Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK
PERCOBAAN 1
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT

Disusun oleh :
Kiti Doviyanti (10060316113)
Resty Imfyani Sofyan (10060316114)
Reka Rian Wandani (10060316115)
Rofif Fauziyah (10060316117)
Risa Anggiani (10060316118)
Shift / kelompok : 2/D
Tanggal Praktikum : 2 Oktober 2019
Tanggal Penyerahan Laporan : 9 Oktober 2019
Nama Asisten : Khaidir Ali., S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1441 H / 2019 M
I. Tujuan Percobaan
1. Dapat terampil dan dapat menentukan kadar asam urat dalam sampel
2. Dapat memahami dan menentukan metode penentuan kadar asam urat
3. Dapat memahami peranan pemeriksaan kadar asam urat dalam
menegakan diagnosis kondisi patologis.
II. Teori Dasar
2.1. Serum
Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel
darah dan faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi
lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada
dalam serum dengan kadar serupa dalam plasma. Apabila proses
koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mungkin mengandung
sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protrombin yang
belum di konevensi (Sacher dan Mc Person, 2012).
Serum diperoleh dari spesimen darah yang tidak ditambahkan
antikoagulan dengan cara memisahkan darah menjadi 2 bagian dengan
menggunakan setelah disentrifugasi dan akan tampak gumpalan darah
yang bentuknya tidak beraturan dan bila penggumpalan berlangsung
sempurna, gumpalan darah tersebut akan terlepas atau dengan mudah
dapat dilepaskan dari dinding tabung. Selain itu akan tampak pula bagian
cair dari darah. Bagian ini, karena sudah terpisah dari gumpalan darah
maka tidak lagi berwarna merah keruh akan tetapi berwarna kuning
jernih. Gumpalan darah tersebut terdiri atas seluruh unsur figuratif darah
yang telah mengalami proses penggumpalan atau koagulasi spontan,
sehingga terpisah dari unsur larutan yang berwarna kuning jernih
(Sadikin, 2014).
2.2. Asam Urat
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu
salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh.
Zat asam urat ini biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urin
dalam kondisi normal. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk
filtrasi, direabsorbsi sebagian, dan diekskresi sebagian sebelum akhirnya
diekskresikan melalui urin. Namun dalam kondisi tertentu, ginjal tidak
mampu mengeluarkan zat asam urat secara seimbang, sehingga terjadi
kelebihan dalam darah. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan
serum bergantung pada fungsi ginjal, kecepatan metabolism purin, dan
asupan diet makanan yang mengandung purin. (Andry, 2009).

Gambar 1. Struktur Asam Urat


Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk dan tertimbun pada
persendian-persendian dan tempat lainnya termasuk di ginjal itu sendiri
dalam bentuk kristal-kristal.
Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim
xantin oksidase. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan
gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah
persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat
bagi penderitanya. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih
dikenal dengan penyakit asam urat (Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
2004).
Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan darah
dan urin. Nilai rujukan kadar darah asam urat normal pada laki-laki yaitu
3,6 – 8,2 mg/dL sedangkan pada perempuan yaitu 2,3 – 6,1 mg/dL
(Martsiningsih, 2016). Dalam beberapa keadaan, misalnya konsumsi
makanan yang mengandung purin tinggi, atau karena ginjal kurang
mampu mengeluarkannya dalam tubuh, maka kadar asam urat dalam
darah akan meningkat. Kadar asam urat dalam darah pada laki - laki 3,4-
7,7 mg/dL, perempuan 2,5-5,5 mg/dL dan anak-anak 2,0-2,5mg dL.
Peningkatan kadar asam urat dalam darah disebut juga hiperurisemia.
Keadaan ini dapat menyebabkan penumpukan kristal asam urat di
persendian dan menimbulkan peradangan di daerah tersebut. Kondisi
menetapnya hiperurisemia menjadi predisposisi (faktor pendukung)
seseorang mengalami radang sendi akibat asam urat (gout arthritis), batu
ginjal akibat asam urat ataupun gangguan ginjal. (Misnadiarly, 2009).
2.2.1. Metabolisme Asam Urat
Menurut Dianati (2015), mekanisme metabolisme asam urat berasal
dari pemecahan purin endogen dan diet yang mengandung purin. Pada
pH netral, asam urat dalam bentuk ion asam urat (kebanyakan dalam
bentuk monosodium urat) banyak terdapat di dalam darah. Konsentrasi
normal kurang dari 420 μmol / L (7 mg/dL). Dalam tubuh manusia
terdapat enzim asam urat oksidase atau urikase yang akan mengoksidasi
asam urat menjadi alantoin. Defisiensi urikase pada manusia akan
mengakibatkan tingginya kadar asam urat dalam serum.
Urat dikeluarkan di ginjal (70%) dan traktus gastrointestinal (30%).
Kadar asam urat di darah tergantung pada keseimbangan produksi dan
ekskresinya. Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari
gugus ribosa yaitu 5-phosphoribosyl-1-pirophosphat (PRPP) yang
didapat dari ribose 5 fosfat yang disintesis dengan ATP (Adenosine
triphosphate). Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin
membentuk fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin.
Reaksi ini dikatalisis oleh PRPP glutamil amidotranferase, suatu enzim
yang dihambat oleh produk nukleotida inosine monophosphat (IMP),
adenine monophosphat (AMP) dan guanine monophosphat (GMP).
Ketiga nukleotida ini juga menghambat sintesis PRPP sehingga
memperlambat produksi nukleotida purin dengan menurunkan kadar
substrat PRPP (Dianati, 2015).
Inosine monophosphat (IMP) merupakan nukleotida purin pertama
yang dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hipoxanthine.
Inosine 7 monophosphat berfungsi sebagai titik cabang dari nukleotida
adenin dan guanin. Adenosine monophospat (AMP) berasal dari IMP
melalui penambahan sebuah gugus amino aspartat ke karbon enam cincin
purin dalam reaksi yang memerlukan GTP (Guanosine triphosphate).
Guanosine monophosphat (GMP) berasal dari IMP melalui pemindahan
satu gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi
ini membutuhkan ATP. Adenosine monophosphate mengalami
deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami
defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hipoxanthine terbentuk
dari IMP yang mengalami defosforilasi dan diubah oleh xhantine
oxsidase menjadi xhantine serta guanin akan mengalami deaminasi untuk
menghasilkan xhantine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine
oxsidase menjadi asam urat (Dianati, 2015).

Gambar 2. Skema Metabolisme Pembentukan Asam Urat dalam Tubuh


2.2.2. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria
dewasa kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl.
Apabila konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl
dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan
gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan secara
mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat
mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan
dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang
– ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi
akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan
telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan
disertai penyakit ginjal kronis (Sudoyo AW. dkk, 2006).
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal
monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada
beberapa pasien gout atau dengan hiperurisemia asimptomatik kristal
urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan patella yang
sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian,
gout ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada
penelitian penulis didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal.
Terdapat peranan temperatur, pH, dan kelarutan urat untuk timbul
serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih
rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan
mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada kedua tempat
tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal 7 monosodium urat pada
metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan
yang berulang-ulang pada daerah tersebut (Tehupeiroy ES., 2006).
2.3. Faktor Resiko
Faktor Risiko Berikut ini yang merupakan faktor resiko dari gout
(Poor G, 2003 dan Firestein GS., dkk, 2009):
1. Suku bangsa /ras
Suku bangsa yang paling tinggi prevalensinya pada suku maori di
Australia. Serta prevalensi suku Maori, sedangkan Indonesia prevalensi
yang paling tinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah
Manado-Minahasa karena kebiasaan atau pola makan dan konsumsi
alkohol.
2. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol
meningkatkan produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai
akibat produk sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat
menghambat 5 ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum.
3. Konsumsi ikan laut
Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang
tinggi. Konsumsi ikan laut yang tinggi mengakibatkan asam urat.
4. Penyakit
Penyakit-penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia.
Mis. Obesitas, diabetes melitus, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia,
dsb. Adipositas tinggi dan berat badan merupakan faktor resiko yang kuat
untuk gout pada laki-laki, sedangkan penurunan berat badan adalah
faktor pelindung.
5. Obat-obatan
Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya
hiperurisemia. Mis. Diuretik, antihipertensi, aspirin, dsb. Obat-obatan
juga mungkin untuk memperparah keadaan. Diuretik sering digunakan
untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, tetapi hal
tersebut juga dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk membuang
asam urat. Hal ini pada gilirannya, dapat meningkatkan kadar asam urat
dalam darah dan menyebabkan serangan gout
6. Jenis Kelamin
Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan
perempuan pada semua kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin
laki-laki dan perempuan sama pada usia lanjut.
7. Diet tinggi purin Hasil analisis kualitatif menunjukkan
bahwa HDL yang merupakan bagian dari kolesterol, trigliserida dan LDL
disebabkan oleh asupan makanan dengan purin tinggi.
2.4. Pengobatan
Pengobatan pirai dilakukan dengan meningkatkan ekskresi asam
urat melalui kemih atau dengan menurunkan prekursor konversi ksantin
dan hipoksantin menjadi asam urat (Katzung dan Trevor, 1994). Untuk
mencegah kambuhnya serangan gout dapat diikuti suatu aturan hidup
tertentu. Bila terjadi overweight, perlu menjalani diet menguruskan
tubuh, banyak minum (minimal 2 L perhari), membatasi asupan alkohol
(bir), menghindari stres fisik dan mental serta diet purin (Tjay dan
Raharja, 2002).
Diet yang miskin purin dengan hanya sedikit mengkonsumsi daging
atau ikan, terutama organ dalam (jeroan) seperti otak, hati dan ginjal.
Tetapi kini diketahui bahwa kebanyakan purin dibentuk dalam tubuh dan
hanya sedikit yang berasal dari makanan. Diet yang ketat hanya dapat
menurunkan kadar urat 25% dan tidak dapat mengurangi timbulnya
serangan gout, tetapi diet ini berguna sebagai tambahan dari terapi
terhadap batu ginjal (urat) yang sering kambuh, selain itu diusahakan
untuk tidak menggunakan diuretik tiazid dan menghindari
mengkonsumsi alkohol dan kopi (Tjay dan Raharja, 2002).
Adapun obat yang dapat digunakan sebagai pengobatan
hiperurisemia antara lain: allopurinol yang menghambat xantin oksidase,
sehingga kadar asam urat dalam serum menurun tanpa menyebabkan
beban ekskresi pada ginjal. Obat-obat urikosurik seperti probenesid dan
sulfonpirazon juga menurunkan kadar urat dalam serum dengan cara
meninggikan ekskresi asam urat melalui urin. Pasien yang memakai obat-
obat ini harus mengeluarkan banyak urin alkalis supaya asam urat tidak
membentuk batu urat. Kolkisin, suatu obat yang telah lama digunakan
untuk mengobati gout, tidak mempengaruhi pembentukan atau ekskresi
urat, tetapi mengubah respon fagositik leukosit terhadap kristal urat di
jaringan (Saches dan Mc Pherson, 2000).
2.5. Metode pemeriksaan Asam Urat
Diagnosis asam urat dapat dilakukan dengan tiga pemeriksaan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat jika pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah di atas 7 21
mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl untuk wanita. Selain itu kadar asam urat
dalam urin lebih dari 750-1.000 mg/24 jam dengan diet biasa.
2. Pemeriksaan cairan sendi
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop. Tujuannya
untuk melihat adanya kristal urat atau monosodium urat (kristal MSU)
dalam cairan sendi. Untuk melihat perbedaan jenis arthritis yang terjadi
perlu dilakukan kultr cairan sendi.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang terjadi
dalam sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di dalam
tofus (Utami, 2005).
Pemeriksaan kadar asam urat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis, pemantauan terapi, menilai komplikasi maupun sebagai salah
satu pemeriksaan kesehatan yang rutin dilakukan. Pemeriksaan metode
spektrofotometri adalah metode yang paling sering digunakan dan
merupakan pemeriksaan baku emas, tetapi pemeriksaan dengan metode
ini mengharuskan penderita harus pergi ke laboratorium untuk
pengambilan darah vena yang pengambilannya memerlukan tenaga ahli
sehingga pemeriksaan ini dirasa kurang praktis. Sebagai alternatif
pemeriksaan kadar asam urat didapatkan pemeriksaan dengan metode
electrode-based biosensor yang menggunakan bahan pemeriksaan darah
kapiler sehingga pemeriksaan ini lebih praktis karena dapat dikerjakan
sendiri di rumah dan lebih ekonomis (Malhotra, B. D., & Chaubey, A.
(2003).
2.5.1. Sprektrofotometri
Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah
dalam analisis kuantitatif, dimana penentuan kadar senyawa organik
yang mempunyai 23 struktur kromofor atau yang mengandung gugus
kromofor. Kromofor merupakan suatu gugus fungsi yang menyerap
radiasi elektromagnetik apakah gugus itu berwarna atau tidak. Kromofor
berfungsi untuk menyatakan gugus tidak jenuh kovalen yang dapat
menyerap radiasi dalam daerah-daerah ultraviolet dan sinar tampak
(Azas, 2013).
Prinsip kerja dari single-beam spektrofotometer UV-Vis diawali
dengan adanya pemisahan berkas cahaya sumber oleh diffraction
grating. Kemudian berkas cahaya tersebut diseleksi oleh kisi agar
didapatkan intensitas tertentu. Kemudian berkas cahaya ini akan diserap
oleh sample cuvette kemudian dideteksi oleh detektor. Sebelum
dilakukan pengukuran terhadap larutan uji, terlebih dahulu
diujikan sample cuvette yang berisi pelarut dari larutan uji (Bauer, H.H.,
Christian, G.D., O'Reilly, J.E., 1978).

Gambar 3. Skematik single-beam UV-Vis spektrofotometer


Pada metode spektrofotometri, pemecahan asam urat dengan enzim
uricase akan bereaksi dengan peroksidase, peroksida (POD), TOOS’ (N-
ethyl-N-(2-hydroxy-3- sulfopropyl)-3-methylaniline) dan 4-
aminophenazome membentuk warna quinone-imine sebagai signal.
Kadar asam urat tersebut dihitung berdasarkan intensitas cahaya yang
terbentuk. Pada metode spektrofotometri, bahan pemeriksaan yang
digunakan berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan metode
electrode-based biosensor (Maboach dkk., 2014). Pemeriksaan dengan
menggunakan spektrofotometer pada sampel darah pasien terlebih
dahulu melalui beberapa proses seperti plasma atau serum dipisah 22 dari
sampel darah kemudian plasma/serum itulah yang dibaca absorbansinya
di spektrofotometer
III. Data Fisika dan Kimia
1. Aquadest
TL/ TB : 0°C
TD : 100°C
pH : netral (6,8-7)
Pemerian : cairan tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
Kelarutan : mampu melarutkan sangan baik (Basri. 1996).
2. Darah Naf/ Serum
TL : 999°C/ 1819°F
TD : 1704°C/ 3099°F
Kelarutan : larut air pada suhu 0°C (36,4 g/L), 20°C (40,4 g/L), 100°C
(50,5 g/L), tidak larut dalam alkohol.(Wiliam. 2011).
3. DHBS ( Dikloro Hidroksi Benzen Sulfonat)
Kelarutan : larut dalam air <32 mg/mL
Reaktivitas : dapat mengeluarkan gas beracun seperti CO2
Inkompatibilitas : dengan oksidator kuat(Wiliam. 2011).
Pemerian : cairan tidak berwarna, sedikit tajam.
4. Enzim Urikase
Pemerian : katalis spesifik pemeriksaan asam urat
Kelarutan : sangat larut dalam air
BM : 125.000(wiliam. 2011).
5. Enzim Hidrogen Peroksidase
Pemerian : tidak berwarna, dalam larutan berwarna biru terang, bau
agak tajam
Kelarutan : larut dalam air
TL : -0,43°C
TD : 150,2°C(Wiliam. 2011)
6. 4- aminoantipirin
Pemerian : padat, warna kuning gelap tidak berbau.(Wiliam. 2011)
IV. Alat dan Bahan
a. Bahan :
1. DHBS ( Dikloro Hidroksi Benzen Sulfonat)
2. Enzim Urikase dan Hidrogen Peroksidase
3. Pelarut (Aquadest)
4. Reagen warna (4-aminoantipirin)
5. Serum
6. Standar
b. Alat :
1. Spektrofotometer panjang gelombang 520nm
2. Mikropipet 25µL
3. Tabung reaksi
4. Pipet 1mL

V. Prosedur
Reagensia dilarutkan dengan pelarut aquadest hingga tercampur
dengan sempurna, disediakan tiga tabung reaksi. Tabung 1 (blanko) diisi
dengan reagen 1ml dan aquadest 25 µl, tabung 2 (standar) diisi dengan
reagen 1ml dan standar 25 µl, tabung 3 (tes) diisi dengan reagen 1 ml dan
serum 25 µl. Selanjutnya ketiga tabung dikocok hingga tercampur dengan
baik, kemudian tabung dibiarkan 10 menit, lalu dibaca absorbansi dari
larutan tes dan standar terhadap blangko pada panjang gelombang 520 nm.
Diagram percobaan

Pemeriksaan Kadar Asam Urat

Standar
Blanko Tes

Kocok dan diamkan 10 menit


Hasil Reaksi

Absorbansi dengan panjang gelombang 520 nm

Absorbansi Blanko Absorbansi Standar Absorbansi Tes 1-5

VI. Data Pengamatan


a. Pengamatan

Keterangan Gambar

Blanko

Standar
\

Uji 2

Uji 3

Uji 4
Uji 5

b. Perhitungan

Kadar Standar : 6 mg/dL

Keterangan Kadar absorbansi

Standar 0,064 A

Uji 1 0,039 A

Uji 2 0,061 A

Uji 3 0,021 A

Uji 4 0,035 A

Uji 5 0,021 A

 Perhitungan kadar asam urat :

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑈𝑗𝑖
Asam urat = x kadar standar
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

0,039
1. Kadar asam urat 1 = x 6 mg/dL = 3,656 mg/dL
0,064
0,061
2. Kadar asam urat 2 = x 6 mg/dL = 5,719 mg/dL
0,064
0,021
3. Kadar asam urat 3 = x 6 mg/dL = 1,969 mg/dL
0,064
0,035
4. Kadar asam urat 4 = x 6 mg/dL = 3,281 mg/dL
0,064
0,021
5. Kadar asam urat 5 = x 6 mg/dL = 1,969 mg/dL
0,064

 Perhitungan rata – rata kadar absorbansi uji


3,656 + 5,719 + 1,969 + 3,281 + 1,969
X =
5
16,594
=
5

= 3,319
 Perhitungan SD

𝑥=(𝑥1−𝑥 )²+(𝑥2−𝑥)2 +(𝑥3−𝑥)2 +(𝑥4−𝑥)2 +(𝑥5−𝑥)²


SD = √
𝑛−1

SD =
(3,656−3,319)²+(5,719−3,319)2 +(1,969−3,319)2 +(3,281−3,319)2 +(1,969−3,319)²

5−1

0,114+5,76+1,823+0,001+1,823
SD = √
4

SD = 1,543

 Perhitungan SBR
SD
SBR = x 100%
𝑋
1,543
= x 100%
3,319

= 46,69%
VII. Pembahasan
Pada percobaan pemeriksaan kadar asam urat menggunakan metode
enzimatik specimen yang digunakan adalah serum karena jika
menggunakan specimen darah maka hasilnya tidak dapat dibaca oleh
fotometer. Secara teori ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan
perbedaan hasil yakni pada fotometer biasanya di pengaruhi oleh Sampel
lipemik, Sampel hemolisa, Sampel interik dan suhu penyimpananya (fadli,
2014).
Prinsip dari reaksi penetapan kadar asam urat menggunakan metode
enzimatik dimana digunakannya enzim urikase pada reaksi utama dan
peroksidase pada reaksi indikasi:
Urikase
Asam urat + H2O + O2 Allantoin + CO2 + H2O2

Hidrogen
Peroksidase
DHBS + 4-Aminoantipirin + 2H2O2 Quinoneimina + 3H2O

Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik adalah


uricases memecah asam urat menjadi allantonin dan hidorgen peroksida
selanjutnya dengan adanya peroksidase, perksida, tools dan 4-
aminophensone membentuk warna quineimine. Intensitas warna merah
yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam urat. Nilai rujukkan
untuk laki-laki : 3.4- 7.0 mg/dl, sedangkan untuk perempuan : 2.4-5.7
(Sacher, Ronald, dan Richard, 2012).
Metode enzimatik (Uricase) mempunyai kelebihan karena bermutu
tinggi dan biaya rendah, serta tidak memerlukan protein. Sebagai alternatif,
substrat dapat dipakai guanine, xanthine, dan beberapa struktur yang mirip.
Reaksi terjadi berdasarkan model kinetik dan keseimbangan, dengan
panjang gelombang tertentu. Sebagai penghasil kromogen, dapat dipakai
peroksidase dan oksigen. Hidrogen peroksida dengan bantuan horse radish
peroksidase dan akseptor oksigen akan membentuk komplek warna yang
dapat diukur dengan spektrofotometer.
Diantara berbagai metode yang digunakan, metode spektrofotometri
UVVis merupakan metode yang masih sangat populer yang digunakan pada
penetapan kadar obat. Spektrofotometer menawarkan keuntungan yang
cukup yaitu panjang gelombang yang digunakan bisa bervariasi terus
menerus, sehingga memungkinkan untuk merekam spektrum penyerapan.
Fotometer memiliki keuntungan yaitu sederhana, tangguh, dan biaya rendah
(Skoog, et al., 2013).
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pemeriksaan kadar
asam urat. Pemeriksaan kadar asam urat penting dilakukan untuk diagnosa
suatu penyakit sehingga terapi dapat dilakukan dengan tepat. Metode yang
digunakan untuk pemeriksaan kadar asam urat ada 2, yaitu metode
enzimatik, dan kolorimetri. Masing-masing metode memiliki kekurangan
dan kelebihan. Metode enzimatik memiliki kelebihan lebih spesifik, tetapi
dibutuhkan pengondisian yang tidak mudah. Sedangkan metode kolorimetri
merupakan metode yang mudah dilakukan dan harganya pun jauh lebih
murah, tetapi lebih tidak spesifik seperti metode enzimatik. Pada percobaan
kali ini digunakan metode enzimatik menggunakan enzim urikase pada
reaksi utama peroksidase pada reaksi indikasi, dengan pengukuran
menggunakan spektrofotometer uv-vis.
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran terhadap larutan blangko,
standar, dan uji (uji 1 – uji 5). Setiap larutan diberikan perlakuan yang sama,
tetapi isi larutan yang terdapat di dalam tabung berbeda. Seperti blangko
hanya berisi 1,0 mL reagen dan 25 µL aquadest, larutan standar berisi 1,0
mL reagen dan 25 µL larutan standar, sedangkan larutan uji berisi 1,0 mL
reagen dan 25 µL serum darah. Bagian darah yang digunakan adalah serum
agar pada saat pengukuran lebih teliti, karena dalam serum sudah tidak
mengandung banyak senyawa dan tidak mengandung faktor pembekuan
darah yang akan mengganggu hasil percobaan. Setelah proses
pencampuran, setiap larutan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit.
Dibiarkan dalam waktu 10 menit agar didapat hasil yang maksimal karena
suhu kamar lebih rendah daripada suhu tubuh, maka didiamkan lebih lama
dari penyimpanan sesuai suhu tubuh. Lalu setiap larutan diabsorbansi yaitu
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.
Pada panjang gelombang ini asam urat akan mengabsorbsi radiasi
dengan kuat sehingga memberikan hasil yang tepat. Penggunaan
blangko bertujuan untuk menghilangkan pengaruh pelarut, sehingga tidak
ada pengaruh dari pelarut yang digunakan. Sementara pengukuran standar
dilakukan untuk membandingkan hasil agar yang terukur benar-benar
senyawa yang dituju. Dari hasil pengukuran, diperoleh kadar asam urat yang
berbeda pada setiap sampel uji yaitu pada uji 1 (3,656 mg/dL), uji 2 (5,719
mg/dL), uji 3 (1,969 mg/dL), uji 4 (3,281 mg/dL), dan uji 5 (1,969 mg/dL).
Dengan hasil perhitungan kadar asam urat rata-rata 3,319.
Berhubung pengambilan darah dilakukan terhadap seseorang
berjenis kelamin perempuan, maka kadar batas normal asam urat yaitu 2,7-
6 mg/dL. Didasarkan pada kadar batas normal kadar asam urat, dapat
diketahui bahwa relawan pendonor memiliki kadar asam urat yang normal
dalam tubuh. Kadar batas asam urat normal pada wanita lebih rendah
dibandingkan dengan kadar batas asam urat normal pada pria, hal ini
disebabkan karena wanita memiliki hormon estrogen dan progesterone
dalam jumlah lebih banyak dari pria yang dapat berfungsi sebagai
penghambat produksi asam urat dalam tubuh.
Hasil lain dapat dilihat dari nilai simpangan baku rata-rata (SBR)
yang diperoleh yaitu 46,69%, hal yang didapat sangat jauh dari yang
seharusnya yaitu <2%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya, cara memipet yang kurang tepat. Pemipetan yang tidak benar
dapat memengaruhi hasil karena banyak atau sedikitnya larutan yang
dimasukkan sangat berpengaruh terhadap hasil. Kondisi spektrofotometer
alat yang digunakan, termasuk spektrofotometer harus dalam keadaan baik
dan terkalibrasi dengan baik agar hasil yang didapat lebih akurat dan tepat.
Cara membawa tabung Membawa tabung dari meja praktikum ke meja
spektrofotometer pun harus dilakukan dengan prosedur yang sesuai. Karena
apabila cara membawa tabung dengan cara digenggam oleh tangan, maka
aka dipengaruhi oleh suhu tubuh (tidak hanya oleh suhu ruang), maka hasil
yang didapat pun akan berbeda.
VIII. Kesimpulan

1. Pada pemeriksaan kadar asam urat dalam sampel, perhitungan rata-rata


yang diproleh adalah 3,319 mg/dL, sehingga relawan pendonor memiliki
kadar asam urat normal, karena kadar memenuhi rentang kadar asam urat
pada wanita 2,7-6 mg/dL
2. Hasil yang didapat, praktikan dapat memahami dan menentukan metode
yang digunakan sebagai reagen adalah DHBS, 4-aminoantipirin,
peroksidase, dan urikase
3. Hasil menunjukkan dapat diketahui kadar asam urat masuk kedalam rentang
pada wanita, sehingga dapat dinyatakan normal. Namun ditakutkan
termasuk hipourisemia sehingga perlu mengkonsumsi makanan yang
mengandung purin.
IX. Daftar Pustaka
Andry, Saryono dan Arif, SU. (2009).Analisis FaktorFaktor Yang Mempe
ngaruhi Kadar Asam Urat Pada Pekerja Kantor di Desa Karang
Turi. Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan
Soedirman. The Soedirman Journal of Nurshing.
Basri, S. (1996). Kamus Kimia. Rineka Cipta: Jakarta
Dianati, N.A., (2015). Gout and hyperuricemia. Lampung: J MAJORITI.
Vol. 4, No. 3.
Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (2009). Kelley’s
Textbook of Rheumatology, 8th ed. W.B Saunders. Philadelphia.
1481-1506.
Haynes, William M, ed. (2011). CAC Handbook Of Chemistry and Physic.
Press.
Katzung, B. G., dan Trevor, A. J., (1994). Buku Bantu Farmakologi,
diterjemahkan oleh Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi.
Fakultas Kedokteran dan Universitas Sriwijaya, Cetakan I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Malhotra, B. D., & Chaubey, A. (2003). Biosensors for clinical diagnostics
industry. Sensors and Actuators B: Chemical, 117-127.
Martsiningsih, M. Atik , Dermawan O. (2016). Gambaran Kadar Asam
Urat Darah Metode Basah (Uricase-PAP) Pada Sampel Serum dan
Plasma EDTA. Jurnal Teknologi Laboratorium ISSN: 2338 – 5634.
Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes.
Misnadiarly. (2009). Rematik, Asam Urat, dan Arthritis Gout.
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
Poor G, Mituszova M. History, Classification and epidemiology of
crystalrelated artropathies. Rheumatology. 2rd ed. Edinburg:
Elsevier. (2003). 1893-1901
Sacher, R. A. and McPherson, R. A. (2012). Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Alih Bahasa: H. Hartanto.
Jakarta: EGC.
Sadikin, M. (2014). Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (2006). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-4. Jakarta: FKUI Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 1218-20.
Skoog, D. A., West, D. M., Holler, F. J., & Crouch, S. R. (2013).
Fundamental of Analytical Chemistry (9 ed.). USA: Brooks/Cole
Cengage Learning.
Syamsu hidayat dan Wim de Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
2. Jakarta: EGC.
Tehupeiroy ES. (2006). Artrtritis pirai (arthritis gout). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI;.hal.1218-20.
Tjay, T. H., dan Raharja. (2002). Obat – Obat Penting. Khasiat,
penggunaan dan efek–efek sampingnya, edisi V, Cetakan ke-2.
Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Utami, P. (2005). Tanaman Obat Untuk Mengatasi Rematik dan Asam Urat.
Jakarta: Agromedia. hal. 30.
Wang J.G., Staessen J.A., Fagard RH et al. (2001). Prognostic Significance
of Serum Creatinin and Uric Acid in Older Chinese Patients with
Isolated Hypertension. Hypertension. 37:1069.

Anda mungkin juga menyukai