A. LATAR BELAKANG
Ketika mendengar nama al-Ghazali, yang sering terlintas dalam
benak adalah kitab Ihya Ulum ad-Din. Kitab yang menjadi masterpiece
beliau . selian itu, pengetahuan bahwa beliau adalah seorang sufi yang
mumpuni dan hanya membahas masalah kesufian serta meninggalkan
gemerlapnya kehidupan dunia dan segala sesuatu yang berkaitan
dengannya juga mungkin menjadi salah satu yang terlintas di dalam benak
setiap orang yang mendengar namanya.
Selama ini, masih sedikit orang yang mengkaji pemikiran al-
Ghazali dari sudut pandang lain selain tasawuf. Dari sudut pandang
ekonomi misalnya. Alih-alih meninggalkan keduniawian, beliau malah –
walaupun hanya secara tersirat—menyebutkan dalam kitab Ihya Ulum ad-
Din—walau tidak secara eksplisit—tentang konsep ekonomi. Karena latar
belakang beliau yang mahir dalam dunia tasawuf, maka pemikiran
ekopnomi beliaupun diwarnai dnegan nilai-nilai ketasawufan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakan bigrafi Imam al-Ghazali?
2. Apa saja pemikiran-pemikiran beliau yang menyangkut tentang
ekonomi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
2. Menjelaskan biografi singkat Imam al-Ghazali.
3. Menjelaskan pemikiran-pemikiran Imam al-Ghazali mengenai
ekonomi.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI AL GHAZALI
Al-Ghazali Lahir pada 14 Jumadil Akhir 450 H (18 Desember
1058 M) di desa Taberan distrik Thus, Persia, dan bernama Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thusi asy Syafii al
Ghazali. Gelarnya adalah "Hujjatul Islam" dan gelar wangsanya adalah
Ghazzali. Nama ayahnya kurang begitu dikenal, namun kakeknya adalah
orang terpandang pada masanya. Ayahnya meninggal dalam usia muda
sehingga meninggalkan dirinya untuk diasuh oleh ibu dan kakeknya.
Ghazzali disebut-sebut sebagai nama sebuah desa distrik Thus, provinsi
Khurasan, Persia.
Sepeninggal ayahnya, beliau menghabiskan masa kecilnya dalam
bimbingan sufi yaitu ar-Radzakani yang merupakan teman ayahnya hingga
sang sufi tersebut menganjurkan kepadanya untuk menuntut ilmu kepada
guru-guru yang lain. Beliau kemudian meneruskan perjalanannya ke
daerah Jurjan untuk mendalami iluyang telah diperolehnya dan juga untuk
menambah ilmu baru seperti dasar-dasar tasawuf kepada Imam Nasir al-
Ismail dan Syaikh Yusuf an-Nasaj. Selanjutnya beliau meneruskan
pencarian ilmunya di an-Nizhamiyyah, sebuah madrasah yang salah satu
pengajarnya adalah Imam al-Haramain Diauddin al-Juwaini, seorang
ulama besar pada masa itu, yang juga merupakan guru Imam al-Ghazali
dalam bidang ilmu kalam dan mantik.
Setelah ditinggalkan oleh Imam al-Juwaini, beliau berangkat
menuru Askar untuk menemui perdana menteri Nidzam al-Mulk. Di Askar
inilah kecermelangan Al-Ghazali mulai nampakdan memunculkan
ketertarikan perdana menteri kepadanya. Kemudian, perdana menteri
menunjunya untuk menjadi pengajar di an-Nizhamiyyah pada tahun 484 H
(1091 M). Pada tahun itu pula, Imam al-Ghazali diangkat menjadi guru
besar di an-Nizhamiyyah. Setelah sekitar empat tahyun mengajar di an-
Nizhamiyyah, al-Ghazali mulai merasakan keraguan tentang kebenaran
ilmu-ilmu yang telah ia ajarkan maupun terhadap karya-karya yang telah
ia hasilkan selama waktu tersebut. Karena hal tersebut, al-Ghazali
memutuskan untuk tidak lagi mengajar di an-Nizhamiyyah. Ia kemudian
memutuskan untuk menemukan kebenaran sejati dnegan melakukan
perjalanan dari satu daerah ke daerah yang lain.
Daerah pertama yang dikunjunginya adalah Damaskus, beliau
mneghabiskan waktunya dengan melakukan berbagai kegiatan yang
memungkinkan baginya untuk menyucikan jiwa, seperti uzlah, riyadhah
dan mujahadah sebagai bentuk pengamalan dari ilmu-ilmu tasawuf yang
telah diperolehnya. Seltelah dua tahun, beliau melanjtkan perjalanannya
menuju Bait al-Maqdis di Palestina. Kemudian ke Makkah al-Mukarramah
untuk mengunjungi makam Rasulullah SAW. setelah itu, beliau
memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya.
2
Beliau wafat di desa asalnya, Taberan, pada 14 Jumadil Akhir 505
H bertepatan pada tanggal 9 Desember 1111 M. Beliau hidup selama
hampir 55 tahun dan sudah memulai menulis buku sejak usia 20 tahun.
Salah satu buku karyanya adalah al-Ihya ‘Ulumuddin, yang
melambungkan kemasyuran al-Ghazali dalam bidang keilmuannya. Beliau
dikenal di dunia Barat dengan sebutan Al-Gazel. Topik-topik ekonomi
termasuk pasar banyak dibahas Al-Ghazali dalam buku karyanya al- Ihya
‘Ulumuddin. Dalam buku tersebut, pandangan Al-Ghazali mengenai pasar
dijabarkan dengan rinci, bahwa peranan aktivitas perdagangan dan
timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan dan
penawaran. Bagi Al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari ‘natural order’.
Oleh karena itu, Al-Ghazali memiliki apresiasi yang mendalam mengenai
pasar secara luas (Muhammad:2004).
1
Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer.
Depok : Gramata Publishing. Hal. 167
3
tempat dan bila mereka membutuhkan sesuatu tinggal datang ke
tempat tersebut. Maka, dari hal tersebut terbentuklah apa yang
dinamakan pasar.”2
2
Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, jilid III, Beirut : Daar al Kutub al-Islamiyyah, Hal 222
3
Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer.
Depok : Gramata Publishing. Hal. 168
4
Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, jilid III, Beirut : Daar al Kutub al-Islamiyyah, Hal 229
4
manusia telah melakukan kegaitan bisnisnya melalui transaksi jual
beli. Akan tetapi cxara yanag digunakan berbeda dengan yang
digunbakan pada masanya. Pada zaman dahulu transaksi jual beli
dilakukan dnegann cara barter, yaitu menukarkan barang yang satu
dnegan barang lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Hal itu
terjadi karena pada masa dahulu belum adanya mata uang yang
digunakan untuk melakukan transaksi seperti yang terjadi di masa al-
Ghazali.
Selain itu, al-Ghazali juga menungkapkan kelemahan
bertransaksi emnggunakan sistem barter bahwa kelemahannya lebih
disebabkan karena tidak adanya ukuran yang pasti mengenai samanya
nilai suatu barang jika hendak ditukarkan dengan nilai barang yang
lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, al-Ghazali menjelaskan
bahwa dalam sistem barter tidak lagi sesuai jika diterapkan dimasanya.
Selain itu sistem ini juga harus diubah dan dicari jalan kluarnya. Al-
Ghazali juga memberikan penjelasan mengenai kesulitan-kesulitan
yang dihadapi ketika menggunakan sistem barter. Menurutnya,
kesulitan itu diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain :
1) Proses tukar menukar akan menjadi sangat rumit karena
pertukaran hanya mungkin terjadij apabila kedua belah pihak
yang mengadakan pertukaran sepakat.
2) Timbulnya kesulitan menilai suatu barang tanpa adanya suatu alat
yang tepat untuk menilai suatu barang.
3) Perdagangan dengan sistem ini menghambat kelancaran berbisnis
yang pembayarannya ditunda ke masa mendatang (kredit).5
Barter memang sudah menjadi bagian dari sejarah ekonomi
dunia. Oleh karena itu, untuk lebih meyakinkan perlunya revisi
mengenai sistem barter, al-Ghazali meenganjurkan dibentuknya
lembaga-lembaga keuangan yang khusus mengusus tentang pembuatan
dan percetakan mata uang seperti dar al-harb, yaitu sebuah lembaga
keuangan yang telah dikenal pada masa al-Ghazali yang setara dngan
Bank Indonesia.6
Selanjutnya, al-Ghazali juga menyamakan antara transaksi
menggunakan sistem barter dengan transaksi menggunakan uang
barang. Karena menurut beliau, pakaian, makanan, binatang, dan
barang-barang lainnya dapat dipertukarkan sama halnya dengan fungsi
5
Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer.
Depok : Gramata Publishing. Hal. 171.
6
Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer.
Depok : Gramata Publishing. Hal. 171.
5
uang. Berdasarkan hal ini, al-Ghazali menyimpulkan bahwa uang
barang adalah barang-barang yang dipergunakan dalam transaksi
menggunakan sistem barter.7 Al-Ghazali melihat sistem barter yang
sarat dnegan kelemahan dan kekurangan mengakibatkan terjadinya
peralihan alat pertukaran dari barang sebagai uang menjadi emas dan
perak sebagai standar nilai mata uang. Berdasarkan penjelasan di atas,
kita bisa melihat bahwa melalui teori evolusi uangnya al-Ghazali,
menggambarkan dengan jelas mengenai proses perlangsungnya
peralihan dari sistem perekonomian barter menuju perekonomian yang
menggunakan sistem mata uang logam.
Al-Ghazali memiliki pendapat sendiri mengenai fungsi uang.
Setidaknya ada dua fungsi uang menurut beliau yaitu pertama, Allah
SWT menjadikan uang (dinar dan dirham) sebagai hakim dari
penengah diantara harta benda lainnya, sehingga harta benda tersebut
dapat diukur nilainya dengan uang (dinar dan dirham) yang oleh para
ekonom setelah beliau siistilahkan menjadi satuan nilai. Kedua, uang
(dinar dan dirham) menjadi perantara untuk memperoleh barang-
barang lainnya. Karena uang tidak dapat memiliki manfaat pada
dirinya sendiri. Namun ia memiliki manfaat apabila dipergunakan
untuk hal-hal yang lain. Oleh para ekonom setelahnya diistilahkan
dengan alat pertukaran. 8
7
Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer.
Depok : Gramata Publishing. Hal. 171
8
Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer.
Depok : Gramata Publishing. Hal. 172-173
6
Mengenai pertukaran uang—dalam istilah al-Ghazali disebut
sharf—erat kaitannya dnegan masalah riba. Al-Ghazali menyebutkan
bahwa siapa saja yang melakukan transaksi pertukaran uang yang
didalamnya terdapat unsur riba, maka orang tersebut telah
mengingkasri nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya dan telah
berbuat dzhalim. Beliau hanya memperbolehkan pertukarang uang
yang sejenis dan sama nilainya.
5. Aktivitas Produksi
7
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. KRITIK DAN SARAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga
Kontemporer. Depok : Gramata Publishing.