Anda di halaman 1dari 4

Ma’asyirol muslimin rohimakumullah

Pada kesemptan siang hari ini saya mengajak para hadirin untuk senantiasa meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT karena dengan bekal Iman dan Taqwa inilah yg menjadikan
kesuksesan kita baik di dunia maupun di akhirat,Alhamdulillah sebentar lagi kita akan memasuki
bulan mulia yakni bulan Dzulhijjah

Pada bulan Dzulhijjah (dalam kalender Islam), dilaksanakan 2 hari sebelum tanggal 10 Dzulhijjah (Idul
Adha) atau biasa dikenal dengan lebaran haji yaitu tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah. Tanggal 8 Dzulhijah
dinamakan puasa Tarwiyah dan tanggal 9 Dzulhijah dinamakan puasa Arafah. Puasa sunah Tarwiyah
dan Arafah sangat dianjurkan, agar kita dapat turut merasakan nikmatnya seperti yang dirasakan oleh
para jama’ah haji.

Puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah yaitu
hari pada saat jama’ah haji melakukan wukuf di padang Arafah.

Puasa Tarwiyah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari tarwiyah yakni 8 Dzulhijjah, hari sebelum
hari wukuf.

Adapun keutamaan puasa sunah Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan ‘arafah (9 Dzulhijjah) berdasarkan
beberapa hadist adalah :

1. Puasa Tarwiyah dapat menghapus dosa satu tahun silam yang telah terlewati.
2. Sedangkan puasa hari ‘arafah memiliki keutamaan yaitu dapat menghapus dosa dua tahun (1
tahun lalu dan 1 tahun yang akan datang)

Hadist tentang puasa Tarwiyah adalah sbb.:

(12087 -) ‫ وصوم يوم عرفة كفارة سنتين‬، ‫صوم يوم التروية كفارة سنة‬.

(‫)أبو الشيخ في الثواب وابن النجار عن ابن عباس‬.

Artinya: Puasa hari Tarwiyah menghapuskan dosa setahun, puasa hari Arafah menghapuskan dosa
dua tahun.

Hadist tersebut tercantum dalam kitab Kanzul Ummal, Jami’ Imam Suyuthi, diriwayatkan Ibnu
Hibban dalam kitab Al-Tsawab. Para ulama mengatakan bahwa hadist tersebut dlaif. Sebagian ulama
mengatakan ini hadist marfu’.

Hadist yang lain juga :

{ ‫صشوقم أيشوقم التتشرقوأيقة أوأيشوقم أعأرأفأة أوأيشوقم التنشحقر أوأأتياقم التتششقريقق‬ ‫أوأعشن اعشقأبأة شبقن أعاقمرر اشلاجأهقنيِي أأتن التنقبتي أ‬
‫صتلىَ ت‬
‫اا أعلأشيقه أوأسلتأم } أنأهىَ أعشن أ‬

Artinya: Rasulullah saw melarang puasa di hari Tarwiyah, Arafah, Hari Penyembelihan dan hari
Tasyriq”. Namun para ulama mengatakan bahwa hadist ini berlaku bagi yang melaksanakan ibadah
haji.
Beberapa kitab fiqh dari berbagai mazhab menyebutkan disunnahkan puasa sunnah pada hari
Tarwiyah. Hadist riwayat Ibnu Abbas ra berikut adalah dalil terkuat yang dijadikan landasan
disunnahkannya puasa hari Tarwiyah.

“‫ من هذه اليام العشر” رواه البخاري‬،‫ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلىَ ا‬.cSAC

Artinya: Tidak ada hari yang di dalamnya amal soleh lebih dicintai Allah kecuali pada sepuluh hari ini
(maksudnya 10 hari awal bulan Dzul Hijjah). HR Bukhari.

Hadist lain:

،‫ وثلثا أيام من كل شهر‬،‫ والعشر‬،‫ صيام عاشوراء‬:‫ أربع لم يكن يدعهن رسول ا صلىَ ا عليه وسلم‬:‫وعن حفصة قالت‬
‫والركعتين قبل الغداة رواه أحمد والنسائي‬.

Artinya: Dari Hafsah ra : ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw, yaitu
puasa bulan hari Asyura (10 Muharram), (amal soleh) 10 hari pertama Dzul Hijjah, tiga hari setiap
bulan dan dua rakaat sebelum pagi” h.r. Ahmad dan Nasai.

Berdasarkan hadist tersebut, cukup kuat pendapat ulama yang mengatakan bahwa disunnahkan
puasa pada hari Tarwiyah.

Pendapat yang mengatakan bahwa puasa Tarwiyah disunnahkan karena termasuk amal saleh yang
dianjurkan pada 10 hari pertama dalam bulan Dzul Hijjah. Sedangkan pendapat yang mengatakan
bahwa tidak disunnahkan secara khusus puasa pada hari Tarwiyah karena melihat hadist di atas yang
dlaif atau lemah. Ini juga terkembali pada masalah perbedaan pendapat mengenai apakah hukum
menggunakan hadist dlaif.

Sebaiknya pengikut kedua pendapat tersebut saling menghargai karena masing-masing mempunyai
landasan dalil yang diyakini.

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda

َ‫ا أأشن ايأكيِفأر التسأنأة التقتى‬ ‫شوأراأء أأشحأتقس ا‬


‫ب أعألىَ ت ق‬ ‫ا أأشن ايأكيِفأر التسأنأة التقتىَ أقشبألاه أوالتسأنأة التقتىَ أبشعأدها أو ق‬
‫صأياام أيشوقم أعا ا‬ ‫صأياام أيشوقم أعأرأفأة أأشحأتقس ا‬
‫ب أعألىَ ت ق‬ ‫ق‬
‫أقشبألاه‬

“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang.
Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah:
disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji
dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama
Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul
Fadhl.”

Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.

‫ضاهشم‬‫صاقئمم أوأقاأل أبشع ا‬ ‫ضاهشم اهأو أ‬‫اا أعألشيقه أوأسلتأم أفأقاأل أبشع ا‬ ‫صتلىَ ت‬ ‫ثا أأتن أناسسا أتأماأرشوا قعشنأدأها أيشوأم أعأرأفأة قفي أ‬
‫صشوقم التنقبيِي أ‬ ‫ت اشلأحاقر ق‬ ‫أعشن أ ايِم اشلأف ش‬
‫ضقل قبشن ق‬
‫ف أعألىَ أبقعيقرقه أفأشقرأباه‬ ‫صاقئرم أفأ أشرأسلأ ش‬
‫ت إقلأشيقه قبأقأدقح لأأبرن أواهأو أواقق م‬ ‫س قب أ‬ ‫لأشي أ‬
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah
tentang puasa Nabi SAW. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya
mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada
beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari
Muslim).

‫ب أوشهأو‬‫حل أ ر‬ ‫ أفأ أشرأسأل ش‬، ‫صأياقم التنقبيِىَ – صلىَ ا عليه وسلم – أيشوأم أعأرأفأة‬
‫ت إقألشيقه قب ق‬ ‫أعشن أمشياموأنأة – رضىَ ا عنها – أأتن التنا أ‬
‫س أشككوا قفىَ ق‬
‫ظاروأن‬ ‫س أيشن ا‬
‫ أوالتنا ا‬، ‫ب قمشناه‬ ‫ أفأشقر أ‬، ‫ف‬ ‫ف قفىَ اشلأمشوقق ق‬
‫أواقق م‬

“Dari Maimunah RA, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi SAW berpuasa pada
hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam
keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari
dan Muslim).

Mengomentari mengenai “tarwiyah” salah seorang ulama bernama Imam Ibnu Qudamah
menyebutkan dalam kitabnya “Al-Mughni”, beliau memaparkan dan menjelaskan kenapa sebab
dinamakan hari ke 8 Zulhijah itu dengan hari Tarwiyyah. Dalam pandangan beliau setidaknya ada dua
indikator (alasan) kenapa hari itu dinamakan Hari Tarwiyah. (kitab Al-Mughni 3/249).

Alasa pertama, mereka yang beribadah haji pada hari ke 8 Zulhijah, setelah berihram, mereka
menuju Mina untuk bermalam dan keesokan harinya mereka akan menuju Arafah. Pada saat di Mina
itu para jemaah (seperti yang dikatakan Ibnu Qudamah) mempersiapkan air sebagai bekal untuk
dibawa berwukuf di Arafah. Menyiapkan air ini diistilahkan dan mempunyai asal kata yang sama
dengan ‘Yatarawwauna’ kerana inilah hari ke 8 itu dinamakan Hari Tarwiyah.

Alasan Kedua, dinamakan “Tarwiyah”(hari berfikir) kerana di malam hari Tarwiyah itu Nabi Ibrahim as
mendapatkan mimpi pertama kali dari Allah untuk menyembelih puteranya Nabi Ismail as. Seharian
Baginda a.s. berfikir dan “bertanya-tanya” kepada dirinya apakah perintah itu datangnya dari Allah
atau dari syaitan. “Bertanya-tanya” itu juga diistilahkan dengan bahasa “Yurawwi” dan itu sebab
dinamakan hari itu sebagai Hari Tarwiyah.

Dan ketika mimpi itu datang untuk kedua kalinya di malam hari Arafah, Nabi Ibrahim a.s. akhirnya
meyakini bahawa itu perintah dari Allah bukan dari syaitan. “Arafa” dalam bahasa Arab bermaksud
adanya pengetahuan atau mengetahui. Maka karana itulah hari ke 9 Zulhijah dinamakan “Hari
Arafah” yang bermakna hari tahu atau mengerti perintah dari-Nya.

Kisah monumental tersebut tepatnya pada hari Tarwiyah inilah Nabi Ibrahim bermimpi mendapat
perintah untuk menyembelih anak kesayangannya dari Siti Hajar, Ismail a.s. Perintah ini tertuang
dalam surah As Saffat ayat 102-107 dengan bunyinya :
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran
keduanya).Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.”(QS. Ash-Shafat: 102-107)

Maka pada malam itu dan pagi harinya, Ibrahim dengan sangat gelisah terus menerus merenung dan
berpikir, apakah mimpinya ini berasal dari Allah SWT ataukah dari syaitan. Karena ragu tentang
kebenaran mimpinya, maka Ibrahim tidak segera melaksanakan perintah itu di siang hari. Ia masih
terus berpikir.

Hingga pada malam kesembilan, Ibrahim kembali bermimpi dengan perintah yang sama,
menyembelih Ismail. Mimpi yang sama untuk kedua kalinya ini membuat Ibrahim yakin bahwa
mimpinya itu merupakan perintah Allah SWT. Karenanya hari kesembilan disebut hari Arafah
(mengetahui).

Pada malam kesepuluh, Ibrahim bermimpi lagi untuk ketiga kalinya dengan mimpi yang sama persis.
Maka keesokan harinya pada 10 Zulhijah, di pagi hari, ia melaksanakan perintah itu. Karenanya hari
kesepuuh ini dinamakan hari Nahar, yang artinya menyembelih.[]xz

Anda mungkin juga menyukai