Anda di halaman 1dari 61

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA L)

SEBAGAI INHIBITOR PADA BAJA KARBON St37 DALAM


MEDIUM KOROSIF NaCl 3 %

Skripsi

Oleh

DIAN MARDINA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT

EFFECTIVENESS OF GUAVA LEAF EXTRACT (PSIDIUM GUAJAVA L)


AS INHIBITOR ON ST37 STEEL IN CORROSIVE MEDIUM
NACL 3 %

By

Dian Mardina

This research aims to determine the effectiveness of guava leaf extract (psidium guajava
l) as inhibitor on st37 steel in corrosive medium NaCl 3 %. Specifically, the purpose of
this research is to know the effect of the addition of inhibitor concentration of guava leaf
extract to the corrosion rate. To find out the corrosion rate resulted by weight reduction
method. To find out the structure of morphology and corrosion products produced by
SEM and EDS analysis. The results showed that guava leaf extract effectively inhibited
corrosion at 7 % concentration with 8 days immersion time of 70.12 %. Based on the
results of SEM and EDS analysis with the addition of inhibitor the surface area of the
corroded sample is reduced, and the reduction of FeO content in the sample is less. From
the analysis and calculation of corrosion rate, it was found that guava leaf extract
inhibitor (Psidium Guajava L) was effective in inhibiting corrosion rate on St37 steel.
Key words. corrosion, St37, guava leaf extract, corrosion rate, morphology.

i
ABSTRAK

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava L)


SEBAGAI INHIBITOR PADA BAJA KARBON St37
DALAM MEDIUM KOROSIF NaCl 3 %

Oleh

Dian Mardina

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji (Psidium
Guajava l ) sebagai inhibitor pada baja St37 dalam medium korosif NaCl 3 %. Secara
spesifik tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi
inhibitor ekstrak daun jambu biji terhadap laju korosi. Untuk mengetahui laju korosi yang
dihasilkan dilakukan metode pengurangan berat. Untuk mengetahui struktur morfologi
dan produk-produk korosi yang dihasilkan dilakukan analisis SEM dan EDS. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji efektif menghambat korosi pada
konsentrasi 7 % dengan waktu perendaman 8 hari yaitu sebesar 70,12 %. Berdasarkan
hasil analisis SEM dan EDS dengan adanya penambahan inhibitor luas permukaan
sampel yang terkorosi berkurang, serta pengurangan kadar FeO dalam sampel lebih
sedikit. Dari hasil analisis dan perhitungan laju korosi didapatkan bahwa inhibitor ekstrak
daun jambu biji (Psidium Guajava L) efektif dalam menginhibisi laju korosi pada baja
St37.

Kata kunci. korosi, St37, ekstrak daun jambu biji, laju korosi, morfologi.

ii
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA L)
SEBAGAI INHIBITOR PADA BAJA KARBON St37 DALAM
MEDIUM KOROSIF NaCl 3 %

Oleh

DIAN MARDINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Timur, Desa Labuhan Ratu RT/RW 01/01,

Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, pada tanggal 29 Maret

1997. Penulis merupakan putri sulung dari pasangan Bapak Muslim dan Ibu Evi

Eryanti. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Labuhan Ratu tahun 2009,

SMPN 1 Labuhan Ratu pada tahun 2012, dan SMAN 1 Way Jepara pada tahun

2014.

Selanjutnya pada tahun 2014 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Seleksi Bersama

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis

aktif di kegiatan kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Fisika sebagai Anggota

Bidang Sains dan Teknologi (SAINSTEK) dari tahun 2015-2016. Penulis

melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bukit Asam Unit Pelabuhan

Tarahan dengan judul “Analisis Penggunaan Metode Coating Dan Penentuan Laju

Korosi Pada Tiang Konstruksi I-Beam 350 Apron Feeder di PT. Bukit Asam Unit

Pelabuhan Tarahan”. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar,

dan Sains Dasar. Kemudian penulis melakukan penelitian “Efektivitas Ekstrak

Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L) Sebagai Inhibtor Pada Baja Karbon St37

Dalam Medium Korosif NaCl 3 %” sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

vii
MOTTO

“Learn from the past, live for today and plan for
tomorrow”

“Belajarlah dari masa lalu, hiduplah di masa


sekarang dan rencanakan untuk hari esok”

viii
Aku persembahkan karya kecilku ini kepada

ALLAH SWT

Kedua Orang Tuaku, yang selalu


mendo’akanku, mengasihiku, mendukungku,
menyemangatiku, dan sebagai motivator
terbesar dalam hidupku

Adik-adikku serta keluarga besar yang


menjadi penyemangatku

Teman Seperjuanganku dan Angkatan ‘14

Almamater Tercinta.

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

kesehatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (PSIDIUM

GUAJAVA L) SEBAGAI INHIBITOR PADA BAJA KARBON St37 DALAM

MEDIUM KOROSIF NaCl 3 %”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai

salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan melatih mahasiswa untuk

berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah. Penulis menyadari masih

banyak kekurangan dalam skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir

kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 30 Juli 2018


Penulis,

Dian Mardina

x
SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas kuasa-Nya

penulis masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada

pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini,

terutama kepada:

1. Bapak Drs. Ediman Ginting, M.Si, sebagai Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan yang mendukung dari awal sampai akhir

penulisan.

2. Bapak Agus Riyanto, M.Sc, sebagai Pembimbing II yang senantiasa sabar

dalam mengoreksi skripsi dan memberikan masukan-masukan serta nasehat

untuk menyelesaikan skripsi ini dari awal sampai akhir penulisan.

3. Bapak, Prof. Simon Sembiring, Ph.D, sebagai Penguji yang telah mengoreksi

kekurangan, memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.

4. Kedua orang tuaku bapak Muslim dan ibu Evi Eryanti yang luar biasa selalu

menyemangatiku serta adik-adikku. Terimakasih untuk kehadirannya dalam

hidupku yang senantiasa memberikan dukungan, do’a dan semangat yang luar

biasa, serta kebersamaan sampai penulis menyelesaikan skripsi.

xi
5. Bapak Arif Surtono, S.Si, M.Si, M.Eng, selaku Ketua Jurusan Fisika,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

6. Ibu Drs. Dwi Asmi, M.Si, Ph.D, sebagai Pembimbing Akademik, yang telah

memberikan bimbingan serta nasehat dari awal perkuliahan sampai

menyelesaikan tugas akhir.

7. Dosen serta karyawan di Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

8. Teman- teman satu bimbingan tugas akhir yang telah banyak membantu

menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga Allah SWT memberikan nikmat sehat kepada kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 30 Juli 2018

Penulis

Dian Mardina

xii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT ....................................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... v
PERNYATAAN................................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii
MOTTO ............................................................................................................. viii
PERSEMBAHAN.............................................................................................. ix
KATA PENGANTAR....................................................................................... x
SANWACANA .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................xvii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
C. Batasan Masalah...................................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA


A.Baja ........................................................................................................... 5
1. Pengertian Baja ................................................................................... 5
2. Klasifikasi Baja ................................................................................... 6
B. Korosi ...................................................................................................... 9
1. Pengertian Korosi................................................................................ 9
2. Faktor Korosi. ..................................................................................... 11

xiii
3. Jenis Korosi ......................................................................................... 14
4. Pencegahan Korosi.............................................................................. 17
C. Mekanisme Terbentuknya Sel Korosi ..................................................... 19
1. Laju Korosi ......................................................................................... 19
2. Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi............................................ 20
D. Inhibitor................................................................................................... 22
E. Tanin ........................................................................................................ 23
F. Metode Ekstraksi Daun Jambu Biji ......................................................... 23
1. Ekstraksi............................................................................................... 24
2. Jambu Biji ............................................................................................ 25
3. Kandungan Daun Jambu Biji ............................................................... 25
G. X-Ray Diffraction (XRD) ......................................................................... 26
H. Scanning Electron Microscopy (SEM) dan (EDS) .................................. 27
I. Metode Kehilangan Berat ........................................................................ 30

III. METODOLOGI PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat penelitian ................................................................. 31
B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 31
C. Prosedur Percobaan ................................................................................. 32
D. Kode – Kode Sampel............................................................................... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Laju Korosi.............................................................................................. 40
B. Analisis SEM dan EDS ........................................................................... 44
C. Analisis XRD .......................................................................................... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ............................................................................................ 62
B. Saran ...................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Korosi merata .............................................................................. 14

Gambar 2.2. Korosi dwi logam ........................................................................ 15

Gambar 2.3. Korosi sumuran............................................................................ 16

Gambar 2.4. Korosi retak-tegangan.................................................................. 16

Gambar 2.5. Korosi selektif.............................................................................. 17

Gambar 2.6. Korosi mikroba ............................................................................ 17

Gambar 2.7. Mekanisme Korosi....................................................................... 19

Gambar 2.8. Tanaman Jambu Biji .................................................................... 25

Gambar 2.9. Diagram sinar-X .......................................................................... 26

Gambar 2.10. Difraksi sinar-X oleh bidang atom ............................................ 26

Gambar 2.11. Sinar-X dihamburkan oleh atom kristal...................................... 27

Gambar 2.12. Skema SEM ............................................................................... 28

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian ................................................................ 36

Gambar 4.1. Hubungan efisiensi terhadap konsentrasi inhibitor ekstrak


daun jambu biji. .......................................................................... 43

Gambar 4.2. Hasil SEM.................................................................................... 44

xv
Gambar 4.3. EDS baja St37 raw........................................................................ 47

Gambar 4.4. EDS sampel (a) St37-4-0 dan (b) St37-4-7 .................................. 49

Gambar 4.5. EDS sampel (a) St37-8-0 dan (b) St37-8-7 .................................. 51

Gambar 4.6. Difragtogram analisis XRD .......................................................... 53

xvi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Komposisi kimia baja St37 ............................................................. 9

Tabel 3.1. Kode sampel .................................................................................... 37

Tabel 4.1. Data penelitian baja karbon St37 dalam larutan NaCl 3%.............. 40

Tabel 4.2. Hasil perhitungan laju korosi baja karbon St37 .............................. 40

Tabel 4.3. Hasil analisis EDS sampel St37 raw ............................................... 47

Tabel 4.4. Perbandingan unsur dan senyawa St37-4-0 dan St37-4-7............... 49

Tabel 4.5. Perbandingan unsur dan senyawa St37-8-0 dan St37-8-7............... 51

Tabel 4.6. Perbandingan hasil St37 raw dengan PCPDFWIN ......................... 54

Tabel 4.7. Perbandingan hasil St37-4-0 dengan PCPDFWIN ......................... 55

Tabel 4.8. Perbandingan hasil St37-4-7 dengan PCPDFWIN.......................... 56

Tabel 4.9. Perbandingan hasil St37-8-0 dengan PCPDFWIN.......................... 58

Tabel 4.10. Perbandingan hasil St37-8-7 dengan PCPDFWIN.......................... 59

xvii
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi

elektrokimia dengan lingkungannya yang mengakibatkan berat logam berkurang

dan teruarai dari paduannya (Afandi, 2015). Korosi menjadi masalah besar bagi

bangunan dan peralatan yang menggunakan material dasar logam seperti gedung,

jembatan, mesin, pipa, mobil, kapal, dan lain sebagainya (Sasono, 2014). Di

Indonesia permasalahan korosi perlu mendapat perhatian serius, mengingat dua

per tiga wilayah nusantara terdiri dari lautan dan terletak pada daerah tropis

dengan curah hujan yang tinggi (Arbintaro, 2009).

Proses korosi tidak dapat dihentikan, namun dapat dicegah (Hajati, 2010).

Berbagai upaya pencegahan korosi yaitu pelapisan pada permukaan logam,

perlindungan katodik, penambahan inhibitor dan lain-lain (Hidayat, 2013).

Namun, cara yang paling mudah dan paling murah untuk dilakukan adalah dengan

menambahkan inhibitor ke dalam media (Adzhani, 2013). Sejauh ini, penambahan

inhibitor merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi

karena dalam penggunaannya memerlukan biaya relatif murah dan prosesnya

sederhana (Ilim dan Hermawan, 2008).


2

Inhibitor korosi adalah suatu bahan kimia yang apabila ditambahkan dalam

konsentrasi yang kecil/sedikit ke suatu lingkungan korosif akan sangat efektif

menurunkan laju korosi (Ilim, 2008). Inhibitor biasanya berasal dari senyawa

organik dan anorganik (Afandi, 2015). Penggunaan inhibitor dari senyawa

anorganik seperti nitrit (NO2), kromat (CrO4), fosfat (PO4) telah banyak

digunakan. Tetapi, penggunaan inhibitor tersebut tidak ramah lingkungan,

sehingga diperlukan inhibitor korosi yang ramah lingkungan (Putra, 2011).

Salah satu bahan alam yang berpotensi sebagai inhibitor korosi adalah daun jambu

biji. Daun jambu biji (Psidium Guajava L) sebagai bahan alam yang banyak

tumbuh di wilayah tropis termasuk Indonesia. Ekstrak daun jambu biji

mengandung tanin, polifenolat, flavoloid, monoterpenoid, siskuiterpen, alkaloid,

kuinon dan saponin. Komponen utama dari daun jambu biji adalah tanin yang

besarnya mencapai 9-12 % (Wahyuni, 2014).

Penelitian tentang inhibitor korosi dilakukan oleh Sari dkk (2013), pada penelitian

ini menjelaksan tentang pengendalian laju korosi pada baja ringan dengan

menggunakan inhibitor ekstrak daun jambu biji, dengan media asam klorida. Pada

proses penelitian tersebut daun jambu biji diekstrak dengan metode maserasi dan

untuk laju korosi dihitung dengan metode kehilangan berat, kemudian

perendaman dilakukan selama 1, 2, 4, 6, 8 dan 10 hari dengan konsentrasi

inhibitor 0,5 %, 1,5 %, 5 %, dan 10 %. Dari hasil penelitian didapatkan nilai laju

korosi baja semakin menurun dan nilai efisiensi inhibisi korosi baja semakin

meningkat. Nilai efisiensi inhibisi tertinggi yaitu 88,76 % pada konsentrasi

inhibitor sebesar 5 %.
3

Pada penelitian ini menggunakan baja karbon St37 yang direndam dalam medium

korosif NaCl 3 % pada konsentrasi inhibitor 0 %, 3 %, 5 %, dan 7 % dengan

waktu perendaman selama 4 hari dan 8 hari. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh konsentrasi inhibitor ekstrak daun jambu biji dan waktu

perendaman terhadap laju korosi pada baja karbon St37 dalam medium korosif

NaCl 3 % dan mengetahui efisiensi inhibisi dari ekstrak daun jambu biji pada baja

karbon St37. Sampel baja hasil korosi akan dikarakterisasi dengan Scanning

Electron Microscopy (SEM) untuk melihat struktur mikro, X-Ray Diffraction

(XRD) untuk melihat fasa pada baja, dan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)

untuk melihat produk-produk korosi yang terjadi dan menentukan laju korosi

menggunakan metode kehilangan berat.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor ekstrak daun jambu biji

(Psidium Guajava L) dan pengaruh waktu perendaman terhadap laju korosi

pada baja karbon St37 dalam medium korosif NaCl 3 %?

2. Berapakah efisiensi ekstrak daun jambu biji (Psidium Guajava L) dalam

menghambat korosi pada baja karbon St37?

3. Bagaimana struktur mikro, fasa, dan produk-produk korosi yang dihasilkan

pada baja karbon St37 setelah direndam dalam larutan NaCl 3 %?


4

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, batasan masalah yang digunakan adalah:

1. Sampel yang digunakan adalah baja karbon St 37.

2. Medium korosif yang digunakan adalah NaCl 3 %.

3. Perendaman baja pada medium korosif menggunakan inhibitor ekstrak daun

jambu biji dengan konsentrasi inhibitor yang digunakan sebesar 0 %, 3 %, 5 %,

7 %, dan lama perendaman selama 4 dan 8 hari.

4. Laju korosi dihitung dengan metode kehilangan berat.

5. Karakterisasi yang dilakukan menggunakan SEM, XRD, dan EDS.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor ekstrak daun jambu

biji (Psidium Guajava L) dan pengaruh waktu perendaman terhadap laju korosi

pada baja karbon St37 dalam medium korosif NaCl 3 %.

2. Mengetahui efisiensi dari ekstrak daun jambu biji (Psidium Guajava L) pada

baja karbon St37.

3. Mengetahui struktur mikro, fasa, dan produk-produk korosi yang dihasilkan

pada baja setelah direndam dalam medium korosif dengan penambahan

inhibitor.
6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Baja

1. Pengertian Baja

Baja pada dasarnya adalah paduan murni dari besi dan karbon dengan konsentrasi

karbon yang jauh lebih rendah (Munasir, 2009). Kandungan besi (Fe) pada baja

sekitar 97 % dan karbon (C) sekitar 0,2 % hingga 2,1 % sesuai grade-nya. Selain

unsur besi (Fe) dan karbon (C), baja mengandung unsur lain seperti mangan (Mn)

dengan kadar maksimal 1,65 %, silikon (Si) dengan kadar maksimal 0,6 %,

tembaga (Cu) dengan kadar maksimal 0,6 %, sulfur (S), fosfor (P) dan lainnya

dengan jumlah yang dibatasi dan berbeda-beda (Seidu, 2013).

Karbon merupakan unsur penting pada baja yang dapat meningkatkan kekuatan

dan kekerasan baja, tapi dalam jumlah yang banyak akan menurunkan ketangguan

(thoughness) baja tersebut. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1-1,7 %,

sedangkan unsur lainnya dibatasi sesuai dengan kegunaan baja. Baja karbon

banyak digunakan dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka

gedung, jembatan, perpipaan dan tangki dalam dunia industri (Kassim, 2010).
6

2. Klasifikasi Baja

Baja dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimianya seperti kadar karbon

dari paduan yang digunakan. Berikut ini klasifikasi baja berdasarkan komposisi

kimianya:

a. Baja Karbon

Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Oleh karena itu, pada umumnya

sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan

lainnya. Perbedaan persentase kandungan karbon dalam campuran logam baja

menjadi salah satu pengklasifikasian baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja

dibagi ke dalam tiga macam,yaitu:

1. Baja karbon rendah (Low Carbon Steel)

Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3

%. Baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah biaya produksi

diantara baja karbon lainnya, mudah dilas, serta keuletan dan

ketangguhannya sangat tinggi tetapi kekerasannya rendah dan tahan aus.

Baja jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan

komponen bodi mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng,

pagar dan lain-lain.

2. Baja karbon sedang (Medium Carbon Steel)

Baja karbon sedang adalah baja yang mengandung karbon dengan

persentase sebesar 0,3 % - 0,6 %. Baja karbon sedang memiliki kelebihan

jika dibandingkan dengan baja karbon rendah yaitu kekerasannya lebih

tinggi daripada baja karbon rendah, kekuatan tarik dan batas regang yang

tinggi, tidak mudah dibentuk oleh mesin, lebih sulit dilakukan pengelasan
7

dan dapat dikeraskan dengan quenching. Baja karbon sedang banyak

digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas, baut, komponen

mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi dan lain-lain.

3. Baja karbon tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi merupakan baja yang mengandung karbon sebesar 0,6 %

- 1,7 % dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, tetapi

keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling

tinggi dan banyak digunakan untuk material perkakas (tools). Salah satu

aplikasi dari baja tersebut adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel

baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung di dalam baja maka

karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas dan alat-alat perkakas

seperti palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu, baja jenis ini banyak

digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau

cukur, mata gergaji dan lainnya (Fatoni,2016).

b. Baja Paduan

Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau

lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molibdenum, kromium, vanadium

dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang

dikehendaki, seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya. Paduan dari

beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja

yang dipadu dengan nikel, mangan dan krom akan menghasilkan baja yang

mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan paduannya baja paduan dibagi

menjadi tiga macam yaitu:


8

1. Baja paduan rendah (Low Alloy Steel)

Low alloy steel merupakan baja paduan dengan kadar unsur paduan rendah

(kurang dari 2,5 %), mempunyai kekuatan dan ketangguhan lebih tinggi

daripada baja karbon dengan kadar karbon yang sama atau mempunyai

keuletan lebih tinggi daripada baja karbon dengan kekuatan yang sama.

Baja jenis ini biasanya digunakan untuk perkakas seperti pahat kayu, poros

dan gergaji.

2. Baja paduan menengah (Medium Alloy Steel)

Baja paduan menengah merupakan baja dengan paduan elemen 2,5 % - 10

%. Unsur-unsur yang terdapat pada baja jenis ini diantaranya Cr, Mn, Ni,

S, Si, P dan lain-lain.

3. Baja paduan tinggi (High Alloy Steel)

Baja paduan tinggi merupakan baja paduan dengan kadar unsur paduan

lebih dari 10 %. Unsur-unsur yang terdapat pada baja jenis ini diantaranya

unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, dan P. (Syahri,2017).

Baja St37 adalah baja yang digunakan untuk konstruksi jembatan, perkapalan

dan industri perpipaan. Baja St37 diproduksi berdasarkan standar DIN

(Jerman) dengan kekuatan tarik sebesar 37 MPa. Baja St37 mempunyai kadar

karbon sebesar 0,13 % dan tergolong dalam baja karbon rendah. Komposisi

kimia baja St37 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

.
9

Tabel 2.1. Komposisi kimia baja St37.


No Unsur Komposisi (%)
1 Karbon (C) 0,134
2 Mangan (Mn) 1,19
3 Silikon (Si) 0,247
4 Fosfor (P) 0,022
5 Sulfur (S) 0,002
6 Cuprum (Cu) 0,011
7 Nikel (Ni) 0,019
8 Molibden (Mo) 0,003
9 Krom (Cr) 0,025
10 Vanadium (V) 0,0004
11 Titanium (Ti) 0,009
12 Besi 98,2
Sumber RDX : LIPI Laboratory, 2016.

B. Korosi

1. Pengertian Korosi

Korosi adalah penurunan mutu dari peralatan logam. Korosi bisa disebut sebagai

kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif.

Korosi merupakan suatu kerusakan yang dihasilkan dari reaksi kimia antara

sebuah logam paduan pada suatu lingkungan (Rusianto, 2009). Hasil dari reaksi

korosi ini, suatu material atau logam akan mengalami perubahan (baik berupa

fisik maupun kimia) sifatnya ke arah yang lebih rendah atau bisa dikatakan

kemampuan dari material tersebut akan berkurang. Kondisi lingkungan yang

sering menyebabkan terjadinya korosi pada logam adalah udara dan air

(Anggaretno, 2012).

Bagian tertentu dari besi berlaku sebagai kutub negatif (elektrode negatif, anode),

sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektrode positif, katode).

Elektron mengalir dari anode ke katode, sehingga terjadilah peristiwa korosi.


10

Korosi dapat terjadi di dalam medium kering dan juga medium basah. Sebagai

contoh korosi yang berlangsung di dalam medium kering adalah penyerangan

logam besi oleh gas oksigen atau oleh gas belerang dioksida (Setiarto, 2011).

Reaksi korosi logam melibatkan dua reaksi setengah sel, yaitu reaksi oksidasi

pada anode dan reaksi reduksi pada katode (Sidik, 2013).

1. Anode

Anode adalah bagian permukaan yang mengalami reaksi oksidasi atau terkorosi.

Pada anode ini logam terlarut dalam larutan dan melepaskan elektron untuk

membentuk ion logam yang bermuatan positif. Reaksi korosi suatu logam M

dinyatakan dalam persamaan berikut:

Μ → Μn++ ne- (2.1)

2. Katode

Katode adalah elektrode yang mengalami reaksi reduksi menggunakan elektron

yang dilepaskan oleh anode. Pada lingkungan air alam, proses yang sering terjadi

adalah pelepasan H2 dan reduksi O2.

1). Pelepasan H2 dalam larutan asam dan netral

evolusi hidrogen / larutan asam : 2H+ + 2e-→ H2 (2.2)

reduksi air / larutan netral / basa : 2H2O + 2e- → H2 + 2OH- (2.3)

2). Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam dan netral

reduksi oksigen / asam : O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O (2.4)

reduksi oksigen / netral atau basa : O2 + 2H2O + 4e- → 4OH- (2.5)


11

2. Faktor Korosi

Menurut Trethewey dan Chamberlin (1991), ada beberapa faktor penyebab

terjadinya korosi antara lain adalah udara, air, tanah dan zat-zat kimia. Faktor

yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang

berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan meliputi

kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur yang ada dalam

bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari lingkungan

meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat

kimia yang bersifat korosif dan sebagainya. Faktor yang mempengaruhi korosi

sebagai berikut :

1. Oksigen dan Air

Oksigen berperan dalam proses korosi. Hal ini dapat dibuktikan dgn

berkaratnya besi jika terjadi oksidasi pada logam. Korosi pada permukaan

logam merupakan proses yang mengandung reaksi redoks. Reaksi yang

terjadi ini merupakan sel volta. Logam besi tidaklah murni, melainkan

mengandung campuran karbon yang menyebar secara tidak merata dalam

logam tersebut. Hal tersebut menimbulkan perbedaan potensial listrik

antara atom logam dengan atom karbon (C). Atom logam besi (Fe)

bertindak sebagai anode dan atom C sebagai katode. Oksigen dari udara

yang larut dalam air akan tereduksi, sedangkan air sendiri berfungsi sebagai

media tempat berlangsungnya reaksi redoks pada peristiwa korosi. Jika

jumlah O2 dan H2O yang mengalami kontak dengan permukaan logam

semakin banyak, maka semakin cepat berlangsungnya korosi pada

permukaan logam tersebut.


12

2. Temperatur

Temperatur mempengaruhi kecepatan reaksi redoks pada peristiwa korosi.

Secara umum, semakin tinggi temperatur maka semakin cepat terjadinya

korosi. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya temperatur maka

meningkat pula energi kinetik partikel sehingga kemungkinan terjadinya

tumbukan efektif pada reaksi redoks semakin besar. Efek korosi yang

disebabkan oleh pengaruh temperatur dapat dilihat pada perkakas-perkakas

atau mesin-mesin yang dalam pemakaiannya menimbulkan panas akibat

gesekan atau dikenai panas secara langsung (seperti mesin kendaraan

bermotor).

3. Zat elektrolit

Zat-zat elektrolit terutama hujan asam dan garam dapat mempengaruhi

korosi. Merupakan media yang baik untuk melangsungkan transfer muatan.

Hal itu mengakibatkan elektron lebih mudah untuk dapat diikat oleh

oksigen di udara. Air hujan banyak mengandung asam, dan air laut banyak

mengandung garam, maka air hujan dan air laut merupakan faktor yang

dapat mempercepat korosi. Proses ini disebabkan oleh kenaikan

konduktivitas larutan garam dimana larutan garam lebih konduktif sehingga

menyebabkan laju korosi juga akan lebih tinggi. Sedangkan pada kondisi

kelautan garam dapat mempercepat laju korosi logam karena larutan

garamnya lebih konduktif. Konsentrasi elektrolit yang besar dapat

meningkatkan laju aliran elektron sehingga laju korosi meningkat.


13

4. Permukaan logam

Permukaan logam yang tidak rata memudahkan terjadinya kutub-kutub

muatan, yang akhirnya akan berperan sebagai anode dan katode.

Permukaan logam yang licin dan bersih akan menyebabkan korosi sukar

terjadi, sebab sukar terjadi kutub-kutub yang akan bertindak sebagai anode

dan katode. Permukaan logam yang lebih kasar akan menimbulkan beda

potensial dan memiliki kecenderungan untuk menjadi anode yang terkorosi.

Korosi akan sangat cepat terjadi pada logam yang potensialnya rendah.

5. Sel elektrokimia

Sel elektrokimia dapat terbentuk ketika dua atau lebih logam potensial

elektrodenya berbeda bersentuhan satu sama lain. Bila dua logam yang

berbeda potensial bersinggungan dan terjadi pada lingkungan berair atau

lembap maka akan dapat terjadi sel elektrokimia secara langsung, sehingga

logam yang potensialnya rendah akan segera melepas elektron (oksidasi)

bila bersentuhan dengan logam yang potensialnya lebih tinggi dan akan

mengalami oksidasi oleh O2 dari udara. Jika dilihat dari deret sel volta, dari

kiri kekanan makin mudah mengalami reduksi, sedangkan dari kanan kekiri

makin mudah mengalami oksidasi. Adapun deret sel volta nya yaitu, Li,

K, Ba, Ca, Na,Mg, Al, Mn, Zn, C, Fe , Cd, Ca, Ni, Sn, Pb, (H), Sb, Bi, Cu,

Hg, Ag, Pt dan Au.

6. Bakteri

Tipe bakteri tertentu dapat mempercepat korosi, karena mereka akan

menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida (H2S), selama

masa putaran hidupnya. CO2 akan menurunkan pH secara berarti sehingga


14

menaikkan kecepatan korosi. H2S dan besi sulfida, Fe2S2, hasil reduksi

sulfat (SO42–) oleh bakteri pereduksi sulfat pada kondisi anaerob, dapat

mempercepat korosi bila sulfat ada di dalam air. Zat-zat ini dapat

menaikkan kecepatan korosi. Jika terjadi korosi logam besi maka hal ini

dapat mendorong bakteri besi (iron bacteria) untuk berkembang, karena

mereka tertarik dengan air yang mengandung besi (Adzhani, 2013).

3. Jenis korosi

Jenis-jenis korosi sangat banyak, secara umum dapat dibedakan sebagai berikut

a. Korosi merata (uniform corrosion)

Korosi merata merupakan korosi yang disebabkan oleh reaksi kimia atau

elektrokimia yang terjadi secara seragam pada permukaan logam. Efeknya

adalah terjadi penipisan pada permukaan dan akhirnya menyebabkan kegagalan

karena ketidakmampuan untuk menahan beban. Korosi ini dapat dicegah atau

dikendalikan dengan pemilihan material termasuk coating, penambahan

nhibitor korosi pada fluida atau menggunakan cathodic protection (Hajati,

2006). Gambar 2.1 menunjukan korosi merata.

Gambar 2.1. Korosi merata (Hajati, 2006)


15

b. Korosi Dwi Logam (galvanic corrosion)

Korosi dwi logam terjadi jika dua logam berbeda jenis yang dialiri listrik

berada dalam elektrolit yang sama, salah satu logam mengalami korosi

sedangkan satunya tidak mengalami korosi. Ketika kedua logam ditempatkan

dalam medium korosif yang sama maka kedua logam dapat mengalami korosi

dalam tingkat yang berbeda (Chatterjee et al., 2001), hal ini disebabkan karena

beda potensial. Akibatnya, logam dengan ketahanan terhadap korosi yang

rendah akan mengalami laju korosi lebih tinggi dibandingkan dengan logam

yang memiliki ketahanan terhadap korosi tinggi. Untuk contoh korosi dwi

logam dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Korosi dwi logam (Hajati, 2006)

c. Korosi sumuran (pitting corrosion)

Korosi sumuran yaitu korosi terbentuk lubang-lubang pada permukaan logam

karena hancurnya film dari proteksi logam disebabkan oleh laju korosi yang

berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya pada permukaan logam

tersebut. Kerusakan dimulai akibat komposisi tidak homogeny (Hajati, 2006).

Gambar 2.3 menunjukkan korosi sumuran.


16

Gambar 2.3. Korosi sumuran (Hajati, 2006)

d. Korosi retak-tegangan (stress corrosion cracking)

Korosi retak-tegangan yaitu korosi yang berbentuk retakan-retakan yang tidak

mudah dilihat, terbentuk dipermukaan logam dan berusaha merembet ke

dalam. Ini terjadi pada logam-logam yang banyak mendapatkan tekanan. Hal

ini disebabkan kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang bersifat

korosif sehingga struktur logam melemah. Gambar 2.4 menunjukkan korosi

retak-tegangan.

Gambar 2.4. Korosi retak-tegangan (Hajati, 2006)


17

e. Korosi selektif (selective corrosion)

Korosi selektif yaitu terjadi akibat terlarutnya suatu unsur yang bersifat lebih

anodik dari suatu paduan, misalnya dezinfication yang melepaskan Zn dari

paduan tembaga. Gambar 2.5 menunjukkan korosi selektif.

Gambar 2.5. Korosi selektif (Hajati, 2006)

f. Korosi mikroba (microbiological corrosion)

Korosi mikroba yaitu korosi yang terjadi diakibatkan oleh adanya mikroba atau

bakteri (microbially-induced corrosion/MIC). Gambar 2.6 menunjukkan korosi

mikroba.

Gambar 2.6. Korosi mikroba (Hajati, 2006)


18

4. Pencegahan Korosi

Proses korosi dapat dicegah dengan melihat berbagai aspek yang mempengaruhi

proses korosi tersebut. Aspek-aspek dalam pencegahannya yaitu:

a. Seleksi Material

Metode yang sering digunakan dalam pencegahan korosi yaitu seleksi material

dengan pemilihan logam atau paduan yang ditempatkan dalam suatu

lingkungan korosif tertentu. Logam atau material memiliki sifat tertentu,

terutama untuk tahan akan korosi.

b. Proteksi katodik

Proteksi katodik adalah jenis perlindungan korosi dengan menghubungkan

logam yang mempunyai potensial lebih tinggi ke struktur logam sehingga

tercipta suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial rendah bersifat

katodik dan terproteksi.

c. Pelapisan (coating)

Prinsip umum dari pelapisan yaitu melapisi logam induk dengan suatu bahan

atau material pelindung. Jenis-jenis pelapisan sebagai pelindung proses korosi

dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu pelapisan organik, anorganik dan logam.

d. Perubahan media dan inhibitor

Perubahan media lingkungan bertujuan untuk mengurangi dampak korosi.

Parameter-parameter umum yaitu penurunan temperature, penurunan laju alir

larutan elektrolit, menghilangkan unsur oksigen, perubahan konsentrasi dan

inhibitor (Vlack, 1994).


19

C. Mekanisme Terbentuknya Sel Korosi

Secara umum mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan berawal dari

logam yang teroksidasi dan melepaskan elektron untuk membentuk ion logam

yang bermuatan positif. Larutan akan bertindak sebagai katoda dengan reaksi

yang umum terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi O2, akibat ion H+ dan H2O

yang tereduksi. Reaksi ini terjadi dipermukaan logam yang akan menyebabkan

pengelupasan akibat pelarutan logam ke dalam larutan secara berulang-ulang

(Nurdin, 1998). Gambar 2.7 menunjukkan mekanisme korosi.

Zinc HCL solution


Zn+2

H+
H+
H2

H+
Cl-

H+
H+ Cl-

Gambar 2.7. Mekanisme Korosi.

1. Laju Korosi

Laju korosi didefinisikan sebagai banyaknya logam yang dilepas tiap satuan

waktu pada permukaan tertentu. Laju korosi umumnya dinyatakan dengan satuan

mils per year (mpy) (Albintarso, 2009). Laju korosi dapat dirumuskan sebagai

berikut:
20

(2.6)

dengan: CR : Laju korosi (mm/tahun)

K : Konstanta laju korosi

m : Selisih massa (mg)

T : Waktu perendaman (tahun)

A : Luas permukaan (mm2)

: Massa jenis (mg/mm3)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi yaitu:

a. Jenis logam dan struktur mikroskopis logam

1. Semakin inert suatu logam, maka semakin tahan logam tersebut terhadap

korosi.

2. Tidak homogennya susunan dari logam, maka akan menimbulkan sel korosi

pada logam itu sendiri.

b. Komposisi dan konsentrasi larutan elektrolit

Larutan elektrolit adalah air yang mengandung anion dan kation (Sumarji,

2012). Beberapa faktor yang mempengaruhi korosifitas suatu larutan antara

lain:

1. Konduktivitas

Naiknya konduktivitas suatu larutan, maka daya hantar listrik larutan

tersebut akan semakin baik, akibatnya laju korosi lebih cepat terjadi.
21

Adanya ion klorida (Cl-) dalam elektrolit akan meningkatkan konduktivitas

larutan tersebut, sehingga aliran arus korosi akan lebih meningkat.

2. pH

Kenaikan laju korosi pada logam besi terjadi pada pH di bawah 4 dan

diatas 12, hal ini disebabkan karena lapisan pelindung pada besi tidak

terbentuk.

3. Gas terlarut

Oksigen terlarut akan meningkatkan reaksi katoda sehingga logam akan

semakin teroksidasi (terkorosi). Laju korosi dipengaruhi oleh bermacam-

macam kondisi fisik yang terdapat dalam suatu gas terlarut, seperti:

1). Temperatur

Temperatur yang tinggi akan mempengaruhi laju korosi. Pada sistem

tertutup laju korosi akan terus bertambah, sedangkan pada sistem terbuka

kenaikan temperatur akan mengakibatkan penurunan kelarutan gas O2,

dan akan menurunkan laju korosi pada titik tertentu.

2). Tekanan

Kenaikan tekanan menyebabkan kenaikan gas terlarut, dengan

konsekuensi akan menaikkan laju korosi pada sistem.

3). Kecepatan alir fluida

Adanya kecepatan alir fluida yang berbeda-beda akan menentukan jenis

korosi yang dapat terjadi. Korosi yang sering ditimbulkan akibat faktor

ini adalah korosi erosi.


22

D. Inhibitor

Inhibitor korosi adalah senyawa kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah

sedikit ke dalam lingkungan dapat mengurangi laju korosi pada logam (Adzhani,

2013). Suatu inhibitor kimia adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau

memperlambat suatu reaksi kimia (Turnip, 2015). Bekerja secara khusus, inhibitor

korosi merupakan suatu zat kimia yang bila ditambahkan ke dalam suatu

lingkungan tertentu akan dapat menurunkan laju korosi dari logam akibat

lingkungan sekitar. Penambahan inhibitor dilakukan dengan jumlah yang sedikit,

baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu dan laju

korosi akan menurun secara drastis atau memberikan efek yang cepat dan baik

(Yuli, 2015).

Adapun mekanisme kerja inhibitor sebagai berikut (Turnip, 2015):

a. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan

tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat

dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan

terhadap logamnya.

b. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat

mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta

melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga

lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.

c. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia

yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut

membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.

d. Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya.


23

E. Tanin

Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa

fenolik. Tanin tergolong senyawa polifenol dengan karakteristiknya yang dapat

membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Pada tumbuh-

tumbuhan, senyawa tanin terdapat pada kulit kayu, batang, daun, dan buah. Tanin

dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin mudah terhidrolisis dan tanin

terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau

ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin

terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-

karbon (Kalder, 2013).

F. Metode Ekstraksi Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L)

1. Ekstraksi

Alur mula untuk mendapatkan senyawa aktif dari suatu tumbuhan adalah proses

ekstraksi. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatau zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Prinsip ekstraksi

adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar.

Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non

polar (n-hksan) lalu pelarut yang kepolarannya menengah (diklor metan atau etil

asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol). Ekstraksi

digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fasa yang diekstraksi

yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat. Ekstraksi cair-cair dapat

menggunakan corong pisah, sedangkan ekstraksi cair-padat terdiri dari beberapa

cara yaitu meserasi, perkolasi dan sokletasi (Harborne, 1984).


24

Meserasi merupakan proses ektraksi dengan cara perendaman menggunakan

pelarut organik pada suhu ruang. Proses ini sangat menguntungkan dalam proses

isolasi senyawa organik bahan alam karena dengan perendaman sampel akan

terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam

dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan

terlarut dalam pelarut organik serta struktur senyawa tidak akan mudah rusak

(Harborne, 1984).

2. Jambu Biji (Psidium Guajava L)

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) bukan merupakan tanaman asli

Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah oleh Nikolai

Ivanovich Vavilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa negara di Asia, Afrika,

Eropa, Amerika Selatan, dan Uni Soviet antara tahun 1887-1942. Seiring dengan

berjalannya waktu, jambu biji menyebar di beberapa negara seperti Thailand,

Taiwan, Indonesia, Jepang, Malaysia dan Australia. (Parimin, 2005) .

Jambu biji adalah tumbuhan dengan batang yang berkayu, mengelupas,

bercabang, dan berwarna cokelat, kulit batang licin. Daun berwarna hijau dan

tunggal, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata berhadapan, petulangan daun

menyirip berwarna hijau kekuningan. Bunganya termasuk bunga tunggal, terletak

di ketiak daun, bertangkai, kelopak bunga berbentuk corong. Pada mahkota bunga

berbentuk bulat telur, benang sari pipih berwarna putih atau putih kekuningan.

Berbentuk bulat seperti telur dan bijinya kecil-kecil (Yulinar, 2011).


25

Tanaman Jambu Biji termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava Linn ( Parimin, 2005).

Gambar 2.8. Tanaman Jambu Biji ( Parimin, 2005).

3. Kandungan Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L)

Sudah sejak lama daun jambu biji digunakan untuk pengobatan secara tradisional

dan sudah banyak produk herbal dari sediaan jambu biji. Daun jambu biji

mengandung metabolit sekunder, terdiri dari tanin, polifenolat, flovanoid,

menoterpenoid, siskulterpen, alkaloid, kuinon dan saponin, minyak atsiri

Komponen utama dari daun jambu biji adalah tanin yang besarnya mencapai 9-14

% (Wahyuni, 2014). Daun jambu biji yang digiling mempunyai kandungan tannin

hingga 17 % (Yanuar dkk, 2016).


26

G. X-Ray Diffraction (XRD)

Sinar-X pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Rontgen pada tahun 1895. Sinar-X

merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang ( ~ 0,1 mm)

yang lebih pendek dibanding gelombang cahaya ( = 400-800 nm) (Smallman,

2000). Panjang gelombang sinar-X ini merupakan dasar digunakannya teknik

difraksi sinar-X untuk mengetahui struktur mikroskopis suatu bahan. Gambar 2.9

menunjukkan diagram sinar-X.

Tabung hampa
elektron

target katode
Sinar
x

Gambar 2.9. Diagram sinar-X

Metode difraksi sinar-X memegang peran yang sangat penting untuk analisis

padat kristalin, yaitu untuk meneliti ciri utama struktur (parameter kisi dan tipe

struktur), dan untuk mengetahui rincian lain misalnya susunan berbagai jenis atom

dalam kristal, keberadaan cacat, ukuran butiran, orientasi, ukuran dan kerapatam.

Sinar Sinar
datang terdifraksi

d(hkl)

Gambar 2.10. Difraksi sinar-X oleh bidang atom


27

Bila seberkas sinar-X dengan panjang gelombang  diarahkan pada permukaan

kristal dengan sudut datang θ, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang

atom kristal dan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan

peralatan difraksi sinar-X (Cullity, 1978).

Pola difraksi, intensitas dan sudut difraksi 2θ berbeda-beda untuk setiap bahan.

Inteferensi berupa puncak-puncak intensitas diperoleh sebagai hasil proses

difraksi, maka terjadi interaksi antara sinar-X dengan atom-atom pada bidang

kristal (Vlack,1994). Hamburan sinar-X oleh elektron-elektron di dalam atom

suatu material dapat dilihat pada Gambar 2.11.

θ
θ

d

Gambar 2.11. Sinar-X yang dihamburkan oleh atom-atom kristal yang berjarak d

H. Scanning Elektron Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan Energy

Dispersive Spectroscopy (EDS)

SEM adalah salah satu alat yang digunakan untuk menganalisis struktur mikro,

topograpi dan morfologi secara detail dari berbagai material. SEM banyak

digunakan karena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen

yang simpel dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel. SEM

memiliki resolusi yang sangat tinggi, dilengkapi dengan sistem pencahayaan


28

dengan menggunakan radiasi elektron yang mempunyai daya pisah dalam ukuran

1-200 Angstrom, sehingga dapat difokuskan dalam bentuk titik yang sangat kecil

atau dengan perbesaran 100.000 kali (Sembiring, 2015).

Gambar 2.12. Skema SEM (Qulub, 2011).

Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.12. Dua sinar elektron digunakan

secara simultan. Satu strike specimen digunakn untuk menguji dan strike yang lain

adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan yang dapat dilihat oleh

operator. Akibat tumbukan pada spesimen dihasilkan satu jenis elektron. Sinyal

yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi tingkat

keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan

menghasilkan bintik gelap. SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya

berkas elektron diarahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron

dari satu titik ke titik lain pada suatu daerah objek menyrupai gerakan membaca.

Gerakan membaca ini disebut dengan scanning.


29

Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, yaitu electron colomn dan display

consule. Electron colomn merupakan model electron beam scanning, sedangkan

display consule merupakan elektron sekunder yang di dalamnya terdapat CRT.

Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya

berdasar pada pemanfaatan arus. Yang pertama pistol termionik di mana pancaran

elektron tercapai dengan pemanasan tungsten atau filamen katode pada suhu 1500

K sampai 3000 K. Katode adalah kutub negatif yang dibutuhkan untuk

mempercepat tegangan elektron volt (KeV). Pistol termionik sangat luas

penggunaanya karena relatif aman untuk digunakan dalam tabung vakum 10-9

Torr, atau lebih kecil dari itu.

SEM dilengkapi dengan EDS yang dapat menentukan unsur dan analisis

komposisi kimia. Bila suatu berkas elektron ditembakkan atau dikenai pada

sampel akan terjadi interaksi berupa elektron yang keluar dari atomnya, maka

elektron tersebut mempunyai tingkat energi lebih rendah dari yang lain. Hal ini

menyebabkan atom menjadi kurang stabil, sedangkan suatu atom mempunyai

kecenderungan ingin menjadi stabil. Oleh karena itu, elektron yang mempunyai

tingkat energi yang lebih tinggi akan turun (transisi) ke tingkat yang lebih rendah.

Kelebihan energi yang dilepas pada waktu transisi adalah dalam bentuk sinar-

X.karena beda tingkat energi untuk suatu atom tertentu, sehingga sinar-X yang

dihasilkan oleh suatu atom tersebut juga mempunyai energi tertentu dan ini

disebut sinar-X karakteristik. Energi pancaran elektron dalam bentuk sinar-X akan

dideteksi dan dihitung oleh EDS dan akan dihasilkan keluaran berupa grafik

puncak-puncak tertentu yang mewakili unsur terkandung. EDS juga memiliki


30

kemampuan untuk melakukan elemental masing-masing elemen di permukaan

bahan (Qulub, 2011).

I. Metode Kehilangan Berat

Metode ini dilakukan dengan cara mencelupkan spesimen logam ke dalam media

korosif. Pengujian korosi ini dilakukan untuk mengetahui laju korosi berdasarkan

kehilangan berat material yang terkorosi dalam medium tertentu. Metode ini

adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji, kekurangan berat dari pada

berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Sejauh ini penggunaan metode

kehilangan berat banyak digunakan dalam bidang industri (Zuchry, 2013).


32

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 sampai Juni 2018 di

Laboratorium Kimia Organik Universitas Lampung, Laboratorium Material Fisika

Universitas Lampung, Laboratorium Teknik Mesin SMKN 2 Bandar Lampung,

Laboratorium Metalurgi LIPI Tanjung Bintang, Laboratorium Metalurgi dan

Korosi LIPI Serpong Tangerang.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: gelas kimia, gelas ukur,

labu takar, botol sampel, spatula, pipet tetes, corong, alumunium foil, jangka

sorong, benang nilon, neraca digital, rotary vacum evaporator, alat pemotong

baja, kertas amplas 320, 400, 800, 2000, kertas saring, blender, XRD, SEM dan

EDS. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: daun jambu

biji, baja karbon rendah (St37), natrium klorida (NaCl), etanol 70 %, aquades dan

aseton.
32

C. Prosedur Penelitian

Prosedur pada penelitian ini dibagi menjadi 6 tahap yaitu, preparasi sampel,

pembuatan larutan inhibitor daun pepaya, pembuatan larutan korosif, perendaman,

perhitungan laju korosi dan analisis data.

1. Preparasi sampel baja

Preparasi sampel baja dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Memotong baja karbon St37 dengan panjang 20 mm, lebar 20 mm, dan

tinggi 5 mm.

b) Membersihkan baja dan memperhalus permukaannya.

c) Mencelupkan baja ke dalam aseton untuk membersihkan kotoran

yangmenempel pada baja.

d) Menimbang baja untuk mengetahui massa awal baja tersebut.

2. Pembuatan larutan inhibitor dari ekstrak daun jambu biji

Tahapan pembuatan larutan inhibitor ekstrak daun jambu biji (Psidium

Guajava L) adalah sebagai berikut:

a) Dua kilogram daun jambu biji (Psidium Guajava L) dibersihkan dari

kotoran-kotoran, kemudian dirajang kecil-kecil dan dikeringkan di suhu

ruang selama 14 hari.

b) Kemudian daun jambu biji yang telah kering digiling hingga menjadi

serbuk.

c) Melakukan ekstraksi dengan metode maserasi dengan memasukkan daun

jambu biji (Psidium Guajava L) yang telah halus ke dalam wadah botol

yang berisi etanol 70 % selama 2 hari.


33

d) Hasil perendaman kemudian disaring menggunakan kertas saring

sehingga diperoleh filtrat.

e) Filtrat kemudian diuapkan menggunakan mesin rotary evaporator dengan

kecepatan 200 rpm dan suhu 70C hingga menghasilkan ekstrak pekat

(Ali, 2014).

3. Pembuatan medium korosif

Medium korosif adalah larutan yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi.

Medium korosif pada penelitian ini adalah NaCl dengan konsentrasi 3 %. Cara

pembuatan larutan NaCl yaitu mengencerkan NaCl dengan aquabides..

Pembuatan larutan NaCl dengan konsentrasi 3 % yaitu 30 gram NaCl

ditambahkan dengan aquabides sampai volume 1000 ml (Turnip, 2015).

4. Perendaman

Dalam tahap perendaman ini sampel yang digunakan ada 8 sampel direndam

pada medium korosif NaCl dengan menambahkan inhibitor ekstrak daun jambu

biji (Psidium Guajava L) selama 4 dan 8 hari. Konsentrasi inhibitor yang

digunakan sebesar 0 %, 3 %, 5 %, dan 7 %.

5. Perhitungan laju korosi

Perhitungan laju korosi dilakukan menggunakan metode kehilangan berat yaitu

dengan cara menimbang terlebih dahulu massa awal sampel sebelum terkorosi

kemudian sampel yang telah direndaman dibersihkan dan dikeringkan lalu

menimbang massa akhir sampel. Perhitungan laju korosi dilakukan

menggunakan metode kehilangan berat sampel tiap satuan luas dan waktu

menggunakan persamaan (3.2)


34

(3.1)

Dengan : CR = Laju korosi (mm/y)


K = Konstanta laju korosi
m = Selisih massa (mg)
T = Waktu perendaman (tahun)
A = Luas permukaan (mm2)
ρ = Massa jenis (mg/mm3) (Albintarso, 2009).
Sedangkan untuk menghitung efisiensi penggunaan inhibitor dihitung

menggunakan persamaan (3.3).

(3.2)

Dengan : η = Efisiensi inhibitor (%)


CRuninhibited = Laju korosi tanpa inhibitor (mm/y)
CRinhibited = Laju korosi dengan inhibitor (mm/y)
(Wahyuni, 2014).

6. Karakterisasi dan analisis data

Sampel baja yang telah mengalami pengkorosian kemudian diuji

menggunakan XRD yang bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk

pada sampel dan SEM yang dilengkapi dengan EDS untuk mengetahui

struktur permukaan sampel dan melihat unsur-unsur kimia yang ada pada

sampel.

Pengujian SEM menggunakan detektor BSE (Back-scattered Electron) ini

berujuan agar permukaan baja yang telah terkorosi terlihat dengan jelas.

Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa,


35

permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah.

Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari

atom-atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul lebih

besar akan berwarna lebih cerah dari pada atom dengan berat molekul rendah

(Putri dkk,2012).
36

Diagram alir pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1

Preparasi Bahan

Daun jambu biji Baja St37 Medium Korosif

- Dipotong kecil-kecil - Dipotong - Mengencerkan


- Dikeringkan selama dengan NaCl 3 gr
14 hari dalam suhu ukuran dengan
ruang 20x20x5 mm aquabides 100
- Digiling halus ml
Sampel baja
Serbuk daun dengan ukuran Medium korosif
jambu biji 20x20x5 mm NaCl 3%

- Dicampur dengan - Diamplas,


etanol 70 % dibersihkan
- Didiamkan selama dua dengan
hari lalu di saring aseton, dan
dikeringkan
- Ditimbang,
Filtrat ekstrak daun
untuk
jambu biji mengetahui
massa awal
- Diuapkan menggunakan
rotary evaporator Sampel baja St37
dengan kecepatan 200 yang siap
rpm dan suhu 70o C direndam

Ekstrak pekat daun


jambu biji

Baja St37, larutan NaCl 3%, ekstrak daun


jambu biji 0 %, 3 %, 5 % dan 7 %

- Direndam selama 7 hari

Baja St 37 setelah perendaman

- Ditimbang massa akhir, dihitung laju


korosi,
- Karakterisasi XRD, SEM, dan EDS
-
Analisis -data

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian


37

D. Kode – Kode Sampel

Kode sampel yang digunkan untuk memudahkan penyajian dan analisis data

ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kode Sampel


No Kode Sampel Keterangan
1. St37-4-0 Waktu perendaman 4 hari pada inhibitor 0 %
2. St37-4-3 Waktu perendaman 4 hari pada inhibitor 3 %
3. St37-4-5 Waktu perendaman 4 hari pada inhibitor 5 %
4. St37-4-7 Waktu perendaman 4 hari pada inhibitor 7 %
5. St37-8-0 Waktu perendaman 8 hari pada inhibitor 0 %
6. St37-8-3 Waktu perendaman 8 hari pada inhibitor 3 %
7. St37-8-5 Waktu perendaman 8 hari pada inhibitor 5 %
8. St37-8-7 Waktu perendaman 8 hari pada inhibitor 7 %
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Konsentrasi inhibitor ekstrak daun jambu biji dan waktu perendaman sangat

berpengaruh terhadap laju korosi yang dihasilkan yaitu semakin

bertambahnya konsentrasi maka laju korosinya semakin menurun dan

semakin lama waktu perendaman maka laju korosi yang dihasilkan akan

semakin menurun.

2. Efisiensi tertinggi dari inhibitor ekstrak daun jambu biji dalam medium

korosif NaCl 3 % terdapat pada konsentrasi 7 % dengan waktu perendaman

8 hari yaitu sebesar 70,12 %.

3. Berdasarkan hasil analisis SEM pada sampel St37-4-7 dan St37-8-7 tidak

seluruh permukaan sampel terkorosi, namun pada sampel St37-4-0 dan St37-

8-0 hampir seluruh permukaan sampel terkorosi. Hal ini diperkuat dengan

hasil EDS, dimana pada sampel St37-8-0 dan St37-4-0 memiliki kandungan

FeO lebih rendah dibandingkan pada sampel St37-8-7 dan St37-4-7.


63

4. Hasil analisis XRD memperlihatkan bahwa fasa yang terbentuk adalah Fe

murni dengan bidang 110, 200, dan 211 dengan struktur kristal BCC

B. SARAN

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan perendaman dalam

media korosif yang berbeda dengan waktu perendaman yang lebih bervariasi dan

logam yang berbeda untuk membandingkan laju korosi dan produk korosi yang

dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA

Adzhani, D.R dan Sulistijono. 2013. Pengaruh Agitasi dan Penambahan


Konsentrasi Inhibitor Sarang Semut (Myromicodia Pendans) Terhadap
Laju Korosi Baja Api 5L Grade B Di Media Larutan 1M HCL. Jurnal
Teknik Pomits. Vol. 2. No. 1. pp. 1-7.

Afandi, K. Yudha, Irfan S.A., dan Amiadji. 2015. Analisa Laju Korosi Pelat Baja
Karbon dengan Variasi Ketebalan Coating. Jurnal Teknis ITS. Vol. 4. No.
1. pp. 1-5.

Ali, F., Saputri, D., & Nugroho, R. F. 2014. Pengaruh Waktu Perendaman Dan
Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji ( Psidium guajava , Linn ) Sebagai
Inhibitor Terhadap Laju Korosi Baja SS 304 Dalam Larutan Garam dan
Asam. Teknik Kimia, Vol. 2. No. 1. pp. 28–37.

Anggaretno, C., Imam R., Herisupomo. 2012. Analisi Pengaruh Jenis Elektroda
Terhadap Laju Korosi Pada Pengelasan Pipa API 5l Grade X65 dengan
Media Korosi FeCl3. Jurnal Teknik ITS. Vol. 1.No. 1. pp. 124-128.

Arbintarso, S. Ellyawan. 2009. Perilaku Korosi Pada Sambungan Plat Pembentuk


Bodi Mobil. Jurnal Teknologi Technoscientia. Vol. 2. No.1. pp. 58-66.

Chatterjee, U.K., S.K. Bose and S.K. Roy. 2001. Environmental Degradation of
Metals Corrosion Technology. Series 4. Marcel Dekker Inc. New York.

Cullity, B. D. 1978. Elements of X-Rays Diffraction, Second Edition. Adison-


Wesley Publishing Company Inc, USA. pp.1-87.

Fatoni, Zulkarnain. 2016. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Sikap Kekerasan


Baja Paduan Rendah. Jurnal Desiminasi Teknologi. Vol.4. No. 1. pp. 56-
61.
Hajati, N.L., Herbudiman, C. Suryanto. 2006. Kajian Pengaruh Tebal Lapisan
Coating Pada Laju Korosi Tulangan Beton. Media Teknik Sipil. Vol. 2.
No.1. pp. 75-81.

Handani, S., & Megi, S. E. (2012). Pengaruh Inhibitor Ekstrak Daun Pepaya
Terhadap Korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B ERW Dalam Medium
Air Laut Dan Air Tawar. Jurnal Ris. Kim .Vol. 5. No.2. pp. 175–179.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan. ITB. Bandung.

Herbudiman, B., Ikhya, Adi N.H.S. 2007. Alternatif Pencegahan Korosi Platfom’s
Steel-Pipe Pier di Selat Madura. Media Teknik Sipil . pp. 79-84.

Hidayat, Amri R., Imam Rochani, H. Supono. 2013. . National Institute for
Research in Inorganic Materials 1-1 Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305. Japan.

Ilim dan Hermawan, B. 2008. Study Penggunaan Ekstrak Buah Lada, Buah
Pinang dan Daun Teh Sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak dalam Air Laut
Buatan Yang Jenuh Gas . Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi II. Universitas Lampung, 17-18 November 2008. pp. 257-266.

Kardel, M., Taube F., Schulz, H., Schütze, W. and Gierus, M. 2013. Different
Approaches to Evaluate Tannin Content and Structure of Selected Plant
Extracts – Review and New Aspects. Journal of Applied Botany and Food
Quality. Vol. 86. No.21. pp. 154 - 166 .

Kassim, M. J. and Hussin, M. H. 2010. Electrochemical Studies of Mild Steel


Corrosion Inhibition in Aqueous Solution by Uncaria gambir Extract. Journal
of Physical Science. Vol. 21. No. 1. pp. 1-13.

Kharisma, P., & Zainuri. 2012. Pengaruh Perlakuan Panas Pada Anoda Korban
Alumunium Galvanum Terhadap Laju Korosi Pelat Baja Karbon Astm
A380 Grad C. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol . 1. No. 1. pp. 47-51.

Lipi Laboratory. 2016. Report Of Analysis.UPT. Balai Pengolahan Mineral


Lampung.

Munasir. 2009. Laju Korosi Baja Sc 42 Dalam Medium Air Laut Dengan Metode
Immers Total. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan
Penerapan. UNY. Yogyakarta. pp. 211-230.

Nurdin, Isdriayani dan Syahri, M. 1998. Inhibisi Korosi Baja Karbon di dalam
Larutan Karbonat Bikarbonat. ITB. Bandung.
Parimin. 2005. Jambu Biji (Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya). Penebar
Swadaya. Jakarta

Putra, R.A. 2011. Pengaruh waktu perendaman dengan penambahan ekstrak ubi
ungu sebagai inhibitor organik pada baja karbon rendah di lingkungan HCl
1M. (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.

Putri, A. M., Rochani, I., & Supomo, H. 2012. Studi Laju Korosi Dan Surface
Morfologi Pipa Bawah Laut API 5L Grade X65 dengan Variasi Sudut
Bending. Jurnal Teknik ITS. Vol 1 No 1, pp 1-6.

Qulub. M. 2011. Scanning Electron Microscope dan Energy Dispersive X-ray


Spectroscopy (SEM-EDS). http://munawirul-q.blogspot.com. Diunduh
pada tanggal 24 Januari 2018 pukul 11.30 WIB.

Rusianto, Toto. 2009. Perubahan Laju Korosi Akibat Tegangan Dalam Dengan
Metode C-Ring. Jurnal Teknologi Technoscientia. Vol. 2. No. 1. pp. 134-
137.

Sari, A.K., Yeni, S., dan Emriadi. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji
Sebagai Inhibitor Korosi Pada Baja St37 Dalam Medium Asam Klorida.
Jurnal Kimia Unand. Vol.2. No.4. pp.25-28.

Sasono, Eko J.,Sulaiman, S.Darmono, E. Supriyanto. 2014. Analisa Perbandingan


Laju Korosi Lmbung Kapal Dengan Aplikasi Paduan Alumunium. Jurnal
Teknik. Vol. 9. No.1. pp. 28-34.

Seidu O. S. and Kutelu, B. J. 2013. Effect of Heat Treatments on Corrosion of


Welded Low-Carbon Steel in Acid and Salt Environments. Journal of
Minerals and Materials Characterization and Engineering, Vol. 2013. No.
1. pp. 95-100.

Sembiring, P., dan Wasinton, S. 2015. Silika Sekam Padi Potensinya Sebagai
Bahan Baku Keramik Industri. Plantaxia. Yogyakarta.

Setiarto, B. Haryono. 2011. Studi Kasus Aspek Biokimiawi Mikrobial Korosi dan
Cara Penanggulangannya Dalam Dunia Industri. Majalah Korosi. pp. 1-14.

Sidiq, M. Fajar. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry. Vol.
3. No. 1. pp. 25-30.
Smallman, R. E. and Bishop, R. J. 2000. Modern Physical Metallurgy and
Material Engineering. Oxford. Butterworth-Heinemann. pp. 34-35.

Sumarji. 2014. Evalusi Korosi Baja Karbon Rendah ASTM A36 Pada Lingkungan
Atmosferik di Kabupaten Jember . Jurnal Rotor. Vol. 1. No. 1. pp. 44-51.

Syahri, P., Putra, Z.A.,dan Norfi,H. 2017. Analisis Kekerasan Baja ASSAB 705
Yang Diberikan Perlakuan Panas Harddening Dan Media Pendingin.
Jurnal Inovasi, Vokasional dan Teknologi. Vol.17. No 1. pp 18-21.

Trethewey, K.R., Chambidain, J. 1991. Korosi Untuk Mahasiswa dan


Rekayasawan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Turnip, lusiana B., Handani, S., & Mulyadi, S. (2015). Pengaruh Penambahan
Inhibitor Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Penurunan Laju Korosi
Baja St-37. Jurnal Fisika Unand. Vol. 4, No. 2.pp 54-63

Vlack, V. L. H. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan).
Logam), Edisi kelima. Erlangga. Jakarta. pp. 101-104.

Wahyuni T. dan Syamsudin. 2014. Pemanfaatan Tanin Ekstrak Daun Jambu Biji
Terhadap Laju Korosi Besi Dalam Larutan Nacl 3 %. Konversi. Vol. 3.
No. 1. pp. 44-50.

Yanuar, P.S., Herman, P., dan Harmin. S., 2016. Pengaruh Penambahan Inhibitor
Alami Terhadap Laju Korosi Pada Material Pipa. Jurnal Teknik ITS. Vol.
5. No. 2. pp. 297-300.

Yuli, Y,, Emriadi, Jamarun, N. and Gunawarman. 2015. Corrosion inhibition of


environmental friendly inhibitor using Theobroma cacao peels extract on
mild steel in NaCl solution. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research. Vol. 7. No. 5. pp. 1083-1094.

Yulinar, Rohmasari. 2011. Studi Isolasi dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa
Kimia Dalam Fraksi Netral Daun Jambu Biji. (Skripsi). Universitas
Indonesia. Depok

Zuchry, M., dan Ramang, M. 2017. Analisis Laju Korosi Dengan Penambahan
Pompa Pada Baja Komersil Dalam Medium Air Laut. Jurnal Mekanikal.
Vol. 8. No. 2. pp. 737-740.

Anda mungkin juga menyukai