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Rancangan


penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pra
eksperimen dengan metode one group pretest-posttest, dengan purposive
sampling. Sampel yang diambil sebanyak X responden. Peneliti melakukan
pretest – penyuluhan – posttest, tidak ada kelompok pembanding atau
kelompok kontrol, serta tidak dilakukan randomisasi dan dilakukan pada satu
kelompok studi yaitu pasien diabetes mellitus di Puskesmas Botania, Kota
Batam. Berikut bentuk rancangan penelitian :
Tabel 3.3 Bentuk Rancangan Penelitian

Pretest Eksperimen / Perlakuan Protest

O1 X O2
30

Dalam penelitian eksperimen sering digunakan simbol atau lambang-


lambang sebagai berikut:

 O1 = Pengukuran pertama (pretest)


 X = Perlakuan atau eksperimen
 O2 = Pengukuran kedua (posttest)
Oleh karena itu, peneliti menggunakan pendekatan ini dengan maksud
menjelaskan pengaruh olahraga senam kaki (Variabel Independen/bebas)
terhadap tingkat sensitivitas kaki (Variabel dependen/terikat) pada pasien
diabetes melitus di Puskesmas Botania Kota Batam.
3.4 Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang ingin
diteliti. Kelompok yang lebih besar dari individu-individu untuk
berpartisipasi dalam penelitian (Tantur Syahdrajat, 2019). Populasi
penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus Puskesmas Botania,Kota
Batam Tahun 2019

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diperoleh dengan cara
tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Tantur Syahdrajat, 2019).
Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri- ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Sedangkan
kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).
a. Kreteria inklusi
Pasien yang kooperatif dan bersedia mengikuti senam kaki DM
tipe 2 yang dibuktikan dengan tanda tangan pada lembar persetujuan
setelah penjelasan.
31

b. Kriteria Eksklusi
Pasien yang merasakan kebas pada kaki
3. Besar Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang di anggap mewakili populasi
yang akan di teliti atau sebagian jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Soekidjo, 2012). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini
adalah dipilihnya secara acak pada lansia diabetes melitus tipe 2 sejumlah
10 responden baik laki-laki maupun perempuan. Rumus besar sampel
(Nursalam, 2013) yaitu sebagai berikut:
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)²
Keterangan :
n = Besar Sampel
N = Besar Populasi
d² = Tingkat Signifikasi ( d = 0,05)
Besar populasi 100 responden, maka dapat ditentukan besar sampel adalah:
𝑁
𝑛 = 1+𝑁(𝑑)²

100
𝑛=
1 + 100(0,05)²
100
𝑛=
1,25
𝑛 = 80
3.5 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Botania Kota Batam.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian ini akan direncanakan berlansung selama beberapa
minggu. Rincian kegiatan dan waktu seperti pada tabel berikut.
32

Tabel 3.5 Waktu Penelitian


Minggu
No Kegiatan I II III IV V VI VII VIII
1 Proposal
2 Pemberian Nilai
3 Revisi
4 Pengambilan Data
5 Entry Data
6 Skripsi

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat,2011). Adapun definisi operasional penelitian
ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6 Definisi Operasional

Variabel DO Alat Ukur dan Hasil Ukur Skala


Cara
Independent Senam kaki yang Mengikuti dan 1= Ya Nominal
Senam Kaki dilakukan pada melakukan senam 0= Tidak
Diabetes pasein DM untuk kaki dengan benar
Melitus memperlancar didampingi
dengan koran sirkulasi darah peneliti, 3 kali
pada ekstremitas seminggu selama
bawah yang 4 minggu
menyebabkan
kurangnya
sensitivitas pada
kaki penderita
diabetes melitus
Dependent Kepekaan Alat: a.Nilai 2: Interval
33

Sensitivitas rangsangan pada sikat yang


Kaki telapak kaki pada terdapat pada Sensitivitas
pasien Diabetes pangkal dari baik, yaitu
Melitus reflek hamer, dinilai
kapas yang menggunakan
dibentuk kapas ada
menyerupai kapas respon
alcohol
b.Nilai 1:
Respon
rangsangan pada Sensitivitas
ujung telapak kaki yaitu sedang
menggunakan dinilai
sikat, kapas secara menggunakan
bergantian sikat ada
respon

c.Nilai 0:

tidak ada
sensitivitas
yaitu dinilai

3.7 Metode Pengumpulan Data


1. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
meliputi :
1) Informed consent;
2) pena;
3) kertas;
4) stopwatch;
5) data puskesmas setempat;
6) rangkuman hasil
34

2. Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder (Notoatmodjo,2010):
a. Data Primer
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer yang
diambil dengan hasil kuesioner yang diberikan pada pasien
diabetes mellitus yang berobat ke Puskesmas Botania Kota
Batam pada Desember 2019.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari rekam medik di Puskesmas Botania
Kota Batam
3.7 Pengolahan Data
Data yang terkumpul dari hasil pengumpulan data dalam sebuah
penelitian, maka dilakukan tahap pengolahan data. Menurut Notoatmodjo
(2010), ada beberapa tahapan dalam pengolahan data diantaranya adalah :
a. Penyuntingan (Editing)
Secara umum, editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan
perbaikan kembali data yang telah terkumpul.
b. Pengkodean (Coding)
Setelah dilakukan penyuntingan pada semua data, selanjutnya
dilakukan pengkodean atau coding. Coding adalah mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
c. Memasukkan Data (Data Entry)
Setelah dilakukan pengkodean, dimasukkan kedalam program atau
software komputer. Salah satu program yang paling sering digunakan
adalah program komputerisasi.
d. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data telah selesai dimasukkan, perlu dicek kembali
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan
dan sebagainya, selanjutnya dilakukan pembetulan atau koreksi.
35

3.8 Analisis Data


1. Analisis Univariate

Analisa univariat digunakan untuk melihat gambaran distribusi


frekuensi semua variable penelitian dan bagaimana variasi masing-masing
variabel. Disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

2. Analisis Bivariate

Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis variabel


penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Hal ini digunakan
untuk membuktikan hipotesis yang dibuat. Pada penelitian ini dilakukan
uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test. Uji statistik Wilcoxon Signed Rank
Test, digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya pengaruh antara dua
variable.

3.9 Jadwal Penelitian


Akan dilaksanakan bulan Desember 2019
DAFTAR PUSTAKA

A.Mardhiyah, N. Jafar, R. I. (2014) ‘HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN


KADAR GULA DARAH PASIEN RAWAT JALAN DM TIPE 2 DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA MAKASSAR Diet’, Jurnal
Kesehatan, pp. 1–13.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) ‘Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013’, Laporan Nasional 2013, pp. 1–384. doi: 1
Desember 2013.

Barners, E.Darryl. 2012. 'Program Olahraga: Diabetes Panduan Untuk


Mengendalikan Glukosa Darah.. Klaten: Citra Aji Parama.

Betteng, R., Pangemanan, D. and Mayulu, N. (2014) ‘Analisis Faktor Resiko


Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif
Dipuskesmas Wawonasa’, Jurnal e-Biomedik, Volume 2,(2), p. 9. doi:
10.1006/jcat.1996.0050.

Daniel W. Foster. (2000). 'Harrison Prisip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam'. Jakarta:


EGC

Di, K. et al. (2013) ‘JEMS INTERVENSI KEGIATAN DALAM


PELAYANAN’, (2), pp. 94–100.

Embuai, S., Siauta, M. and Tuasikal, H. (2018) ‘Hubungan Diabetes Self Care
Terhadap Risiko Foot Ulcer pada Klien Diabetes Melitus ( The Correlation
Between Self Care Diabetes on Foot Ulcer Risk in Diabetes Mellitus
Clients )’, 2(September), pp. 83–87.

Hasneli, Y. (2007) ‘EFEKTIFITAS SENAM KAKI DIABETIK DENGAN


BOLA PLASTIK TERHADAP TINGKAT SENSITIVITAS KAKI
PADA’, pp. 1–9.

Hidayat A Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik


Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Katuk, M. E. (2017) ‘PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP


NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PASIEN DIABETES
MELITUS’, 5.

Leonita, E. and Muliani, A. (2015) ‘Penggunaan Obat Tradisional oleh Penderita


Diabetes Mellitus dan Faktor-faktor yang Berhubungan di Wilayah Kerja
Puskesmas Rejosari Pekanbaru Tahun 2015 The Use of Traditional
Remedies by Diabetics Mellitus and Factors Associated in The Work Area
Puskesma’, Jurnal Kesehatan Komunitas, 3(1). doi:
10.1074/jbc.M703209200.

Lestari Handayani. '2007. Kejadian DM, Perilaku Beresiko dan Kondisi Fisiologis
Penderita DM Di Indonesia'. Volume 14. No 1. Juni 2007. Jakarta:
Universitas

Magelang, M. D. I. (2013) ‘KADAR GULA DARAH PADA AGGREGAT


LANSIA DIABETES’, pp. 76–82.

Nursalam. 2013. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Klinis (3??ℎ


ed.). Jakarta: Salemba Medika

Oroh, W. (2018) ‘Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Melitus’, E-


Journal Keperawatan, 6.

Sari, N. and Hisyam, B. (2014) ‘Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe Ii Di


Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta’, Jkki, 6(1), pp. 11–18.

Studi, P. et al. (2012) ‘Pengaruh senam..., Sigit Priyanto, FIK UI, 2012’.

Soegondo. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 3. Jakarta. Sharah,

Suhertini, C. et al. (2002) ‘Senam kaki efektif mengobati neuropati diabetik pada
penderita diabetes mellitus’.
Sulistyowati, A. S. R. I. et al. (2017) ‘DARAH SEWAKTU PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA’.

Taylor, R. B. (2010). Managing Diabetes With Exercise 6 Tips for Nerve Pain.
Retrieved January 15, 2015, from http://www.webmd.com/diabetes/feat
ures/6-exercise-tips

Tjekyan, R. M. S. (2014) ‘Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus


Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010’, Majalah
Kedokteran Sriwijaya, 46(2), pp. 85–94.

Anda mungkin juga menyukai