Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam Untuk
Sekolah Inklusi
Dosen Pengampu : Fandi Akhmad, S.Pd.I., M.Pd.I
Oleh:
MUHAMMAD DZULFAQOR DAHLAN (1600031083)
ILHAM SUSENO (1600031065)
WILDHAN JAUHAR (1600031058)
A. Latar Belakang
Tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki kelainan fisik,
khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh. Antara anak normal dan
anak tunadaksa, memilki peluang yang sama untuk melakukan aktualisasi diri, hanya saja
banyak orang meragukan kemampuan anak tunadaksa. Ada dua penggolongan anak tunadaksa
yakni tunadaksa murni yang tidak mengalami gangguan mental, sedangkan yang kedua adalah
tunadaksa kombinasi yang kebanyakan mengalami gangguan mental.
Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan.Sebagai contoh, otak
adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia.Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka
atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-
fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah
kelahiran, Menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tuna Daksa
2. Apa Faktor Penyebab Tuna Daksa
3. Ada Berapa Klasifikasi Tuna Daksa
4. Apa Tujuan Pendidikan Anak Tuna Daksa
5. Bagaimana Model Layanan Pendidikan Anak Tuna Daksa
6. Bagaimana Pendidikan Anak Tuna Daksa
BAB II
PEMBAHASAN
Tunadaksa berasal dari kata “ Tuna “ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“berarti tubuh.
Dalam banyak literatur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan
tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“
(kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat
gangguan kesehatan.Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia.Apabila
ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada
fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak
baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, Menyebabkan retardasi dari mental
(tunagrahita).
Menurut Sutjihati Somantri, bahwa tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu
sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Sedangkan menurut Mohammad Efendi, bahwa
tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan
oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal
akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna. Dan dipertegas lagi oleh Aqila
Smart, bahwa tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki kelainan
fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.
Jadi tunadaksa adalah manusia yang mengalami gangguan pada anggota tubuhnya baik itu
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.
Sedangkan kondisi ketunadaksaan yang terjadi pada masa kelahiran bayi antara
lain:Kesulitan saat persalinan karena letak bayi sungsang atau pinggul ibu terlalu kecil,
pendarahan pada otak saat kelahiran, kelahiran premature, gangguan pada plasenta yang
dapat mengurangi oksigen sehingga mengakibatkan terjadinya anoxia.
c) c. Post natal
Kelainan fungsi aggota tubuh atau ketuna daksaan yang terjadi pada masa setelah lahir,
diantaranya:
Faktor penyakit seperti meningitis (radang selaput otak), enchepalis (radang otak),
influenza, dhiptheria, partusis dan lain-lain.
Faktor kecelakaan, pertumbuhan tubuh atau tulang yang tidak sempurna.( Laila,
2012).
Berat, dengan ciri-ciri: membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara dan
tidak dapat menolong diri sendiri.
Jenis campuran, seseorang mempunyai kelainan dua atau lebih dari tipe-tipe
kelainan diatas.
Tipe bulbeir, yaitu kelumpuhan sistem motorik pada satu atau lebih saraf tepi,
dengan ditandai adanya gangguan pernafasan.
Lama pendidikan dan penjenjangan serta isi kurikulum tiap jenjang adalah sebagai
berikut.
a. TKLB (Taman Kanak-kanak Luar Biasa) berlangsung satu sampai tiga tahun dan
isi kurikulumnya, meliputi pengembangan Kemampuan Dasar (Moral Pancasila,
Agama, Disiplin, Perasaan, Emosi, dan Kemampuan Bermasyarakat),
Pengembangan Bahasa, Daya Pikir, Daya Cipta, Keterampilan dan Pendidikan
Jasmani. Usia anak yang diterima sekurang-kurangnya 3 tahun.
b. SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) berlangsung sekurang-kurangnya enam tahun
dan usia anak yang diterima sekurang-kurangnya enam tahun. Isi kurikulumnya
terdiri atas: Program Umum meliputi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPS, IPA,
Kerajinan Tangan dan Kesenian, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan; program
khusus (Bina Diri dan Bina Gerak), dan Muatan Lokal (Bahasa Daerah, Kesenian,
dan Bahasa Inggris).
c. SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa) berlangsung sekurang-
kurangnya 3 tahun, dan siswa yang diterima harus tamatan SDLB. Isi kurikulumnya
terdiri atas program umum (Pendidikan Pancasila, Kewarganegaraan, Pendidikan
Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan, Bahasa Inggris), program khusus (Bina Diri dan Bina Gerak), program
muatan lokal (Bahasa Daerah, Kesenian Daerah).
d. SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa) berlangsung sekurangkurangnya tiga
tahun, dan siswa yang diterima harus tamatan SLTPLB. Isi kurikulumnya meliputi
program umum sama dengan tingkat SLTPLB, program pilihan terdiri atas paket
Keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan
Kesenian. Di jenjang ini, anak tunadaksa diarahkan pada penguasaan salah satu
jenis keterampilan sebagai bekal hidupnya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan
oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal
akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan
pembelajarannya perlu layanan secara khusus. Seperti juga kondisi ketuntasan yang lain,
kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum
anak lahir (prenatal), saat lahir (neonatal), dan setelah anak lahir (postnatal).
Insiden kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi
lahir atua ketika dalam kandungan, diantaranya dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada
system saraf pusat. Sama seperti bentuk kelainan atau ketuntasan yang lain, kelainan fungsi
anggota tubuh atau tunadaksa yang dialami seseorang memiliki konsekuensi atau akibat yang
hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan penderita, baik berefek langsung maupun tidak
langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Astati, dkk. (2000). Model Pembelajaran Anak Luar Biasa yang Mengikuti Pendidikan di
Sekolah Umum. Laporan Penelitian. Bandung. Jurusan PLB FIP UPI
Cruickshank, J. (1975). Education of Exceptional Children and Youth. New Jersey: Prentice
Hall International.
Lynch, E.W & Lewis, R.B (1988). Exceptional Children and Adults. Columbus; Charles E.
Merrill.
Amin, M. & Kusumah, I. (1991). Pendidikan Luar Biasa IV (Pendidikan Tunalaras).
Terjemahan. Bandung. Program Studi PLB FKIP UNINUS.
Abdurrachman, M. & Sudjadi S. (1994). Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Dikti PPTA.
Assjari, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunadaksa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTA.
Salim, A. (1996). Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti
PPTA.