Atikah-CSS-iNFEKSI TORCH
Atikah-CSS-iNFEKSI TORCH
Oleh :
Atikah Rahmadhani
1210313079
Preseptor :
dr. Firman Abdullah, Sp.OG
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Infeksi pada Kehamilan”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian kandungan dan kebidanan RSUD Dr Ahmad Mochtar Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Firman Abdullah, Sp.OG selaku
pembimbing dan juga kepada rekan-rekan dokter muda.
Penulis
2
BAB 1
PENDAHULUAN
berlangsung, bisa didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat
umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung. Dampak
terhadap janin bisa berbeda bila kuman penyakit masuk di trimester yang berbeda
pula. Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan
tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus,
pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan.
penyakit yang tampak tidak terlalu mengancam jiwa ibu hamil bahkan tidak tampak
sering menyebabkan dampak yang berbahaya pada janin yaitu penyakit TORCH;
hubungan seksual, dan penyakit lainnya terdiri dari infeksi oleh bakteri, virus, serta
infeksi parasit dalam kehamilan. Infeksi dalam kehamilan berdampak pada janin bisa
3
berasal dari infeksi tersebut saat janin didalam kandungan atau saat janin setelah
Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa perinatal
yang berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian
sehingga diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan
baik yang dapat dilakukan oleh wanita hamil, suami, keluarganya, maupun dari
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TOKSOPLASMOSIS
2.1.1 Definisi
Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi pada bayi baru lahir
yang berasal dari ibu yang terinfeksi. Bayi tersebut biasanya asimptomatik, namun
psikomotor.4
2.1.2 Etiologi
menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing di seluruh dunia. 4
Jika parasit ini menginfeksi wanita yang sedang hamil, maka parasit akan
menginfeksi janin melalui plasenta yang akan menyebabkan gangguan pada mata,
5
2.1.3 Patogenesis
Tahap utama daur hidup parasit adalah pada kucing (hospes definitif). Dalam
sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual
Bila ookiosta tertelan oleh hospes perantara maka pada berbagai jaringan akan terjadi
pembelahan cepat menjadi takizoit → bereplikasi pada seluruh sel kecuali di eritrosit
Bila kista jaringan yang mengandung bradizoit atau ookista yang mengandung
sporozoit terlelan oleh hospes, parasit akan bebas dari kista → didalam eritrosit,
limfatik, otot lurik, miokardium, retina, plasenta, dan SSP → terjadi infeksi →
replikasi → invasi sel sekitar → kematian sel dan nekrosis fokal + inflamasi akut.4,5
organ.6
1. Transmisi kongenital
Infeksi pada plasenta dipengaruhi saat terjadinya infeksi pada neonatus. Namun
hanya 30% infeksi terjadi pada bayi dari ibu yang terinfeksi saat kehamilan.
Transmisi infeksi kongenital sebagian besar (65%) terjadi pada trimester ketiga
dan makin muda usia kehamilan, makin besar resiko terjadi kelainan yang berat
bahkan kadang-kadang berakhir dengan abortus.3 Seorang ibu sering kali tidak
6
mengetahui mendapat infeksi toxoplasma pada saat kehamilan, walaupun kadang-
melahirkan.7
melalui daging yang tidak atau kurang matang bukan merupakan jalur penularan
Toxoplasma dapat ditemukan dalam darah donor yang asimtomatik dan parasit ini
dapat hidup dalam darah lengkap dengan sitrat pada suhu 30º C selama 50 hari.
Penularan lain juga dapat terjadi melalui petugas laboratorium yang bertgas
7
2.1.4 Manifestasi Klinis Toksoplasmosis
Gejala yang dapat timbul pada toksoplsmosis adalah fatigue, nyeri otot, dan
toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan
sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ
Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan
ensefalitis.1,2,3 Sedangkan bila janin lahir setelah ibu terinfeksi selama kehamilan, bayi
bisa lahir dalam keadaan hidrosefalus, berat bayi lahir rendah, hepatospleenomegali,
8
• Congenital Toxoplasmosis: Anak hidup dengan kemunduran mental yang parah,
gondii pada darah janin ataupun cairan ketuban. Pemeriksaan dengan teknik
ELISA pada darah janin guna mendeteksi antibody IgM janin spesifik
(antitoksoplasma).
2.1.6 Penatalaksanaan
gondii, diberi pyrimethamine (50 mg/hari per oral) dan sulfadiazine (3 g/hari
per oral, dibagi dalam 2-3 dosis) dilanjutkan dengan 3 minggu pemberian
dibagi dalam 2-4 kali per hari sampai saatnya kelahiran (dapat menyebabkan
9
Asam folinic (10-25 mg/hari per oral) untuk mencegah penekanan pada
sumsum tulang.
mentah
- Kebersihan dapur
2.2. RUBELA
2.2.1 Definisi
10
Infeksi ini juga dikenal dengan campak Jerman dan sering diderita anak-anak.
hamil disarankan untuk tidak berdekatan dengan orang yang sedang sakit campak
Jerman.8
2.2.2. Etiologi
menyelimuti dan memiliki genom RNA beruntai tunggal. 3,4,5 Virus ini ditularkan
melalui rute pernapasan dan bereplikasi dalam nasofaring dan kelenjar getah bening.
Virus ini dapat ditemukan dalam darah 5 – 7 hari setelah infeksi dan menyebar ke
seluruh tubuh. Virus memiliki sifat teratogenik dan mampu menyeberangi plasenta
dan menginfeksi janin di mana sel-sel berhenti dari berkembang atau menghancurkan
mereka.8,9
1. Gejala yang ditimbulkan adalah demam, ruam pada kulit, batuk, nyeri sendi,
2. Gejala klinis biasanya ringan dan 50-75% kasus, gejala tidak tampak.
Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin.
Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin.
1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin dilahirkan dalam keadaan normal
11
2. Abortus spontan
rubella kongenital sebesar 25% (50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama), resiko
sindroma rubella kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada trimester II
dan III.
trombositopenik purpura.
Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI.
2.2.4 Diagnosis
digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika
rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada
12
Deteksi IgM mencapai puncak pada 7 – 10 hari setelah onset dan perlahan-
lahan menurun selama 4-8 minggu. Infeksi janin dapat dideteksi dengan memeriksa
persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20%
2.2.5 Penatalaksanaan
menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan. Upaya untuk
mengobati anak yang sedang menderita rubela kongenital dengan obat ini tidak
berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penggunaannya amat
terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan hasil yang terbatas.
globulin yang dapat melawan infeksi tersebut. Hal ini dapat mengurangi gejala
kongenital.
rubella adalah virus yang dilemahkan. Dosis tunggal vaksin ini dapat memberikan
lebih dari 95% imunitas jangka panjang. Vaksin rubella tersedia dalam formula
13
monovalent atau kombinasi dengan vaksin lain seperti measles (MR), measles dan
2.3.1 Definisi
oleh sitomegalovirus. Virus ini termasuk dalam keluarga besar virus herpes. Penyakit
ini termasuk penyakit yang mewabah di seluruh negara dan menular melalui kontak
manusia. Hampir 4 dari 5 orang yang berumur 35 tahun pernah terinfensi CMV.10
2.3.2 Etiologi
Umumnya > 90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak terdeteksi
secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam, lesu, sakit kepala, sakit
otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang terinfeksi CMV akan menyalurkan pada
kelainan kongenital. Selain itu wanita yang hamil dapat mengalami keguguran akibat
infeksi CMV.1
Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan dan infeksi pada
umur kehamilan kurang dari 16 minggu menyebabkan kerusakan yang serius. Infeksi
CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogen maupun endogen. Infeksi
eksogen dapat bersifat primer yaitu terjadi apabila ibu hamil dalam pola imunologik
14
seronegatif, dan nonprimer bila ibu hamil dalam keadaan seropositif. Infeksi
endogenous adalah hasil dari reaktivasi virus yang sebelumnya dalam keadaan paten.
Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinik yang jauh lebih buruk pada
atau dengan virologik. Dengan metode serologik, diagnosis infeksi maternal primer
(tampak adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai pemeriksaan hasil serial dengan
interval kira-kira 3minggu. Dalam metode serologik infeksi primer bisa juga
ditentukan dengan Low IgG Avidity, yaitu antibodi klas IgG menunjukan fungsional
aviditasnya yang rendah serta berlangsung selama 20 minggu setelah infeksi primer.
uji imuno floresens. Uji ini menggunakan monoklonal antibodi yang mengikat
antigen Pp 65, suatu protein polipetida dengan berat molekul 65 kilo dalton dari
pranatal dilakukan dengan metode PCR dan isolasi virus pada cairan ketuban yang
15
2.3.6 Penatalaksanaan
Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir dan
valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet dan
cidofovir. Konsensus yang menyatakan hal yang lebih baik antara profilaksis dengan
terapi preemptif yang lebih baik untuk pencegahan infeksi CMV pada penerima organ
transplan solid.12
Seorang calon ibu hendaknya menunda untuk hamil apabila secara laboratorik
dinyatakan terinfeksi CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita
infeksi CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui infeksi kongenital.
2.4.1 Defnisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok di atas kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial,
sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital.
2.4.2 Epidemiologi
kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi HSV dapat menularkan virus tersebut saat baru
16
lahir selama persalinan vagina, terutama jika ibu memiliki infeksi aktif pada saat
persalinan. Namun, 60 - 80% dari infeksi HSV didapat oleh bayi yang baru lahir
terjadi pada wanita yang tidak memiliki gejala infeksi HSV atau riwayat infeksi HSV
genital.13
2.4.3 Patogenesis
Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus
Herpes simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini
merupakan kelompok virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit
secara langsung dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya
terjadi pada saat gejala manifestasi HSV muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari
Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks, HSV 1, dan HSV-2
bertahan di ganglia saraf sensoris. Virus kemudian akan mengalami masa laten,
dimana pada masa ini virus Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein virus,
oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host.
Setelah masa laten, virus bereplikasi di sepanjang serabut saraf perifer dan dapat
Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan sekret
pertama penyakit, meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.Virus
Herpes simplex sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan individu
17
yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus epidermis
genitalia) dan virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin.
perubahan patologis sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang
serius, karna melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat
angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup, menderita cacat neurologik atau
atau hepatitis; disamping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Beberapa ahli
kandungan mengambil sikap partus secara Seksio Caesaria, bila pada saat melahirkan
sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketubah
bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat
intrapartum.
18
Infeksi HSV pada bayi baru lahir mungkin didapat selama dalam kandungan,
selama persalinan atau setelah lahir. Ibu merupakan sumber infeksi tersering pada
semua kasus. Herpes neonatus diperkirakan terjadi pada sekitar satu dari 5.000
kelahiran setiap tahun. Bayi baru lahir tampaknya tidak mampu membatasi replikasi
dan penyebaran HSV sehingga cenderung berkembang menjadi penyakit yang berat.
Jalur infeksi yang paling sering adalah penularan HSV bayi selama pelahiran
melalui kontak dengan lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi,
dilakukan persalinan dengan seksio sesarea pada perempuan hamil yang memilik
herpes genital. Namun lebih banyak terjadi infeksi HSV neonatal dari pada kasus
herpes genital rekuren meskipun virus ditemukan pada bayi cukup bulan.
maupun HSV-2. Sumber infeksi mencakup anggota keluarga dan petugas rumah sakit
yang menyebarkan virus. Sekitar 75% infeksi herpes neonatal disebabkan oleh HSV-
2. Tidak tampak adanya perbedaan antara sifat dan derajat berat herpes neonatus pada
bayi prematur atau cukup bulan, pada infeksi yang disebabkan oleh HSV-1 atau HSV-
2, atau pada penyakit ketika virus didapatkan selama persalinan atau pasca persalinan.
keseluruhan pada penyakit yang tidak diobati adalah 50%. Bayi dengan herpes
neonatus terdiri dari tiga katagori penyakit: (1) lesi setempat di kulit, mata dan mulut;
(2) ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya kulit setempat; (3) penyakit diseminata
yang mengenai banyak organ, termasuk sistem saraf pusat. Prognosis terburuk (angka
mortalitas sekitar 80%) terdapat pada bayi dengan infeksi diseminata; banyak
19
diseminata biasanya pneumonitis virus atau koagulopati intravaskular. Banyak yang
selamat dari infeksi berat dapat hidup dengan gangguan neurologi menetap.
Pemeriksaan sitologik
Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak
genital) dan apusan serviks Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk
diagnosis konklusif infeksi herpes simpleks. Jenis yang lebih tua dari
pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi herpes kemudian
sel raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang
membawa virus (inklusi) mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi
akurat 50-70% dari waktu. Hal ini tidak dapat membedakan antara jenis virus
mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan
selama tes ini mungkin membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus
sangat akurat jika lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja
20
dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang, atau latensi. Pada tahap ini
banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam
jenis, Herpes Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-
serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah terpapar
2.4.6 Diagnosis
klinis lesi. Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik
lesi vesikuler pada dasar eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat
menyerupai ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat
hadir sebagai uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang
21
perjangkitannya khas, dan dengan mengambil sampel dari luka kemudian
mengetesnya di laboratorium. Tes darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II,
meskipun hasil-hasilnya tidak selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk
memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.
2.4.7 Penatalaksanaan
Edukasi
Pasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan
seksual selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan
Agen Antiviral
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri, dan ketidak
mempercepat waktu penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan,
yaitu Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi
virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat
secara intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi
perjangkitan.
Penatalaksanaan pada wanita hamil yang terinfeksi virus herpes simplex, baik
yang first episode ataupun yang sudah pernah terinfeksi dan terjangkit lagi harus
diterapi sesuai dengan obat dan dosis sesuai dengan tabel berikut ini.13
22
Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5 kali
sehari selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala,
meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam
23
BAB 3
KESIMPULAN
Sifilis), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang
terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan
keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit
mendapatkan kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-
janin yang bisa timbul akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain
kelainan pada saraf, mata, kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya
24
DAFTAR PUSTAKA
1. S. van der Weiden et al. Is routine TORCH screening and urine CMV culture
warranted in small for gestational age neonates?.Early Human Development 87
(2011) 103–107.
2. Sarah Logan & Laura Price. Infectious disease in pregnancy. Obstetrics,
Gynaecology And Reproductive Medicine 21:12. 2011.
3. Catherine O'Keefe et al.Viral Infections in the Neonate. Division of Pediatric
Infectious Diseases and School of Nursing, Creighton University, Omaha, 2010.
4. Calvin Tjong. Infeksi TORCH (artikel). Pondok indah health care group. 2010.
5. Sylvia MD. TOXOPLASMOSIS. 2001. Elsevier Science Inc., all rights
reserved.
6. Alyson K.Toxoplasmosis: Diagnosis, Treatment, and Prevention in Congenitally
Exposed Infants. National Association of Pediatric Nurse Practitioners.
Published by Elsevier Inc. 2011.
7. Jennifer M.Rubella. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine (2007) 12,
182e192. Elseiver Journal.
8. American Academy of Pediatrics: Reviewed article of Rubella. 2006
9. Gail J. Congenital cytomegalovirus: Public health action towards
awareness,prevention, and treatment. Journal of Clinical Virology 46S (2009)
S1–S5.
10. SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINEGuidelines for the management of
herpes simplex virus in pregnancy.No. 208, June 2008.
11. Helen Varney. Dkk. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
12. Sauerbrei A, Wutzler P: Herpes simplex and varicella-zoster virus infections
during pregnancy: current concepts of prevention, diagnosis and therapy. Part 1:
herpes simplex virus infections. Med Microbiol Immunol 2007, 196:89-9
25